1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT) (ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang.
Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
EPIDEMIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk, 2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi (Harry dkk, 2010).
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu :
Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
PATOFISIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI) (TERLAMPIR)
DIAGNOSIS PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010), yaitu:
Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
Selaput amnion seringkali telah pecah,
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:
Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45 detik dalam waktu minimal 2 jam .
Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien melakukan aktivitas.
Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37 minggu.
Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm
PEMERIKSAAN PENUNJANG PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm (USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
PENATALAKSANAAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
Oligohidramnion
Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
Preeklamsia berat
Hasil nonstrees test tidak reaktif
Hasil contraction stress test positif
Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena
risiko necrotising enterocolitis.
KOMPLIKASI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar
Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera .
Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
Displasia bronkopulmoner.
Penyakit jantung.
Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.
Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta. Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada usus).
Anemia .
Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
Keterbelakangan mental dan motorik.
PENCEGAHAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan preterm.
c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.
d. Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan (Manuaba, 1998).
Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil
langkah-langkah berikut ini :
a. Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30 tahun).
b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c. Cegah infeksi saluran kencing
d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e. Cuti hamil
f. Prenatal care yang baik dan teratur
g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak
Pengkajian
PENGKAJIAN PRENATAL
Nama mahasiswa : IFMI NURUL HIDAYAH
Tanggal pengkajian : 23 Maret 2015
Ruangan/ RS/ PKM : Aster RSI Dinoyo
DATA UMUM
Inisial klien : Ny. DS
Usia : 19 th
Status pernikahan : menikah (usia 18 th)
Agama : Islam
Pekerjaan : dulu kerja di salon
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Tunggulwulung
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU
No
Tahun
Jenis persalinan
Penolong
Jenis kelamin
Keadaan bayi waktu lahir
Masalah keperawatan
1
2014
Normal
Nakes
P
BB bayi 750 gr
Bayi preterm, plasenta masih tertinggal di rahim
Pengalaman menyusui : tidak
Masalah saat menyusui : tidak ada
KELUHAN UTAMA : pasien mengeluh terjadi perdarahan pervaginam, tapi tidak keluar cairan ketuban
RIWAYAT GINEKOLOGI : Menarche mulai kelas 5 sd ; Disminorrhe (+)
RIWAYAT KB : -
RIWAYAT KEHAMILAN SAAT INI
HPHT : 28 Agustus 2014 Taksiran partus : 5-6-2015
BB sebelum hamil : - TD sebelum hamil : -
Berapa kali periksa kehamilan : tiap bulan
DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
Status obstetri : G2 P0101 A000 Usia kehamilan : 28- 30 minggu
Keadaan umum : Kesadaran : composmentis BB/ TB : 76 kg
TANDA TANDA VITAL
TD 100/ 70 mmHg T 36°C N : 156x/ mnt RR : 18x/ mnt
Kepala Leher
Mulut : rahang, gigi, gusi normal
Leher : distensi (-), pembesaran kelenjar (-)
Dada
Payudara : mammae simetris
Puting susu : aerola hiperpigmentasi
Abdomen
TFU 23 cm, kontraksi : ya
Leopold I
Leopold II : Kanan : punggung
Leopold III
Leopold IV
Pigmentasi : terdapat linea nigra dan striae
Masalah khusus : nyeri pada abdomen kanan
TBJ : 1000 gr
Pemeriksaan DJJ :
09.30 138x/mnt his (-) flek (+)
10.30 135x/mnt his -) flek (+)
12.00 149x/mnt his (+) flek (++)
13.00 145x/ mnt his (-) flek (++)
16.00 134x/mnt
Perineum dan genital
Kebersihan : tampak kotor karena bekas darah
Keputihan : -
Hemorroid : -
