See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/300148478
PENGARUH TEKNIK SILVIKULTUR TERHADAP KUALITAS KAYU Article · Article · January 2015
CITATIONS
READS
0
1,670
1 author: Ary Widiyanto Forestry Research and Development Agency 41 PUBLICATIONS 13 CITATIONS SEE PROFILE
Some of the authors o f this publication publication are also working on these r elated projects:
Land La nd Nutrition Nutrition View project
Cajuputi View project
All content following this page was uploaded by Ary Widiyanto on Widiyanto on 10 April 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file.
PENGARUH TEKNIK SILVIKULTUR TERHADAP KUALITAS KAYU
Ary Widiyanto Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis Email:
[email protected]
Faktor genetik, silvikultur dan lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan pohon secara alami. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi pertumbuhan pohon dan kualitas kayu yang dihasilkan. Dalam hal ini, manajemen hutan tidak dapat mengontrol ketiga faktor tersebut dan interaksinya, namun hanya mengintervensi beberapa faktor, melalui penerapan teknik-teknik silvikultur. Teknik silvikultur yang berpengaruh terhadap kualitas kayu adalah pengaturan kerapatan pohon (jarak tanam), pemangkasan, pemupukan dan penjarangan. Keempat teknik silvikutur tersebut beserta kombinasinya diduga dapat menghasilkan perbedaaan yang nyata terhadap luasan tajuk pohon yang memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas kayu yang dihasilkan (Saranpää, 2001). Pemahaman yang baik terhadap teknik silvikultur berpengaruh terhadap kualitas kayu sehingga hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pembangunan hutan untuk mendapatkan hasil kayu yang berkualitas sesuai dengan tujuan penggunaanya. Tulisan ini mengkaji beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh teknik silvikultur terhadap kualitas (kandungan kimia, sifat fisik dan mekanik) kayu yang dihasilkannya. Berdasarkan definisi dari Goudie (2002), kualitas kayu adalah ukuran ketepatan penggunaan kayu atau kesempurnaan setiap bahan kayu untuk keperluan yang diinginkan. Indikator kualitas kayu yang dapat dipengaruhi oleh perlakuan silvikultur di lapangan antara lain kerapatan, keseragaman lingkaran tahun, panjang serat, proporsi kayu teras, komposisi selulosa, mata kayu, bentuk batang (kebulatan dan kelurusan), dan komposisi kimia. Kualitas kayu dapat dilihat dari sifat kayunya antara lain kayu teras, kayu gubal, kerapatan, berat jenis, serat dan kandungan kimia kayu. Kozlowski dan Pallardy (1997) serta Pandit dan Ramdan (2002) menggambarkan beberapa sifat kayu yang berpengaruh terhadap kualitas kayu seperti disajikan pada Tabel 1.
�
Tabel 1. Sifat-sifat kayu yang berpengaruh terhadap kualitas kayu No.
Sifat kayu
Kualitas kayu yang dipengaruhi
1.
Kayu teras
Semakin besar proporsi kayu teras akan meningkatkan kekuatan kayu, serta meningkatkan gambaran dekoratif kayu
2
Kayu gubal
Merupakan kayu muda yang sel-selnya masih berfungsi menunjang metabolisme pohon sampai pada saat ditebang. Keberadaan kayu gubal menurunkan kualitas kayu
3.
Kerapatan
4.
Mata kayu
Mempengaruhi keawetan dan kekuatan kayu Dapat menjadi jalan masuk hama dan penyakit, kayu mudah busuk, mengurangi kekuatan kayu, mengurangi keindahan. Bagian kayunya lebih lunak dibandingkan dengan kayu di sekitarnya.
5.
Serat
Panjang serat mempengaruhi produk akhir pulp dan kertas
6.
