BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Latar Belakan Belakang g
Timur Tengah adalah salah satu kawasan yang sering dilanda konflik. Letak yang strategis, Sumber Daya Minyak yang melimpah, hingga asal muasal dari tiga agama besar (Yahudi, Nasrani, Islam) menjadikan menjadikan kawasan ini memiliki memiliki banyak banyak titik titik konflik konflik yang yang mudah mudah ‘terbak ‘terbakar’ ar’ apabila apabila bersingg bersinggunga ungan. n. Selain Selain itu wata watak k dari dari masy masyara arakat kat timu timurr tenga tengah h yang yang terke terkenal nal keras keras sema semakin kin memb membuat uat perbed perbedaan aan menjad menjadii pemicu pemicu konflik. konflik. Selain Selain itu, itu, adanya adanya sumber sumber daya yang ada menjadi salah satu rebutan dari negara – negara yang ada dalam kawasan tersebut, ataupun pihak luar yang ingin mendapatkan sumber daya minyak yang menjadi bahan baku energi dan industri. Minyak Minyak yang yang menjadi menjadi primadon primadonaa negara-n negara-negar egaraa dunia dunia menjadi menjadi pedang pedang bermata bermata dua bagi negara-negara pemilik pemilik sumber daya ini. Apabila yang memiliki memiliki adalah negara yang kuat, dan memliki pengaruh di dalam kawasan ataupun global, maka adanya sumber minyak menjadi pendukung untuk memperkuat pengaruh dan menjadi senjata dalam percaturan politik dunia. namun apabila yang memiliki minyak itu adalah negara yang tidak begitu kuat, dan tidak memiliki pertahanan yang yang cukup cukup untuk untuk menja menjaga ga kedaul kedaulat atan, an, maka maka negara negara terse tersebut but akan akan menja menjadi di incaran negara-negara tetangga ataupun negara besar untuk mendapatkannya. Sebagai kawasan yang menjadi sumber minyak terbesar, kawasan Timur Tengah adalah anugerah bagi negara-negara di kawasan tersebut. Kebanyakan negara di kawasan tersebut menjadi kaya dan bergantung akan pasaran minyak dunia. dunia. Namun Namun tidak tidak semua semua yang yang menikm menikmati ati anugera anugerah h tersebu tersebut. t. Perumpa Perumpamaa maan n ‘perang bermata dua’ berlaku disini. Seperti yang diketahui, kekuatan negaranegara yang ada di kawasan Timur Tengah tidaklah sama. Ada negara yang kuat karena pengaruh pemimpin kharismatik dan kediktatorannya yaitu Irak,dan ada negara yang kuat karena memiliki kebudayaan dan peninggalan keagamaan yaitu Saudi Arabia.
1
Dinamika hubungan antara negaranegara di kawasan Timur Tengah akan menjadi sorotan dunia, karena mereka yang menjadi pemilik dari sebagian sumber energi yang menjalankan kegiatan industri di seluruh dunia. adanya invasi ataupun konflik yang ada di kawasan tersebut akan berpengaruh terhadap stabilitas produksi minyak. Industry akan terganggu, dan bisa menjadi efek domino bagi sistem internasional. Terlihat adanya hubungan sebab akibat yang sangat besar dari kawasan tersebut dengan pola interaksi dunia, melalui peredaran minyak yang berawal dari negaranegara kawasan tersebut. Berbicara mengenai Perang Teluk 1, terlihat eksistensi negaranegara besar lainnya di luar kawasan yang ikut campur dalam interaksi di Timur Tengah. Dengan perbedaan kekuatan dan keinginan dari Irak untuk menguasai lading minyak di Kuwait, Irak menginvasi negara tetangganya itu dan mengklaim Kuwait sebagai salah satu provinsinya. Kuwait yang merasa belum bisa menandingi Irak dalam konflik tersebut, meminta negara-negara sekutu dan PBB untuk mengusir Irak dari wilayah Kuwait dan mendapatkan kedaulatannya kembali. Demi melindungi kapasitas energi untuk mempertahankan kekuatannya, negara-negara besar akan masuk ke dalam konflik ataupun interaksi lainnya di Timur Tengah. Dalam perang teluk I, negara adikuasa Amerika Serikat beserta sekutu ikut campur dalam perang antara Irak dan Kuwait pada tahun 1991. Bukan hanya itu, celah tersebut menjadi kesempatan bagus bagi Amerika Serikat untuk menancapkan hegemoninya di kawasan Timur Tengah, dan salah satu cara dari Amerika Serikat menunjukkan seberapa besar kekuatannya di dalam dinamika politik dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana upaya dari Amerika Serikat untuk masuk ke dalam Perang Teluk I dan mengamankan pasokan minyak sebagai sumber energi dunia serta menanamkan hegemoninya di dalam kawasan Timur Tengah?
