PRA PROPOSAL TESIS PENGEMBANGAN MODEL THE FINANCIAL TRENDS MONITORING SYSTEM PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
Disusun dalam rangka Seminar Riset Mahasiswa 1 Dosen Pembimbing: Irwan Taufiq Ritonga, M.Bus, Ph.D, Ak, CA
Diajukan oleh: Firsty Himawan Kusnadhi 15/387009/PEK/20559
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016
HALAMAN PENGESAHAN SRM-1
Pengembangan Model The Financial Trends Monitoring System Pada Pemerintah Daerah Di Indonesia
Nama : Firsty Himawan Kusnadhi NIM : 15/387009/PEK/20559
Yogyakarta, September 2016 Telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing:
(Irwan Taufiq Ritonga, M.Bus., Ph.D., Ak., CA.)
i
1. Latar Belakang Ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menciptakan era baru tata kelola pemerintahan di Indonesia. Pemerintah pusat melakukan pembagian kekuasaan (desentralisasi) dan memberi otonomi secara luas kepada pemerintah daerah. Salah satu implementasi otonomi daerah ialah dalam aspek pengelolaan keuangan (desentralisasi fiskal), yaitu memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerahnya secara mandiri. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, pemerintah pusat masih dituntut untuk memberikan sumber keuangan kepada pemerintah daerah. Implikasinya, pada APBN 2016 pemerintah pusat mengalokasikan 37% (Rp770,2 triliun) dari belanja negara yang sebesar Rp2.095,7 triliun untuk dana transfer ke daerah dan dana desa (DJA Kemenkeu, 2016). Besarnya dana yang dikelola pemerintah daerah menuntut sebuah pengelolaan keuangan yang baik dan tepat sasaran dalam rangka mempercepat terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan
pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat sebagaimana arah otonomi daerah. Sebagai daerah yang mempunyai otonomi, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus daerahnya sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum (Penjelasan UU 23/2014). Akibatnya, karena pemerintah pusat hanya memberikan pedoman yang bersifat umum, maka pemerintah daerah membuat kebijakan sendiri-sendiri dalam pengelolaan keuangan, dan merancang program serta kegiatan berdasarkan aspirasi masyarakatnya masing-masing. Oleh
1
karena pelaksanaan program dan kegiatan tersebut dibiayai oleh dana pemerintah, maka tiap-tiap pemerintah daerah memiliki alokasi anggaran yang berbeda. Hal inilah yang menyebabkan kondisi keuangan pemerintah daerah menjadi bervariasi (Ritonga dkk., 2012, 2012b, 2013). Bervariasinya kondisi keuangan pemerintah daerah, menjadikan suatu kebutuhan bagi pemerintah pusat dan segenap pemangku kepentingan pemerintah daerah untuk memiliki sebuah alat yang andal, valid, dan praktis agar dapat memantau kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya (Ritonga dkk., 2012, 2012b). Mengetahui kondisi keuangan, diperlukan untuk melihat sejauh mana kemampuan pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana tujuan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mampu melaksanakan urusan yang menjadi wewenangnya, khususnya urusan pelayanan dasar yang meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat; dan sosial. Agar dapat mewujudkan dan melaksanakan semua itu, maka pemerintah daerah harus mempunyai kondisi keuangan yang baik. Kondisi keuangan pemerintah merupakan gambaran atas kapasitas pemerintah daerah untuk mendanai layanan secara berkelanjutan, yang terdiri dari solvabilitas kas, solvabilitas anggaran, solvabilitas jangka panjang, dan solvabilitas layanan (Groves dkk., 1981, Nollenberger dkk., 2003, dalam Ritonga, 2014). Sementara, Kloha dkk. (2005) mendefinisikan kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai kondisi di mana pemerintah daerah tidak dapat
2
