Proses Ventilasi Pernapasan dan Kelainannya Sistem respirasi berfungsi dalam menyediakan oksigen dari luar tubuh untuk sel dan membuang produksi karbondioksida oleh sel ke luar tubuh. Penyediaan oksigen dan pembuangan karbondioksida merupakan fungsi vital bagi kehidupan sehingga perlu dijaga keseimbangannya. Proses respirasi berlangsung beberapa beberapa tahap, ta hap, yaitu: 1. Ventilasi, yaitu proses pergerakan udara keluar masuk paru-paru 2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan dara h (pernapasan eksternal) 3. Transportasi gas melalui darah 4. Pertukaran gas a ntara darah dengan sel-sel jaringan (pernapasan internal) 5. Metabolisme penggunaan O2 di da lam sel serta pembuangan CO2 (pernapasan seluler) VENTILASI Ventilasi merupakan proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Proses ini berfungsi untuk menyediakan/menyalurkan oksigen dari udara luar yang dibutuhkan sel untuk metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme sel ke luar tubuh. Proses terdiri atas dua tahap, yaitu inspirasi, pergerakan udara dari luar ke dalam paru dan ekspirasi, pergerakan udara dari dalam ke luar paru. Namun secara volume pernapasan, ventilasi dibagi dua menjadi ventilasi per menit dan ventilasi alveolar. 1. Minute Ventilasi (MV) : udara yang keluar masuk paru dalam 1 menit. Minute ventilasi dapat dihitung dengan rumus: MV = Vol. Tidal (VT) x Respiratory rate (RR) Volume tidal = volume sekali hembusan napas = 500 ml RR = respiration rate = frekuensi pernapasan dalam 1 menit = 12-18x/menit 2. Alveolar ventilasi (AV) AV = (VT - dead space)x space)x RR Dead space = ruang mati= volume udara yang tidak mengalami pertukaran gas (150 ml per hembusan napas). Agar proses ventilasi ini dapat berlangsung sempurna diperlukan fungsi yang baik dari seluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding toraks. Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor yang berperan dalam proses ventilasi tersebut. 1. Saluran Pernapasan Secara fungsional saluran pernapasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Zona Konduksi : terdiri atas hidung, faring, trakea, bronkus serta bronkiolus terminalis. Zona ini mempunyai fungsi untuk menyediakan sarana mengalirnya udara ke dan dari paru dan mempersiapkan udara yang ya ng masuk (pembersihan, pelembaban, penghangatan).
HIDUNG
Pembersihan atau penyeleksian partikel-partikel asing yang berukuran besar dilakukan oleh rambut-rambut kasar (vibrissae) pada hidung. Pada fossa nasalis partikel halus serta gas-gas tertentu terperangkap ke pada lapisan mukus yang dihasilkan oleh kelenjar seromukus. Selain itu pembersihan pada hidung diperankan oleh silia yang menyusun epitel respiratorik pada daerah tersebut. Zat mukus juga dapat membunuh bakteri yang masuk dikarenakan mengandung enzim lisosom. Pada concha nasalis memperluas permukaan mukosa hidung dan sistem pleksus vena meingkatkan efektifitas fungsi pelembaban serta fungsi penghangatan selain dibantu oleh mukus dan sekret serosa yang dihasilkan oleh kelenjar seromukus. Mukus dan sekret serosa juga dapat melindungi pelapis alveolar yang halus dan lembut agar tidak terjadi kekeringan. Pada hidung dapat berfungsi sebagai pembau. Hal ini disebabkan oleh adanya reseptor pembau pada sel olfaktori pada daerah atap rongga hidup atau concha nasalis superior. SINUS PARANASALIS Sinus paranasalis merupakan ruangan-riangan disekitar rongga hidung yang dindingnya diperkuat oleh tulang-tulang tengkorak. Sinus paranasalis terdiri atas sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maksilaris. Sinus ini membantu proses pelembaban serta menghangatkan udara pernapasan, sebagai ruang resonansi udara, memperingan berat serta menghemat massa tulang tengkorak. FARING Faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di belakang cavum nasi yang berfungsi sebagai saluran udara pernapasan, penangkal infeksi (dilakukan oleh jaringan limfoid adenoid) dan menunjang fungsi telinga (diperankan oleh tuba eustachii yang menghubungkan telingan tengah dengan nasofaring). Orofaring terletak dibelakang cavum oris berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan. Sebagai penangkal infeksi, orofaring terdapat kelenjar limfoid yaitu tonsil palatinum dan tonsil lingualis. Laringofaring merupakan bagian akhir dari faring berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan. LARING Laring berperan sebagai saluran udara (pintu pengatur perjalanan udara dan makanan yang diperankan oleh epiglotis) dan sebagai organ penimbul suara yang diperankan oleh plika vokalis. Kualitas suara selain dipengaruhi oleh laring khususnya plika vokalis, dipengaruhi juga oleh fungsi resonansi dari rongga hidung, rongga mulut, sinus paranasalis, faring serta otot-otot penggerak lidah, bibir dan pipi. TRAKEA Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya sekitar 10 cm, meluas dari pangkal laring ke titik ia bercabang menjadi bronkus primer (bifurcatio trachea). Pada trakea terdapat tulang rawan hialin berjumlah 20 buah yang berbentuk cincin tapal kuda (C) yang berfungsi menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Trakea dapat juga dijuluki sebagai ekskalator mukosiliaris karena silia dan trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mukus ke
arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Refleks batuk menyebabkan kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea. BRONKUS dan BRONKIOLUS Struktur dari bronkus primer masih serupa dengan struktur trakea namun bronkus sekunder (bronkus lobaris) terjadi perubahan struktur. Pada bagian akhir dari bronkus, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempeng-lempengan. Pada bronkiolus terminalis tulang rawan dan kelenjar seromukus akan menghilang dan hanya dilapisi oleh otot polos. Pada daerah ini juga terjadi perubahan epitel respiratorik (pseudocomplex kolumner bersilia dengan sel goblet) menjadi selapis kolumner rendah atau kuboid dan sel-sel goblet mulai menurun jumlahnya atau ada yang menghilang. ELASTISITAS SISTEM PERNAPASAN Proses respirasi sangat diengaruhi oleh adanya pengembangan dan pengempisan paru dan rongga dada. Proses inspirasi dapat berlangsung apabila paru dan rongga dada mengembang dan begitu sebaliknya untuk proses ekspirasi. Kemampuan untuk mengembang dari jaringan paru dan dinding rongga dada disebut compliance. Sedangkan kemampuang untuk mengecil jaringan paru dan dinding rongga dada dis ebut elastisitas. Compliance (C) dinyatakan sebagai rasio antara perubahan volume (¨V) dan perubahan satuan pada tekanan (¨P) yang mengembangkan paru ( C = ¨V/¨P). Compliance paru dalam keadaan normal sekitar 0,2 liter/ cm H2O. Compliance ini dipengaruhi oleh ukuran, usia, dan jenis kelamin seseorang. Pada penyakit restriktif, seperti fibrosis paru dan edema paru nilai compliance paru rendah/berkurang. Selain itu, beberapa keadaan yang dapat menurunkan compliance antara lain: deformitas tulang dada, penulangan ( osifikasi) tulang rawan toraks, pakaian ketat serta rasa nyeri yang ditimbulkan pada dinding toraks. Hilangnya jaringan alveolar pada emfisema membuatnya lebihmudah meregang sehingga compliance paru meningkat. Elastisitas pada sistem respirasi dibagi menjadi dua macaam, yaitu: elastisitas paru dan elatisitas toraks. Selama fase inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan pada fase ekspirasi diperlukan daya elastisitas yang pasif. Daya elatisitas paru ditentukan oleh jalinan serabut elastin dan serabut kolagen diantara parenkim paru. Pada paru yang mengempis, serabut-serabut ini secara elastis berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian ketika paru mengembang, serabut-serabut menjadi teregang dan tidak menjadi kaku lagi, dengan demikian menjadi lebih panjang dan mengerahkan daya elastisitas yang kuat. Tegangan permukaan alveoli adalah suatu gaya yang mendorong molekul cairan mengikat satu sama lain sehingga menimbulkan suatu tegangan pada permukaannya. Tegangan permukaan pada alveoli merupakan gaya yang menghambat pengembangan paru pada waktu insiprasi dan menimbulkan pengempisan alveoli pada waktu ekspirasi. Tegangan permukaan ini sangat dipengaruhi oleh surfaktan. SURFAKTAN Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein lesitin dan karbohidrat. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel pneumosit/alveolar tipe II dan sel septal pada septum interalveolaris. Surfaktan baru terbentuk setelah terbentuknya sel pneumosit tipe II pada fase embriologi kanalikular pada sekitar minggu ke-20 masa kandungan namun terdapat dalam jumlah kecil dan tidak cukup untuk menunjang pernapasan yang tidak dibantu sampai setelah 26 minggu. Surfaktan yang cukup terbentuk dalam keadaan normal terbentuk antara
minggu ke24-26. Surfaktan bertambah secara signifikan dalam dua minggu sebelum lahir. Bayi prematur berisiko tinggi mengalami Respiratory Distress Syndrome (sindrom gawat napas) yang berkaitan dengan pembentukan surfaktan pada masa embriologi. Salah satu gejala penyakit ini adalah banyaknya alveoli yang menutup akibat tegangan permukaan alveoli yang tinggi. Komposisi zat dari surfaktan antara lain: fosfatidilkolin 62%, fosfatidilglisin 5%, fosfolipid lainnya 10%, lemak netral 13%, protein 8%, dan karbohidrat 2%. Surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaan pada cairan alveoli sehingga alveoli lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah alveoli menutup (kolaps) pada akhir ekspirasi. Tanpa surfaktan akan diperlukan tenaga 20 kali lebih besar untuk inspirasi dan akan banyak alveoli yang menutup pada waktu ekspirasi. Selain itu surfaktan dapat mencegah transudasi ke dalam alveoli. Tekanan negatif dalam alveoli dapat menyebabkan masuknya cairan dari kapiler ke dalam alveoli, akan tetapi hal ini dapat dicegah oleh surfaktan. Surfaktan dapat berperan sebagai pembersih alveoli. Surfaktan bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang rendah. Oleh karena itu, surfaktan turut membersihkan alveoli dari bakteri dan debris. OTOT-OTOT PERNAPASAN Inspirasi adalah proses aktif sehingga baik inspirasi biasa maupun inspirasi dalam selalu memerlukan aktifitas dari otot-otot inspirasi. Otot inspirasi utama yaitu diafragma. Otot-otot insirasi lainnya adalah m. intercostalis externus, m. levator costae, m. serratus posterior superior, m. intercartilagineus (otot reguler/ekstrinsik) dan m. scaleni, m. sternocleidomastoideus, m. serratus anterior, m. pectoralis mayor et minor, m. latissimus dorsi (otot auxiliar). Otot auxiliar merupakan otot yang terutama membantu proses insirasi atau ekspirasi dalam. Proses ekspirasi biasa merupakan proses yang pasif dan terjadi karena daya elastis dari jaringan paru (recoil) dan tidak memerlukan aktifitas otot-otot ekspirasi. Otot-otot ekspirasi diperlukan pada proses ekspirasi dalam. Otot ekspirasi terdiri atas otot reguler/intrinsik (m. intercostalis internus, m. subcostalis, m. transversus thoracis, m. serratus posterior inferior) dan otot auxiliar (m. obliquus internus et eksternus abdominis, m. transversus abdominis, m. rectus abdominis). MEKANISME VENTILASI INSPIRASI Pada prinsipnya, pertukaran/pengaliran gas terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan pada dua tempat atau lebih yang mana gas/udara tersebut akan mengalir dari tempat dengan tekanan tinggi ke tempat dengan tekanan rendah. Inspirasi terjadi apabila terjadi perbedaan tekanan antara alveoli dan udara luar, dimana tekanan intraalveoli lebih rendah dari tekanan udara luar (atmosfer). Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar antara -1 sampai -3 mm Hg. Pada inspirasi mendalam tekanan intraalveoli dapat mencapai -30 mm Hg. Penurunan tekana intrapulmonal (intraalveoli) pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Pada waktu inspirasi costa tertarik ke caudal, diafragma berkontraksi menyebabkan diafragma turun ke bawah dan menyebabkan rongga dada membesar/mengembang.