Masalah khusus : perdarahan antepartum (+)
Ekstremitas atas
Edema : -
Varises : -
Terpasang IV line di sebelah kiri
Eliminasi
Kebiasaan BAK : terpasang kateter 1300 cc
BAB :-
Masalah khusus : ketidaknyamanan karena terpasang kateter
Istirahat dan ketidaknyamanan
Pola tidur saat ini : tidur tapi susah karena adanya pemasangan kateter
Keluhan ketidaknyamanan : ya intensitas : sering
Mobilisasi dan latihan
Tingkat mobilisasi : bed rest dengan miring kiri, kalau capek telentang
Latihan/ senam : -
Masalah khusus : pasien merasa tidak nyaman karena kakinya tertindih dan terpasang kateter
Nutrisi dan cairan
Asupan nutrisi : 3-4 kali/ hari nafsu makan : baik Diet : TKTP
Asupan cairan : 1300 cc
Masalah khusus : -
Keadaan mental
Adaptasi psikologis : klien mengatakan mereka takut pengalaman melahirkan preterm terulang lagi
Penerimaan terhadap kehamilan : menerima
Pola hidup yang meningkatkan resiko kehamilan : -
Obat- obatan yang dipakai saat ini : dovadilon 2x1, asam mefenamat 3x1, RL 500cc
Hasil pemeriksaan penunjang
(18 Maret 2015)
Urinalisis : bakteri (-)
Hb : 11.2
Het : 34,3
Leukosit : 11, 79
Eosinofil : 7
Limfosit : 14,2
Monosit : 10,7
Foto thorax : NST reaktif
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN
Masalah : klien mengeluh tidak nyaman dengan terpasangnya kateter, klien juga takut pengalaman melahirkan preterm terulang kembali
DX medis : PPI dan APB
ANALISA DATA
Analisa data
etiologi
Problem
DS :
Usia Kehamilan antara 28-30 minggu
DO :
Datang ke RS 4 Hari lalu dengan keluhan perdarahan pada vagina
Sejak 4 hari lalu sampai saat ini pasien terpasang kateter ± 1300 cc
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di leopold I
Usia kehamilan 28-30 minggu
Placenta Letak Rendah,
Posisi kepala belum pada leopold I
PPI
Perdarahan vagina
MRS 4 hari terpasang kateter ±1300 cc
kontak dengan mikroorganisme
Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
DS :
Usia Kehamilan antara 28-30 minggu
Mengeluh pegal dengan posisi miring kiri
Menanyakan kenapa harus miring ke arah kiri
Mengetahui tentang keadaan placenta letak rendah tetapi Mengaku tidak memahami keadaan tersebut
DO :
Datang ke RS 4 Hari lalu dengan keluhan perdarahan pada vagina
Sejak 4 hari lalu sampai saat ini pasien terpasang kateter ± 1300 cc
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di leopold I
Posisi harus selalu miring ke kiri
Pasien mengeluh miring ke kiri tidak nyaman karena kaki kiri terus tertindih dengan faktor pemberat BB diatas normal
Terlihat sering tidak miring kiri
Usia kehamilan 28-30 minggu
Placenta Letak Rendah,
Posisi kepala belum pada leopold I
PPI
Perdarahan vagina
MRS 4 hari terpasang kateter ±1300 cc
Posisi harus selalu miring ke kiri
Selalu menindih kaki kiri dengan BB di atas normal
Mengeluh pegel, dan tidak nyaman
Terlihat sering tidak miring ke arah kiri
Defisiensi pengetahuan
Defisiensi pengetahuan
DS :
Usia Kehamilan antara 28-30 minggu
Punya riwayat persalinan preterm sebelumnya
Anak pertama premature 6 bulan, dan meninggal setelah hidup 12 hari.
Mengatakan takut kehilangan pada kehamilan saat ini karena riwayat pernah gagal pada kehamilan pertama
DO :
Datang ke RS 4 Hari lalu dengan keluhan perdarahan pada vagina
Sejak 4 hari lalu sampai saat ini pasien terpasang kateter ± 1300 cc
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di leopold I
Punya riwayat persalinan preterm pada anak pertama, premature 6 bulan dan meninggal setelah hidup 12 hari
Saat ini Usia kehamilan 28-30 minggu
Placenta Letak Rendah,
Posisi kepala belum pada leopold I
PPI
Perdarahan vagina
Menyatakan takut gagal pada kehamilan saat ini
Ansietas
Ansietas
RENPRA SESUAI PRIORITAS
Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi berkurang dengan kriteria hasil:
RISK CONTROL
Monitor kebiasaan pasien yang bisa menimbulkan resiko
membangun strategi mengontrol resiko yang efektif
memahami faktor resiko
TTV
INFECTION CONTROL
beritahu klien tentang tanda dan gejala infeksi dan segera melaporkan ke tenaga kesehatan
memeriksa TTV klien secara berkala
Perineal Care
Mengutamakan kebersihan
membersihkan seluruh area perineal secara berkala
menjaga pasien selalu dalam posisi yang nyaman
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 60 menit diharapakan kecemasan klien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Anxiety reduction
(penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasie untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut.