memenuhi standar dalam operasi, utang, dan kebutuhan masyarakat selama beberapa tahun berturut-turut. Yang pasti, kondisi keuangan pemerintah daerah yang baik akan dapat menjamin keberlanjutan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, dan berperan penting dalam perekonomian (Ritonga dkk., 2012, 2012b). Wang dkk. (2007) juga menyatakan bahwa kondisi keuangan pemerintah daerah yang baik sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik yang efektif, efisien, dan ekonomis. Informasi kondisi keuangan pemerintah daerah sangat diperlukan bagi eksekutif, legistatif, dan para pemangku kepentingan pemerintah daerah lainnya dalam rangka merespon dan membuat kebijakan mengenai keuangan daerah. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat pengukuran kondisi keuangan agar pemerintah daerah dapat mengetahui bagaimana cara memenuhi kebutuhan publik, bagaimana menggunakan sumber daya, dan bagaimana memproses sumber daya agar produktif (Williams, 2003). Para akademisi dan praktisi telah mencoba mengembangkan model untuk mengukur kondisi keuangan, namun belum ada kesepakatan tentang dimensi dan indikator yang tepat untuk dapat digunakan dalam mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah secara global. Brown (1993) memperkenalkan model pengukuran kondisi keuangan pemerintah daerah dengan metode yang dikenal sebagai “Brown’s 10-point test“, di mana menggunakan 10 indikator keuangan dalam mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah. Kloha dkk. (2005) menggunakan metode yang dikenal dengan “10-point scale”, yang menggunakan 10 indikator dalam menggambarkan kondisi kesehatan pemerintah daerah. Kemudian, Wang dan Liou (2009) mengukur
3
kondisi keuangan pemerintah daerah dengan menggunakan 4 dimensi, yaitu cash solvency, budgetary solvency, long-terms solvency, dan service level solvency. Selanjutnya, Ritonga dkk. (2012, 2012b) mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah dengan menggunakan 6 dimensi dan indikator, yaitu short-terms solvency, long-terms solvency, budgetary solvency, financial independence, financial flexibility, dan service level solvency. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) pernah mencoba mengembangkan model pengukuran kondisi keuangan pemerintah daerah sebagaimana terdapat dalam buku Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2011 dan 2012, yang diberi nama “analisis indikator kesehatan keuangan daerah”. Modelnya mengadopsi metode Brown’s 10-point test yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan data yang tersedia pada laporan realisasi anggaran (LRA) pemerintah daerah dan data non keuangan lain, meliputi: jumlah penduduk dan produk domestik regional bruto (PDRB). Pengukuran tersebut bertujuan untuk menggambarkan kondisi kesehatan fiskal antar pemerintah daerah berdasarkan beberapa rasio yang terfokus pada empat aspek, yaitu: pendapatan, pengeluaran, posisi operasi, dan struktur utang. International City/County Management Association (ICMA), sebuah organisasi yang menjadi rujukan bagi administrator dan manajer pemerintah daerah yang berkedudukan di Washington, D.C., Amerika (USA), juga telah mengembangkan sebuah model untuk mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah yang diberi nama “the financial trends monitoring system” (FTMS) dan telah diterapkan pada pemerintah daerah di USA. Diaplikasikannya FTMS pada
4
banyak pemerintah daerah di USA, membuktikan bahwa model tersebut sangat andal, valid, dan praktis untuk mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, peneliti akan mencoba mengembangkan model FTMS dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian tertentu, sehingga cocok dengan kondisi pemerintah daerah di Indonesia. Di Indonesia, penelitian tentang mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah dengan menggunakan model FTMS, sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian yang mirip, dilakukan oleh Priyambodo dan Ritonga (2014) yang menganalisis kondisi keuangan pemerintah daerah dengan metode pengklasteran Ward dan K-means. Penelitian Baidori (2015) menganalisis kondisi keuangan pemerintah daerah dengan metode K-medoids/Partition Around Medoids (PAM). Kemudian, penelitian Dewi (2016) menganalisis kondisi keuangan pemerintah daerah menggunakan model Brown’s 10-point test yang dipadukan dengan hasil pengklasteran pemerintah daerah Priyambodo dan Ritonga (2014). Sedangkan, penelitian Natrini (2016) menganalisis kondisi keuangan pemerintah daerah menggunakan model Brown’s 10-point test dengan dipadukan hasil pengklasteran pemerintah daerah Baidori (2015). Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas yang menganalisis kondisi keuangan pemerintah daerah secara global di Indonesia, penelitian ini akan mengembangkan sebuah model pengukuran untuk diterapkan pada pemerintah daerah di Indonesia. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini ialah belum adanya model yang baku untuk mengukur kondisi keuangan pemerintah
5
daerah di Indonesia.