Kandungan lignin, selulosa, zat ektraktif
Mempengaruhi keawetan kayu dan kekuatan kayu
Sumber: Kozlowski and Pallardy (1997), Pandit dan Ramdan (2002), SNI 01-5008.1-1999
Prinsip utama teknik silvikutur adalah mengintervensi faktor pertumbuhan untuk mendapatkan kualitas tanaman yang lebih baik. Diantaranya adalah meminimalkan persaingan diantara pohon dalam memperoleh nutrisi, cahaya dan air. Praktek silvikultur meliputi kegiatan membudidayakan dan memelihara pohon hutan, dengan tujuan mendorong pertumbuhan pohon. Beberapa teknik silvikultur yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dan terbukti berpengaruh terhadap kualitas kayu adalah pengaturan jarak tanam, pemangkasan, pemupukan dan pengairan, serta penjarangan. 1. Pengaturan jarak tanam
Pengaturan jarak tanam adalah pengaturan jarak dari satu pohon ke pohon lainnya pada arah tegak lurus pada saat penanaman. Semakin lebar jarak tanam maka akan memacu pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan jarak tanam rapat, karena faktor cahaya tidak menjadi pembatas. Kualitas kayu yang dipengaruhi oleh jarak tanam adalah berat jenis, kayu reaksi, resin, panjang sel, jumlah mata kayu, diameter, tinggi dan angka bentuk dolok. Pertumbuhan cepat akan mengakibatkan proporsi kayu muda ( juvenile wood ) lebih besar, dengan berat jenis (spesific gravity) dan kerapatan kayu ( wood density) yang rendah, sehingga kualitas kayunya juga lebih rendah. Dalam hal ini, pada awal
�
penanaman sebaiknya jarak tanam yang digunakan lebih rapat, agar membentuk batang lebih silindris, bebas cabang lebih tinggi dan percabangan ringan sehingga terjadi pemangkasan alami dan jumlah mata kayu lebih sedikit. Beberapa hasil penelitian menunjukan pengaruh dari jarak tanam terhadap BJ kayu yang dihasilkannya. Erdmann (1988) menunjukkan bahwa jarak tanam 3,7 m akan menghasilkan kayu muda kurang lebih enam tahun lebih lama daripada jarak tanam 1,8 m. Berry (1987) dalam Wilcocks dan Bell (1995) mempresentasikan nilai produksi biomasa (indikator BJ) berdasarkan jarak tanam dan lokasi, dimana perbedaan BJ antara jarak tanam 1.8 m dan 2,5 m dapat mencapai sepuluh persen. Sjolte - Jorgensen (1967) mempresentasikan data yang menunjukkan bahwa kecenderungan kualitas untuk cemara Norwegia berumur 47 tahun menunjukkan BJ sepuluh persen lebih tinggi pada jarak tanam 2 m dibandingkan dengan jarak tanam 3,5 m, meskipun tidak berbeda jauh a ntara jarak tanam 2m dengan 3m. Jayne (1958) dalam Wilcocks dan Bell (1995) menemukan perbedaan yang lebih kecil ketika ia membandingkan nilai BJ pinus merah pada perkebunan dengan jarak tanam 1,2 m sampai 2,5 m. Untuk pinus dari wilayah selatan Amerika, Maeglin (1967) dalam Wilcocks dan Bell (1995) menemukan perbedaan BJ kurang dari lima persen antara jarak tanam 1 m dengan 2,5 m. Rendahnya BJ juga dapat memiliki dampak yang signifikan pada hasil pulp. Misalnya, perbedaan BJ 0,01 akan menyebabkan perbedaan dalam berat serat kayu kering per meter kubik sebesar 10 kg (Baker 1967). Hal lain yang juga penting dalam pembuatan pulp adalah persentase kayu reaksi. Kayu reaksi memiliki tingkat lignin yang tinggi yang mengurangi hasil pembuatan pulp (Hall 1963 dalam Wilcocks and Bell (1995)). Jumlah kayu reaksi secara tidak langsung berhubungan dengan meningkatnya sudut serat ( fibril angle) (Bendtsen 1978 dalam Wilcocks dan Bell (1995)). Beberapa sifat kayu lainnya juga dipengaruhi oleh pengaturan jarak tanam, sebagaimana ditunjukan oleh beberapa hasil penelitian. Mengenai pengaruh jarak tanam terhadap variasi kayu reaksi, Sjolte-Jorgensen (1967) menunjukan, pada Norway spruce tidak menunjukkan peningkatan lignin dengan peningkatan jarak tanam. Kadar lignin tinggi, yang akan mengurangi rendemen pulp terkait dengan kayu reaksi (Hall, 1963 dalam Wilcocks dan Bell (1995)). Variabel lainnya yang penting bagi kualitas kayu dan
dipengaruhi oleh jarak tanam antara lain kandungan resin, panjang sel dan penyusutan
�
melintang. Bendtsen (1978) dalam Wilcocks dan Bell (1995) mengemukakan bahwa jarak yang lebih lebar cenderung menghasilkan nilai kualitas sedikit lebih rendah untuk sebagian besar variabel ini dikarenakan peningkatan persentase kayu juvenil. Penanaman dengan jarak tanam yang lebih luas akan mengasilkan diameter log yang lebih besar (Wilcocks dan Bell, 1995). Hal ini menambah secara signifikan terhadap nilai pohon yang ditebang. Tetapi hal ini meningkatkan kemungkinan ukuran mata kayu yang lebih besar dan keruncingan kayu yang meningkat sehingga juga dapat mengurangi nilai produk (Wilcocks dan Bell, 1995). Secara ringkas, pengaruh jarak tanam terhadap kualitas kayu disarikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Pengaruh jarak tanam terhadap kualitas kayu Kualitas kayu
Kegunaan informasi
BJ
Pulp, konstruksi
Kayu reaksi Resin, panjang sel
Pulp, biomasa Pulp, biomasa
Ukuran dan banyaknya mata kayu Diameter
Kualitas kayu gergajian
Tinggi
Volume kayu gergajian
Nilai bentuk dolok
Nilai dan volume dolok
Kualitas dolok, rendemen kayu gergajian Sumber: Wilcocks and Bell (1995), dengan modifikasi
Kecenderungan
Makin lebar jarak tanam makin besar persentase kayu muda Sedikit informasi tersedia Berbeda cukup signifikan untuk jarak tanam yang berbeda Jarak tanam makin lebar menghasilkan ukuran mata kayu yang sedikit lebih besar Jarak tanam makin lebar, diameter pohon makin besar Ketinggian berbeda secara signifikan pada berbagai jarak tanam Perubahan sangat kecil
2. Pemangkasan
Pemangkasan adalah pemotongan cabang yang dilakukan pada tanaman muda dalam rangka pemeliharaan untuk memperoleh tinggi bebas cabang ( clear bole) yang optimal serta meminimalkan mata kayu. Pemotongan cabang dilakukan sedekat mungkin dengan batang utama, pada diameter cabang yang masih kecil serta letak cabang sedekat mungkin dengan permukaan tanah atau cabang dan ranting yang sudah mulai mengering. Kualitas kayu yang dipengaruhi oleh pemangkasan adalah persentase kayu teras dan gubal serta angka bentuk atau faktor keruncingan pohon.
�
Pengaruh intensitas pemangkasan terhadap pertumbuhan pohon telah dipelajari pada jenis tanaman pinus dan jati. Pada je nis pinus, dilakukan pada pohon Pinus elliottii Englem umur 13 tahun di Rio Grande do Sul, Brazil. Tiga jenis perlakuan pemangkasan yang dilakukan adalah pemangkasan 0% (control), 40% dan 60%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemangkasan terhadap kehilangan volume kayu. Perlakuan pemangkasan mengakibatkan kehilangan besar terhadap volume produksi yaitu kehilangan 12% untuk intensitas pemangkasan 40% dan kehilangan 14% dengan intensitas pemangkasan 60%. Oleh karena itu, intensitas pemangkasan di bawah 40% dari tinggi total dianjurkan (Schneider et al. 1999 dalam Viquez dan Perez, 2005)). Selain pinus, juga telah dilakukan penelitian tentang jati di India yang menunjukkan bahwa pemangkasan sebelum penjarangan pertama tidak menguntungkan karena pemangkasan secara alamiah (tanpa campur tangan manusia) telah dianggap cukup untuk menghasilkan pohon yang bebas mata kayu. Penelitian juga menunjukkan bahwa pemangkasan akhir tidak berguna, karena itu waktu ideal untuk pemangkasan jati adalah antara penjarangan kedua dan ketiga (Jha 1999 dalam Viquez dan Perez, 2005)). Viquez dan Perez (2005) telah melakukan percobaan pemangkasan jati di Kosta Rika. Menurut studi ini, kondisi awal tanaman relatif seragam (usia 2,2 tahun ) dengan diameter setinggi dada (dbh) rata-rata 7,6 cm dan tinggi total rata-rata 7,1 ± 0,12 m. Hasil penelitian menunjukan bahwa total volume per pohon berbeda secara signifikan antara pemangkasan dengan jarak 3m dari tanah (P- 3m) dengan P-4 m dan P-5 m. Demikian juga untuk proporsi kayu teras ( heartwood ), dimana persentase kayu teras lebih besar pada P-3m. Dalam penelitian ini, bentuk batang cenderung sedikit berbeda antar perlakuan, namun secara statistik berbeda nyata. Pemangkasan 3m menghasilkan faktor keruncingan tertinggi (1,82 cm/m) dan faktor bentuk batang bervariasi tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Secara lengkap, pengaruh pemangkasan
terhadap kualitas kayu dapat dilihat pada Tabel 3.
