MAKALAH
“
Penelusuran Penelusuran Aset dan Pemulihan Kerugian
DISUSUN OLEH:
VINNY SOUISA 2014-30-015 VICTOR LIKLIKWATIL 2014-30-138 RYAN LIMAHELU 2014-30-112 SYAHRAN BIN UMAR 2014-30-045 JOSELIN LAELAEM 2014-30-002 WILDAN ADAM 2014-30-048
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2017
”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Ambon, November 2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(Kronologis Kasus)
ADRIAN WAWORUNTU, KORUPTOR PEMBOBOL BNI TRILIUNAN RUPIAH
Adrian Herling Waworuntu (52), salah satu pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, Selasa (18/11) malam, berhasil ditangkap jajaran Markas Besar Kepolisian RI. Polisi memerlukan waktu 26 hari, sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan pada 24 Oktober 2003, untuk menangkap Adrian, lelaki asal Tomohon, Sulawesi Utara yang diduga sebagai salah satu dalang pembobol Bank Negara Indonesia (Bank BNI) senilai Rp 1,7 triliun dengan menggunakan surat kredit (L/C) fiktif.
"Kepala Polri konsisten dalam menuntaskan kasus di Bank BNI. Sebagai buktinya, polisi tadi (Selasa) malam berhasil menangkap Adrian Waworuntu, salah seorang tersangka kasus Bank BNI," kata Kepala Penerangan Mabes Polri Komisaris Besar Zainuri Lubis, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (19/11).
Dengan ditangkapnya Adrian, kata Lubis, tentunya akan bertambah satu lagi tersangka yang menjalani pemeriksaan. Saksi yang terkait kasus Bank BNI ini kemungkinan juga akan bertambah lagi.
Lubis menyatakan, sepanjang Rabu kemarin, tim penyidik Mabes Polri terus memeriksa Adrian. Adrian juga akan dikenai pasal Undang-undang Money Laundring, untuk mengetahui aliran dana dari Bank BNI. "Dengan pasal dalam UU Money Laundring, otomatis uangnya akan ditanya disimpan di mana dan dibelikan apa?" jelas Lubis.
Dengan ditangkapnya Adrian, bertambah satu lagu jumlah t ahanan yang mendekam di Mabes Polri. Sekarang ini, jumlah tahanan yang menjadi tersangka pembobol Bank BNI ada sepuluh orang. Delapan orang dari kalangan pengusaha, sedangkan dua lainnya pejabat dari Kantor
Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Mereka yang ditahan adalah Ny Yudi Baso (Direktur PT Basomindo), Jeffery Baso (pemilik PT Basomasindo dan PT Trianu Caraka Pacific), dan Aprilia Widharta (Direktur Utama PT Pan Kifros). Selain itu juga ditahan Haji Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Adrian Pandelaki Lumowa (Direktur PT Magnetique Usaha Esa Indonesia), Richard Kountul (Direktur PT Metrantara), Titik Pristiwanti (Direktur PT Bhinekatama Pacific), dan Adrian.
Sedangkan dua orang yang ditahan dari Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan adalah Edy Santosa (mantan Kepala Bagian Customer Service Luar Negeri) dan Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang Bank BNI). Sedangkan Nirwan Ali (Manajer Operasional yang sementara waktu menggantikan posisi Edy Santosa dan meloloskan empat L/C saat ditinggal Edy Santosa naik haji), belum ditahan karena masih menjalani perawatan akibat terserang jantung.
Penangkapan Adrian berselang 26 hari sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan yang dikeluarkan Mabes Polri pada 24 Oktober 2003. Adrian sendiri dilaporkan ke Mabes Polri dalam kasus tersebut pada 3 Oktober 2003, dengan Nomor LP 287/X/2003/Siaga.
Dekat dengan pejabat
Seperti disebutkan dalam surat bertulis tangan yang dibuat Edy Santosa, Adrian memang dikenal dekat dengan beberapa pejabat penting RI. Adrian bahkan dilukiskan Edy Santosa sebagai pribadi "berkelas" dan memiliki hubungan dekat dengan pejabat RI.