Fenomena tersebut
mengarahkan penelitian pada
pengembangan sebuah model pengukuran kondisi keuangan pemerintah daerah yang andal, valid, dan praktis untuk dapat diterapkan di Indonesia. 3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini ialah bagaimanakah model pengukuran kondisi keuangan pemerintah daerah yang andal, valid, dan praktis untuk dapat diterapkan di Indonesia? 4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model untuk mengukur kondisi keuangan pemerintah daerah di Indonesia yang andal, valid, dan praktis, dan diharapkan akan dapat menjadi pertimbangan para pemangku kepentingan pemerintah daerah di Indonesia dalam rangka memantau kondisi keuangan pemerintah daerah. Model pengukuran mengacu pada the financial trends monitoring system dari ICMA, yang akan dimodifikasi dan disesuaikan, sehingga cocok dengan kondisi pemerintah daerah di Indonesia. 5. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi akademis dan praktis sebagai berikut: a. bagi kepentingan akademis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah referensi ilmu terapan di bidang akuntansi dan manajemen keuangan sektor publik serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya;
6
b. bagi kepentingan praktis, konsep yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan akan memberi kontribusi bagi pemerintah daerah sebagai alat untuk mengukur kondisi keuangan pemerintahannya, dan bagi pemerintah pusat selaku pembina dan pengawas pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penyusunan peraturan atau pedoman teknis tentang pemantauan kondisi keuangan pemerintah daerah di Indonesia. 6. Konteks Penelitian Belum adanya model pengukuran kondisi keuangan pemerintah daerah yang baku di Indonesia membangkitkan keinginan peneliti untuk mengembangkan model the financial trends monitoring system dari ICMA yang sudah diterapkan pada banyak pemerintah daerah di USA. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pertimbangan kepada para pemangku kepentingan pemerintah daerah dalam mengukur kondisi keuangan pemerintah daerahnya, dan bagi pemerintah pusat sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyusun peraturan atau pedoman teknis tentang pemantauan kondisi keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Peneliti memilih Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (Pemkab Kulon Progo) sebagai objek penelitian. Pemprov DIY dipilih karena merupakan pemprov yang memiliki nilai akuntabilitas kinerja pemerintah tertinggi diantara 34 pemprov di Indonesia pada tahun 2015 (Kemenpan RB, 2015), sedangkan Pemkab Kulon Progo merupakan salah satu dari 4 pemerintah daerah yang memperoleh penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha (penghargaan tertinggi dalam
7
bidang kepemerintahan tentang kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah) pada tahun 2016 (Kemendagri, 2016). Dengan prestasi tersebut, maka Pemprov DIY dan Pemkab Kulon Progo dianggap dapat mewakili pemerintah daerah yang mempunyai kinerja bagus di Indonesia. 7. Metode Penelitian a. Rancangan penelitian Rancangan penelitian merupakan suatu rencana dan prosedur penelitian yang terdiri dari asumsi-asumsi yang luas hingga metode-metode yang rinci dalam pengumpulan, analisis, dan interpretasi data (Creswell, 2014). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, secara umum penelitian kualitatif digunakan untuk mengungkap dan memahami secara mendalam, mendapat wawasan baru, dan memberi rincian yang detail tentang fenomena. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2014). Sementara Strauss dan Corbin (1998) menyebutkan bahwa prosedur penelitian kualitatif menghasilkan temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana yang meliputi pengamatan dan wawancara, dokumen, film atau kaset video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain, misalnya data sensus. Rancangan penelitian terdiri dari beberapa jenis (strategi), menurut Creswell (2014) strategi penelitian merupakan jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian, dan dalam penelitian kualitatif terdiri dari lima strategi, yaitu naratif, fenomenologi, etnografi,
8
grounded theory, dan studi kasus. Penelitian ini menggunakan strategi grounded theory, karena penelitian ini mencoba mengembangkan sebuah teori (konsep) untuk mendapatkan rumusan teori (konsep) baru. Grounded theory merupakan desain penelitian kualitatif yang penelitinya memunculkan penjelasan umum (teori) tentang proses, aksi, atau interaksi yang dibentuk oleh pandangan partisipan (Creswell, 2013). Sedangkan, menurut Strauss dan Corbin (1998) grounded theory adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan prosedur sistematis guna mengembangkan teori, yang disusun secara induktif tentang suatu fenomena. Temuan penelitiannya merupakan rumusan teori tentang realitas yang diteliti, konsep-konsep dan hubungan antar konsep, dan pengujian sementara dilakukan terhadap konsep tersebut. b. Metode pengumpulan data Pengumpulan
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan
metode
dokumentasi. Dalam proses penelitian, peneliti dapat mengumpulkan dokumendokumen kualitatif yang berupa dokumen publik (koran, risalah rapat, dokumen kantor) ataupun dokumen privat (jurnal pribadi, buku harian, surat-surat, e-mail) (Creswell, 2014). Penelitian ini menggunakan dari model FTMS ICMA, dan data keuangan dan non keuangan yang diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DIY dan Pemkab Kulon Progo tahun anggaran 2011-2015 dan Badan Pusat Statistik (BPS) perwakilan provinsi DIY dan kabupaten Kulon Progo.