2
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Kepentingan Nasional ( National Interest)
Setiap Negara tentu memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai guna kelangsungan hidup Negara. Dalam kasus perang teluk I dimana keterlibatan Amerika Serikat dalam perang tersebut tentu memiliki suatu pertimbangan yang mempengaruhi kepentingan nasional Amerika Serikat. Kepentingan nasional dirumuskan melalui kebijakan luar negeri terhadap Negara lain dengan berbagai instrument dan cara demi mendapatkan suatu hal yang sangat vital tersebut yaitu yang disebut kepentingan nasional. Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahamiperilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara1. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya Negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara control suatu Negara terhadap Negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan atau kerjasama. Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu Negara untuk bertahan hidup (survival ) dalam politik internasional.2 Hans
J.
Morgenthau
menyampaikan
pandangan
tentang
konsep
kepentingan nasional sebagai berikut: The concept of the national interest, then, contains two elements, one that is logically required and in that sense necessary, and one that is variable and determined by circumstances. 3
1
2 3
Anak agung banyu perwita dan yanyan mochamad yani.2005. pengantar ilmu hubungan internasional. Bandung : Rosda, hal. 35. Ibid. Hans J. Morgenthau, “Another “Great Debate”: The National Interest of the United States,” in Classics of International Relation, 3rd ed, ed. John A. Vasquest (New Jersey: Prentice Hall, 1966), 147.
3
Sementara Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf menyatakan bahwa tujuan dari sebuah negara dalam rangka mencapai kepentingan nasional adalah: The State should promote the internal welfare of its citizens, provide for defense against external aggression, and preserve the state’s values and way of life. … No country can long afford to pursue its own welfare in ways that reduce the security and welfare of its competitor. 4
Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor tertentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu Negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu Negara secara khas merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan Negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahteraan ekonomi.5
2.2 Hegemoni
Teori Hegemonic Stability pertama kali dikemukakan oleh Charles Kindleberger di tahun 1970 dengan fokus perhatian pada peranan negara-negara maju (leading states ) pada sektor ekonomi. Tujuan utama dari adanya Hegemonic Stability adalah untuk menjaga stabilitas sistem dunia. Pada dasarnya teori ini
berpendapat bahwa tindakan dominasi suatu negara adalah dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan sistem ekonomi yang terbuka dan stabil. Teori Hegemonic Stability ini kemudian menuntut tatanan dunia tergabung dalam satu unitarian, yakni dalam konsep unipolar dimana seluruh dunia “patuh” terhadap hegemon yang berkuasa. Konsep unipolar ini mengindikasikan adanya satu negara superpower tunggal, dimana bertugas sebagai stabilisator sistem internasional serta bertindak sebagai hegemon didalamnya.6 Dalam realisme, negara yang memiliki hegemoni yang besar seperi Amerika Serikat akan menekankan elemen-elemen utama dalam hubungan internasional terdiri dari beberapa gagasan utama salah satunya setiap Negara 4
5 6
Charles J. Kegley and Eugene R. Wittkopf, World Trend and Transformation Politics, 8th ed (Boston: Bedford/St. Martin’s, 2001), 653 – 54. Ibid. http://mayo-nice.blogspot.com/2010/04/teori-power-perimbangan-kekuatan-dan.html
4
akan selalu berupaya untuk memaksimalkan posisi kekuatan (power) relatifnya dibandingkan Negara lainnya atau setidaknya tercipta balance of power .7 Dengan demikian realism sangat menekankan tesis stabilitas hegemoni (hegemonic stability ) yang bisa dimiliki suatu Negara. Sebagai konsekuansinya, kerjasama antar Negara dalam institusi internasional akan sulit terwujud. Kalaupun tercipta sebuah kerjasama institusional yang bersifat multilateral, realism berpendapat bentuk kerjasama multilateral itu adalah hegemonic cooperation yang didominasi oleh kekuatan hegemoni. Alhasil, Negara hegemoni
