Osteoporosis pada Lansia Randy Arnold 102011074-E4 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Barat - Indonesia Alamat korespondensi : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara No 6, Jakarta Telp. (021) 5605140 5605140 Email :
[email protected] Pendahuluan
Banyak manusia di zaman sekarang ini yang terlarut dalam kehidupan modern sehingga berbagai macam penyakit dapat diderita. Mulai dari aktivitas manusia dengan alat bantu gerak yang seiap harinya melakukan aktivitas dengan alat-alat gerak pada tubuhnya. Contohnya saja tulang dan otot. Aktivitas yang padat dengan tidak diimbanginya kecukupan dan kelancaran proses metabolisme di dalam tubuh akan membuat organ-organ pada tubuh akan mengalami gangguan termasuk tulang dan otot yang setiap harinya berperan dalam kehidupan kita semua. Osteoporosis menjadi salah satunya bahwa penyakit pada usia lanjut ini dapat menyerang siapa saja tetapi gejala-gejala dari osteoporosis itu sendiri harus dipelajari dengan seksama seperti gejala rapuhnya tulang sampai pada patahnya tulang pada usia lanjut juga membungkuknya badan termasuk dalam gejala osteoporosis. Lutut yang nyeri bisa disebabkan karena faktor usia, juga cedera yang dialami karena cairan sinovial berpengaruh dalam pergerakan lutut layaknya pelumas yang mempermudah pergerakan antara pertemuan dua buah tulang. Dengan adanya ilmu radiologi juga dapat diketahui apakah osteoporosis menyerang tubuh kita ataukah tidak. Dan berbagai pencegahan juga pengobatan tentang osteoporosis bisa kita ketahui dalam dalam pembahasan kali ini. Pembahasan Anamnesis, seperti biasa anamnesis dilakukan dokter untuk mendapatkan informasi dari
pasien, baik informasi mengenai biodata pasien atau keluhan utama juga riwayat penyakit pasien. Menanyakan keluhan utama pasien bagian terpenting dari anamnesis. Anamnesis berperan penting di dalam penetuan diagnosis. Anamnesis dilakukan dengan dua arah,yakni
menggali informasi dari pasien juga sebagai pendengar yang baik terhadap keluhan yang dilontarkan pasien. Pemeriksaan Diagnostik, untuk osteoporosis dalam melakukan pemeriksaan fisik kita dapat
melakukan inspeksi terlebih dahulu untuk melihat bagaimana postur tulang dari cara berdiri pasien atau posisi pasien dalam gerakan tertentu kemudian bisa di lakukan palpasi untuk memastikan apakah ada massa berwarna merah dan hangat atau ada kondisi lain dari postur tulang pasien. Pemriksaan fisik terakhir kita meminta pasien untuk melakukan beberapa gerakan dan kita lihat bagaiman gerakkan dari pasien apakah bisa dilakukan dengan benar atau tidak bisa dilakukan. Pemeriksaan penunjang untuk osteoporosis secara radiologi bisa dilakukan foto rontgen untuk melihat apakah ada osteovit, spour formation yang merupakan tanda dari degenerasi tulang. Untuk pemeriksaaan lab bisa dilakukan pemeriksaaan penanda-penanda tulang terutama kerja osteoblastik dalam serum yaitu test fostfatase alkali dan osteokalsin. Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah. 1 WD, Osteoporosis primer DD, Osteoporosis sekunder
Gambar 1.1 Osteoporosis
Etiology, Osteoporosis dapat terjadi pada semua usia. Sepertiga wanita pascamenopause
mengalami osteoporosis. Fraktur terkait osteoporosis akan terjadi pada lebih dari 40% wanita yang berusia di atas 50 tahun. 2 Faktor risiko terjadinya osteopenia dan osteoporosis adalah sebagai berikut: 2 1. Wanita, khususnya khususnya setelah menopause 2. Keturunan Kaukasia atau Asia 3. Postur tubuh kecil atau berat badan di bawah bawah rata-rata 4. Menstruasi tidak teratur atau amenore 5. Hipertiroid atau hiperparatiroid 6. Penggunaan steroid 7.
Perilaku
berisiko
tinggi
Faktor ras dan herediter. Osteoporosis lebih sering terjadi pada lansia wanita. Kelainan ini juga lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit putih dan wanita Asia dibandingkan dengan wanita berkulit hitam. Hal ini dikaitkan dengan puncak massa tulang yang dicapai pada usia 20-40 tahun pada wanita. Puncak massa tulang ini lebih rendah dari pria. Wanita berkulit putih dan Asia juga memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada wanita berkulit hitam.2 Penyebab adanya osteoporosis dibagi menjadi dua jenis, yakni penyebab primer dan penyebab sekunder. Osteoporosis primer adalah kehilangan k ehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan atau karena menopause pada wanita akibat berkurangnya hormon estrogen. Sementara osteoporosis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal-hal tertentu. Osteoporosis sekunder dikaitkan dengan adanya kelainan patologi, efek samping obat, immobilisasi, kelainan gastrointestinal, dan penyakit ginjal. Kurang aktivitas fisik atau imobilisasi. Telah lama diketahui bahwa imobilisasi tulang memberi efek yang cukup besar terhadap homeostasis kalsium. Jika seseorang memerlukan imobilisasi pada salah satu anggota tubuhnya, sering terjadi osteoporosis pada tulang yang bersangkutan. Kajian yang dituliskan oleh Donaldson dkk. (1970) serta Rambaun, Dietlein, Yogel dan Smith (1972) menyatakan bahwa seseorang yang sehat yang menetap di tempat tidur selama empat sampai enam minggu akan kehilangan massa tulang sebanyak 1 persen
setiap minggu, sedangkan astronot yang berada dalam keadaan hampa udara dan tanpa beban akan kehilangan sekitar 4 persen massa tulangnya per bulan. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa orang yang aktif secara fisik akan memiliki massa tulang yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik ternyata menyebabkan hipertrofi tulang mirip dengan otot yang mengalami hipertrofi apabila diberi pembebanan.