Dalam tulisan tangan Edy Santosa, tertulis bahwa Adrian, seperti yang selalu diceritakan Maria Paulina Lumowa dan Jeffery Baso, memiliki kedekatan hubungan dengan Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini MS Soewandi, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, Gubernur Bank Indonesia, petinggi Polri dan sejumlah anggota Komisi di DPR RI.
Adrian sendiri pernah bekerja di Bank of America. Tidak lama setelah keluar dari bank asing
tersebut, bersama Endang Mokodompit - putri sulung Ibnu Sutowo, pendiri dan mantan Direktur Utama Pertamina - menjalankan bisnis dengan bendera PT Aditarina Arispratama.
Tak hanya itu, Adrian juga berbisnis dengan Maria Paulina di Riau. Ketika itu mereka berada dalam konsorsium perusahaan penambangan pasir pada PT D'Consortium Indonesia.
Tertutup
Sejumlah pejabat di Mabes Polri enggan memberikan keterangan mengenai kronologi penangkapan Adrian. Mereka juga tidak bersedia menyebutkan di mana Adrian ditangkap.
Menurut Lubis, penangkapan Adrian dilakukan di Jakarta. Namun begitu, Lubis tidak bersedia menyebutkan lokasi persisnya. Ia juga tidak bersedia menyebutkan kronologis penangkapannya.
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Suyitno Lando. "Apa itu (lokasi dan kronologis penangkapan) penting untuk disampaikan?" tanya Suyitno. Namun ketika didesak bahwa itu penting, ia tetap tidak mau menceritakannya.
Menurut Lubis, sepanjang Rabu ini tim penyidik akan melakukan pemeriksaan terus menerus. Diharapkan, tertangkapnya Adrian akan memberikan informasi baru mengenai aliran dana BNI. Paling tidak, tertangkapnya Adrian akan menambah kesaksian baru.
Ketika ditanya Maria Paulina Lumowa (pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia), Lubis mengatakan, "Maria Paulina memang belum berhasil kami tangkap. Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ini."
Sementara Suyitno menyatakan, penangkapan terhadap Adrian dilakukan Selasa malam. Namun ia juga tidak bersedia menyebutkan waktu persisnya dan di bmana tempat penangkapannya. "Saya menerima laporan pukul 23.00, jadi penangkapannya malam hari," kata Suyitno.
Terkait penelusuran aliran dana Bank BNI, Suyitno menyatakan polisi sudah meminta izin
Gubernur Bank Indonesia untuk membuka 31 rekening. Rekening tersebut milik perusahaan yang dialiri dana dari Bank BNI. Lando belum bisa menyebutkan berapa nilai dari 31 rekening tersebut.
Menurut sumber Kompas, sepanjang Rabu kemarin Adrian diperiksa tim penyidik di lantai III gedung Bareskrim. Saat pemeriksaan, Adrian terlihat ceria dan tidak tampak gelisah. Ia mengenakan baju kotak-kotak biru dengan celana warna gelap.
Penampilannya tenang dan raut wajahnya tidak tampak tegang. Badannya tinggi, sekitar 175 sentimeter, dengan rambut berwarna keperakan. Sorot matanya tajam.
Tidak ditahan
Menurut keterangan Lubis, hingga sekarang ini jumlah tahanan di Mabes Polri terkait kasus BNI adalah sepuluh orang. "Kami mendapat informasi dari Bareskrim kalau mereka ditahan di Rutan Mabes. Itu informasi yang kami percayai," kata Lubis.
Namun, berdasarkan data jumlah tahanan di Mabes Polri, hingga saat ini terdapat 15 tahanan. Dua di antaranya merupakan tahanan terkait kasus Bank BNI, yaitu Edy Santosa dan Kusadiyuwono. Sedangkan delapan pengusaha yang dinyatakan ditahan, tidak tercatat dalam data jumlah tahanan tersebut.
"Ini boleh dikutip. Tidak ada pengusaha yang ditahan di Rutan Mabes. Hanya Edy Santosa dan Kusadiyuwono yang tidur di Rutan. Semuanya di luar rutan dan di ruangan ber-AC," protes Herman Kadir, kuasa hukum Edy Santosa.
