BAB I PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
I.I Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Faktor fisiologi yang berpengaruh terhadap tajam penglihatan :
-
Media refraksi : kornea, humor aquous, lensa, korpus vitreus
-
Sel – Sel – sel sel fotoreseptor dan sensitifitas fotoreseptor
-
Makula
Tujuan :
Untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata 1. Optotip Snelen Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk menghadap optotipe Senllen dengan jarak 6m
-
Pasang trial frame pada mata
-
Satu mata ditutup dengan occuler. Biasanya yang diperiksa mata kanan terlebih dhulu
-
Pasien diminta membaca huruf pada optotip Snellen dimulai dari huruf yang terbesar sampai ke huruf yang terkecil pada baris – baris – baris baris selanjutnya yang masih dapat terbaca
Menilai hasil pemeriksaan :
1. Tajam penglihatan dicatat sebagai AV OD (acuity visual ocular dextra) / UVA ( uncorrected visual acuity) untuk tajam penglihatan mata kanan AV OS / UVS untuk mata kiri. 2. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris dengan tanda 6, dikatakan tajam penglihatan 6/6. 3. Bila dalam membaca huruf terdapat kesalahan menyebut 2 huruf maka ditulis 6/6 false 2 (F2)
4. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris tan 30, dikatakan tajam penglihatan adalah 6/30 tapa koreksi (sine correction / SC). 5. Bila Pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari.
2. Uji Hitung Jari Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk
-
Mata diperiksa satu persatu
-
Pasien diminta untuk menghitung jumlah jari dari pemeriksa yang dimulai dari jarak 5 m hingga jarak terdekat 1m dengan pasien
Hasil Pemeriksaan :
-
Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung jumlahnya tanpa salah pada jarak 3 m maka tajam penglihatan pasien adalah 3/60
-
Bila pasien tetap tidak bias melihat dan menghitung jari hingga jarak 1 m maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji lambaian tangan
3. Uji Lambaian Tangan
Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk
-
Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1 m
-
Mata diperiksa satu persatu
-
Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak 1 m dengan pasien dan pasien diminta menyebutkan arah lambaian keatas - kebawah atau kekanan – kekanan – kekiri kekiri
4. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris tan 30, dikatakan tajam penglihatan adalah 6/30 tapa koreksi (sine correction / SC). 5. Bila Pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari.
2. Uji Hitung Jari Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk
-
Mata diperiksa satu persatu
-
Pasien diminta untuk menghitung jumlah jari dari pemeriksa yang dimulai dari jarak 5 m hingga jarak terdekat 1m dengan pasien
Hasil Pemeriksaan :
-
Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung jumlahnya tanpa salah pada jarak 3 m maka tajam penglihatan pasien adalah 3/60
-
Bila pasien tetap tidak bias melihat dan menghitung jari hingga jarak 1 m maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji lambaian tangan
3. Uji Lambaian Tangan
Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk
-
Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1 m
-
Mata diperiksa satu persatu
-
Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak 1 m dengan pasien dan pasien diminta menyebutkan arah lambaian keatas - kebawah atau kekanan – kekanan – kekiri kekiri
Hasil Pemeriksaan :
-
Bila Pasien dapat melihat lambaian tangan dan dapat menentukan arah lambaian tangan, maka visusnya adalah 1/ 300 proyeksi baik (1/ 300 PB)
-
Bila dengan uji lambaian tangan, pasien masih belum bias melihat maka dilanjutkan dengan pemeriksaan proyeksi sinar.
4. Uji Proyeksi Sinar Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien duduk
-
Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1m
-
Mata diperiksa satu persatu
-
Senter diarahkan kedepan mata pasien yang akan diperiksa dan pasien diminta menyatakan melihat sinar atau tidak serta menyatakan arah datangnya sinar.
Hasil Pemeriksaan :
-
Bila Pasien dapat melihat sinar maka visusnya 1/ ~ dan bila mampu menyatakan arah datangnya sinar dengan baik, maka visusnya 1/ ~ dengan proyeksi baik.
-
Bila Pasien tetap tidak dapat melihat sinar maka visusnya adalah 0 atau No light perception / NLP ( buta total )
5. UJi Lubang Kecil ( Pin Hole Test)
Tujuan :
-
Untuk menentuka adanya kelainan refraksi
-
Bila setelah pemakaian pin hole belum didapatkan perbaikan tajam penglohatan, maka dapat dipikirkan kemungkinan penurunan tajam penglihatan karena kelainan media rekraksi atau kelainan macula / saraf optic
Dasar :
Pinhole berfungsi untuk memperkecil diameter pupil sehingga menambah depth of focus, obyek tetap berada dalam focus dan blurr circle pada retina dapat dikurangi Teknik Pemeriksaan :
-
Pasien diminta duduk menghadap optotipe Snellen dengan jarak 6 m.