EKSPIRASI Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan udara luar sehingga udara bergerak ke luar paru. Peningkatan tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru da n relaksasi diafragma dan otot-otot inspirasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intrapulmonal berkisar antara +1 sampai +3 mm Hg. Tekanan Intrapleura Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam rongga pleura (cavum pleura). Dalam keadaan normal ruang ini hampa udara dan mempunyai tekanan negatif (lebih rendah) kurang lebih -4 mmHg dibandingkan dengan tekanan intraalveoli. VOLUME DAN KAPASITAS PARU Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilasi pada seseorang. Volume pernapasan terdiri atas: 1. Volume Tidal (VT) VT adalah volume inspirasi/ekspirasi pada satu kali hembusan napas pada pernapasan biasa/normal. VT dalam keadaan normal rata-rata 500 ml. 2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI) VCI adalah volume udara yang masih dapat dihisap ke dalam paru setelah inspirasi biasa. Nilai normal antara 2500-3500 ml dengan nilai rata-rata 3000 ml. 3. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) VCE adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi biasa. Nilai normal antara 900-1.300 ml dengan nilai rata-rata 1.000 ml. 4. Volume Residual (VR) VR adalah volume udara yang masih tertinggal/tetao di dalam paru sesudah ekspirasi maksimal. Nilai normal antara 1.000-1.400 ml dengan nilai rata-rata 1.200 ml.
5. Volume Ekspirasi Paksa (F orced Expiratory Volume, FEV) FEV adalah volume udara yang dapat diekspirasi keluar paru dengan hembusan napas yang kuat, cepat dan tuntas setelah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya. FEV1 adalah volume ekspirasi paksa selama 1 detik. Biasanya nilai FEV1 adalah sekitar 80%, artinya, dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama. Kapasitas Pernapasan merupakan penjumlahan dari dua volume atau lebih. Kapastias pernapasan terdiri atas:
1. Kapasitas inspirasi Kapasitas inspirasi = volume tidal (VT) + Volume cadangan inspirasi (VCI) 2. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) KRF = Volume residual (VR) + Volume ca dangan inspirasi (VCI) 3. Kapasitas Vital (VC) VC adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. VC = VT + VCI + VCE. 4. Kapasitas Paru Total (KPT) KPT adalah volume udara maksimum yang dapat dita mpung oleh paru. Nilai rata-ratanya 5.700 ml. KPT = VT + VCI + VCE + VR Gangguan ventilasi pernapasan: 1. Hipoventilasi Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih kecil dari CO2 yang dihasilkan oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah (hiperkapnia). Hiperkapnia menyebabkan peningkatan produksi asam karbonat dan menyebabkan peningkatan pembentukan H+ yang akan menimbulkan keadaan asam yang disebut asidosis respiratorik. 2. Hiperventilasi Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih besar dari CO2 yang dihasilkan oleh jaringan sehingga akan terjadi penurunan kadar CO2 dalam darah. Hiperventilasi dapat dipicu oleh keadaan cemas, demam dan keracunan aspirin. Hiperventilasi menyebabkan hipokapnia (PCO2 arteri di bawah normal karena PCO2 dipengaruhi oleh jumlah CO2 yang larut dalam darah). Pada hipokapnia jumlah H+ yang dihasilkan melalu pembentukan asam karbonat berkurang. Keadaan ini sering disebut dengan alkalosis respiratorik. CO2 + H20 H2CO3 H+ + HCO3Gangguan Fungsi Paru A. Kelainan Paru Restriktif Restriktif adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun: Semua volume statis paru mengecil yaitu kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (KPT), volume residu (VR), volume cadangan ekspirasi (VCE), kapasitas residu fungsional (KRF). ¾ Vital Capacity Ratio (VCR) 80% dan FEV1R 70%
