Penatalaksanaan Anafilaksis Deasy Fetarayani Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.Soetomo Surabaya
Topik • Pendahuluan • Patofisiologi • Gambaran Klinis • Diagnosis dan Diagnosis Banding • Pemeriksaan laboratorium • Tatalaksana • Prognosis • Pencegahan • Kesimpulan
Pendahuluan
Definisi anafilaksis • Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas sistemik berat dan mengancam jiwa • Reaksi ini dapat terjadi melalui mekanisme imunologis (baik IgE-‐dependent maupun IgE-‐ independent) atau nonimunologis • Istilah ‘reaksi anafilaktoid’ sudah mulai ditinggalkan & diganti dengan istilah ‘pseudoalergi’
Klasifikasi anafilaksis sesuai terminologi baru
Johansson SGO, et al. Revised nomenclature for allergy for global use: report of the nomenclature review committee of the World Allergy Organization, October 2003. J Allergy Clin Immunol 2004;113:832-‐836.
Insidensi & prevalensi anafilaksis • Insidensi & prevalensi anafilaksis sebenarnya di masyarakat tidak diketahui secara pasti • Prevalensi anafilaksis di dunia sekitar 0,05-‐2% • Di Thailand : insiden meningkat dari 2,6 menjadi 46 per 100.000 orang dalam waktu 10 tahun Techapornroong M, et al. Asian Pac J Allergy Immunol 2010:28:262-‐9
• Di Eropa : insiden berkisar 1,5 hingga 32 per 100.000 orang-‐tahun Calvani M, et al. Pediatr Allergy Immunol 2011;22:813-‐9 Vetander M, et al. Clin Exp Allergy 2012;42:568-‐77
Faktor-‐faktor yang mempengaruhi insiden dan keparahan anafilaksis Faktor Usia Jenis kelamin
Status sosioekonomi
Jalur paparan antigen Kesinambungan paparan antigen Atopi Lokasi geografik Penyakit penyerta
Efek Lebih sering pada dewasa daripada anak-‐anak. Pada usia lanjut terdapat peningkatan risiko fatalitas anafilaksis. Pada anak-‐anak (sampai usia 15 tahun) lebih sering didapatkan pada laki-‐laki. Setelah usia 15 tahun, lebih sering didapatkan pada perempuan. Setelah menopause, insiden kurang lebih sama antara laki-‐laki dan perempuan. Status sosioekonomi yang lebih tinggi terkait dengan peningkatan risiko anafilaksis (berdasarkan data angka penggunaan epinefrin di unit rawat jalan). Paparan melalui oral lebih jarang menimbulkan anafilaksis dan reaksi yang timbul lebih ringan dibandingkan paparan parenteral. Adanya jeda (interval) pada pemberian antigen merupakan predisposisi terjadinya anafilaksis. Atopi merupakan faktor risiko anafilaksis secara umum. Insidens atopi lebih tinggi pada penderita anafilaksis karena makanan, lateks, dan latihan fisik. Insidensi anafilaksis meningkat pada lokasi dengan paparan sinar matahari yang rendah, misalnya pada belahan bumi bagian utara. Asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit kardiovaskuler, mastositosis, dan penyakit sel mast klonal berhubungan dengan peningkatan risiko anafilaksis yang berat dan fatal.
Bahan-‐bahan yang sering dilaporkan menyebabkan anafilaksis Kategori Antibiotika Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Analgesik narkotik
Contoh Penisilin dan analognya, antibiotika β-‐laktam, sefalosporin, tetracycline, erythromycin. Salicylate, ibuprofen, indomethacin Morfin, kodein, meprobamat
Anastetik lokal
Procaine, lidocaine, cocaine
Anastetik umum
Thiopental
Obat pelemas otot Produk darah dan antisera Bahan diagnostik
Suxamethonium, tubocurarine, pancuronium Transfusi eritrosit, leukosit, trombosit; imunoglobulin; antitoksin difteri, tetanus, rabies; antibisa ular dan laba-‐laba Media radiokontras ionik,fluorescein
Makanan
Kacang-‐kacangan, kerang, ikan, susu, telur
Bisa sengatan serangga
Tawon, penyengat (wasps), lebah madu, semut api, kalajengking, ular
Enzim
Chymopapain, suplemen enzim pankreatik
Agen biologik
Cetuximab, infliximab, omalizumab
Ekstrak alergen pada imunoterapi
Ekstrak bisa sengat serangga, makanan, serbuk sari(pollen)
Obat kemoterapi
Cisplatin, cyclophosphamide, daunorubicin, methotrexate
Insulin
Insulin dari babi, sapi, dan manusia
Obat-‐obat lain
Protamine, chlorpropramide, preparat besi parenteral, iodida, diuretika thiazide
Patofisiologi
Klasifikasi patofisiologi anafilaksis Mekanisme Imunologis, IgE-‐dependent
Imunologis, IgE-‐independent
Non-‐imunologis
Idiopatik
Contoh Makanan Obat-‐obatan Gigitan dan sengatan serangga Aktivitas fisik (food dependent) Penyebab lain Kompleks imun IgG anti-‐IgA Sitotoksik Abnormalitas metabolisme asam arakidonat Aspirin OAINS lain Aktivasi sistem kontak kallikrein-‐kinin Membran dialisis Media radiokontras Pengerahan multimediator Komplemen Pembekuan Lisis klot Sistem kontak kallikrein-‐kinin Penyebab lain Degranulasi sel mast dan basofil secara langsung Obat-‐obatan, misalnya opiat, vankomisin Faktor fisik, misalnya suhu dingin, sinar matahari Latihan fisik Mutasi c-‐kit (D816V) Penyebab lain
Mekanisme reaksi hipersensitifitas tipe I (immediate hypersensitivity) First exposure to allergen
Activation of mast cells : release of mediators
Repeated exposure to allergen
Allergen
B cell
TH2 cell
IgE-secretine B cell
Activation of TH2 cells and stimulation of IgE class s witching in B cells
Mediators
Vasoactive amines, lipid mediators IgE
FcεRI
Mast cell
Production of IgE
Cytokines
Binding of IgE to FcεRI on mast cells
Immediate hypersensitivity reaction (minutes after repeated exposure to allergen)
Late-phase reaction (2-4 hrs after repeated exposure to allergen)
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology, 8th ed, 2 015
Efek biologis mediator reaksi hipersensitifitas tipe I Vascular leak Biogenic amines (e.g., histamines)
Bronchoconstriction
Lipid mediators (e.g., PAF, PGD2, LTC4) Intestinal hypermotility Activated mast cell (or basophil)
Cytokines (e.g., TNF) Lipid mediators (e.g., PAF, PGD2, LTC4)
Inflammation
Enzymes (e.g., tryptase) Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology, 8th ed, 2 015
Tissue damage
Mediator yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil pada anafilaksis Mediator Metabolit Asam Arakidonat Cysteinyl leukotriene Prostaglandin Platelet-‐activating factor Kemokin IL-‐8 MIP-‐1α Sitokin GM-‐CSF IL-‐3, IL-‐4, IL-‐5, IL-‐6, IL-‐10, IL-‐13 Protease Chymase Tryptase Proteoglikan Condroitin sulfat Heparin Lain-‐lain Histamin Nitric oxide
Efek
Bronkokonstriksi, vasokonstriksi koroner, peningkatan permeabilitas vaskuler, hipersekresi mukus, pengerahan dan aktivasi eosinofil
Kemotaksis neutrofil, pengerahan sel inflamasi, aktivasi NADPH oksidase
Aktivasi dan kemotaksis eosinofil, pengerahan dan aktivasi sel inflamasi, induksi ekspresi reseptor IgE, induksi apoptosis Pemecahan protein komplemen dan neuropeptida, kemoatraktan sel inflamasi, konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, aktivasi protease-‐ activated receptor-‐2 Antikoagulasi, inhibisi komplemen, kemoatraktan eosinofil, aktivasi kinin
Vasodilatasi, kontraksi otot polos gastrointestinal dan bronkial, hipersekresi mukus Vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler
Gambaran Klinis
Manifestasi anafilaksis (1) • Bervariasi dalam hal awal mula timbulnya gejala maupun perjalanan klinisnya • Organ sasaran yang terlibat : – kulit (80%-‐90%) – saluran nafas (70%) – saluran gastrointestinal (30%-‐45%) – sistem kardiovaskuler (10%-‐45%) – sistem susunan saraf pusat (10%-‐15%)
Manifestasi anafilaksis (2) • Anafilaksis fase lambat (reaksi bifasik) : – Munculnya kembali gejala setelah remisi spontan maupun dengan pengobatan – Sebagian besar gejala muncul kembali dalam 8 jam pertama setelah resolusi reaksi awal (beberapa laporan dalam 24-‐72 jam)
Ellis AK, & Day JH. CMAJ 2003;169:307-‐312
Manifestasi anafilaksis (3) • Anafilaksis ‘protracted ’ : – reaksi anafilaksis yang berat (berupa disfungsi pernafasan atau syok anafilaktik) – berlangsung hingga 5-‐32 jam – sering resisten terhadap pengobatan
Gejala dan tanda anafilaksis Susunan saraf pusat Pusing, disorientasi, pingsan, kejang, penurunan kesadaran Mata Pruritus, lakrimasi, perdarahan konjungtiva Hidung Pruritus, hidung buntu, bersin-‐bersin rhinorrhea Saluran nafas atas Suara parau atau hilang, stridor, edema laring atau orofaring, batuk, sesak nafas Kardiovaskuler Takikardia, aritmia, nyeri dada, iskemia miokard, syok, cardiac arrest Saluran nafas bawah Perasaan dada terhimpit, sesak nafas, sianosis, takipnea, penggunaan otot bantu nafas, bronkospasme, wheezing, respiratory arrest Kulit Rasa kesemutan dan panas, flushing, eritema, pruritus, urtikaria, angioedema Gastrointestinal Mual-‐muntah, nyeri abdomen, diare, perdarahan rektal
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Kriteria klinis diagnosis anafilaksis Anafilaksis sangat mungkin bila salah satu dari tiga kriteria berikut terpenuhi : 1.
Kondisi sakit dengan onset akut (beberapa menit sampai dengan beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misalnya urtikaria generalisata, gatal, flushing, edema bibir-‐lidah-‐uvula)
DAN SETIDAKNYA SATU DARI HAL BERIKUT : A. Gangguan saluran nafas ( misalnya dispnea, wheezing, bronkospasme, stridor, penurunan peak expiratory flow[PEF], hipoksemia) B. Penurunan tekanan darah atau gejala terkait disfungsi organ target (misalnya hipotonia atau kolaps, pingsan atau syncope, inkontinensia) ATAU 2. A.
Dua atau lebih dari hal berikut yang terjadi segera setelah paparan terhadap bahan yang sangat mungkin merupakan alergena untuk penderita tersebut (beberapa menit sampai dengan beberapa jam sebelumnya) Keterlibatan kulit-‐jaringan mukosa (misalnya urtikaria generalisata, gatal, flushing, edema bibir-‐lidah-‐uvula)
B.
Gangguan saluran nafas (misalnya dispnea, wheezing, bronkospasme, stridor, penurunan PEF, hipoksemia)
C.
Penurunan tekanan darah atau gejala terkait disfungsi organ target (misalnya hipotonia atau kolaps, syncope, inkontinensia) Gejala gastrointestinal persisten (misalnya nyeri kram abdomen, muntah)
D.
ATAU 3. A. B.
Penurunan tekanan darah setelah paparan terhadap alergen yang diketahuib untuk penderita tersebut (beberapa menit sampai dengan beberapa jam sebelumnya) Bayi dan anak-‐anak : tekanan darah sistolik rendah ( tergantung usia) atau penurunan tekanan darah sistolik > 30% Dewasa : tekanan darah sistolik < 90 mHg atau penurunan > 30% dari nilai awal (baseline). Simons F ER, et al. World Allergy Organization guidelines for the assessment and m anagement of anaphylaxis 2011. WAO Journal 2011; 4(2): 13-‐37.
Diagnosis banding • • • • • • • •
Reaksi vasovagal Infark miokard Hipoglikemia Emboli paru Angioedema herediter Sindroma Munchausen Reaksi histeris Sindroma karsinoid
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar triptase serum • meningkat pada penderita anafilaksis dan mastositosis sistemik • Kadar puncak dicapai pada 60 -‐ 90 menit setelah gejala awal muncul dan bertahan hingga 5-‐24 jam • Waktu optimal untuk pemeriksaan kadar tryptase serum adalah antara 1 -‐ 2 jam setelah awal mula gejala
Kadar histamin • Kadar histamin dalam plasma é dalam 5 -‐ 10 menit setelah gejala awal & menetap selama 30 -‐ 60 menit è tidak banyak membantu bila penderita datang > 1 jam setelah onset • Kadar histamin & metabolitnya (N-‐ methylhistamine) dalam urine é sampai dengan 24 jam setelah onset & dapat diukur dalam urine tampung 24 jam secara akurat
Tatalaksana
Tatalaksana dasar • Setiap institusi pelayanan kesehatan selayaknya mempunyai protokol tertulis tentang kegawatdaruratan (pengenalan, diagnosis & tatalaksana anafilaksis) • Melakukan latihan protokol tersebut secara teratur • Semua tenaga medis selalu dalam keadaan siap sedia untuk menghadapi & menangani kasus anafilaksis sesuai protokol
Langkah-‐langkah tatalaksana dasar (1) 1. Sebisa mungkin hentikan paparan terhadap pencetus, misalnya hentikan obat intravena yang mungkin mencetuskan gejala anafilaksis 2. Lakukan evaluasi sirkulasi, jalan nafas, pernafasan, status kesadaran, kulit dan berat badan (berkaitan dengan dosis obat-‐obatan yang akan digunakan)