9
c. Analisis dan interpretasi data Secara umum, analisis dan interpretasi data pada penelitian kualitatif dilakukan dengan prosedur linear dan hierarki, dalam praktiknya bisa lebih interaktif, dimana beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus sesuai dengan susunan yang telah disajikan (Creswell, 2014). Prosedur tersebut meliputi: mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis, membaca keseluruhan data, menganalisis lebih detail dengan meng-coding data, menerapkan proses coding, menyajikan kembali deskripsi dan tema-tema, dan menginterpretasi data. d. Validitas data Untuk memastikan keakuratan hasil penelitian dari sudut pandang peneliti dan pembaca secara umum, validitas akan dilakukan untuk mendapatkan masukan atau revisi dari seorang ahli, praktisi, ataupun akademisi.
10
Daftar Pustaka
Baidori. 2015. Pengklasteran Pemerintah Daerah di Jawa dan Bali Berdasarkan Variabel Sosioekonomi. Tesis. Magister Akuntansi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Brown, K.W. 1993. The 10-point Test of Financial Condition: Toward an Easyto-Use Assessment Tool for Smaller Cities. Government Finance Review. Vol. 9. No. 6. pp. 21-26. Creswell, J.W. 2013. Qualitative Inquiri & Research Desain: Choosing Among Five Approaches. Third Edition. SAGE Publication, Inc. Creswell, J.W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Fourth Edition. SAGE Publications, Inc. Dewi, A.P. 2016. Analisis Kondisi Keuangan Berdasarkan Model Brown. Skripsi (Abstraksi). Akuntansi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. DJA Kemenkeu. 2016. Informasi APBN 2016: Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Untuk Memperkuat Pondasi Pembangunan Yang Berkualitas. Jakarta. DJPK Kemenkeu. 2012. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2011. Jakarta. DJPK Kemenkeu. 2013. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012. Jakarta. Kemendagri. 2016. Peringatan Hari Otda 2016, Kemendagri Beri Penghargaan Sejumlah Pemda. Dalam: http://www.kemendagri.go.id/news/2016/04/25/ peringatan-hari-otda-2016-kemendagri-beri-penghargaan-sejumlah-pemda. Diakses pada: Rabu 31 Agustus 2016. Kemenpan RB. 2015. Rapor Perkembangan Nilai Akuntabilitas Kinerja K/L/Provinsi. Dalam: http://www.menpan.go.id/berita-terkini/120-infoterkini/4173-rapor-perkembangan-nilai-akuntabilitas-kinerja-k-l-provinsi. Diakses pada: Rabu, 31 Agustus 2016. Kloha, P., Weissert, C.S., Kleine, R. 2005. Developing and Testing a Composite Model to Predict Local Fiscal Distress. Public Administration Review. Vol. 65. No. 3. pp. 313-323. Natrini, N.D. 2016. Desain dan Analisis Kondisi Keuangan Pemerintah Daerah se-Jawa dan Bali Tahun 2013 dan 2014. Tesis. Magister Akuntansi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Priyambodo, V.K. dan Ritonga, I.T. 2014. Pengklasteran Pemerintah Daerah untuk Memaksimalkan Analisis Kondisi Keuangan Pemerintah Daerah. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Mataram. 24-27 September 2014. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ritonga, I.T., Clark, C., Wickremashinghe, G. 2012. Developing a Measure of Local Government Financial Condition. The 13th International Annual Conference Asian Academic Accounting Association. Kyoto, Japan, 9-12 November 2012. Ritonga, I.T., Clark, C., Wickremashinghe, G. 2012b. Assessing Financial Condition of Local Government in Indonesia: An Exploration. Municipal and Public Finance. Vol. 1. Issue 2. Ritonga, I.T., Clark, C., Wickremashinghe, G. 2013. Factors Affecting Financial Condition of Local Government in Indonesia. The 7th Asia Pacific Interdisciplinary Research Accounting (APIRA). Kobe University, Japan, 26-28 Juli 2013. Ritonga, I.T. 2014. Analisis Laporan Keuangan Pemda. Cetakan I. Lembaga Kajian Manajemen Pemerintah Daerah dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Srauss, A. dan Corbin, J. 1998. Basics of Qualitative Research: Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. Second Edition. SAGE Publications, Inc. Wang, X., Dennis, L., dan Tu, Y.S.J. 2007. Measuring Financial Condition: A Study of U.S. States. Public Budgeting & Finance. Vol. 27. Issue 2. Wang, X. dan Liou, K.T. 2009. Assesing the Change in Financial Condition: An Anlaysis of Panel Data From U.S. States. Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial Management. Vol. 21, Issue 2. pp. 165-197. Williams, D.W. 2003. Measuring Government in the Early Twentieth Century. Public Administration Review. Vol. 63. No. 6. pp. 643-659.