PENGARUH pH TERHADAP KERJA ENZIM PTIALIN
LAPORAN PRAKTIKUM Untuk memenuhi tugas matakuliah Anatomi Fisiologi Manusia yang dibimbing oleh Bapak Abdul Ghofur dan Ibu Susilowati
Oleh: Kelompok 4/ Off B Atika Firda
(120341421988)
Arifatul Isnaini
(408342417758)
Bima Diwanata
(120341421976)
Cantia Putri
(120341421983)
Dewa Ayu Swaratri
(120341421961)
Sinta Rofifah W.
(120341421971)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Oktober 2014
A. TOPIK Pengaruh pH Terhadap Kerja Enzim Ptialin B. HARI, TANGGAL Selasa, 14 Oktober 2014 C. TUJUAN Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kerja enzim ptialin D. DASAR TEORI Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Enzim merupakan suatu protein seperti halnya protein lain, enzim dapat mengalami perubahan struktur apabila dikenakan pada suhu yang ekstrim. Bila terjadi perubahan struktur, enzim menjadi tidak fungsional lagi. Kerja enzim bersifat spesifik, emzim ptialin hanya bekerja untuk amilum, enzim katalase untuk hydrogen peroksida dan sebagainya (Martoharsono, 1986). Enzim pencernaan adalah substansi di perut dan sistem pencernaan yang memecah makanan, misalnya pepsin adalah sebuah enzim di lambung yang memecah protein, lipase untuk memecah lemak, amilase memecah karbohidrat, di samping itu juga terdapat getah lambung yang berupa asam klorida (HCl) yang diproduksi oleh sel-sel mukosa. Terdapat juga enzim dari hati dan pankreas yang membantu pencernaan, contohnya katalase yang dikeluarkan hati untuk menetralkan racun (Martoharsono, 1986). Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase atau ptialin. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1-1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Selain itu juga ada beberapa kelenjar bukalis yang kecil (Ganong, 1995). Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut
akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Guyton, 1997). Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu: 1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi. 2. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil. 3. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim. 4. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang. 5. Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase, maltase. 6. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, mengkatalisis pembentukan dan penguraian lemak. 7. Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu. 8. Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor (Wirahadikusumah, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah : 1. Pengaruh pH: Enzim mempunyai pH optimum (rentang pH) dimana enzim mempunyai aktivitas maksimal di atas atau di bawah pH optimum aktivitas enzim berkurang. Contoh: enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8. 2. Pengaruh suhu: Semua reaksi kimia dipengaruhi suhu, makin tinggi suhu makin tinggi kecepatan
reaksi.
Pada
reaksi
enzimatik,
suhu
tinggi
dapat
menyebabkan denaturasi enzim dan aktivitas enzim akan berkurang. Suhu saat enzim mempunyai aktivitas maksimal dinamakan suhu optimum. 3. Aktivator dan Inhibitor Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim
amilase. Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim. 4. Konsentrasi enzim dan substrat a. Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. b. Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat. Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya. Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Hafiz Soewoto, 2000). E. ALAT DAN BAHAN Alat:
Bahan:
Gelas beker 100ml
Larutan amilum 1%
Gelas ukur 10ml
Larutan iodin 10%
Tabung reaksi
Larutan buffer pH 3
Rak tabung reaksi
Larutan buffer pH 5
Corong kaca
Larutan buffer pH 7
Pipet
Larutan buffer pH 9
Plat tetes
Saliva
Stopwatch
Aquades Kertas saring
F. CARA KERJA Saliva ditampung sebanyak 5ml dalam gelas ukur dimana di bagian atasnya diberi corong kaca agar mudah menampung saliva.
5ml aquades ditambahkan, dikocok sampai homogen, kemudian disaring pada gelas beker.
4 tabung reaksi disediakan dan diberi tanda A, B, C, D
Tabung A diisi 1ml larutan amilum 1% + 1ml larutan buffer pH 3 Tabung B diisi 1ml larutan amilum 1% + 1ml larutan buffer pH 5 Tabung C diisi 1ml larutan amilum 1% + 1ml larutan buffer pH 7 Tabung D diisi 1ml larutan amilum 1% + 1ml larutan buffer pH 9
1ml larutan saliva ditambahkan ke dalam memasing tabung reaksi, lalu dikocok sampai homogen. Dicatat saat itu sebagai waktu nol.