Dorong keluarga untuk selalu menemani pasien
Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Defisiensi pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pengetahuan klien meningkat dengan kriteria hasil:
mengetahu proses suatu penyakit
Penyebab dan faktor yang berkontribusi
Penanganan untuk penyakit
Keuntungan dari manjemen pengobatan
Efek penyakit terhadap psikososial klien
Teaching Disease Process
Kaji pengetahuan klien terkait penyakit nya
Jelaskan etiologi dan faktor yang berkontribusi
Jelaskan rasional dari management pengobatan
Berikan informasi ke keluarga terkait keadaan pasien
Beritahukan ke pasien atau keluarga untuk segera melaporkan ke tenaga kesehatanjika ada tanda gejala yang mucul
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN MATERNITAS
Nama Ruangan RM.No
No
Dx
Tgl &Jam
IMPLEMENTASI
EVALUASI
1
24 -03-2015
13.30
Resiko Infeksi
Menjelaskan ke klien untuk menajaga kebersihan diri dan pakaian
Menanyakan ke klien tentang BAK setelah kateter dilepas
memeriksa TTV klien
menjelaskan ke klien tentang tanda dan gejala infeksi (intervensi di hentikan karena kateter sudah dilepas dan klien akan pulang)
S :
Klien mengatakan akan menjaga kebersihan diri dan pakaian
Klien mengatakan merasa nyaman setelah kateter dilepas
O :
TTV : TD 110/80 mmHg, Nadi : 91 x/mnt, Suhu 36,4 C, BAK: 4x, Minum 900 cc
A :
Masalah teratasi seluruhnya
P :
Seluruh intervensi dihentikan
2
24-3-2015
13.30
Ansietas
Menjelaskan ke klien apa maksud dari plasenta letak rendah
menganjurkan pasien untuk banyak beristirahat dan benyak berdoa serta tidak banyak pikiran
menjelaskan tentang makanan sehat dan apa yang seharusnya di konsumsi
menjelaskan ke pasien pola aktivitas di rumah, dan tidak mengerkana pekerjaan yang berat
Menjelaskan pada klien kapan harus kembali ke RS
Menjelaskan ke klien untuk kontrol sesuai jadwal
S:
klien mengatakan paham tentang plasenta letak rendah
klien mengatakan paham dan harus banyak istirahat dan mengurangi stress
klien mengatakan paham tentang makanan sehat
klien paham dan mengatakan tidak akan melakukan pekerjaan yang berat
klien mengatakan paham kapan harus kembali ke rumah sakit
klien mengatakan akan selalu kontrol sesuai jadwal
O:
Klien tampak tenang, keluarga tampak mendukung klien
A:
Masalah teratasi sebagian
P: Hentikan intervensi
3
24-3-2015
13.30
Defisiensi pengetahuan
Menjelaskan ke ibu pentingnya miring ke kiri
menjelaskan efek jika tidak miring kiri
Mengionformasikan kondisi umum janin
menjelaskan tentang persiapan pulang
S:
pasien paham tentang pentingnya miring kiri
klien paham apa yang terjadi jika tidak miring kiri
klien mengatakan lega tentang kondisi janinnya
Klien mengatakan paham tentang persiapan pulang
O:-
A:
Masalah teratasi seluruhnya
P:
Hentikan intervensi
Daftar Pustaka
Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th ed.Saunders.
Jafferson Rompas. 2004. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14511Persalinanpreterm.pdf/145.30
Wiknjosastro, H. ;2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.