Tidak ada di BAP
Menanggapi pemberitaan adanya sebagian dana yang dialirkan untuk kampanye mantan Pangliam TNI Jenderal (Purn) Wiranto sebagai calon presiden RI tahun 2004, Lubis menyatakan bahwa pernyataan Edy Santosa dalam tulisan tangan tersebut tidak terdapat dalam BAP.
"Boleh saja orang ngomong apa saja, tetapi dia tidak menyampaikannya pada penyidik," kata
Lubis.
Pernyataan tertulis yang dikeluarkan Edy Santosa di luar penyidikan dan tidak terdapat dalam BAP dianggap tidak sah.
Sedangkan Suyitno menyatakan, pernyataan Edy Santosa yang tidak dinyatakan dalam BAP tidak ada relevansinya.
Ketika didesak apakah itu tidak akan menjadi dasar pemeriksaan awal untuk mengetahui aliran dana Bank BNI, Suyitno menyatakan bahwa itu tidak ada dalam BAP.
Menurut Lubis, pemeriksaan terhadap Edy Santosa hanya berkisar masalah pengeluaran L/C, tidak pada aliran dananya. Aliran dananya nanti dilakukan pada pemeriksaan tahap berikutnya dengan menggunakan UU Money Laundring.
Suyitno menyatakan bahwa penyusunan BAP Edy Santosa belum lengkap. Masih ada kemungkinan penydik melakukan pemeriksaan lagi terkait dengan dana BNI yang dialirkan untuk kampanye Wiranto. (MAS)
Wiranto Bantah Terkait Kasus Bank BNI&bd;Jakarta, Kompas Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto membantah bahwa dirinya terkait dengan kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI). Ia juga menyatakan sama sekali tidak terlibat bisnis dengan tersangka pelaku pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun itu.
Bantahan itu disampaikan Wiranto secara tertulis kepada wartawan, menyusul pemberitaan sejumlah media mengenai hal itu. "Arah dan perkembangan berita-berita tersebut semakin jelas bertujuan mendiskreditkan sa ya sebagai salah satu peserta konvensi calon presiden pada Partai Golkar. Saya tidak tahu siapa yang bermain dengan berita tersebut," ungkap Wiranto, Kamis (19/11).
Edy Santoso, mantan Kepala Bagian Pelayanan Nasabah Luar Negeri pada Kantor Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, yang kini menjadi salah seorang tersangka dalam kasus itu, mengaku pernah bertemu Wiranto di Kemang, Jakarta Selatan. Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah pengusaha dan rekan usaha yang diduga sebagai pelaku pembobolan Bank BNI,
membahas rencana pencalonan Wiranto menjadi Presiden RI.
Dalam catatannya, Edy menyatakan, pada bulan April 2003, Adrian Herling Waworuntu dan Maria
Pauliene
Lumowa
(keduanya
pemilik
PT
Gramarindo
Mega
Indonesia)
mengundangnya untuk bertemu Wiranto di kawasan Kemang. Pertemuan tersebut, menurut catatan Edy, membahas rencana pencalonan Wiranto menjadi presiden pada Pemilu 2004.
Ketika itu, Wiranto menyatakan kesiapannya untuk maju dalam pemilihan presiden, tetapi tidak punya dana kampanye. Waworuntu dan Lumowa kemudian menyanggupi untuk menghimpun dana kampanye buat Wiranto.
Kuasa hukum Wiranto, Yan Juanda Saputra, menjelaskan bahwa Wiranto pernah bertemu dan menerima banyak tamu. Sehingga untuk memastikan apakah benar Wiranto pernah bertemu dengan Edy, Waworuntu, ataupun Lumowa, pihaknya akan memeriksa nama-nama tersebut pada buku tamu. "Kalau mencermati pemberitaan media massa, pertemuan dengan klien kami itu, kalaupun ada terjadi pada Maret 2003, sementara pembobolan Bank BNI terjadi sejak tahun 2002," kata Yan kepada wartawan di Kafe Klub 45, Jakarta Selatan, Kamis kemarin.
