Pengertian obat sedasi Macam obat sedasi cara kerja obat sedasi dosis obat sedasi bagi penderita hipertensi dan stroke lama kerja obat sedasi indikasi obat sedasi kontaindikasi obat sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai se bagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga s ehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. The American Society of Anesthesiologists menggunakan Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk sedasi : Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi. Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. Sedasi dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal mi nimal menjadi sedasi dalam di mana kontak verbal dan r efleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasie n untuk menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar, tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih baik. Beberapa obat obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar. INDIKASI PENGGUNAAN OBAT-OBAT SEDATIF Premedikasi
Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen anesteti k. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang akan dil akukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misaln ya kebutuhan pasien dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan dibandingkan pasien dengan pembedahan pembedahan terencana atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang paling banyak ban yak digunakan untuk premedikasi. Sedo-analgesia
Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan anestesi lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan pembedahan yang menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan pembedahan invasif minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas digunakan.
Prosedur radiologik
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien c emas, tidak mampu mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi. Endoskopi
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan memberi efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada endoskopi gastrointestinal (GI), analgesik lokal biasanya tidak tepat digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik. Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi. Terapi intensif
Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk waktu yang lama pada pasi en dengan disfungsi organ serta kemampuan metabolisme dan ekskresi obnat yang terganggu. Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol, opioid, dan agoni α 2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-akhir ini pada pentingnya sedasi harian ‘holds’; strategi interupsi harian dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama perawatan. Suplementasi terhadap anestesi umum
Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah dapat menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya ef ek samping. TEKNIK PENGGUNAAN
Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting karena bisa terjadin ya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-obat sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari respon individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana praktisi medis tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan sedatif. Sistem patientcontrolled analgesia telah diprogram untuk patient-controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem t ersebut sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun sementara jarak pemberian meningkat. Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma ‘target’ yang diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien, semakin tinggi sensitivitas efek obatobat sedatif terhadap SSP. Karena terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah level target. Pemakaian sedasi yang aman
Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman dan meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar lingkungan operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat, peralatan, dan orang yang berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait penggunaan sedasi untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan gigi, dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat. Kelayakan pasien untuk menjalani
prosedur dengan sedasi harus dievaluasi: misalnya pasien dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk menangani komplikasi kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia secepatnya. OBAT-OBATAN SEDATIF
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a 2- adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih sering di klasifikasikan s ebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik; farmakologi obat ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar subanestetik. BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar sediaan parenteral ters edia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan perawatan intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang sama, efek terapi ini dit entukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan. Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu sebagai lama kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama kerja pendek (midazolam). FARMAKOLOGI Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor benzodiazepin, yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g aminobutirik (GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA A. Berikatan dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi e fek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini. Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan kemampuan reseptor. Dosis midazolam
Efek
Kemampuan reseptor (%)
Dosis flumazenil untuk membalikan
Dosis rendah
Antiepilepsi
20-25
Dosis rendah
Anxiolisis
20-30
Sedasi ringan
25-50
Penurunnan perhatian
60-90
Amnesia Sedasi kuat Relaksasi otot Dosis tinggi
Anestesi
Dosis tinggi
Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai ikatan yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol. Ikatan dengan komponen yang lain pada reseptor benzodiaz epin menunjukan efek sinergis dengan beberapa obat lain. Efek sinergis ini me nunjukan bahaya depresi SSP jika obat digunakan secara bersamaan dan juga menyebabkan efek farmakologi toleransi silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini juga konsisten dengan penggunaan benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal balik akut atau detoksifikasi alkohol atau obat-obatan lain. Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi tidak dapat men yebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan pada reseptor ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis, akibatnya terjadi rangsangan pada otak. Senyawa ini juga merupakan antagonis dari flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi berlawanan pada benzodiazepin yang sebelumnya adalah cadangan yang lama dari flumazenil dan merupakan akibat dari eksaser basi pada penambahan dosis obat murni. Lebih dari itu dapat menyebabkan kegelisahan seperti pada hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang seharusnya hal ini diperhatikan terkebih dahulu. Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada akhirnya menunjukan peningkatan toleransi. P enggunaan yang lama juga dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun mental, yang walaupun obat ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan barbiturat. Hubungan ti mbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala klinik yang sama seperti pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis benzodiazepin diturunkan secara teratur setel ah penggunaan yang lama. Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek dari benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur. Efek pada SSP
Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas antiepil eptik. Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut. Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang salah. Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor teris i. Midazolam terbukti benar aman sebagai obat sedatif intravena. Benzodiazepin mempunyai efek terapi yang tinggi (berbanding efektif dengan dosis letal) karena pada dosis yang berlebihan, perbedaan pada densitas reseptor menyebabkan terjadi reaksi sensitivitas yang berlebihan pada korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks protektif yang terjadi se belum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu efek se dasi yang berlebihan atau terjadi self poisoning. Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada kasus ini. Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal. Obat intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk menghentikan seizure dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi pada terapi epilepsi kronik. Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang aktivitas seizure pada toksisit as anestesi lokal, tapi dapat terlihat sebagai gejala awal. Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan untuk insomnia dan l ebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun pengobatan yang lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah seperti efek toleransi dan ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan dalam efek ti mbal balik pada pengobatan. Penggunaan benzodiazepin sebagai hipnotik sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang baru sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada reseptor benzodiazepin.
Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah otak, dan juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh sebab itu mereka men yesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien dengan kelaianan intrakranial. Bagaimanapun harus diketahui bahwa midazolam tidak dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial bersama dengan pemasangan intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi ventliasi disebabkan oleh benzodiazepin pada pernapasan spontan yang dari pasien menunjukan peningkatan PCO2 arteri, yang tidak diinginkan jika pemenuhan tekanan intrakranial menurun. Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan mengantuk dan terjadi kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek residu sedatif minimal tapi dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan koordinasi motorik, yang seharusnya dapat diperkirakan kapan pengobatan ini dihentikan pada pasien. Relaksasi Otot
Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa menguntungkan misalnya pada penggunaan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif, yang mengurangi resiko dari dislokasi artikular atau s aat pemasangan endoskopi. Bagaimanapun juga relaksasi otot berperan secara responsif pad obstruksi jalan napas pada penggunaan obat sedatif intravena. Relaksasi otot tidak berhubungan dengan efek pada neuromuskular junction, tapi menyebabkan peningkatan pada penghantaran impuls neuron pada medula spinalis dan penurunan transmisi polisinaptik pada otak. Efek pada Respirasi
Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi . respon ventilasi terhadap CO 2 dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang kurang ditandai dengan adanya depresi. Hal ini dii kuti juga dengan adanya sindrom hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang peka terhadap depresi pernapasan akibat efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi merupakan efek eksaserbasi dari obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari yang sebelumnya. Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-sama akan terjadi efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan bersama-sama secara intravena, obat opiod harus diberikan terlebih dahulu dan efeknya dapat diperkirakan. Penurunan dosis benzodiazepin yang diperlukan sampai 75% harus diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar praktek untuk menyediakan oksigen tambahan dan monitor saturasi oksigen dengan oximetri selama pemberian obat sedatif secara intravena. Efek Kardiovaskuler
Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar dimana mekanisme-mekanisme refleks hemostatik masih tetap terpelihara dan lebih aman dari agen anastesi intravena. Suatu penekanan pada resistensi vaskuler perifer menghasilkan sedikit penekanan pada tekanan arteri. Hipotensi yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipovolemia atau vasokonstriksi. Farmakokinetik