4 tetes larutan dari memasing tabung reaksi diteteskan pada 4 lubang deret pertama, kedua, ketiga plat tetes dan keempat (pada plat tetes yang lain) dimana larutan A pada lubang 1, larutan B pada lubang kedua, dst.
5 menit kemudian ditambahkan larutan iodine 10% pada 4 lubang deret pertama plat tetes.
5 menit kemudian ditambahkan larutan iodine 10% pada 4 lubang deret kedua plat tetes.
5 menit kemudian ditambahkan larutan iodine 10% pada 4 lubang deret ketiga plat tetes.
5 menit kemudian ditambahkan larutan iodine 10% pada 4 lubang deret keempat plat tetes (deret pertama pada plat tetes lain).
Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi pada tiap tetesan larutan.
G. ANALISIS DATA 1. Data Praktikum
2. Analisis Data Berdasarkan kegiatan praktikum kami yaitu pengaruh pH terhadap kerja enzim ptialin, pada percobaan ini disediakan 4 buah tabung reaksi A, B, C, dan D yang mana pada masing-masing tabung diberi 1 cc larutan amilum 1 % dan ditambah dengan 1 cc larutan buffer dengan pH yang berbeda-beda pada setiap tabung reaksi. Pada tabung A larutan buffernya dengan pH 3, pada tabung B memiliki pH 5, lalu pada tabung C memiliki pH 7 dan pada tabung D memiliki pH 9. Perubahan warna yang terjadi ditandai dengan rentangan (++++) yang menunjukkan warna sangat pekat hingga (+) yang menunjukkan warna terang. Pada menit ke 0 baik pada titik A, B, C dan D saliva tidak mengalami perubahan warna, saliva tetap tidak bewarna, karena pada menit ke 0 saliva tidak diberi larutan iodine. Pada titik A yaitu larutan dari tabung A, larutan saliva yang sudah ditambahkan 1 ml amilum dan 1 ml larutan buffer pH 3 kemudian ditambahkan dengan larutan iodin 10% dan diamati setiap 5 menit. Pada 5 menit pertama diperoleh data perubahan warna pada tabung A setelah ditambahkan larutan iodin 10 % yaitu berwarna biru kehitaman yang
sangat pekat dengan ditandai (++++), kemudian pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-10 diperoleh data perubahan warna biru kehitaman yang sangat pekat dengan ditandai (++++), dilanjutkan pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-15 diperoleh data perubahan warna biru kehitaman yang sangat pekat dengan ditandai (++++), dan pada 5 menit terakhir, yaitu pada menit ke-20 diperoleh data perubahan warna biru kehitaman yang sangat pekat dengan ditandai (++++). Pada titik B yaitu larutan dari tabung B, larutan saliva yang sudah ditambahkan 1 ml amilum dan 1 ml larutan buffer pH 5 kemudian ditambahkan dengan larutan iodin 10% dan diamati setiap 5 menit. Pada 5 menit pertama diperoleh data perubahan warna pada tabung B setelah ditambahkan larutan iodin 10 % yaitu berwarna biru kekuningan yang ditandai dengan (++), kemudian pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-10 diperoleh data perubahan warna kuning agak biru yang ditandai dengan (++), dilanjutkan pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-15 diperoleh data perubahan warna kuning yang ditandai dengan (++), dan pada 5 menit terakhir, yaitu pada menit ke-20 diperoleh data perubahan warna kuning terang yang ditandai dengan (+). Pada titik C yaitu larutan dari tabung C, larutan saliva yang