-
Pasien diminta membaca huruf optotipe snellen sampai baris terakhir yang masih dapat terbaca
-
Kemudian pada mata tersebut dipasang lempeng pin hole
-
Pasien diminta melanjutkan membaca kembali huruf optotipe snellen pada baris terakhir yang masih dapat terbaca sebelum dipasang lempeng pin hole.
Hasil Pemeriksaan :
-
Bila tidak didapatkan kemajuan atau ada kemajuan baris baca, tapi tajam penglihatan tidak mencapai 6/6, maka kemungkinannya adalah :
-
o
Kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi penuh
o
Kelainan pada media refraksi
o
Kelainan macula/ saraf optic
Bila baris baca dapat maju lebih baik dibandingkan sebelum memakai pinhole dan dapat mencapai 6/6 artinya terdapat kelainan refraksi.
-
Bila setelah dilakukan pemeriksaan dengan [pinhole ada kemajuan baris baca yaitu tajam penglihatan mencapai 6/6, maka pemeriksaan koreksi tajam penglihatan dilanjutkan dengan menggunakan trial lens secara bertahap dengan melepas lempeng pin hole.
BAB II KELAINAN REFRAKSI
2.1 Definisi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidakmelakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
1
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata 1
sehingga menghasilkan bayangan kabur.
Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang sumbu bola mata 2
dengan anomali/ kelainan refraksi.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.
1
2.1.1 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan 1
tidak akan 100% atau 6/6.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.
1
2.1.2 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.
1
Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti: omodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil
bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga 1
nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.
Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka
mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada 1
keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.
Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaranpada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untukmelihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukanlensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.
1
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.
1
2.1.3 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat.
1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau 1
astigmatisme.
2.2 MIOPIA 2.2.1 Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh
kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia. Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat (lebih dari -10 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik 1
sesudah dikoreksi. Keterangan:
Mata dengan sferis -2.75 visus menjadi 6/7.5 Mata dengan sferis -3.00 visus menjadi 6/6 Mata dengan sferis -3.25 visus tetap 6/6, akibat mata berakomodasi ringan Mata denga sferis -3.50 visus menjadi 6/7.5 Pada mata ini diberi kaca mata sferis -3.00 karena mata melihat jelas tanpa akomodasi Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling 1
ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
2.2.2 Klasifikasi Etiologi
1. Axial miopi: Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini penyebab yang paling banyak. 2. Kurvatural miopi Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa. 3. Positional miopi Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior. 4. Index myopia Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear sclerosis. 5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan. Variasi Klinis miopi: 1. Miopia Kongenital Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral. Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital sangat perlu dikoreksi lebih awal. 2. Miopi simplek Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat 2 % pada usia 5
tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”school Myopia”. Etiologi Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik. a. Tipe axial Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak. b. Tipe kurvatural Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti. c. Genetik Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan faktor resiko; - Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20 % - Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya menderita miopi sekitar 10%. - Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak sekitar 5 %. d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat. Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti secara pasti. Gejala Klinis Gejala Subjektif: -
Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
-
Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
-
Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang tua.
Gejala Objektif: - bola mata yang besar danmenonjol. -
Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
-
Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.
-
Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
( Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive ophtamology, fourth edition. New Age international, New Delhi) 3. Miopi patologis/ degeneratif Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata. Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial
bola mata banyak teori yang
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter dan 3
pertumbuhan bola mata. 1. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopi yang bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa cina, arab dan jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa negro dan sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan 3
miopi.
2. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses
pertumbuhan
ini
merupakan
faktor
minor
pada
perkembangan
Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya
sepanjamg
miopi, masa
pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang terjadi 3
saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopi.
Gejala Klinis Gejala subjektif : -
Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan miopi simplek.
-
Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
-
Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.
Gejala objektif : a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada 1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia
2. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
3. Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.
4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut 1
sebagai fundus tigroid.
2.2.3
Pemeriksaan
Teknik :
-
Pasien duduk menghadap optotipe snellen pada jarak 6m
-
Dipasang trial frame dengan satu mata dibuka untuk diperiksa, sedangakan mata lainnya dipasang occuler
-
Pasien diminta membaca huruf / angka pada optotipe snellen sampai baris yang masih dapat dibaca tanpa kesalahan
-
Bila terdapat kesalahan baca kurang dari 2 angka / huruf masih dapat dilanjutkan pada baris berikutnya
-
Bila pada baris tertentu tidak dapat dibaca / tidak jelas terlihat maka dipasang lensa spheris negatif yang sesuai dan pasien diminta membaca ulang baris yang tidak terbaca sebelumnya
-
Bila pasien masih belum jelas juga membaca, maka dapat ditambahkan lensa spheris sedikit demi sedikit ( penambahan dimulai dari S -0,25) sampai huruf atau / angka dapat terbaca tanpa kesalahan pada tajam penglihatan 6/6.