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus melewati hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis or al yang sampai ke sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi obat terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi. Dibandingkan dengan obat-obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang lebih lambat untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ. Hal ini menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek klinis sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat pengikatan protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme meliputi oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar, interaksi obat dan faktorfaktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom P450. Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki metabolic aktif yang secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi renal terlihat dari akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini merupakan satu faktor penting penundaan pemulihan dari pemanjangan sedasi dari ITU. DIAZEPAM
Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk penggunaan parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya diformulasikan dalam propylene glikol, yang sangat i ritan untuk vena dan dihubungkan dengan peningkatan insidens dari tromboflebitis. Suatu emulsi lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua formasi tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5 mg/ml. Diazepam juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100% bioavibilitas dan larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50 jam, tetapi metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam dengan waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada disfungsi hepar. Dosis · Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi · Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg. · Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis maksimal 20 mg. · Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam. MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol yang mencapai kelarutan air pada pH <> Dosis · Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 µg/kg · Sedasi : 2-7 mg IV (lebih tua : <> · Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/j TEMAZEPAM
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan lebih luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya. Pemberian secara oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan glukoronidase dan tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki eliminasi waktu paru relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari temazepam, ditujukan secara luas sebagai suatu hipnotik. LORAZEPAM
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak digunakan secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset yang pelan. Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15 jam dan durasi yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai pemberian obat ini. Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status epil eptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan ser angan akut panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 µg/kg (dosis biasa 1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain yang tersedia. EFEK SAMPING
Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari efek farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan hemodinamik dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi yang lemah. FLUMAZENIL
Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas ti nggi untuk semua ligand reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek benzodiazepin di CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul melawan efek fisiologis termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan obstruksi jalan napas. Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal. Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati. Flumazenil memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari 1 jam. Lama kerja ter gantung pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis agonis. Berkisar antara 20 menit sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis memiliki waktu paruh yang lebih panjang, yang mengharuskan suatu periode observ asi tertutup. Dosis dan pemberian
Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100 µg/ml. Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam bentuk 0,1-0,2 mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak boleh lebih dari 2 mg. Indikasi Pemulihan sedasi. Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasie n yang lemah. Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin. Pada keracunan . Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat menyebabkan tidak sadar dan depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus terus dibutuhkan sampai konsentrasi dalam plasma agonis menurun. Pada keadaan koma yang tidak diketahui penyebabnya, flumazenil dapat menjadi suatu alat diagnostik. Pada ITU. Perpanjangan sedasi, sering dihasilkan dari akumulasi midazolam pada pasien dengan gagal ginjal. Dapat diterapi dengan suatu infus dari flumazenil. Sebagai tambahan bolus obat ini mengurangi efek sedasi dan bolehmenilai keadaan neurogikal. Pencegahan Pasien epilepsi. Pasien epilepsi memiliki resiko kejang khususnya jika suatu benzodiazepin diresepkan sebagai terapi antiepilepsi. Ketergantungan benzodiazepin. Gejala putus obat dapat terjadi. Reaksi cemas. Dapat terjadi pada pemberian secara cepat pada sedasi yang lama. Pasien dengan trauma kepala yang berat . Flumazenil dapat mepercepat suatu peningkatan tiba-tiba dari tekanan intrakranial.
OBAT ANESTESI Obat Anestesi Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani ynag berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestiologi adalah cabang kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestasi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup ( resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi local dan anestesi umum. Pada anestesi local hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Dan disini saya akan menjelaskan tentang obat anestesi.
. . . . .
Obat anestesi dibedakan menjadi 5, yaitu: Obat Premedikasi Obat Pelumpuh Otot Obat Anestesi Inhalasi Obat Anestesi Intravena Obat Anestesi Regional/Lokal Obat Premedikasi Pemberian obat premedikasi bertujuan: 1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien ( menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi) 2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi.
3. Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi. 4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, brakikardi, mual dan muntanh pascaanestesi. 5. Mengurangi stress fisiologis (takikardia, napas cepat, dll) 6. Mengurangi keasaman lambung. Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut: Analgetik narkotik Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuscular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan keteganagan pesien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas. Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena. Barbiturat Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa adalah masa 100200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuscular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah. Antikolinergik Atropine. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelnjar ludah dan bronkus selalma 90 menit. Dosis 0,40,6 mg intramuscular bekerja setelah 10-15 menit. Obat penenang (transquillizer) Diazepam. Diazepam (valium ) merupakan golon gan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuscular atau 5 -10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. dosis sedasi pada analgesi regional 5 -10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena. Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam. Obat Pelumpuh Otot Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten ( misalnya suksinil kolin ) dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi ( misalnya kurarin ). Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trachea, serta member relaksasi otot yang dibutuhkan dfalam pembedahan dan ventilasi kendali. Tabel 31.1. Perbedaan obat pelumpuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi Depolarisasi Nondepolarisasi Ada fasikulasi otot. Tidak ada fasikulasi otot. Berpotensi dengan antikolinesterase. Berpotensi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halotan, enfluran,isofluran. Tidak mununjukkan kelumpuhan yang Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap bertahap pada perangsangan tunggal atau pada perangsangan tunggal atau tetanik. tetanik. Belum dapat diatasi dengan obat spesifik Dapat diantagonis oleh antikolin esterase. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan asidosis
Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi Pavulon ( pankuromium bromida ). Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selang waktu pemberian diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon. Trakium ( atrakurium besilat ). Trakrium mempunyai struktur benzilissoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula dan kerja tergantung dosis yang digunakan. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerja pada dosis relaksasi 15-35 menit. Dosis intuibasi 0,5-06 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 5 ml berisi 50 mg trakrium. Vekuronium (norkuron). Vekroniummerupakan homolog pankuronium bromide yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini tidak memiliki akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula kerja terjadi pada menit kedua-ketiga dengan masa kerja selama 30 menit. Kemasan berupa ampul berisi 4 mg bubuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam fisiologik, Ringer laktat, atau dekstrosa 5% sebanyak 2 ml. Rokuronium. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan funsi hati dan efek kerja yang lebih lama. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan 0,1-2 mg/kgBB. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi. Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena. Kemasan berupa bubuk putih 0,5-1 gram dan larutan suntik intravena 20,50 atau 100 mg/ml. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi. Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbilkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarinik, dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik diantaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis, dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropine dosis 1-1,5 mg. Obat Anestesi Inhalasi. Dinitrogen Oksida (N2O/gas gelak). N2Omerupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber. (Pengikat CO2). Penggunaan dlam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N 2O:O2 yaitu 60%:40%, 70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20%:80%, untuk induksi 80%:20%, dan pemeliharaan 70%:30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti. Halotan. Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah ninduksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan c epat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntanh, tidak mudah terbakar dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relative mudah terjadi overdosis, anelgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat anelgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intracranial, menggigil pascaanestesi, dan hepatotoksik. Overdosis relatif m udah terjadi dengan gejala napas dan sirkulasi yang dapat menyebebkan kematian. Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
Etil klorida. etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun juga cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop ), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan uap ± 3,5-5% sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada k ulit sampai beku. Etil (dietil eter). Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber , dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Table 31.2. Farmakologi Obat Anestetik Inhalasi N2O Halotan Kardiovaskuler Tekanan ↓↓ darah Frekuensi T/B ↓ denyut Jantung Tahanan T/B T/B pem.darah Sistemik Curah jantung T/B ↓ Respirasi Volume tidal ↓ ↓↓ Frekuensi napas ↑ ↑↑ Pa CO2 T/B ↑ Resting ↑ ↑
Enfluran
Isofluran
↓↓
↓↓
↑
↑
↓
↓↓
↓↓
T/B
↓↓ ↑↑ ↑↑ ↑↑
↓↓ ↑ ↑ ↑
Challange Serebral Laju darah Tek. Intrakranial Angka metabolic
↑ ↑ ↑
↑↑ ↑↑ ↓
↑ ↑↑ ↓
↑ ↑ ↓↓
Seizures Neuromuscular Blokade Nondepolarisasi Ginjal Laju darah ginjal Angka filtrasi Glomerular Pengeluaran urin Hati Aliran darah Metabolisme T/B : tidakberubah
↓
↓
↑
↑
↑
↑↑
↑↑↑
↑↑↑
↓↓ ↓↓
↓↓ ↓↓
↓↓ ↓↓
↓↓ ↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓ 0,004%
↓↓ ↓↓ ↓ 15-20% 2-5% 0,2% Sumber: Clinical Anaesthesiology, 1996.