sudah ditambahkan 1 ml amilum dan 1 ml larutan buffer pH 7 kemudian ditambahkan dengan larutan iodin 10% dan diamati setiap 5 menit. Pada 5 menit pertama diperoleh data perubahan warna pada tabung B setelah ditambahkan larutan iodin 10 % yaitu berwarna biru kekuningan yang ditandai dengan (+), kemudian pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-10 diperoleh data perubahan warna kuning muda yang ditandai dengan (+), dilanjutkan pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-15 diperoleh data perubahan warna kuning terang yang ditandai dengan (+), dan pada 5 menit terakhir, yaitu pada menit ke-20 diperoleh data perubahan warna kuning terang yang ditandai dengan (+). Pada titik D yaitu larutan dari tabung D, larutan saliva yang sudah ditambahkan 1 ml amilum dan 1 ml larutan buffer pH 9 kemudian ditambahkan dengan larutan iodin 10% dan diamati setiap 5 menit. Pada 5 menit pertama diperoleh data perubahan warna pada tabung B setelah
ditambahkan larutan iodin 10 % yaitu berwarna kuning kebiruan yang ditandai dengan (+++), kemudian pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-10 diperoleh data perubahan warna kuning muda yang ditandai dengan (+), dilanjutkan pada 5 menit berikutnya, yaitu pada menit ke-15 diperoleh data perubahan warna kuning terang yang ditandai dengan (+), dan pada 5 menit terakhir, yaitu pada menit ke-20 diperoleh data perubahan warna kuning agak biru yang ditandai dengan (++).
H. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, yaitu mengenai pengaruh pH terhadap kerja enzim ptialin, kami menggunakan sampel berupa larutan saliva sebanyak 5 ml yang kemudian ditambahkan 5 ml aquades untuk kemudian disaring dan dimasukkan dalam tabung reaksi A, B, C dan D dengan penambahan masingmasing 1 ml larutan amilum 1% dan 1 ml larutan buffer dengan pH 3, 5, 7 dan 9. Untuk masing-masing tabung A, B, C dan D ditandai dengan pemberian label titik A, B, C dan D. Seperti yang kita ketahui bahwa pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi dimulai dalam mulut. Selama pengunyahan, geligi dengan berbagai ragam bentuk akan memotong, melumat, dan menggerus makanan, yang membuat makanan tersebut lebih mudah ditelan dan meningkatkan luas permukaannya. Kehadiran makanan dalam rongga mulut (oral cavity) akan memicu reflex saraf yang menyebabkan kelenjar ludah mengeluarkan saliva melalui duktus (saluran) rongga mulut. Pada manusia, lebih dari satu liter saliva disekresikan ke dalam rongga mulut setiap hari. Terlarut dalam saliva adalah glikoprotein licin (kompleks karbohidrat-protein) yang disebut musin, yang melindungi lapisan lunak rongga mulut dari kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan (Campbell et al., 2004). Hal ini juga serupa dengan yang diungkapkan Kidd dan Bechal (1992) bahwa saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga
mulut. Saliva disebut juga sebagai ludah atau air liur. Sekitar 90% saliva yang dihasilkan saat makan merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Maka dari itu dalam praktikum ini, kami menggunakan larutan saliva dari salah satu anggota kelompok kami sebagai bahan uji praktikum kami.