�
Tabel 3. Pengaruh pemangkasan terhadap kualitas kayu Volume total (m3/pohon )
Perlakuan
Volume kayu teras (m3/pohon )
Volume kayu gubal (m3/pohon)
Faktor keruncingan (cm/m)
Kontrol Pemangkasan 3 m
0,166 0,183
0,034 0,046
0,096 0,097
1,69 1,82
Pemangkasan 4 m
0,135
0,019
0,082
1,59
Pemangkasan 5 m
0,131
0,019
0,081
1,57
Sumber: Viquez dan Perez (2005) dengan modifikasi
Hasil
ini
menunjukkan
pentingnya
penerapan
pemangkasan,
dimana
pemangkasan yang tidak sesuai dapat mengancam pertumbuhan, produksi, dan kualitas kayu. Selain itu, dalam konsep sistem manajemen yang intensif, sangat penting untuk mengembangkan strategi silvikultur yang meliputi penjarangan dan pemangkasan dengan prosedur yang tepat. 3. Pemupukan dan pengairan
Pemupukan dan pengairan bertujuan untuk meningkatkan kualitas lahan sehingga mendorong pertumbuhan lebih baik. Efek langsung yang dapat terlihat adalah pertumbuhan tajuk lebih cepat, sehingga memperluas bidang fotosintesa sehingga menghasilkan bahan makanan yang cukup untuk pertumbuhan. Pemupukan pada awal penanaman akan berpengaruh pada keseragaman pertumbuhan awal tanaman. Pada sebagian besar pohon, ketersediaan hara dan air yang cukup membuat laju pertumbuhan lebih cepat, hal ini memicu pembentukan kayu muda ( juvenile wood ) dan memperlambat pembentukan kayu teras (heart wood ) (Kozlowski dan Pallardy, 1997). Hasil penelitian Saranpää (2001) menunjukan bahwa pemupukan meningkatkan total biomasa dari cemara Norwegia (Picea abies L. Karst.). Disamping itu alokasi biomasa untuk cabang meningkat sementara alokasi untuk akar menurun. Pemupukan juga berdampak terhadap komposisi kimia dari kayu batang, dimana konsentrasi lignin dan gula larut meningkat sedangkan pati sedikit menurun. Pengaruh pemupukan pada
α
- selulosa signifikan hanya pada kayu muda pada ketinggian 4m. Pemupukan juga meningkatkan pertumbuhan radial tahunan pada pohon cemara Norwegia muda tiga kali lipat setelah mulai percobaan. Panjang dan diameter serat meningkat pesat pada jarak 30-40 mm dari empulur, namun peningkatan melambat di
�
bagian luar kayu dewasa dimana panjang dan diameter serat lebih tergantung pada jumlah jaringan kambium. Panjang dan ketebalan dinding sel serat menurun dengan meningkatnya pertumbuhan diameter dalam kayu dewasa, tapi lebar serat tidak terlalu terpengaruh oleh tingkat pertumbuhan. Kerapatan kayu menurun setelah pemupukan, yang disebabkan oleh dinding sel yang tipis dalam lingkaran tahun yang lebar (Saranpää, 2001). Secara lebih detil, pengaruh pemupukan terhadap beberapa kandungan kimia kayu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabe l 4. Kandungan kimia batang kayu (pada ketinggian 1,3 m dan 4 m) dengan pe mupukan dan pengairan (P) dibandin gkan dengan kontrol (C) Hemiselulosa (% berat kering)
Gula dapat larut
Perla kuan
Tinggi (m)
C
1,3
28,0
48,0
21,5
0,35
2,51
0,25
0,43
P
1,3
30,5
48,9
19,9
0,45
2,28
0,28
0,46
C
4,0
28.0
47,7
20,9
0,46
2,46
0,32
0,46
P
4,0
29.6
49,5
19,4
0,60
2,38
0,37
0,45
-selulosa
Lignin
α
Pati
Resin
Lemak
Sumber: Saranpää (2001), dengan modifikasi
