BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Puskesmas
adalah
Kabupaten/Kota yang
Unit
Pelaksana
Teknis
Dinas
Kesehatan
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/rukun warga (RW). Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator
utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan
Puskesmas
adalah
mendukung
tercapainya
misi
pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan
upaya
kesehatan
perorangan
dan
upaya
kesehatan
masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat,
Puskesmas
perlu
ditunjang
dengan
pelayanan
kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat
kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
1
B. Tujuan Pedoman Tujuan Umum : Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di Puskesmas. Tujuan Khusus : Sebagai acuan bagi apoteker dan pelaksana pembantu pelayanan untuk
1.
melaksanakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Wadaslintang I Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan
2.
Kabupaten Wonosobo dalam pembinaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Wadaslintang I
C. Sasaran Pedoman Sasaran penyusunan pedoman ini adalah untuk siapa saja dalam rangka meningkatkan pelayanan kefarmasian dengan memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
D. Ruang Lingkup Pedoman Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.
E. Batasan Operasional Batasan Operasional pedoman ini meliputi batasan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Wadaslintang I Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi kegiatan pelayanan di dalam dan diluar gedung.
a. Pelayanan didalam gedung meliputi: 1.
Perencanaan pengadaan Obat
2.
Pengadaan Obat
3.
Penyimpanan di Ruang Logistik Farmasi
4. Pencatatan, pelaporan dan Pemusnahan obat kadaluarsa dan obat rusak 5.
Pendistribusian obat ke unit pelayanan Internal
6.
Pengkajian resep,
7.
Peracikan obat
8.
Penyerahan obat,
9.
Pemberian informasi obat
10.
Pelayanan informasi obat (PIO) 2
11.
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
12.
Pemantauan terapi obat
13.
Evaluasi penggunaan obat
b. Pelayanan diluar gedung : 1.
Distribusi obat ke PKD/Pustu
2.
Pemantauan penggunaan obat di PKD/Pustu
3
BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Menurut acuan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan
penyelenggaraan
Kefarmasian
pelayanan
di
Puskesmas
Kefarmasian
di
disebutkan
Puskesmas
bahwa
minimal
harus
dilaksanakan oleh 1 orang tenaga Apoteker sebagai penanggungjawab, yang dapat di bantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Di Puskesmas Wadaslintang I penanggungjawab
kefarmasian adalah Seorang
Asisten
Apoteker. dan dibantu oleh tenaga lain yang sudah di latih untuk membantu dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian Kompetensi Asisten apoteker di Puskesmas sebagai berikut: a. Sebagai Penanggung Jawab 1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin; 2) Mempunyai
kemampuan
dan
kemauan
untuk
mengelola
dan
mengembangkan Pelayanan Kefarmasian; 3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri; 4) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan memecahkan masalah. b. Sebagai Tenaga Fungsional 1) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian; 2) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian; 3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi; 4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian; 5) Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan 6) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
B. Distribusi Ketenagaan Kegiatan kefarmasian di Puskesmas Wadaslintang I dilaksanakan oleh satu orang Penanggungjawab Pelayanan Kefarmasian dengan dibantu oleh tenaga yang lain, yang sudah mendapatkan pelatihan tentang pelayanan kefarmasian. Pengaturan dan penjadwalan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dikoordinir oleh penanggungjawab pelayanan kefarmasian sesuai dengan kesepakatan. 4
Kualifikasi
-
Jumlah
Asisten Apoteker
Kompetensi Umum
a. Sebagai Penanggungjawab
1 orang
b. Sebagai Tenaga Fungsional
Struktur Organisasi Pelayanan Farmasi STRUKTUR ORGANISASI PELAYANAN FARMASI KEPALA PUSKESMAS dr.Agus Legowo
PENANGGUNG JAWAB UPAYA KESEHATAN PERORANGAN Dodi Hari Supriadi
KOORDINATOR RUANG PELAYANAN FARMASI Bakoh Sambodo
5
C. Jadwal Kegiatan Jadual pelaksanaan kegiatan Kefarmasian No. 1
Hari Senin –
Waktu 08.00 – 12.30
Kegiatan Pelayanan resep
Kamis
Pelaksana Koordinator ruang pelayanan
13.00 – 14.00
Administrasi
Koordinator ruang pelayanan
2.