hanya akan memanfaatkan kerjasama multilateral ini untuk mencapai kepentingan dan tujuan politik luar negeri semata.8 Untuk menjadi sebuah hegemon, negara tersebut harus memiliki kapabilitas untuk menerapkan sistem peraturan, keinginan yang kuat untuk menjadi sebuah hegemon, serta komitmen terhadap sistem yang dinilai memberikan keuntungan yang mutual. Sedangkan kapabilitas tersebut ditentukan oleh tingkat stabilitas perekonomian, dominasi di bidang teknologi atau ekonomi, serta political power yang di-backed up oleh kekuatan militer.9 Untuk alasan internal dan eksternal, hegemoni mengalami berbagai tantangan antara lain free rider, cheating, dan sementara ia sibuk memlihara sistem supaya stabil, negara-negara lain mendapatkan keuntungan lebih dari berjalannya sistem. Semakin sphere of global influence terdispersi ke mana-mana, makin sulit memelihara pengaruhnya supaya tetap stabil.10
2.3 Energy Security
Security dapat didefinisikan sebagai pertahanan (dalam konteks jika ada bahaya) dan perlawanan (memaksimalkan manfaat yang didapat dari interaksi antarnegara). Berdasarkan konsep kaum neorelis yang mengagungkan struktur 7
Yulius P. hermawan, dkk. 2007. Transformasi dalam studi hubungan internasional. Yogyakarta : graha ilmu, hal 27. 8 Johan Gerard Ruggie, 1993, Multilateral Matters: the Theory and Praxis of an Institutional Form. New York : Columbia University Press, khususnya bab 2 dan 3 mengenai perdebatan teoritis, hal 49-91. 9 Columbis, Theodore dan Wolfe, James. 1986. Justice and Power. New Jersey: Prentice Hall Inc. 10 http://frenndw.wordpress.com/2010/04/26/power-balance-of-power-teori-stabilitas-hegemoni/
5
internasional, energy security dalam konteks pertahanan (defensif) adalah hasil dari struktur internasional yang bersifat anarchy. Negara harus survive dan dalam mempertahankan kedaulatannnya di panggung dunia ini, terutama negara-negara berkembang. Sedangkan dalam konteks perlawanan (ofensif), security hanya dapat dimainkan oleh negara-negara Barat yang notabenenya mempunyai power besar dalam panggung internasional.11 Terdapat banyak macam varian dari security, diantaranya adalah political security, economic security, dan energy security . Energy security merupakan
sebuah konsep dimana sebuah negara harus mengamankan kebutuhan energi dalam negerinya. Dalam konteks internasional, energy security terbentuk dari interaksi antarnegara yang bersifat kesalingtergantungan. Interaksi energi itu diantaranya adalah produksi (ekspor), pembelian (impor), dan transit. Energy security merupakan suatu isu yang muncul sekitar akhir abad
kesembilan belas, dalam dimana objek utamanya adalah minyak dan gas. Minyak bumi dijuluki sebagai emas hitam, karena daya jualnya yang tinggi dan merupakan barang yang dibutuhkan oleh semua negara di dunia ini. Cairan hitam kental itu dibutuhkan negara untuk menjalankan kegiatan perekonomiannya. Begitu juga dengan gas alam. Pasalnya, dewasa ini, banyak alat-alat teknologi yang memerlukan minyak sebagai bahan bakarnya dan alat-alat rumah tangga yang memerlukan gas alam sebagai penggeraknya. Kedua energi tersebut merupakan hal yang sangat kompleks kaitannya dalam hubungan antarnegara, bahkan tidak jarang, hubungan kedua hal tersebut bisa menjadikan hubungan antarnegara yang tadinya harmonis menjadi hancur. Negara-negara berlomba untuk
mendapatkan
kedua
energi
tersebut
sebanyak-banyaknya,
dengan
menghalalkan segala cara apa pun. Irak merupakan salah satu dari negara-negara penghasil dari minyak yang dapat mencukupi kebutuhan dunia sampai sekarang ini. Irak pada umumnya bertumpu pada sektor indutri yang menangani minyak, sehingga negara itu pada bentuk fisiknya kelihatan telah berkembang pesat. Namun kebanyakan negara 11
Grafstein, What Rational Political Actors Can Expect , Journal for Theoretical Politics, Vol. 14, n°. 2, 2002, pp. 139-165
6
produsen minyak hanya mempunyai sumber daya alam yang tinggi namun tidak dibarengi dengan sumber daya manusianya. Mayoritas negara produsen minyak yang lain juga termasuk Irak tidak memiliki alat yang modern untuk perindustrian, sehingga hal ini menjadikan negara non minyak seperti Amerika Serikat berusaha untuk menguasai teknologi dengan meningkatkan sumber daya manusianya, yang nantinya hasil dari sumber daya manusia itu dapat dijual kepada negara-negara penghasil minyak. Negara-negara penghasil minyak dan gas seperti Irak, Indonesia, Kuwait, dan lainnya sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk memajukan negaranya, namun pada kenyataannya fakta berbicara lain. Negara yang tidak menghasilkan dua jenis energi yang penting itu justru dapat mengeksploitasinya di sebuah negara secara besar-besaran dengan segala bentuk perundingan, tekanan, dan hegemoni-hegemoni negara tersebut. Minyak dan gas pada saat ini menjadi tujuan utama dari negara-negara maju untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya (energy security- nya). Namun di sisi lain kedua hal tersebut dapat mejadi ajang perang urat syaraf yang rawan menjadi konflik negara. Perang Teluk I menjadi contoh konflik yang latar belakangnya merupakan masalah energy security .