Wiranto pun menekankan bahwa dirinya tidak tahu-menahu mengenai masalah L/C fiktif yang digunakan membobol Bank BNI. "Saya akan mengambil tindakan hukum terhadap siapapun yang mencoba melibatkan saya dengan kasus ini," ujarnya.
Pada hari yang sama, kuasa hukum Wiranto, OC Kaligis dan Yan Juanda Saputra, telah melaporkan Edy Santoso dan Herman Kadir (kuasa hukum Edy) kepada polisi di Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri). Edy dan Herman dituduh telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wiranto. (LAM/NIC)
B. Rumusan Masalah
Dalam kasus korupsi di Indonesia, terkait dengan penelusuran aset dan pemulihan kerugian atas aset yang digelapkan atau disembunyikan oleh para koruptor, terdapat masalah-masalah yang diuraikan yaitu sebagai berikut: a.
Bagaimana penulis dapat mengidentifikasi kasus sesuai dengan landasan teori?
b.
Bagaimana penulis mengaitkan dan mengidentifikasikan hukuman apa yang akan diberikan dan diterapkan bagi para pelaku koruptor yang menyembunyikan atau menggelapkan aset mereka sesuai perundang-undangan di Indonesia?
c.
Bagaimana penulis dapat mengidentifikasikan dampak atas aset para pelaku yang berhasil diungkapkan atau ditemukan terhadap Pemerintah dan masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini, yaitu supaya penulis dan pembaca mengetahui dan mempelajari mengenai: Penelusuran aset dan pemulihan kerugian di Indonesia.Agar pembaca dan penulis bisa menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat mengetahui kasus yang disajikan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini, yaitu supaya penulis dan pembaca dapat menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan dalam bidang akuntansi forensic, khususnya tentang penelusuran aset dan pemulihan kerugian.
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan teori
Penelusuran Asset/Assets Terracing Penggelapan asset oleh frauder diretas dengan penelusuran dalam rangka
recovery/pemulihan kerugian. Penelusuran asset/asset terracing merupakan “suatu teknik yang digunakan oleh seorang investigator/auditor forensik dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan asset hasil perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang yang disembunyikan oleh pelaku untuk diidentifikasi, dihitung jumlahnya dan selanjutnya agar dapat dilakukan pemblokiran/pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian akibat pelaku TPK dan atau tindak pidana pencucian uang. Memperoleh bukti-bukti transaksi keuangan, dilakukan melalui penggeledahan yang diawali dengan permintaan informasi dan koordinasi dengan pihak terkait yang kompeten. Setelah penggeledahan menganalisis bukti dan wawancara dengan tersangka. Menyita bukti-bukti transaksi dan bukti yang tersimpan dalam perangkat lunak maupun perangkat keras komputer, bahkan bukti-bukti dalam bentuk digitalis. Penelusuran aset dapat dilakukan dengan banyak cara. Beberapa terlihat terlalu sederhana untuk seorang investigator. Pada kenyataannya cara yang sederhana dan relatif murah dengan upaya yang pantang menyerah justru akan memberikan hasil. Informasi mengenai aset yang disembunyikan dapat diperoleh dari sumber-sumber berikut : 1. Laporan Transaksi Keuangan yang mencurigakan dan Transaksi Keuangan Tunai yang dikirim penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK. Dari laporan tersebut didapatkan informasi yang bermanfaat untuk pembekuan rekening bank dan penelusuran lebih lanjut dari arus dana berikutnya.
2. Pihak PPATK juga mempunyai jaringan kerja sama dengan lembaga serupa di luar negeri, yang menjadi counterpart -nya dan pihak Interpol. Informasi dari dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk maksud penelusuran aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan tindak pidana pencucian uang.
3. Informasi lain adalah dari hasil penelitian dari orang-orang yang mengkhususkan diri dalam “perburuan harta haram” . Tulisan mereka merujuk pada referensi lain dan wawancara mereka dengan orang-orang yang sangat mengetahui, tetapi lebih suka identitas mereka tidak diungkapkan. Kelemahan informasi ini adalah kemungkinan ia menjadi basi ketika buku diterbitkan. Namun dalam hal aset tidak mudah dipindahkan secara fisik atau ganti nama, informasi ini bisa dimanfaatkan.