Serebral
Eter dapat digunakan dengan berbagai metoda anestesi. Pada penggunaan secara open drop uap eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed method dalam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar,
dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N 2O. dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter. Enfluran (ethran). Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 24,5% dikombinasi dengan O 2 atay campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%. Isofluran (forane). Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mutdah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil d an tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%. Sevofluran. Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang pali ng disukai intuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%. Obat Anestesi Intravena Natrium Tiopental (thiopental, pentotal). Thiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, kuretase), sedasi pada anelgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsy. Kontra indikasinya adalah status asmatikus, porfiria, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat, asma bronchial, versi ekstraksi, miastemia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovaskuler, cenderung menyebebkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3-6 mg/kgBB intravena. Dosis sedasi 0,5 -1,5 mg/kgBB. Ketamin. Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic . Indikasi pemakaian kentamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan asma. Kontra indikasinya adalah tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolic 100 mmHg. Riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung. Dosis induksi 1-4mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian intramuscular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10-25 menit. Droperidol (dehidrobenzperidol, droleptan). Droperidol adalah turunan butirofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamine. Droperidol digunakan sebagai premedikasi (antiemetic yang baik) dan sedasi pada anestesi regional. Obat anestetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi, broskoskopi, esofagoskopi, dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan pemberian difenhidramin. Dosis antimuntah droperidol 0,05 mg/kgBB (1,25-2,5 mg) intravena. Dosis premadikasi 0,04-o,07 mg/kgBB intravena. Dosis analgesi neuroleptik 0,02-0,07 mg/kgBB intravena. Dripivan (diisopropil fenol, propofol). Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB . Dosis rumatan 500 ug/kgBB/menit infus. Dosis sedasi 25-100 ug/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena. Table 31.3 Beberapa anetetik intravena dan pengaruhnya terhadap sistem organ. Respirasi Serebral Kardiovasikular
Agent HR MAP Vent B’dil CBF CMRO2 ICP Tiopental ↑↑ ↓↓ ↓↓↓ ↓ ↓↓↓ ↓↓↓ ↓↓↓ Diazepam 0/↑ ↓ ↓↓ 0 ↓↓ ↓↓ ↓↓ Morfin ↓ ↓↓↓ 0 ↓ ↓ ↓ Ketamin ↑↑ ↑↑ ↓ ↑↑↑ ↑↑↑ ↑ ↑↑↑ Propofol 0 ↓↓↓ ↓↓↓ 0 ↓↓↓ ↓↓↓ ↓↓↓ Droperidol ↑ ↓↓ 0 0 ↓ 0 ↓ HR: Heart Rate, MAP: Mean Artery Pressure, Vent: Ventilatory Drive, B’dil: Bronchodilation, CBF: Cerebral Blodd Flow, CMRO2: Cerebral Oxygen Consumtion, ICP: Intracranial Pressure, 0: tidak ada efek, 0/↑: tidak berubah atau sedikit meningkat, ↑: meningkat, ↓: menurun. Obat Anestesi Regional/Lokal Obat anestesi regional/local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikennakan secara local. Anestesi local ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterikan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversible. Lidokain. Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik local kuat yang digumakan secara topkikal atau suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain. Larutan lidokain 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topical. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2%, sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5%.
. . . .
Bupivakain. Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja alambat dan masa kerja panjang. Untuk anestesi blok digunakan larutan0,25-0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5%. . *** Daftar pustaka. Muhiman M,Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestestiologi, Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989. Ganiswara SG, Setiabudy R, Suiyatna FD, Purwantyastuti, editor. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 1995. Morgan GE, Mikhail MS, Clinical anesthesiology. Stamford: Appleton & Lange, 1996. Ayem E, Bewes PC, Bion JF, et al. Primary anesthesia. Oxford: Oxford University Preas, 1986. www.stikes hang tuah-sby.ac.id