Jum’at
08.00 – 10.30
Pelayanan Resep
Koordinator ruang pelayanan
10.30 – 11.00
Administrasi
Koordinator ruang pelayanan
3.
Sabtu
08.00 - 11.30
Pelayanan resep
Koordinator ruang pelayanan
11.30 – 12. 00 Administrasi
Koordinator ruang pelayanan
4.
5.
Tiap akhir
Setelah
Stock Opname
Koordinator ruang
bulan
pelayanan
pelayanan
Tiap awal
Menyesuaikan Distribusi Obat dan
Koordinator ruang
bulan
kebutuhan
BMHP PKD / Pustu
pelayanan
Administrasi LPLPO
Koordinator ruang
PKD/Pustu
pelayanan
Pembuatan LPLPO
Koordinator ruang
dan laporan lain-lain
pelayanan
PKD/Pustu 6.
Tiap akhir
Tgl 30
bulan 7.
Awal bulan
Tgl 1 - 4
6
BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang Pintu
Tempat Pelayanan
Rak Obat
Administrasi
Rak Obat
Tempat Puyer
Wastafel
Dispenser
GUDANG OBAT
p i n t u u
Kulkas obat
Lemari Narkotik
Rak Obat
Kulkas vaksin
Rak Obat
7
Lemari Dokumen
Rak Obat
B. Standar Fasilitas Sesuai Permenkes No. 30 tahun 2014 sarana yang diperlukan untuk penunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas,meliputi sarana yang memiliki fungsi : a. Ruang penerimaan Resep Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 set meja dan kursi,satu set computer, jika memungkinkan ruang penerimaan resep dtempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien b. Ruang pelayanan resep dan peracikan ( produksi sediaan secara terbatas ) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan. c. Ruang penyerahan Obat Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang Konseling Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. e. Ruang penyimpanan obat dan BMHP Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup.Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
8
f. Ruang Arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik. Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
9
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Lingkup Kegiatan Kegiatan dalam Pelayanan Farmasi Mencakup : 1. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai 2. Pelayanan Farmasi Klinik B. Langkah Kegiatan I.
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Pakai Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian,
pencatatan
dan
pelaporan
serta
pemantauan dan evaluasi. Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: 1. Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan: a. Perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan; b. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan c. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya, dan mutasi Obat, dan rencana pengem-bangan. 2. Permintaan Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi kebutuhan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai
di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat. Selain permintaan ke Dinas Kesehatan, Puskesmas menyediakan obat dan BMHP melalui pembelian dengan sumber dana BLUD. 10
3. Penerimaan Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. 4. Penyimpanan Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin,
sesuai
dengan
persyaratan
yang
ditetapkan
dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Beberapa sistem yang umum dalam penatalaksanaan obat selama penyimpanan : a. Alfabetis berdasarkan nama generik Obat disimpan berdasarkan urutan alfabet nama generiknya. Saat menggunakan sistem ini, pelabelan harus diubah ketika daftar obat esensial direvisi atau diperbaharui. b. Kategori terapetik atau farmakologi Obat
disimpan
berdasarkan
indikasi
terapetik
dan
kelas
farmakologinya. c. Bentuk sediaan Obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda, seperti sirup, tablet, injeksi, salep atau krim. Dalam sistem ini, obat disimpan berdasarkan
bentuk
sediaannya.
Selanjutnya
metode-metode
pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara rinci. d. Frekuensi penggunaan. Untuk obat yang sering digunakan (fast moving) seharusnya disimpan pada ruangan yang dekat dengan tempat penyiapan obat. e. Kondisi Penyimpanan Khusus Beberapa obat perlu disimpan pada
tempat
khusus untuk
psikotropika
masing-masing
memudahkan pengawasan, yaitu: 1) Obat
golongan
narkotika
dan
disimpan dalam lemari khusus dan terkunci. 2) Untuk obat keras tertentu dan prekursor disimpan dalam lemari khusus (terpisah) 11
3) Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk menjamin stabilitas sediaan. 4) Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol disimpan dalam lemari yang berventilasi baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan. Berikut beberapa contoh label peringatan :
5. Pendistribusian Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
12
6. Pengendalian Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian obat terdiri dari: a) Pengendalian persediaan b) Pengendalian penggunaan; dan c) Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan: a. Bukti bahwa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai telah dilakukan; b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
8. Pemantauan dan evaluasi Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk : a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan; b. Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai; dan c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
II.
Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien 13
berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi : 1. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat Kegiatan
pengkajian
resep
dimulai
dari
seleksi
persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi: a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Nama, dan paraf dokter. c. Tanggal resep. d. Ruangan/unit asal resep Persyaratan farmasetik meliputi: a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan jumlah obat c. Stabilitas dan ketersediaan d. Aturan dan cara penggunaan e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat) Persyaratan klinis meliputi: a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat. b. Duplikasi pengobatan. c. Alergi, interaksi dan efek samping obat. d. Kontra indikasi e. Efek adiktif. Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan
kegiatan
pelayanan
yang
dimulai
dari
tahap
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan
farmasi
dengan
informasi
yang
memadai
disertai
pendokumentasian. 2. Pelayanan informasi obat (PIO) Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
14
3. Konseling Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
4. Ronde/visite Pasien Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
5. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
6. Pemantauan terapi obat (PTO) Merupakan mendapatkan
proses terapi
yang obat
memastikan yang
bahwa
efektif,
seorang
terjangkau
pasien dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
7. Evaluasi penggunaan obat Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
15
BAB V LOGISTIK Kebutuhan dana dan logistik untuk kegiatan pelayanan farmasi ditentukan bersama antara pihak managemen dengan pengelola farmasi dalam bentuk pengajuan anggaran operasional (poa). Pelayanan farmasi di Puskesmas Wadaslintang I dilakukan mengikuti paradigma “Farmaceutical Care” oleh karenanya penyediaan obat dan perbekalan farmasi harus sesuai kebutuhan, tepat jenis dan tepat waktu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka Puskesmas Wadaslintang I melakukan pengelolaan logistik obat dan perbekalan farmasi secara professional. Tujuan pengelolaan obat adalah menjamin tersedianya obat dengan mutu yang terjamin, aman, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat (Depkes, 2005). Sistem pengelolaan obat mempunyai 4 fungsi dasar untuk mencapai tujuan yaitu: •
Perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection)
•
Pengadaan (Procurement)
•
Distribusi (Distribution)
•
Penggunaan (Use)
Keempat fungsi didukung oleh sistem penunjang pengelolaan : •
Organisasi (Organitation)
•
Pembiayaan dan kesinambungan (Financing and Sustainnability)
•
Pengelolaan informasi (Information Management)
•
Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (Human Resorces Management)
16
ALUR MANAJEMEN LOGISTIK OBAT PUSKESMAS WADASLINTANG I
PERENCANAAN
EVALUASI
PERMINTAAN/ PENGADAAN
PENCATATAN BABVI & PELAPORAN
17
PENYIMPANAN
DISTRIBUSI
BAB VI KESELAMATAN SASARAN
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat kegiatan pelayanan. Upaya pencegahan resiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap tiap kegiatan. Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan iuaran klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang menuju kearah pharmaceutical care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang penggunaan obat (patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko yang minimal pada pasien dan petugas kesehatan perlu penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab petugas farmasi. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obatobat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara : - mempelajari diagram kegiatan yang ada - melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) - melakukan konsultasi dengan petugas Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen
pembuat
komitmen
dan
kebijakan,
organisasi,
program
pengendalian,prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan
tersebut
secara
terpadu
dapat
mendukung
terlaksananya
pengendalian secara teknis.
Petugas farmasi berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan 18
pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan medication errors. Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah: - Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event) - Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss) - Kejadian Sentinel - Adverse Drug Event - Adverse Drug Reaction - Medication Error - Efek samping obat Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan) Tipe Medication Errors : Unauthorized drug Obat : yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang Improper dose/quantity Dosis, strength :atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang dimaskud dalam resep Wrong dose preparatio method: Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak sesuai Wrong dose form: Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep Wrong patient : Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep Omission error : Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan, mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang bersangkutan Extra dose : Memberikan duplikasi obat pada waktu yang, Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak berkompeten Wrong administration technique:
Menggunakan cara pemberian yang keliru
termasuk misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv) Wrong time : Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan Peranan apoteker dalam upaya menurunkan medication error adalah : menetapkan standar prosedur kerja & (menetapkan standar pelaporan insiden dengan prosedur baku) yang dilakukan oleh apoteker 19
Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses
manajemen
obat pasien. contoh : semua resep rawat jala&rawat inap di puskesmas harus melalui supervise cotroling pengawasan oleh apoteker Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat memerlukan informasi Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum menyerahkan obat Peran Apoteker terkait denganKeselamatan Pengobatan (MedicationSafety Pharmacist): 1. Pemilihan Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obatan sesuai formularium. 2. Pengadaan Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi. 3. Penyimpanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat: • Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names) secara terpisah. • Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin,
insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik. (Daftar lengkapnya dapat dilihat di www.ismp.org ) kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah • Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan. 4. Skrining Resep Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication Error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien. • Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/ nomor resep, 20
• Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep. • Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti : Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis. Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal). • Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas. •Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi. 5. Dispensing • Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP. • Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dariwadah,pada saat mengembalikan obat ke rak. • Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda. • Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket. 6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Edukasi dan konseling kepada pasien harus
diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah : • Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana 21
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter • Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan • Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien • Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut • Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya. 7. Penggunaan Obat Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerjasama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah : • Tepat pasien • Tepat indikasi • Tepat waktu pemberian • Tepat obat • Tepat dosis • Tepat label obat (aturan pakai) • Tepat rute pemberian 8. Monitoring dan Evaluasi Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan SPO untuk mengetahui efek terapi,mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien.Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti denganmelakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibatdidalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus
menerus
mengidentifikasi
masalah
strategiuntuk meningkatkan keselamatan pasien
22
dan
mengimplementasikan
BAB VII KESELAMATAN KERJA Kesehatan & keselamatan kerja ( K3) merupakan hak asasi semua karyawan &salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Program keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,sehat,bebas dari pencemaran linkungan,sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efesiensi dan produktifitas kerja Jenis bahaya yang dapat ditimbulkan di farmasi puskesmas
PETUGAS FARMASI
KIE
23
PASIEN : TB PARU.KUSTA.SCABIES
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Progam pengendalian mutu farmasi Puskesmas Wadaslintang I mengacu pada ; Pelayanan farmasi yang bermutu meliputi : pelayanan obat resep & pemberian informasi KIE Ketersediaan obat yang digunakan sebagai penunjang sarana pelayanan obat meliputi :pengendalian sediaan farmasi,pengamanan,pengadaan,penyimpanan & pendistribusian atau penyaluran obat
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan di farmasi Puskesmas Wadaslintang I apoteker menagacu pada: Tingkat kepuasan pelanggan Dimensi mutu yang mengacu pada safety,kompetensi teknis hubungan dengan pelanggan,efektifitas,efisiensi & kenyamanan Sesuai dengan SPO pelayanan farmasi Melakukan daftar tilik pelayanan
24
BAB IX PENUTUP
Pelayanan
kefarmasian
merupakan
salah
satu
jenis
pelayanan
yang
dilaksanakan di puskesmas. Pelayanan kefarmasian tidak bisa lepas dari pelayanan dasar puskesmas karena pelayanan medis dasar membutuhkan dukungan farmasi. Untuk menjaga pelayanan kefarmasian berjalan baik diperlukan suatu pedoman sebagai acuan kegiatan,monitoring dan evaluasi yang terencana dan terprogram dengan baik sesuai dengan pedoman standar pelayanan kefarmasian yang telah dibuat.
25