4. Penjarangan
Penjarangan bertujuan untuk mengurangi jumlah tanaman agar tanaman mempunyai ruang lebih besar untuk tumbuh. Waktu penjarangan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kualitas kayu dari tegakan sisa. Apabila penjarangan dilakukan pada awal, maka fungsinya akan sama dengan penggunaan jarak tanam yang lebar, mengakibatkan terjadinya peningkatan ukuran dari kayu muda, sehingga membuat kayu mempunyai berat jenis dan kekuatan yang rendah, serat yang lebih pendek, kandungan lignin yang lebih tinggi serta mempunyai penyusutan longitudinal lebih tinggi. Perez dan Kaninen (2005) telah melakukan penelitian pengaruh penjarangan terhadap kualitas kayu pada tanaman di Kosta Rika. Jati ditanam pada lahan seluas 324 ha dengan jarak tanam 2,5 x 2 m (sekitar 1600 pohon/ha) pada tahun 1994. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan intensitas dan waktu penjarangan berpengaruh pula terhadap volume kayu teras, angka bentuk pohon dan kerapatan dasar kayu. Volume kayu teras terbesar didapatkan pada perlakuan penjarangan sebanyak 25% pada
�
tahun keenam, angka bentuk terbaik didapatkan pada perlakuan penjarangan sebanyak 25% pada tahun keenam, 25% pada tahun ke 4 dan ke 5 dan 40% tahun keempat. PENUTUP
Kesimpulan yang bisa diambil adalah praktek-praktek silvikultur yang diantaranya meliputi pengaturan jarak tanam, pemangkasan, penjarangan, pemupukan dan pengairan serta penjarangan, baik secara sendiri maupun bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas kayu yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagaimana dijelaskan pada tulisan diatas, maka teknik silvikultur yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan kualitas sebaik mungkin adalah: 1) Jarak tanam yang rapat pada awal penanaman, 2) Pemangkasan kurang dari 40% dari tinggi pohon, 3) Pemupukan dan pengarian yang intensif terutama pada awal pertumbuhan pohon dan 4) Penjarangan dilakukan sekitar 25%-40% dan tidak dilakukan pada awal pertumbuhan pohon.
DAFTAR PUSTAKA Goudie, J., 2002. Effects of Silviculture on Wood Quality of Western Hemlock. BC Ministry of Forest Research Branch. Kozlowski, T.T. and S.G. Pallardy.1997. Physiology of Woody Plants. Second Edition. Academic Press. San Diego. Pandit, IKN. dan Ramdan, H. 2002. Anatomi Kayu. Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Saranpää, P.2001. Effect of forest management on wood quality. Finnish Forest Research Institute (Metla) Sjolte-Jorgensen, J.1967. The influence of spacing on the growth and development of coniferous plantations. Int. Rev. For. Res. 2: p43-94. Verkasalo, E .2001. Development of procurement and sawmilling o f Scots pine from thinnings. Finnish Forest Research Institute (Metla). Viquez, E. and D. Perez. 2005. Effect of Pruning on Tree Growth, Yield, and Wood Properties of Tectona grandis Plantations in Costa Rica. Silva Fennica 39(3) research articles p: 381-391 Wilcocks, A and W.Bell.1995. Effects of Stand Density (Spacing) on Wood Quality. NEST Technical Note TN-007. February 1995. Norwest Science andTechnology.