7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Perang Teluk I
Meletusnya Perang Teluk ini berawal dari pertempuran antara negara Irak dan Iran. Perang ini terjadi pada September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Umumnya, perang ini dikenal sebagai Perang Teluk Persia, sehingga konflik Irak-Kuwait meletus pada awal tahun 1990-an. Untuk beberapa waktu dikenal sebagai Perang Teluk I, kemudian dari segi politis berlanjut ke Perang Teluk II dan III.12 Dalam makalah ini, penulis akan lebih spesifik membahas tentang Perang Teluk I yaitu perang antara Irak melawan pasukan Sekutu atas serangan yang dilakukannya terhadap Kuwait.
Latar Belakang
Perang Kuwait atau Perang Irak melawan pasukan Multinasional (Sekutu) di bawah pimpinan AS, yang kadangkala disebut juga sebagai Perang Teluk I (the First Gulf War ) bermula dari: (1) terjadinya perselisihan antara Irak dan Kuwait,
(2) yang disusul dengan terjadinya invasi pasukan Irak ke Kuwait, 2 Agustus 1990, (3) aneksasi Irak atas Kuwait (8 Agustus 1990) di mana Kuwait dijadikan sebagai “provinsi ke-19” Irak, (4) terjadinya pengeboman besar-besaran pasukan Sekutu terhadap Irak dan Kuwait (17 Januari 1991).13 Selama delapan tahun dalam Perang Iran-Irak, ternyata Irak mengalami kemerosotan ekonomi yang tajam. Sebagai pilihan strategis, Irak kemudian menginvasi Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Dengan strategi gerak cepat, Irak langsung menguasai Kuwait.14
12
Akhmad Iqbal, “ Perang-perang Paling Berpengaruh di Dunia” (Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010), hlm 169. 13 Riza Sihbudi, “ Indonesia Timur Tengah : Masalah dan Prospek ” (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), hlm 79. 14 Akhmad Iqbal, op. cit. hlm 171-172.
8
Selama Perang Teluk I (1980-1988), Kuwait menyuntik dana milyaran dolar ke Baghdad. Sejak Perang Teluk I, Irak meningkatkan jumlah kekuatan militernya, dari 242.250 tentara menjadi hampir 1.200.000 tentara yang mengakibatkan membengkaknya jumlah utang luar negeri Irak, termasuk pinjaman sebesar US$ 14 milyar dari Kuwait. Sementara urangnya pada negaranegara Teluk lainnya diperkirakan mencapai angka US$ 16 milyar .15 Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya. Sementara harga petro dolar menurun akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas ladang minyak Rumeyla, sekalipun pada pasca perang melawan Iran.16 Kuwait dituduh mencuri minyak Irak di Rumeyla yang terletak di daerah persengketaan. Pemerintah Irak di bawah pimpinan Saddam Hussein mensinyalir telah terjadi pelanggaran kuota minyak yang dilakukan Kuwait dan Uni Emirate Arab sehingga produksi minyak melimpah namun berakibat pada anjloknya harga minyak. Pada saat itu Irak sedang berada dalam perekonomian yang buruk karena baru saja bebas dari perang Irak-Iran yang membuat negara dan infrastrukturnya rusak sehingga Irak sangat ingin memperbaiki kerusakan itu dengan pendapatan yang ia dapatkan dari sektor minyak. Namun kondisinya dolar atas minyak berharga rendah akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait. Maka dari itu, tindakan Kuwait dan Uni Emirate Arab dianggap sebagai ‘trigger’, pendorong kemarahan Irak yang mengira bahwa hal tersebut merupakan perlawanan atau persaingan ekonomi yang diciptakan oleh Kuwait. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah Turki.17 Begitu banyak alasan yang membuat Irak ingin menginvasi Kuwait. Oleh karena itu, Saddam Hussein dengan segera mengambil langkah cepat dan memperluas power Irak di kawasan Kuwait dengan menduduki Kuwait.