Langkah-‐langkah tatalaksana dasar (2) • Secara cepat dan simultan, lakukan langkah 3, 4, & 5. 3. Mintalah pertolongan tim resusitasi rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat terdekat 4. Injeksi larutan epinefrin (adrenalin) 1:1000 (1 mg/mL) IM pada mid-‐anterolateral paha (otot Vastus lateralis) dosis 0,01 mg/kg BB (dosis maksimum dewasa 0,5 mg) è Catat waktu pemberian & dapat diulang tiap 5-‐15 menit bila diperlukan. Langkah ini merupakan terapi lini pertama 5. Letakkan penderita pada posisi berbaring atau pada posisi yang nyaman bila ada gangguan pernafasan &/atau muntah, tinggikan ekstremitas bawah
Langkah-‐langkah tatalaksana dasar (3) 6. Berikan oksigen dengan aliran 6-‐8 Lpm dengan masker atau melalui jalur orofaringeal bila ada indikasi 7. Pasang jalur intravena, jarum atau kateter kanula 14-‐16 G. Bila ada indikasi, berikan 1-‐2 L NaCl 0,9% secara cepat (misalnya 5-‐10 mL/kg pada 5-‐10 menit pertama) 8. Bila ada indikasi setiap saat, lakukan resusitasi kardiopulmoner dengan kompresi dada kontinyu (100-‐120 pijatan/menit dengan kedalaman 5-‐6 cm) 9. Monitor tekanan darah, denyut dan fungsi jantung, status respirasi dan oksigenasi secara teratur Simons F ER, et al. World Allergy Organization guidelines for the assessment and m anagement of anaphylaxis 2011. WAO Journal 2011; 4(2): 13-‐37.
Terapi lini kedua • Antihistamin H1 (misalnya chlorpherinamine 10 mg atau dipenhydramine 25-‐50 mg infus intravena dalam 10-‐15 menit, cetirizin oral). • Agonis β2, misalnya larutan salbutamol (albuterol) diberikan dengan nebulizer & masker. • Kortikosteroid, misalnya hydrocortisone 200 mg atau methylprednisolone 50-‐100 mg infus intravena, prednisolone atau prednisone oral. • Antihistamin H2, misalnya ranitidin 50 mg infus intravena.
Prognosis
Prognosis • Sangat tergantung pada pengenalan dini gejala dan tanda anafilaksis serta kecepatan pemberian terapi yang sesuai • Kematian sering disebabkan oleh karena keterlambatan dalam memberikan pertolongan
Pencegahan
Pencegahan anafilaksis berulang di kemudian hari
Simons F ER, et al. World Allergy Organization guidelines for the assessment and m anagement of anaphylaxis 2011. WAO Journal 2011; 4(2): 13-‐37.
Sebelum memberikan obat-‐obatan (1) • Dokter harus mencatat secara teliti adanya riwayat atopi, riwayat alergi obat sebelumnya, jenis obat yang menimbulkan reaksi alergi, manifestasi alergi yang terjadi, & jenis obat yang dipergunakan oleh penderita saat ini • Pada penderita yang memiliki riwayat alergi, pemberian obat harus dilakukan secara hati-‐hati. Bila memungkinkan, lebih baik obat diberikan secara oral daripada secara parenteral
Sebelum memberikan obat-‐obatan (2) • Hindari pemakaian obat secara intermiten. Beritahu penderita tentang kemungkinan reaksi yang terjadi pada setiap pemakaian obat-‐obatan. • Sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat di setiap sarana pelayanan kesehatan (termasuk di tempat praktek pribadi) • Kenali tanda dini reaksi alergi obat, & segera hentikan obat bila terjadi reaksi. Bila diperlukan pemberian obat secara parenteral, penderita harus diobservasi selama 20-‐30 menit setelah injeksi
Kesimpulan
Kesimpulan • Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas sistemik berat dan mengancam jiwa • Manifestasi anafilaksis bervariasi • Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan gejala klinis • Epinefrin merupakan terapi lini pertama • Tantangan bagi para dokter adalah mengenali dengan cepat tanda dan gejala anafilaksis, serta dengan cepat memberikan terapi yang tepat • Pencegahan terhadap berulangnya kejadian anafilaksis merupakan salah satu kunci tatalaksana jangka panjang