4. Ada bermacam-macam kantor pendaftaran yang informasinya terbuka untuk umum karena memang bermaksud melindungi kepentingan umum, yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi.
5. Khusus untuk penyelenggara negara, Keputusan Presi den Nomor 127 tahun 1999 mengatur tentang pembentukan komisi pemeriksa kekayaan penyelenggara negara dan sekretaris jenderal komisi pemeriksa kekayaan penyelenggara negara.
6. Pembocoran informasi oleh “orang dalam”. Alasannya bermacam-macam, mulai dari kekecewaan atau sakit hati dengan partner dagangnya, sampai harapan untuk memperoleh keringanan hukuman karena bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu kasus.
7. Persengketaan diantara anggota keluarga terkadang berakhir dengan pengungkapan harta yang disembunyikan. Pengungkapan tersebut terjadi ketika anggota keluarga membawa masalahnya ke pengadilan. Contohnya adalah ketika salah seorang petinggi pertamina mewariskan deposito yang ditempatkan di Bank Sumitomo cabang Singapura.
8. Mengetahui kebiasaan etnik tertentu akan sangat membantu penelusuran aset. Etnik perantau umumnya akan mengembalikan hasil jerih payah mereka ke kampung halaman, bisa membangun rumah, membeli tanah, membangun pabrik, dsb. Tingkah laku tersebut bisa diamati penyidik dengan dugaan bahwa ia membenahi dokumen kepemilikan tanah.
9. Psikologi manusia yang mendadak kaya, atau mendadak kaya dengan jalan pintas terlihat dari pola pengeluaran yang biasanya cenderung untuk menunujukkan bahwa ia kaya dan ingin diakui oleh orang sekitar, sehingga gaya hidup mereka cenderung mewah. Pola konsumsi mewah tersebut seharusnya merupakan tanda-tanda ada indikasi fraud.
10 .Kalau birokrat menyembunyikan harta hasil korupsi, bentuk hartanya adalah deposito dan uang tunai dalam bentuk valas, khususnya US dolar. Karena itu penggerebekan rumah dan di kantor pejabat yang menjadi tersangka kasus korupsi sering kali membawa hasil.
11. Kecapaian psikologis, usia lanjut, dan faktor-faktor lain dapat mendorong seseorang untuk menyerah. Untuk itu negara sering menjanjikan keringanan tertentu sebagai imbalan untuk mengungkapkan keberadaan dan penyerahan asetnya.
12. Lembaga-lembaga tertentu dapat melakukan covert operations untuk menelusuri aset tersembunyi.
PEMULIHAN KERUGIAN Pemulihan kerugian merupakan proses menguban aset yang sudah ditemukan lewat
penelusuran aset menjadi aset untuk diserahkan kepada pihak yang dimenangkan dalam penyelesaian sengketa. Proses ini, baik didalam maupun di luar negeri, antara lain meliputi penyelidikan atas bukti-bukti mengenai kepemilikan harta, pembekuan atau pemblokiran rekening di perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan penyitaan. Tuanakotta dalam bukunya Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemulihan kerugian adalah merupakan proses untuk mengubah aset yang sudah ditemukan lewat penelusuran aset, menjadi aset untuk diserahkan kepada pihak yang dimenangkan dalam penyelesaian sengketa. Proses ini bisa terjadi di dalam maupun di luar negeri, antara lain meliputi penyelidikan atas bukti-bukti mengenai kepemilikan harta, pembekuan atau pemblokiran rekening di perbankan dan lembaga keuangan lainnya serta pemblokiran. Dengan demikian dapat disimpulkan apabila terjadi tindak pidana pencucian uang ataupun tindak pidana korupsi dalam hal ini yang dirugikan negara, maka pemulihan kerugian akan diserahkan kepada negara.
