Sirosis Hepatis: Pengertian, Etiologi, Komplikasi yang Berkaitan dengan Gangguan Eliminasi Urin
Nurma Rizqiana, 1506690164, Kelas A FG-6
Sirosis hepatis merupakan salah satu penyakit hati yang muncul ketika individu mempunyai penyakit hati kronis telah mencapai tahap akhir atau tingkat keparahan yang tinggi. Menurut Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (2013), data dari rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien dari bangsal penyakit dalam. Sementara itu, rata-rata sirosis hepatis dari seluruh pasien penyakit hati yang di rawat adalah 47,4%. Angka yang terbilang tinggi dari sebuah penyakit. Sirosis hepatis dikategorikan menjadi penyakit kronik dan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi. LTM ini akan menguraikan mengenai sirosis hepatis dimulai dari pengertian, etiologi, komplikasi yang terjadi akibat sirosis hepatis yang terfokus kepada gangguan eliminasi urin.
Sirosis hepatis merupakan salah satu penyakit kronis ditandai dengan timbulnya jaringan fibrosa yang menggantikan jaringan hati normal dan hal ini dapat mengganggu struktur serta fungsi hati (Smeltzer et al, 2010). Selain itu, pada sirosis hepatis juga terjadi pembentukan nodul (Black & Hawks, 2014). Penyakit ini umumnya identik dengan alkoholisme yang termasuk juga dalam faktor risiko primer namun, dapat juga disebabkan oleh virus hepatitis, reaksi toksik terhadap obat atau bahan kimia, obstruksi empedu, dan Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) (Porth & Grossman, 2014). Menurut Smeltzer et al (2010), sirosis hepatis terbagi menjadi:
Sirosis alkoholik : terdapat jaringan parut yang mengelilingi daerah porta. Sisrosis tipe ini merupakan kejadian sirosis paling umum karena diakibatkan oleh konsumsi alkohol secara terus-menerus (candu)
Postnecrotic sirosis : berkaitan dengan penyakit hepatitis di mana terjadi penyebaran jaringan parut akibat virus hepatitis
Sirosis empedu : terdapat jaringan parut di sekitar saluran-saluran empedu. Kondisi ini terjadi akibat obstruksi pada saluran empedu dan infeksi. Kejadian sirosis empedu lebih jarang terjadi dibandingkan 2 kejadian sirosis di atas.
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis terbagi menjadi kompensasi dan dekompensasi. Kompensasi seperti demam, sakit perut, telapak tangan memerah, edema pada pergelangan kaki, dan pembesaran hati. Sementara itu, dekompensasi seperti asites, jaundice (penyakit kuning), kelemahan otot, berat badan menurun, clubbing of finger, kuku putih, dan purpura (Smeltzer et al, 2010).
Sirosis hepatis terjadi akibat sel hati yang normal terkena racun atau toksik yang kemudian meradang atau terjadi inflamasi. Proses inflamasi membuat sel-sel darah putih teraktivasi menuju ke sel hati yang juga terdapat banyak lemak. Selain itu, terjadi pembentukan ekstraseluler matriks pada hati yang terdiri dari kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan, di mana sel yang berperan adalah sel stellata. Selanjutnya, sel stellata akan membentuk jaringan fibrotik sebagai proses penyembuhan dalam inflamasi (William & Hopper, 2011). Namun, apabila toksik tersebut selalu masuk ke dalam hati melalui berbagai faktor selama bertahun-tahun, maka akan mengakibatkan kerusakan yang terus-menerus dan dapat mengakibatkan nekrosis sel hati. Apabila keadaan ini dibiarkan, dapat membuat hati mempunyai regenerasi yang abnormal dan aktivasi sel stellata terus-menerus sehingga, akan terjadi pembentukan jaringan fibrotik dan pembentukan nodul yang membuat hati tampak membengkak (William & Hopper, 2011).
Nodul yang terbentuk mempunyai ukuran yang bervariasi, dapat berupa mikronodul ketika ukurannya <3 mm, dapat juga mencapai beberapa sentimeter berupa makronodul. Selain pembentukan nodul, terjadi pembentukan jaringan fibrosa yang abnormal dan mengakibatkan terganggunya aliran darah vaskuler serta aliran darah menuju empedu karena terdapat obstruksi sehingga meningkatan tekanan pada porta (Porth & Grossman, 2014). Pada keadaan normal, tekanan pada vena porta kurang dari 3mmHg namun ketika terjadi obstruksi, tekanan pada vena porta dapat mencapai 10mmHg sehingga mengakibatkan hipertensi porta (Guyton, 2006).
Peningkatan tekanan darah pada vena porta dapat mengakibatkan beberapa komplikasi antara lain ; (1) aliran balik meningkat dan terjadi pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior sehingga terjadi perdarahan varises; (2) asites; (3) proses ekskresi yang tidak optimal akibat meningkatnya amonia dan dapat mengakibatkan ensefalopati hepatikum yaitu keadaan di mana amonia tersebut mengalir dalam aliran darah hingga menuju ke otak (Black & Hawks, 2014). Selain itu, terdapat berbagai komplikasi lagi menurut Porth & Grossman (2014), yaitu splenomegaly. Splenomegaly kondisi terjadi pembesaran limfa akibat hipertensi porta yang mengakibatkan aliran darah teralihkan ke vena limfatik (splenic vein). Pembesaran organ limfa dapat mengakibatkan hypersplenism yaitu keadaan darah mengalami penurunan waktu hidup atau umur yang pendek karena meningkatnya tingkat penghancuran darah oleh limfa. Hal ini berkaitan degan lamanya waktu transit darah ke dalam limfa dan kondisi ini dapat menyebabkan trombositopenia, anemia, dan leukopenia (Porth & Grossman, 2014). Berdasarkan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kondisi sirosis hati, komplikasi yang dapat mengganggu gangguan eliminasi urin adalah asites.
Asites merupakan penumpukan cairan di rongga peritoneum. Ketika terjadi hipertensi porta, tekanan nitrit oksida juga mengalami peningkatan yang menyebablan vasodilatasi. Kondisi ini dinilai oleh ginjal bahwa aliran darah di dalam tubuh sedang tidak adekuat sehingga, ginjal mengaktifkan sistem RAA (Renin-Angiostensin-Aldosterone) untuk meningkatkan tekanan darah. Namun ketika RAA diaktifkan, kondisi hati tidak dapat mensekresi albumin sebagai substansi untuk menjaga tekanan osmotik koloid darah. Sehingga, cairan dari intravaskular dapat bergeser ke ruang interstisial abdomen dan menyebabkan asites (Lee & Grap, 2008). Asites mengakibatkan cairan dan protein hilang dari sirkulasi. Hal ini membuat ginjal melakukan kompensasi untuk mempertahanlam volume plasma dengan mempertahankan garam dan air hingga volume plasma kembali normal. Akibat penurunan volume plasma, terjadilah oliguria yaitu kondisi pengeluaran urine yang sedikit dan kurang dari 500mL/hari (Guyton, 2006).
Kondisi asitesKondisi asites
Kondisi asites
Kondisi asites
Sirosis hepatis merupakan salah satu penyakit hati kronis yang muncul pada tahap akhir dari penyakit hati. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh alkoholisme, namun dapat juga disebabkan oleh virus hepatitis, reaksi toksis, obstruksi empedu, hingga NAFLD. Kondisi hari penderita sirosis hepatis adalah terjadi pembentukan jaringan fibrosis secara terus menerus hingga menggantikan sel normal pada hati dan mengakibatkan obstruksi. Penyakit sirosis hepatis dapat mengakibatkan berbagai komplikasi dan salah satunya yang berhubungan dengan gangguan eliminasi urin adalah asites di mana kondisi ini dapat mengakibatkan oliguria.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes (8th ed., Vol. II). Singapore: Elsevier.
Guyton, A., & Hall, J. (2006). Textbook of medical physiology 11th edition.
Philadhelphia: Elsevier Saunders
Lee, L., & Grap, M., J. (2008). Care and management of the patient with ascites. Medsurg Nursing, 17(6), 376-377
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. (2013). Artikel umum:sirosis hati. Retrieved from http://pphi-online.org/alpha/?p=570 On Feb 24, 2017
Porth, C., & Grossman, S., C. (2014). Porth's pathophysiology: Concepts of altered health states. (9th Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer, S., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
William, L, & Hopper, P. (2011). Understanding medical surgical nursing 4th
edition. Philadelphia: Davis Company