15 16 17
Riza Sihbudi, op. cit. hlm 82. Akhmad Iqbal, op. cit. hlm 172. Ibid., hlm 172.
9
Kronologis Terjadinya Perang Teluk I
Invasi Irak atas Kuwait ini sangat dikutuk oleh dunia internasional. Pada saat itu PBB meminta Irak untuk mencabut tentaranya dari Kuwait. Namun, permintaan ini ditolak oleh Irak yang pada akhirnya membuat Amerika Serikat dan koalisi dengan negara-negara lain menjalankan aksinya dengan memborbardir Irak.
Akibat
invasi
ini, Arab
Saudi meminta
bantuan
Amerika
Serikat pada tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.18 Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul oleh negara-negara lain, baik negara-negara Arab kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Prancis dan Jerman Barat), serta beberapa negara di kawasan Asia.19 Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait pada 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat pada 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan-serangan udara atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.20 Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasiIsrael dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Soviet rakitan Irak, serta melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur-sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakovdan
18 19 20
Ibid., hlm 172. Ibid., hlm 173. Ibid., hlm 173.
10
Presiden
Uni
Soviet Mikhail
Gorbachev namun
ditolak
Presiden Bush
pada tanggal 19 Februari 1991.21 Oleh sementara Soviet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer negara-negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.22 Total perang ini memakan waktu 42 hari. Selama dua pekan serangan udara mereka, Sekutu menjatuhkan bom ke Irak dan Kuwait dalam jumlah yang lebih banyak ketimbang seluruh bom yang dijatuhkan selama Perang Dunia II yang berlangsung selama 310 pekan. Dalam 12 jam pertama perang, Sekutu menjatuhkan bom ke wilayah musuh lebih banyak dari yang dilakukan AS selama 17 hari serangan udara di Vietnam (1972).23 Berdasarkan resolusi PBB, pasukan multinasional di bawah pimpinan Amerika Serikat menyerang Irak.24 Gencatan senjata dilakukan Amerika Serikat setelah 40 hari Perang Teluk berjalan. Setelah gencatan senjata dilakukan, negaranegara koalisi melaksanakan perundingan dengan Irak dengan hasil Irak bersedia menerima resolusi Dewan Keamanan PBB. Sanksi yang diterapkan pada Irak adalah sanksi ekonomi yaitu embargo. Embargo ini dikenakan pada rezim Saddam Hussein.25 Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.26 Perang Kuwait baru berakhir sesudah Irak mundur dari Kuwait dan menerima seluruh 12 Resolusi Dewan Keamanan PBB (28 Februari 1991).27
Dampak Perang Teluk I 21
Ibid., hlm 173. Ibid., hlm 173-175. 23 Riza Sihbudi, op. cit. hlm 80. 24 http://www.awm.gov.au/atwar/gulf.asp diakses pada 5 April 2011 pukul 21.00 WIB. 25 28 Februari, dalam http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/kal_sejarah/februari/28februari.htm diakses pada 5 April 2011 pukul 21.05 WIB. 26 Akhmad Iqbal, op. cit. hlm 175. 27 Riza Sihbudi, op. cit. hlm 80. 22
11