Banyak pihak yang sependapat bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU)
lebih
efektif untuk memulihkan keuangan negara dalam hal pengembalian aset ( asset recovery), jika dibandingkan dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR). Alasannya karena UU PPTPPU menggunakan paradigma baru dalam penanganan tindak pidana, yaitu dengan pendekatan follow the money (menelusuri aliran uang) untuk mendeteksi TPPU dan tindak pidana lainnya. Dasar hukum pemulihan kerugian negara dari hasil penelusuran aset antara lain terdapat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU)
dan Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001). Dalam UU PPTPPU masalah pemulihan kerugian negara antara lain terdapat dalam pasal 3 dan 4 sebagai berikut: Pasal 3 Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
2
ayat
(1)
dengan
tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 4 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran aset. Selanjutnya aset hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana tadi milik negara, maka harta tersebut akan dikembalikan kepada negara. Penelusuran harta kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh
lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan transaksi tertentu kepada otoritas ( financial intelligence unit ) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik. Berdasarkan data tersebut penyidik akan menindaklanjuti data tersebut secara hukum sampai dengan aset tersebut jelas nilainya dan keberadaannya yang pada akhirnya dapat digunakan untuk penggantian kerugian kepada yang berhak. Sedangkan dasar hukum
penggantian kerugian negara dalam
Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001) yang diuraikan dalam Pasal 17 dan Pasal 18 sebagai berikut: Pasal 17 Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pasal 18 ayat (1) huruf b Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Maksud
diterapkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti adalah untuk
mengembalikan kerugian uang negara yang dikorupsi oleh pelakunya, sehingga dengan demikian keuangan negara diharapkan dapat dipulihkan, diselamatkan atau dikembalikan nilainya seperti dalam keadaan semula. Pasal 18 ayat (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Pasal 18 ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksirnum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
B. Identifikasi kasus (berdasarkan acuan teori)
Upaya asset recovery hasil korupsi yang berada di luar negeri menjadi salah satu fokus yang tengah menjadi perhatian pada lembaga-lembaga penegak hukum khususnya dalam strategi pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Besarnya jumlah uang hasil korupsi yang dilarikan ke luar negeri menjadi perhatian beberapa lembaga negara untuk bisa mengupayakan pengembaliannya sebagai salah satu langkah yang saat ini dinilai penting, sebab strategi pemberantasan korupsi juga termasuk upaya untuk mengembalikan aset hasil korupsi kepada negara bukan hanya menjerat tersangka atau memidanakan terdakwanya saja. Beberapa lembaga negara dan aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk mengembalikan aset sebagaimana diamanatkan baik oleh UU Tindak Pidana Korupsi, UU Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana, maupun UU khusus lainnya. Lembaga-lembaga tersebut antara lain: 1. Kejaksaan Agung, 2. Komisi Pemberantasan Korupsi, 3. Otoritas Pusat Kementerian Hukum dan HAM (Central Authority), 4. National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, dan 5. Kementerian Luar Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Direktorat Politik, Keamanan, dan Kewilayahan (Polkamwil). Lembaga-lembaga tersebut di atas memiliki tugas, pokok, dan fungsinya (Tupoksi) dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, khususnya aset yang berada di luar negeri. Melalui lembaga-lembaga tersebut, beberapa aset hasil korupsi yang berada di luar negeri sudah dapat dikembalikan ke dalam negeri baik melalui proses prosedural undang-undang yang berlaku (formal) maupun melalui proses diplomasi (informal).