Gambaran f low volume loop sama dengan normal hanya ukurannya lebih kecil. Pada kelainan restriktif paru menjadi kaku sehingga daya tarik ke¾ dalam lebih besar maka dinding dada mengecil, costa/iga menyempit dan volume paru mengecil. Kelainan restriktif paru dapat dijumpai pada keaadan berikut: 1. Kelainan Parenkim Paru o Tumor paru o Pneumonia (karena infiltrasi sel radang da n alveoli terisi cairan) o Abses paru o Atelektasis o Kelainan fibrosis
i Kelainan paru fibrosis i TB paru i Pneumokoniasis (asbestosis, silikosis) i Penyakit kolagen (reumatoid arthtritis, scleroderma, SLE, sarkoidosis) i Penyakit interstitial paru 2. Kelainan Pleura o Efusi pleura o Pneumotoraks o Pleuritis sicca/schwarte o Tumor pleura 3. Kelainan dinding dada/tulang o Fraktur costa o Obesitas o Peklus akskavatus o Skoliosis, kifosis/Gibbus 4. Kelainan neuromuskular (miasthenia gravis)
5. Kelainan mediastinum (kardiomegali, tumor mediastinum, efusi perikardial) 6. Kelainan diafragma (hernia diafragma, parese diafragma,asites, kehamilan) B. Kelainan Paru Obstruktif Obstruksi adalah gangguan saluran pernapasan baik struktural (anatomis)/fungsional yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Kelainan ini dapat diketahui/deteksi dengan: Pemeriksaan fisik (auskultasi dijumpai ekspirasi memanjang atau lebih dari 3 detik. Spirometri (VCR 80% dan FEV1R 70%) Pemeriksaan dengan peak f low rate (PFR) rendah Gambaran flow volume curve (kurva melandai dan memanjang) Pengukuran volume statik paru (VR, KPT, KRF semuanya memanjang) Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada keadaan: 1. Kelainan intraluminer (lumen bronki normal tetapi dijumpai massa dalam lumen tersebut misalnya tumor, benda asing, sekret). 2. Lumen bronki yang menebal (misalnya asma, bronkitis kronis, perokok). 3. Pada emfisema. Sebenarnya disini tidak ada obstruksi tetapi jaringan penyangga yang berkurang, maka akan memudahka n kolapsnya jalan napas sehingga bila makin kuat penderita melakukan ekspirasi lumen s emakin tertutup.pada emfisema, alveolus saling bergabung sehingga terjadi obstruksi relatif karena udara dalam alveoli yang menjadi besar harus keluar saluran napas/bronkiolus yang besarnya tetap (fenomena sedotan minum).
Referensi Astowo, Pudjo; Faisal Yunus. Sistem Pernapasan dan Fungsi Paru. Dala m: K umpulan K uliah Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Alsagaff, Hood; Abdul Mukly (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-3. Surabaya: Airlangga University Press. Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar F isiologi K edokteran. Edisi 11. Alih bahasa: Irawati [et al]. Jakarta: EGC. Junquiera, L. Carlos; Jose Varneiro; Robert O. Kelley. 1997. Histologi Dasar . Edisi 8. Alih bahasa: Jan Ta mbayong. Jakarta: EGC. Kiyatno. 2008. Respirasi. Disampaikan pada Kuliah Fisiologi Blok Respirasi Semester III Fakultas Kedokteran UNS tanggal 03 D esember 2008. Laboratorium Histologi. 2008. Petunjuk Praktikum F akultas K edokteran Blok Respirasi . Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS. Rab, H. Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Editor: Sandy. Jakarta:
Hipokrates.
Sherwood, Lauralee. 2001. F isiologi Manusia: dari Sel ke Sistem . Edisi 2. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. Ward, Jeremy P.T. [et al]. 2007. At a Glance Sistem Respirasi. Edisi kedua. Alih bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.