Akibat Perang Teluk ini ladang minyak Kuwait mengalami kerusakan yang berat. Di sisi lain, Irak sebagai negara yang kalah perang mengalami kerugian dan hancurnya perekonomian negaranya. Irak harus menerima konsekuensi berupa blockade ekonomi dan sanksi embargo dari PBB. Negaranegara Arab pun mengalami perpecahan dikarenakan pro dan kontra mengenai invasi pasukan Sekutu untuk mengusir Irak dari Kuwait. Total (Irak, Kuwait, Saudi) menguasai 35% minyak dunia. Oleh sebab itu, terjadinya Krisis Teluk telah mendongkrak harga minyak sebesar 15%, tingkat tertinggi dalam kurun waktu empat tahun.28 Kenaikan harga minyak ini berimbas pada negara-negara lain pengimpor minyak. Dengan kenaikan harga minyak, maka berimbas pula pada kenaikan harga barang. Dampak lain dari Perang Teluk I adalah menyebarnya ‘sindrom Perang teluk’. Pulangnya pasukan AS bukan berarti mereka kembali dengan sehat. Ribuan veteran perang meninggal atau sekarat karena sesuatu yang dikenal dengan sebutan Sindrom Perang Teluk. Gejala yang muncul beragam, mulai dari sakit kepala, pusing berputar-putar dan kehilangan keseimbangan, dan lain-lain. Ada dugaan sindrom ini mungkin sebuah hasil rekayasa sebagai senjata perang biologis.29
3.2
Analisis Perang Teluk I: Antara Hegemoni dan Kepentingan Nasional AS
Keterlibatan Amerika serikat dalam perang yang terjadi di kawasan Timur Tengah khususnya terhadap Irak merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh AS dalam meningkatkan kekuatan dan pengaruh yang besar dinegara-negara yang kaya akan hasil sumberdaya alam berupa minyak bumi. Hal ini tidak bisa dipungkiri sebagai sebuah usaha dan langkah nyata yang diempuh oleh AS untuk mengamankan cadangan minyak bumi bagi industry domestic dan kebutuhan energi dalam negerinya. Wilayah Timur Tengah memang menjadi sebuah kawasan yang ssangat penting bagi As karena wilayah tersebut memiliki cadangan minyak bumi yang 28 29
Ibid., hlm 84. Jamie King, “111 Konspirasi Menghebohkan Dunia” (Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses, 2010), hlm 106-107.
12
besar yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan nasional AS khususnya dalam hal energy security. Kebijakan yang diambil oleh para elit dan pengambil kebijakan AS telah mempehitungkan keuntungan strategis yang akan diperoleh dalam hal keterlibatan mereka dalam perang teluk ini sehingga sumber daya vital dapat diperoleh dan dikuasai guna mengamankan cadangan minyak dari pihak asing dan Negara lain yang berebut kepentingan dengan Negara AS. Kekuatan minyak setidaknya telah menyeret AS dalam perang ini karena memang tidak dapat dipungkiri bagaimana vitalnya sumberdaya ini dalam sebuah Negaraindustri maju sehingga walaupun dengan kebijakan untuk turut serta dalam perang yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Walaupun menghabiskan biasaya yang besar dalam anggaran perang dari segi persediaan persenjataan dan logistic perang lainnya, setidaknya kebijakan untuk ambil bagian dalam perang ini untuk tujuan yang lebih besar bagi ketersediaan dan kepentingan industri AS yang terus memebutuhkan sumber daya energy dalam berupa pasokan minyak bumi dalam jumlah yang banyak. Dilihat dari posisi strategis yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya minyak bumi ini adalah peranan dan posisi yang bisa menguntungkan bagi negara pengekspor untuk menekan negara lain yang merupakan negara-negara importir minyak bumi. Negara-negara maju yang tidak memiliki minyak bumi akan sangat sulit untuk melanjutkan industrinya jika Negara pemilik minyak bumi melakukan embargo minyak terhadapnya. Dalam hal ini dapat tergambar bagaimana suatu minyak bumi memainkan peranan yang vital dan strategis dalam menekan suatu negara sehingga dapat mengubah kebijakan ataupun kekuatan Negara lain dan menurunkan posisi Negara yang terkena embargo. Akan tetapi hal berbeda terjadi dengan AS karena sebagai Negara superpower kekuatan hegemoni yang besar memainkan peran dan posisi yang lebih besar dalam mengatur dan menentukan kebijakan Negara-negara pengekspor minyak bumi yang biasanya masih berupa Negara miskin dan Negara berkembang dengan cara memanfaatkan hegemoni dan kekuatan diplomasi maupun militer yang kuat sebagai usaha terakhir untuk menaklukkan Negara tersebut. sampai saat ini masih belum ada kekuatan Negara besar yang mampu melakukan usaha
13
tersebut terhadap AS karena kekuatan hegemoni AS telah begitu besar di kawasan timur tengah dengan banyaknya rekanan dan sekutu AS dikawasan tersebut dan juga banyaknya pangkalan militer AS yang terdapat disana untuk mengamankan kekuasaan dan hegemoni Negara superpower tersebut. Hegemoni bagi sebuah Negara superpower seperti Amerika Serikat merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengukuhkan dominasi dan kepemimpinan terhadap Negara lain sehingga Negara lain dapat dan menuruti kemauan Negara dominan. Kekuatan hegemoni akan memudahkan langkah dan tujuan bagi AS untuk mencapai kepentingan nasional karena kekuasaan yang besar dari Negara dominan untuk mengatur Negara kecil yang memiliki sumberdaya alam yang banyak dan memiliki posisi yang strategis secara geografis bagi kepentingan AS dalam hal pertahanan dan pangkalan militer. Keterlibatan dalam perang teluk dimanfaatkan dengan baik oleh AS untuk mendapatkan simpati dari Kuwait dalam usaha membantu untuk mengalahkan pendudukan Irak atas Kuwait yang menduduki wilayah Kuwait. Selain itu, dengan ketelibatan ini AS dapat memanfaatkan situasi untuk mencari pengaruh dan sekutu dekat diwilayah yang kaya akan minyak ini sehingga tujuan akhirnya yaitu berupa kepentingan nasional dapt tercapai yaitu mengamankan energy security bagi kepentingan domestic Negara adidaya tersebut. namun tidak hanya sampai disitu, dengan keterlibatan dalam perang tersebut dan dengan hasil bahwa AS dan berhasil mengalahkan irak dengan kekuatan yang tidak seimbang diantara Negara yang terlibat perang ini maka konsep penanaman pengaruh dan unjuk kekuatan mulai diterapkan bahwa As merupakan sebuah Negara dengan kekuatan militer yang tangguh dan ini juga dapat dilihat dari segi usaha AS untuk memperlihatkan kekuatan mereka terhadap Negara-negara lain yang mencoba untuk melawan AS. Tujuan yang tidak kalah pentinganya adalah mendapat sekutu yang baik di Timur Tengah selain untuk mengamankan minyak bumi juga dari segi pangkalan militer yang dapat dibangun dikawasan yang telah mendapatkan pengaruh dan hegemoni tersebut. pangkalan militer berfungsi bagi AS untuk menjaga pertahanan dan keamanan nasional AS dengan prinsip untuk menghilangkan ancaman terhadapa keamanan nasional sedini mungkin walaupun ancaman itu
14
baru terdeteksi. Dengan banyaknya dibangun pangkalan militer salah satunya diwilayah timur tengah akibat kemenangan hegemoni dan sekutu yang diperoleh akibat keterlibatan dalam perang ini dapat meminimalisisr anacama yang tampak nyata yang bisa mengganggu kemaanan nasionalnya. Untuk tujuan ini, dampak yang sangat luas akan diperoleh AS dalam keterlibatan dalam perang ini walaupun membutuhkan biaya perang yang besar. Namun, keuntungan yang bisa didapatkan dengan kemenangan ini yaitu tercipatanya hegemoni dan pengaruh yang besar dikawasan kaya minyak ini disertai dengan adanya sekutu akan memudahkan langkah As untuk mengontrol dan mengamankan kepentingan dan usaha untuk memperoleh tujuan masionalnya. Hasil yang diperoleh AS dalam keterlibatannya dan kemenangan dari berbagai segi tersebut seakan tidak bisa dibandingkan dengan pengorbanan berupa biaya perang yang besar karena keuntungan yang lebih besar bisa didapatkan eleh Negara hegemon ini berupa pengaruh, hegemoni, dan sekutu yang memberikan wilayahnya
untuk
pembangunan
pangkalan
militer
AS untuk
menjaga
kepentingan AS di kawasan Timur Tengah.