Hasil pemeriksaan : -
Bila dengan S -1.50 dicapai tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S -1.75 dicapai penglihatan 6/6 F2, sedangkan dengan S -2.00 dicapai tajam penglihatan 6/7,5 maka pada keadaan ini ukuran besar lensa kacamata yang dipilih untuk diberikan kepada pasien adalah S -1.50
2.2.4 Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Kaca Mata
Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.
. Koreksi pada Mata Miopi Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan( pencegahan ). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti ( fakta ) ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif. Ada beberapa ahli bedah yang memprosedurkan pembentukan kornea dengan merubah titik fokus di depan retina. Radial keratotomy adalah salah satu cara yang populer akhirakhir ini, salah satunya debgan menggunakan LASIK, yaitu sejenis laser yang digunakan 5
untuk pembentukan kornea mata.
Seorang dengan myopia, diberi lensa ( S - ) yang terkecil. ( S- ) diberikan agar tanpa akomodasi, penderita miopia dapat melihat dengan baik. Hal ini juga ditujukan terhadap 4
kelainan refraksinya dengan lensa sferis negatif yang sesuai. b. Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada 6
penderita miopia.
c. Terapi Pembedahan 4
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang. Kelemahannya: Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
2. Photorefractive Keratectomy (PRK) Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral 4
kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK ba gus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri. Kelemahan PRK: -
Penyembuhan postoperatif yang lambat
-
Keterlambatan
penyembuhan
epitel
menyebabkan
keterlambatan
pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu. -
Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
-
PRK lebih mahal dibanding RK
4
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron
dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri. Kriteria pasien untuk LASIK -
Umur lebih dari 20 tahun.
-
Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
-
Motivasi pasien
-
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi absolut LASIK.
Keuntungan LASIK -
Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
-
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
-
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah operasi,
-
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
-
Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri. Kekurangan LASIK
-
LASIK jauh lebih mahal
-
Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
-
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
2.2.5 Komplikasi : 1
Penyulit :
1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus 2) Pendarahan badan kaca 3) Ablasi retina. Miopia mungkin dapat diatasi dengan menggunakan kontak lensa tetapi penggunaan kontak lensa tersebut bisa menyebabkan borok pada kornea dan infeksi. Selain kontak lensa, laser juga digunakan untuk pembentukan/ koreksi penglihatan yang akhir-akhir ini banyak digunakan. Tetepi penggunaan laser ini juga bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata. Walaupun jarang, orang-orang penderita myopia ini sering mengalami degenerasi ( proses 5
kemunduran ) retina. 2.2.6 Pencegahan
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan menonton tv dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.
7
Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini melaporkan bahwa ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan atau perbaikan pada penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga terdapat
dalam
pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami kesulitan dan juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa grup kontrol cukup 7
menutupi kekurangan tersebut. 2.3 HIPERMETROPIA
2.3.1 Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang 1
retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan 8
masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan lensa positif:
2.3.2Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan: a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina 2.3.3Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
1
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas: -
Hipermetropia
absolut,
dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini. -
Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun kacamata positif. b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.
1
2.3.4 Patofisiologi
- hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pen dek dari normal - hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal - hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal
1
2.3.5 Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif - Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun - Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang - Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat - Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll - Mata sensitif terhadap sinar - Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
- Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula
4
b. Gejala Obyektif
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot – otot akomodasi di corpus ciliare. - Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu t rias dari saraf parasympatik N III. - Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis). - Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II. -
Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.
4
2.3.6 Pemeriksaan 2.3.6.1 Refraksi Subyektif a. Alat
- Kartu Snellen. - Bingkai percobaan. - Sebuah set lensa coba.
4
b.Teknik
- Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter. - Pada mata dipasang bingkai percobaan. - Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata kanan. - Penderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca. - Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan – lahan dan disuruh membaca huruf – huruf pada baris yang lebih bawah.
- Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf – huruf pada baris 6/6. - Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf – huruf di atas. - Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
4
c. Nilai
Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat hipermetropia yang diperiksa S +2.25 dan kacamata dengan ukuran ini diberikan pada penderita. Padapenderita hipermetropia selama diberikan lensaa sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
4
2.3.6.2 Refraksi Obyektif a.Retinoskop
Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi b.Autorefraktometer
9
2.3.7 Penatalaksanaan 1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik 2. Lensa kontak
untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi
10
2.3.8 Komplikasi
- Glaukoma sudut tertutup - Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D - Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan 10
penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.