Penambahan larutan iodin 10 % pada masing-masing tabung dilakukan untuk menguji karbohidrat dengan mengamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna menjadi ungu kehitaman menunjukkan adanya amilum yang terkandung dalam suatu zat. Amilum yang bereaksi dengan iodin akan berwarna biru keunguan karena molekul iod masuk dan terperangkap di dalam kumparan molekul amilum yang berstruktur heliks (Poedjiadi, 1994). Selain itu, Campbell et al. (2004) mengungkapkan bahwa pencernaan karbohidrat, sumber energy kimia utama tubuh, dimulai dalam rongga mulut. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya perubahan warna larutan saliva pada masingmasing tabung. Sesuai hasil praktikum kami, pengamatan pada tabung A dengan selang waktu setiap 5 menit menunjukkan perubahan warna biru kehitaman yang sangat pekat dengan ditandai (++++), hal ini menunjukkan bahwa larutan saliva pada tabung A positif mengandung amilum yang ditunjukkan dengan perubahan warna biru kehitaman yang pekat. Karena semakin tinggi konsentrasi amilum dalam suatu larutan maka semakin gelap pula warna endapan yang dihasilkan. Sedangkan pada tabung B dengan selang waktu setiap 5 menit diperoleh perubahan warna biru kekuningan yang ditandai dengan (++) hingga kuning terang yang ditandai dengan (+), begitu juga yang terjadi pada tabung C dengan selang waktu setiap 5 menit diperoleh perubahan warna dari biru kekuningan dan kuning muda yang ditandai dengan (+) hingga kuning terang yang ditandai dengan (+) serta pada tabung D dengan selang waktu setiap 5 menit diperoleh perubahan warna dari kuning kebiruan yang ditandai dengan (+++) dan kuning muda yang ditandai dengan (+) pada menit ke-10 hingga kuning agak biru yang ditandai dengan (++). Pada tabung B, C
dan D terlihat terjadi perubahan warna mulai dari biru kekuningan hingga kuning terang pada lima menit awal hingga lima menit akhir, hal ini menunjukkan bahwa larutan saliva pada tabung B, C dan D dengan perlakuan uji iodin menunjukkan reaksi negatif yang berarti tidak mengandung amilum dengan warna endapan yang dihasilkan semakin terang, karena amilum yang terkandung telah terhidrolisis oleh enzim ptialin menjadi maltosa. Dari hasil praktikum kami, diperoleh perubahan warna yang berbeda pada setiap tabung. Hal ini menunjukkan adanya suatu aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada setiap tabung. Menurut Campbell et al. (2004), saliva mengandung amylase ludah (salivary amylase), enzim pencernaan yang menghidrolisis pati (polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen (polimer glukosa dari hewan). Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah polisakarida yang lebih kecil dan disakarida maltose. Selain itu, saliva juga mengandung buffer, yang membantu mencegah pembusukan geligi dengan cara menetralkan asam dalam mulut. Zat antibakteri dalam ludah juga akan membunuh banyak bakteri yang memasuki mulut melalui makanan. Kemudian Soewolo et al. (1999) mengungkapkan bahwa saliva mengandung 2 enzim pencernaan, yaitu lipase lingualis yang disekresi oleh kelenjar pada lidah dan enzim ptyalin (-amilase saliva) yang disekresi oleh kelenjar salivaria. Enzim ptyalin ini membongkar tepung di mulut yang merupakan digesi kimiawi. Pembongkaran pati oleh ptyalin tergantung pada pH enzim 6,7 dan kerja ini akan berhenti setelah sampai lambung. Sesuai dengan teori yang sudah disebutkan, ternyata penggunaan larutan buffer yang berbeda-beda untuk praktikum kami pada setiap tabung, yaitu tabung A dengan pH 3, tabung B dengan pH 5, tabung C dengan pH 7 dan tabung D dengan pH 9 menunjukkan bahwa pH berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim ptyalin dalam merombak amilum menjadi maltosa. Dari hasil praktikum kami, pada tabung A dengan pH asam yaitu pH 3 perubahan warna yang dihasilkan di lima menit awal menunjukkan warna biru kehitaman yang sangat pekat ditandai dengan (++++) hingga pada menit ke-20 warna yang dihasilkan masih menunjukkan warna biru kehitaman yang sangat pekat ditandai dengan (++++), hal ini menunjukkan bahwa pada lima menit awal
hingga menit ke-20 kandungan amilum masih tinggi sehingga kerja enzim ptyalin belum optimal pada pH asam. Sedangkan pada tabung B dan C, perubahan warna pada lima menit awal sudah menunjukkan pemudaran warna dari biru kekuningan dengan ditandai (++) hingga (+) yang menunjukkan warna semakin terang dan tidak mengandung amilum. Berarti pada lima menit awal sudah terjadi aktivitas kerja enzim ptyalin yang optimal dalam merombak amilum menjadi maltose. Berikutnya pada tabung D, perubahan warna pada lima menit awal menunjukkan warna kuning kebiruan agak pekat dengan ditandai (+++) hingga pada lima menit berikutnya yaitu pada menit ke-10 dan ke-15 menunjukkan warna semakin terang yaitu kuning terang (+). Hal ini menunjukkan enzim ptyalin mulai bekerja optimal dalam merombak amilum menjadi maltose pada menit ke-10. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah disebutkan oleh Soewolo et al. (2005) bahwa pH optimum untuk kerja enzim ptyalin adalah 6,7. Jadi tidak mengherankan bila aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh pH medium dan setiap enzim itu memiliki suatu rentangan optimum pH sendiri. Karena menurut Soewolo (1999), penurunan pH akan meningkatkan lebih banyak daerah positif pada suatu enzim untuk berinteraksi dengan kelompok negative pada molekul substrat. Sebaliknya, peningkatan pH akan menggalakkan ikatan kelompok positif pada suatu substrat ke daerah negative pada enzim. Selain itu, untuk mengamati pengaruh pH terhadap kerja enzim ptyalin dapat diketahui dari lama waktu perubahan warna dari masingmasing tabung. I. KESIMPULAN Aktivitas kerja enzim ptyalin dipengaruhi oleh pH dengan pH optimum untuk kerja enzim ptyalin adalah 6,7. Selain itu, untuk mengamati pengaruh pH terhadap kerja enzim ptyalin dapat diketahui dari lama waktu perubahan warna dari masing-masing tabung. Pada percobaan tabung B dan C kerja enzim ptyalin sudah terlihat sejak pengamatan pada lima menit awal hingga lima menit terakhir, yaitu menit ke-20 dengan ditunjukkannya perubahan warna yang semakin terang. Sedangkan pada tabung A hingga lima menit terakhir tidak menunjukkan perubahan warna yang semakin terang, justru warna endapan yang dihasilkan pada lima menit awal hingga lima menit terakhir tetap
menunjukkan warna biru kehitaman yang pekat, yang berarti pada pH 3, enzim ptyalin belum bekerja secara optimum. Sedangkan pada tabung D, enzim ptyalin mulai bekerja secara optimum pada menit ke-10 dengan ditunjukkan perubahan warna dari kuning kebiruan agak pekat hingga warna kuning terang. J. Diskusi 1. Jelaskan mengapa terjadi perbedaan lama waktu perubahan warna pada praktikum ini dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya disertai dengan penjelasannya! Jawaban: Perbedaan lama waktu perubahan warna pada praktikum ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pH pada masing-masing tabung. Karena enzim ptyalin bekerja secara optimum pada pH 6,7 dan hal ini sesuai dengan praktikum kami, pada percobaan tabung B dan C kerja enzim ptyalin sudah terlihat sejak pengamatan pada lima menit awal hingga lima menit terakhir, yaitu menit ke-20 dengan ditunjukkannya perubahan warna yang semakin terang. Sedangkan pada tabung A hingga lima menit terakhir tidak menunjukkan perubahan warna yang semakin terang, justru warna endapan yang dihasilkan pada lima menit awal hingga lima menit terakhir tetap menunjukkan warna biru kehitaman yang pekat, yang berarti pada pH 3, enzim ptyalin belum bekerja secara optimum. Sedangkan pada tabung D, enzim ptyalin mulai bekerja secara optimum pada menit ke-10 dengan ditunjukkan perubahan warna dari kuning kebiruan agak pekat hingga warna kuning terang. Maka semakin lama waktu, maka amilum akan terhidrolisis sempurna.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, Lawrence G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid I (Amalia Safitri, Ed.). Alih Bahasaa; Wasmen Manalu. Jakarta: Erlangga. Ganong, William F. 1995. Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta : EGC. Guyton, Arthur C. 1997. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa Adji. Kidd, Edwina A. M. dan Bechal, Sally Joyston. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC. Martoharsono, S. 1986. Enzim. Dalam: Biokimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press. Soewolo, Basoeki, S., dan Yudani, Titi. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: IMSTEP JICA. Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya Medika. Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia : Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung : ITB.