PENGAWETAN IKAN BANDENG DENGAN DAUN BELIMBING WULUH BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BONE
Febrian Falentino Fredriktho
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya
PENDAHULUAN
Di Kota Watampone, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan terdapat berbagai macam jenis ikan, termasuk ikan bandeng yang merupakan salah satu jenis ikan yang paling banyak dan mudah dijumpai di daerah tersebut. Upaya pemanfaatan bandeng selama ini di daerah Watampone yaitu dimakan oleh masyarakat sekitar, karena mereka mengetahui ikan bandeng memiliki sumber omega 3 yang besar (Anonim1, 2011). Selain itu, mereka juga menjadikan ikan ini sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan menjualnya, baik dalam bentuk ikan segar ataupun ikan bandeng presto. Kelemahan dari ikan bandeng ini adalah cepat membusuk. Hanya dalam delapan jam setelah penangkapan dan ada di darat, ikan bandeng dapat membusuk (Anonim1, 2011). Di Daerah Watamone, upaya pendistribusian ikan bandeng selama ini yaitu melalui pemerintah yang memberikan bibit bandeng kepada petani tambak, kemudian para petani tambak mengembangkan bibit yang telah diberikan. Setelah itu, barulah petani tambak menjualnya ke pasar, dan dri pasar kemudian ke masyarakat.
Karena ikan bandeng merupakan salah satu ikan yang mudah busuk, maka seringkali para pedagang di pasar mengawetkan ikan bandeng dengan menggunakan bahan yang sangat berbahaya, yaitu formalin. Formalin merupakan bahan pengawet yang sebenarnya berguna untuk mengawetkan mayat, namun sering disalahgunakan untuk mengawetkan makanan, seperti ikan (Anonim2, 2013). Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.
PEMBAHASAN
Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap formaldehida terus-menerus terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut (Anonim3, 2011).
Tentunya kita tidak ingin sesuatu terjadi kepada kita karena memakan ikan yang mengandung bahan pengawet berbahaya. Maka dari itu, kita menggunakan pengawet alami karena tentunya itu jauh lebih aman dibandingkan dengan pengawet kimia, salah satunya yaitu daun belimbing wuluh. Daun belimbing mengandung tanin sedangkan batangnya mengandung alkaloid dan polifenol (Anonim4, 2008). Menurut penelitian Fahrani (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Daun belimbing wuluh selain tanin juga mengandung sulfur, asam format, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Daun belimbing wuluh merupakan pengawert yang alami selain aman, juga menjadi pengawet yang tahan lama. Jika makanan diawetkan dengan garam, maka dengan daun belimbing wuluh bisa bertahan hingga satu minggu.
Selain itu, belimbing wuluh dapat menjadi tanaman yang dibudidayakan, dan menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, maka diadakan sosialisasi mengenai belimbing wuluh sebagai bahan pengawet alami dan aman, serta juga ,merupakan tanaman yang bermanfaat kepada distributor ikan bandeng, hingga ke masyarakat umum. Setelah itu, masyarakat dapat mendiatribusikan ekstrak daun belimbing wuluh tadi ke masyarakat umum. Selain daunnya, masyarakat juga dapat memanfaatkan buahnya untuk menjadi sirup, baik dalam kemasan botol ataupun kotak, dan juga manisan, bahkan dapat membuat menu sayur belimbing wuluh.
PENUTUP
Adanya pengetahuan mengenai belimbing wuluh yang dapat dijadikan sebagai pengawet ikan yang aman, sirup, manisan, dan hal lainnya, juga masyarakat dapat membudidayakan tanaman tersebut, dimana tanaman tersebut memiliki nilai jual, dan menghasilkan uang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, juga memberdayakan masyarakat.
Referensi :
Susilo, 2012. Pemanfaatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh IAverrhoa bilimbi L.) Sebagai Bahan Pengawet Ikan Bandeng Segar (Chanos chanos F.). Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Anonim1, 2011. Materi Penyuluhan Pengolahan Ikan Bandeng untuk Usaha Mikro dan Menengah. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Arisandi, Y. dan Y. Andriani, 2008. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku Murah.
Cahyadi, Wisnu, 2008. Analisis Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Ummah Mk, 2010. Ekstraksi Dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
(Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami. Laporan Penelitian Kuantitatif Depag 2009. Jakarta: Depag.
Anonim2, 2012. http://www.jendela-alam.com/belimbing-wuluh-dan-khasiatnya.html (diakses pada 5 Oktober 2014).
Anonim3,2011.http://www.ecu.edu/csadmin/oehs/envmgmnt/Formalin.cfm?wvdpforce=1. (diakses pada 5 Oktober 2014).
Anonim4, 2012. http://www.ot.co.id/Research_life.aspx?Research_id=13 (diakses pada 5 Oktober 2014).