2.4 ASTIGMATISMA 2.4.1 Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.
11
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat 11
yang ringan.
2.4.2 Etiologi
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau-jari jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.
10,11 2
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.
Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar 0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 11
tahun.
2.4.3 Jenis Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler Astigmatisma
regular
merupakan
astigmatisma
yang
memperlihatkan
kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk 10,11
garis, lonjong atau lingkaran.
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
11
Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan
yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
Gambar 1. Simple myopic astigmatism
Gambar 2. Simple hypermetropic astigmatism b.
Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.
Gambar 3. Compound miopic astigmatism c.
Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu 11
arah dan miop pada yang lainnya.
Gambar 4. Mixed Astigmatism Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering 11
pada orang tua.
2. Astigmatisma irregular Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian 10,11
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat 11
kelainan pembiasan. 2.4.4 Gejala Klinis
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: 1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik 2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata 3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat 4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi) 5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
10,11,12
6. Sakit kepala 7. Mata tegang dan pegal 8. Mata dan fisik lelah 9. Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.
2.4.5 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa kelainan refraksi miopia 2,10,11
atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif 2,11
untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah 2,11
piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk 11
mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.
Gambar 5. Kipas Astigmat
Gambar 6.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido 2.4.6 Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Teknik :
-
Pasien duduk menghadap optotipe snellen pada jarak 6 meter.
-
Pada mata dipasang trial frame.
-
Satu mata ditutup dengan occuler.
-
Mata yang terbuka diperiksa terlebih dahulu dengan lensa spheris - / + sampai ketajaman penglihatan terbaik
-
Apabila belum tercapai tajam penglihatan 6/6, maka pada mata yang diperiksa dilanjutkan dengan pemerikaan pinhole test, sedangkan mata yang lain tetap ditutup.
-
Apabila pada mata astigmat diperoleh hasil tajam penglihatan 6/6 dengan pin hole, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan terlebih dahulu mencabut pin hole, kemudian menggantinya dengan spheris + 3D bertujuan untuk fogging / pengaburan.
-
Kemudian pasien diminta untuk melihat gambar kipas astigmat dan menyatakan tulang kipas yang paling jelas terlihat lebih hitam untuk menentukan axis lensa silinsris. Contoh : tulang kipas menunjukkan arah 60o maka axis adalah garis tergak lurus terhadap sudut 60o, jadi 150o.
-
Bila dengan lensa spheris + 3D, pasien tidak dapat melihat tulang kipas dengan jelas, maka lensa spheris + 3D diturunkan sampai tulang kipas terlihat jelas.
-
Kemudian lensa spheris +3D dicabut dan diganti dengan lensa silindris – dengan kekuatan / power paling rendah (C – 0.25) dan diletakkan pada trial frame degnan axis yang sesuai.
-
Setelah posisi lensa silindris tepat pada axisnya maka pasien diminta mulai membaca pada optotipe senellen pada baris baca dengan ketajaman penglohatan terbaik sebelumnya. Bila pasien mengeluh kabur, maka powewr silindris ditingkatkan sedikit demi sedikit menjadi jelas hingga seterusnya sampai pasien mendapatkan tajam penglihatan terbaik atau sampai mencapai 6/6
-
Kemudian bila kedua mata telah dikoreksi, pasien diminta membaca dengan trial lans hasil koreksi dan dinyatakn apakah terasa berat atau adakah keluhan pusing.
-
Bila tidak ada keluhan dan pasien merasa nyaman, berarti sudah didapatkan hasil yang terbaik. Namun bila pasien meras pusing, maka dilakukan pemeriksaan ulang dengan mengurangi power spheris sedikit demi sedikit pada pasien spherocilinder. Sedangkan pada pasien astigmat simpleks, maka power silindris dikurangi sedikit demi sedkit dengan axis tetap
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata 10
silinder, lensa kontak atau pembedahan. 1.
Kacamata Silinder Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder 10,11
positif sumbu vertikal (60-120 derajat).
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hu kum Jawal, yaitu : a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D. b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan 10,11
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D. 2.
Lensa Kontak Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid , yang dapat menetralisasi astigmat 2,11
yang terjadi di permukaan kornea. 3.
Pembedahan Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
11
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur kornea. b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea. c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.5 PRESBIOPIA 2.5.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya 3
umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.
1
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.
Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.
1
2.5.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: -
Kelemahan otot akomodasi
-
Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
2.5.3 Patofisiologi
1
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
1
2.5.4Gejala Klinis o
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas.
o
Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
o
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
o
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya.
1
2.5.5 Pemeriksaan a. Alat
- Kartu Snellen - Kartu baca dekat - Seuah set lensa coba 4
- Bingkai percobaan b. Teknik
- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat) - Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca) - Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat - Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan 4
- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu