2.1.1
Patofisiologi Depresi
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Berdasarkan model diatesis-stres, depresi merefleksikan antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetik, ketidakteraturan neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis (seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan dalam memahami masalah), serta self serta self esteem, stressor sosial sosial dan lingkungan (seperti perceraian atau kehilangan pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain.Ketiga faktor tersebut dapat muncul tunggal maupun bersamaan dengan faktorfaktor lainnya. Beberapa penelitianmenjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-pasien dengan gangguan mood .Faktor .Faktor biologis seperti faktor genetik berpengaruh meningkatkan risiko depresi pada keturunan. Kaplan dan Saddock (2010) menyebutkan bahwa apabila memiliki riwayat depresi, maka anak akan memiliki risiko sebesar 10%-25%untuk mengalami gangguan mood , termasuk gangguan depresi.Berikut faktor-faktor biologis yang berhubungan dengan dengan terjadinya gangguan mood .
a. Biogenic amines Penelitian terbaru menemukan bahwa neurotransmitter monoamin seperti norepinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood .Dua .Dua neurotransmitter yang paling utama dalam patofisiologi gangguan mood adalah adalah norepinefrin dan serotonin. (Kaplan dan Saddock, 2010). 1) Norepinefrin Berdasarkan penelitian diperoleh hubungan norepinefrin dengan gangguan depresi bahwa pada gangguan depresi terjadi penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik. Selain itu, itu, juga terjadi penurunan respon terhadap antidepressan,sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi gangguan depresi (Kaplan dan Saddock, 2010). 2) Serotonin Pada gangguan depresi terjadi penurunan jumlah serotonin. Beberapa pasien yang melakukan dengan percobaan bunuh diri mempunyai kadar serotonin yang rendah dalam cairan serebrospinalserta konsentrasi rendah dari uptake uptake serotonin pada platelet (Kaplan dan Saddock, 2010). Penggunaan obat-obatan serotonergik pada pengobatan depresi dan efektivitas obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa
adanya kaitan antara gangguan depresi dengan kadar serotonin (Rottenberg, 2010). 3) Gangguan neurotransmitter lainnya Asetilkolin (Ach)ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar di korteks cerebrum. Neuron-neuron kolinergik memiliki hubungan terhadap semua sistem yang mengatur monoamin neurotransmitter. Pada pasien pasien yang menderita gangguan depresi ditemukan kadar choline yang abnormal. Choline merupakan prekursor untuk sintesis asetilkolin (Kaplan dan Saddock, 2010).
b. Faktor neuroendokrin Peran hormon terhadap gangguan mood,terutama gangguan depresi telah lama dipertimbangkan. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood , yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti gangguan tidur, makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam sistem neuroendokrin, yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari, dan korteks adrenal berperan dalam feedback biologis yang mempengaruhi fungsi sistem limbik dan korteks serebral (Kaplandan Saddock, 2010). c. Abnormalitas otak Studi neuroimaging dengan menggunakan computerized tomography (CT) scan, positron-emission tomography (PET), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada area otakindividu dengan gangguan mood . Area-area tersebut adalah korteks prefrontal , hippocampus, korteks singulata anterior, danamygdala. Abnormalitas pada area otak ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar (Kaplan dan Saddock, 2010).