3.3 Perebutan Minyak
Setiap negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional, dan interaksi antar aktor menjadi sorotan dunia. Adanya bentuk konflik ataupun kerjasama di dalam suatu hubungan antar negara tidak lebih untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Interaksi antar negara juga berpengaruh terhadap negara lainnya, atau bahkan berpengaruh secara global. Salah satu faktor yang menghubungkan satu negara dan yang lainnya adalah energi. Memang setiap negara besar dan industri tidak bisa memenuhi kebutuhan minyak negaranya, dan selalu bergantung kepada negara-negara penghasil minyak. Pada awalnya, perang antara dua negara ini tidak berpengaruh dalam sistem Internasional. Pandangan dunia mulai mengarah kepada konflik ini ketika ada gangguan dalam produksi minyak dan melonjaknya harga minyak di pasaran karena pasokan minyak yang cenderung turun semenjak perang teluk 1 ini dimulai. selain itu, Kuwait meminta tolong kepada PBB dan Sekutu untuk
15
mengusir Irak dari Kuwait. Hal ini menjadi salah satu alasan bagi sekutu dan PBB untuk ikut berperang dan pada akhirnya menginvasi Irak. Dengan adanya konflik yang mengganggu stabilitas produksi minyak, maka perang teluk I menjadi perhatian dunia. Adanya campur tangan dari PBB dan dipimpin oleh Amerika Serikat tidak lain adalah untuk mengamankan produksi minyak dunia. selain itu, untuk menyelamatkan minyak mentah yang menjadi senjata bagi Irak untuk mengancam negara-negara barat yang menginginkannya. Terlihat dari perlakuan Irak yang membakar ladang-ladang minyak, serta menumpahkan minyak mentah di Teluk Persia. Perang Teluk I adalah perang minyak. Adanya tekanan dan embargo yang dilakukan PBB dan Sekutu malah menjadikan Irak semakin meningkatkan ancamannya. Embargo yang dilakukan pada awalnya bertujuan untuk melumpuhkan Irak, dan menghalangi tujuan Irak tersebut. Namun apa yang diharapkan tidak tercapai, bahkan semakin memperkuat keinginan Irak untuk menguasai Kuwait. Hal ini terjadi karena Irak merasa tidak puas dengan adanya gangguan dari pihak luar yang mengganggu upaya Irak untuk mencapai tujuannya.
16
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Terdapat sebuah kepentingan negara yang jelas dalam kasus keterlibatan Amerika Serikat dalam perang teluk I dapat terlihat dari upaya Amerika Serikat untuk memperoleh akses terhadap pasokan minyak dari negara Timur Tengah tersebut. Selain untuk mengamankan cadangan dan kebutuhan minyak bagi negaranya, keterlibatan Amerika Serikat dalam perang ini juga dalam rangkaian untuk mendapatkan dan mengejar power dan kekuasaaan atas negara-negara kawasan Timur Tengah lainnya dan juga sebagai sebuah tindakan peragaan militer. Memang sumber energi yang berasal dari minyak bumi adalah sumber yang penting dalam peradaban dunia saat ini. Setiap industri membutuhkan minyak bumi untuk menggerakkan mesin-mesin produksinya. Setiap individu yang memiliki kendaraan bermotor akan sangat membutuhkan bahan bakar minyak untuk menjalankan kendaraannya, dan berproduksi. Oleh karena itu, minyak bumi adalah hal yang sensitif, karena berhubungan dengan hajat hidup manusia. Adanya ketersediaan minyak akan menjadi titik aman bagi suatu negara dalam berkegiatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Columbis, Theodore dan Wolfe, James, 1986. Justice and Power. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Grafstein, 2002, What Rational Political Actors Can Expect , Journal for Theoretical Politics, Vol. 14, n°. 2
Hermawan, Yulius P
dkk, 2007, Transformasi Dalam Studi Hubungan
Internasional . Yogyakarta: Graha Ilmu
Iqbal, Akhmad , 2010, Perang-perang Paling Berpengaruh di Dunia, Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
Kegley, Charles J and Eugene R. Wittkopf, 2001, World Trend and Transformation Politics, 8th ed, Boston: Bedford/St. Martin’s
King, Jamie, 2010, 111 Konspirasi Menghebohkan Dunia , Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses
Morgenthau, Hans J. 1966, Another “Great Debate”: The National Interest of the
United States,” in Classics of International Relation , 3rd ed, ed. John A.
Vasquest, New Jersey: Prentice Hall
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional , Bandung: Rosda
Ruggie, Johan Gerard, 1993, Multilateral Matters: the Theory and Praxis of an Institutional Form. New York: Columbia University Press
18
Sihbudi, Riza, 1997, Indonesia Timur Tengah: Masalah dan Prospek, Jakarta: Gema Insani Press
http://www.awm.gov.au/atwar/gulf.asp
http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/kal_sejarah/februari/28februari.h tm
http://mayo-nice.blogspot.com/2010/04/teori-power-perimbangan-kekuatandan.html
http://frenndw.wordpress.com/2010/04/26/power-balance-of-power-teoristabilitas-hegemoni
19