Identifikasi dan Penulusuran ( I dentify and Trace) aset
Tahap identifikasi adalah investigasi awal yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan menilai bukti yang relevan, serta untuk mencari aset setiap dan semua yang
tersembunyi baik yang di dalam maupun di luar negeri. Pada fase ini, menurut Paku Utama10 “penyidik harus berkoordinasi dan bekerjasama dengan petugas dan penyidik dari luar negeri untuk secara diam-diam mengumpulkan bukti dan mengidentifikasi rekening tersangka sebelum pembekuan aset tersebut.” Proses pengumpulan data, bukti, dan informasi terkait dengan aset sangat penting. Sebab banyak negara menolak permohonan pengembalian aset dikarenakan ketidakjelasan jumlah aset yang akan dirampas dan terletak dimana saja aset tersebut. Penolakan fishing expedition oleh beberapa negara memang sangat beralasan, sebab aset hasil korupsi yang disimpan di luar negeri tentunya menjadi salah sumber perekonomian banyak negara. Keterlibatan banyak pihak dalam tindak pidana korupsi, menegaskan apa yang pernah diungkapkan John M. Darley,11 “ that the source of corrupt acts is those individuals who are corrupt and extract corruption from their followers”, sehingga dalam tahap identifikasi diperlukan berbegai sumber informasi dari banyak pihak terkait. Ketersediaan informasi dalam pengumpulan datadata dan bukti terkait dengan aset bisa diperoleh dari berbagai sumber, sebab hal aset dimungkinkan tersimpan pada banyak tempat. Menurut Arrosyid (2008) sebagaimana dikutip oleh Budi Santoso13 bahwa perolehan sumber-sumber. Melalui sumbersumber informasi tersebutlah aset-aset yang dicurigai ditelusuri lebih jauh, setelah diidentifikasi, penyidik harus membekukan aset dan rekening yang dicurigai untuk memastikan bahwa aset tersebut tidak berpindah tangan. Tentunya upaya ini membutuhkan koordinasi yang hati-hati dan intensif dengan pengadilan terkait dalam rangka untuk mengamankan dan memperlancar usaha kerjasama. Baru kemudian setelah badan terkait mengenyetujui upaya-upaya yang akan dilakukan, penyidik baru bisa beranjak ke tahapan dimana upaya pengembalian aset sebagai bentuk akhir penyelidikan.
Pengembalian atau Perampasan ( Repatriate)
Sebagaimana ditegaskan oleh Mardjono Reksodiptro (2009) yang dikutip oleh Eka Martiana Wulansari16 bahwa untuk dapat merampas kembali (recover ) aset yang disembunyikan para koruptor Indonesi di luar negeri diperlukan paling tidak 2 (dua) syarat utama, yaitu: (1) Indonesia harus mempunyai sistem peradilan yang jelas dan tegas melawan korupsi, dan (2) Indonesia harus mempunyai undang-undang yang
jelas untuk “merampas kembali” aset yang dicuri oleh para koruptor (baik yang disembunyikan di dalam negeri, maupun di luar negeri). Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan dari beberapa hasil wawancara, dapat dijelaskan secara singkat bahwa pemulihan aset hanya dapat terjadi dengan adanya saling kolaborasi yang peka antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dan antara korban (yurisdiksi yang meminta) dan daerah-daerah asing di mana aset curian berada (yurisdiksi yang menerima permintaan). Sebagai gambaran saja, pada tahun 2012, Tim Terpadu telah berhasil merampas aset hasil korupsi Adrian Herling Waworuntu sebesar Rp3.500.000.000,00. Selain aset Adrian tersebut, masih banyak aset-aset hasil korupsi lainnya yang masih berada di luar negeri. Besarnya aset yang dilarikan ke luar negeri cukup besar dan beragam, dan tersimpan bukan hanya pada satu negara saja melainkan beberapa negara. Paling tidak, ada beberapa kasus-kasus besar terbaru yang bisa dilacak asetnya sehingga hal ini tentunya memudahkan dalam proses perampasan aset.Jadi,pada kasus Adrian Woworunto tim penyidik berhasil menelusuri sejumlah aset milik si pelaku yang ia dapatkan kemudian ia sembunyikan di luar negeri dan tim penyidik berhasil mengambil atau menarik aset yang dimiliki oleh si pelaku guna mengembalikan aset tersebut ke kas negara. C. Pelanggaran yang dilakukan terhadap UU yang berlaku
Pasal 3 Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
2
ayat
(1)
dengan
tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 4 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran aset. Selanjutnya aset hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana tadi milik negara, maka harta tersebut akan dikembalikan kepada negara. Penelusuran harta kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan transaksi tertentu kepada otoritas ( financial intelligence unit ) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik. Berdasarkan data tersebut penyidik akan menindaklanjuti data tersebut secara hukum sampai dengan aset tersebut jelas nilainya dan keberadaannya yang pada akhirnya dapat digunakan untuk penggantian kerugian kepada yang berhak. Sedangkan dasar hukum
penggantian kerugian negara dalam
Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001) yang diuraikan dalam Pasal 17 dan Pasal 18 sebagai berikut: Pasal 17 Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pasal 18 ayat (1) huruf b Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Maksud
diterapkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti adalah untuk
mengembalikan kerugian uang negara yang dikorupsi oleh pelakunya, sehingga dengan demikian keuangan negara diharapkan dapat dipulihkan, diselamatkan atau dikembalikan nilainya seperti dalam keadaan semula. Pasal 18 ayat (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Pasal 18 ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksirnum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
D. Dampak terhadap Pemerintah dan masyarakat
Jadi penelusuran aset bisa menjadi awal untuk menemukan aset negara yang dilraikan atau digelapkan oleh para pelaku koruptor,ketika aset yang ditemukan dan disita kembali oleh pihak yang berwenang hal ini akan mempermudah pihak yang berwenang untuk menyelidiki kasus yang merugikan negara tersebut.Setelah aset ditemukan maka aset tersebut bisa dikembalikan kembali ke kas negara sehingga,mengembalikkan uang-uang negara yang sudah dicuri tersebut sehingga negara bisa mempersiapkan anggarananggaran yang akan dipakai guna mensejahterakan masyarakat. Jikalau aset-aset dari para koruptor tidak bisa di kembalikan atau dibekukan kembali oleh pihak negara maka akan mempersulit suatu negara untuk mempersiapkan anggarananggaran yang akan direncanakan oleh negara,alhasil negara harus meminjam uang dari negara-negara tetangga guna menyelsaikan proyek-proyek yang sudah di anggarkan dan direncanakan oleh negara,dan itu menyebabkan jumlah utang negara kepada pihak negara tetangga terus membengkak dan kesejahteraan masyarakat akan terus memburuk.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Penelusuran aset sangat diperlukan jika pelaku tindak pidana korupsi (TPK) atau pihak yang harus membayar tuntutan ganti rugi sengaja menolak membayar dan menyembunyikan hartanya sehingga tidak dapat dilakukan penyitaan. Pada kasus dimana pelaku mempunyai inisiatif untuk mengembalikan harta, maka penelusuran aset tidak diperlukan. Penelusuran aset diharapkan membawa penyelidik, penyidik, atau penuntut kepada informasi dimana harta itu disembunyikan. Pemulihan kerugian merupakan proses menguban aset yang sudah ditemukan lewat penelusuran aset menjadi aset untuk diserahkan kepada pihak yang dimenangkan dalam penyelesaian sengketa. Proses ini, baik didalam maupun di luar negeri, antara lain meliputi penyelidikan atas bukti-bukti mengenai kepemilikan harta, pembekuan atau pemblokiran rekening di perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan penyitaan Pada tahap identifikasi dan penelusuran, informasi perihal aset bisa diperoleh melalui sistem perbankan ( financial systems) maupun non-perbankan (non-financial systems) dimana tugas penyidik untuk menggali secara lengkap dan menyeluruh mengenai besarnya aset dan letak aset tersebut. Pada tahap perampasan atau pengembalian aset yang sebelumnnya dimulai dengan pembekuaan aset, didasarkan dari putusan hakim di Indonesia yang secara jelas dan terperinci menyebutkan besaran aset dan letaknya. SARAN
Daftar Literature (min 10)
http://www.kompalkampul.com/2013/05/adrian-waworuntu-koruptor-pembobol-bni.html https://id.scribd.com/document/242909050/Kelompok-11-tugas-Presentasi-penelusuranaset-dan-pemulihan-kerugian
Tuanakotta, Theodorus M. 2010: “ Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif .” Jakarta: Salemba Empat http://training-finance.blogspot.co.id/2015/06/penelusuran-aset-dan-langkah-langkah.html http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/konten/show/1028 Iskandar, Eka. S. 2008. Model Ideal Pengembalian Aset Hasil Korupsi.Artikel Hukum Online edisi
14
Agustus
2008.
ISSN
1979-9373.
Online
tersedia:
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/model-ideal-pengembablian-aset-hasil-korupsi/ Utama, Paku. 2008. Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama
Internasional .
Artikel
Online
tersedia:
http://hukumonline.com/berita/baca/hol19356/terobosan-unac-dalam-pengembalian-asetkorupsi-melalui-kerjasama-internasional