Hal
ini
telah
dibuktikan
dalam
penelitian
yang
dilakukan oleh Lanyon dan Robin bahwa tulang memberikan respons terhadap beban apabila dikenakan secara dinamis dan tidak secara isometris.3 Faktor nutrisi. Untuk mendapatkan dan mempertahankan massa tulang yang adekuat, diperlukan makanan yang cukup mengandung kalsium. Tubuh mengatur kadar ion kalsium dalam cairan ekstraselular sedemikian rupa agar tetap berada dalam kadar yang optimal. Apabila terjadi fluktuasi walaupun hanya sementara,sistem hormon yang mengatur keseimbangan
kalsium
akan
ber-
upaya mengembalikannya ke kadar normal. Dengan bertambahnya usia, absorpsi kalsium pada saluran makan bagian atas menjadi kurang efisien. ef isien. Apabila kalsium dalam diet kurang cukup, tubuh akan menggunakan kalsium dari tempat cadangannya di sistem tulang. Jadi, jelas bahwa lansia membutuhkan lebih banyak kalsium dalam dietnya. dietnya.3 Epidemiology, Osteoporosis dapat menyerang pria maupun wanita. Kondisi ini berkaitan
dengan usia dan khusus pada wanita umumnya karena menopause. Satu dari tiga wanita dan satu dari 12 pria berusia di atas 50 tahun akan menderita retak osteoporosis, hasil uji sekitar 200.000 wanita dan 40.000 pria di Skotlandia (Scotlish Forum, 1997). Menurut hasil analisa data yang dilakukan Puslitbang Gizi Depkes RI pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Tingkat kecenderungan ini 6 kali lebih besar dibandingkan Belanda. Lima provinsi dengaan resiko osteoporosis lebih tinggi yakni Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,8%), Jawa Timur (21,42%), dan Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes RI, 2004). 4 Patofisiology, Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan
maksimal
berjalan
paling
efisien
sampai
umur
kita
mencapai
30
tahun.
Semakin tua usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang semakin s emakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia
mencapai 40 tahun, kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan
tingkat
2
kali
lipat
dibanding
sebelum
menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
5
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah). 5 Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause me mbawa dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka
yang
mengalami
menopause
dini
(pada
usia
kurang
dari
45
tahun).
Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita. 5 Selain estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat mempengaruhi derajat kecepatan hilangnya massa tulang. Salah satu hal yang utama adalah kandungan kalsium di dalam makanan kita. Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dari makanan juga berkurang. 5
Patogenesis Patogenesis Osteoporosis Osteoporosis primer
— -Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α TNF- α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.5-6 — -Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
— -Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan peningkatan resiko fraktur. — -Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. 5-6
— -Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
Gejalan Klinis, Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini
disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus7 — -Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas
Penatalaksanaan (Medikamentosa)
Bifosfonat : Pemberian bifosfonat pada pasien osteoporosis dapat menghambat jalur mevalonat untuk meresorpsi tulang oleh osteoklas, bifosfonat dinilai paling efektif sbg pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Diberikan pagi hari dalam perut kosong, 30 menit sebelum sarapan. Sediaannya alendronat, pamidronat, ibandronat. Efek samping : esofagitis, disfagia, nyeri perut, dispepsia, konstipasi, diare, mual, muntah. 8
Terapi Sulih Hormon pada wanita menopause, yang selain ditunjukkan untuk mengurangi gejala defisiensi hormonnya juga dapat mempertahankan sama tulang sehingga mencega terjadinya osteoporosis atau mencegah terjadinya fraktur patologis. Efek samping pemeberian estrogen ialah tensi yang naik, mual.8 Kalsium bekerja menekan bone turn over, memperbaiki BMD dan mneurunkan insidens fraktur . Sediaan dalam bentuk b entuk laktat, glukoronat, fosfat dengan dosis 1500mg/hari, untuk menutup kehilangan kalsium di usus. 8 Pemberian Vitamin D dengan dengan sediaan kalsitriol yang bekerja menkan remodelling tulang dan memperbaiki BMD.8 Penatalaksanaan (Non-medikamentosa)
Peningkatan konsumsi buah dan sayuran : Penelitian telah menunjukkan bahwa
diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran berkaitan dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran. s ayuran. 9
Mengurangi asupan natrium: Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan
tinggi natrium menyebabkan hilangnya kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut. 9
Pola makan rendah lemak : Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih
tinggi dikaitkan dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar. Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan pembentukan tulang baru. 9
Moderasi
dalam
penggunaan
kafein : Penelitian telah menemukan bahwa
perempuan yang mengkonsumsi paling banyak kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari sumber lain. 9
Tidak mengkonsumsi alkohol: keseimbangan gizi akan mejadi tidak baik.
Mengkonsumsi Protein : karena protein merupakan gisi utama yang baik untuk
tulang. Asupan protein tinggi akan mengurangi resiko terjadinya kekurangan isi tulang dan fraktur. 9
Tidak mengangkat barang berat .
Olahraga secara teratur dan berimbang : olahraga akan menurunkan resiko jatuh
dan patah tulang denan meningkatkan kekuatan otot-otot, koordinasi, keseimbangan, dan pergerakan.9 Komplikasi
Komplikasi pada pasien osteoporosis biasanya timbul pada fraktur tulang. Dikarenanakan massa tulang yang berdegenerasi makan tulang menjadi rapuh sehingga benturan ringan sampai berat bisa membut tulang mengalami fraktur. Fraktur panggul merupaka fraktur yang sering terjadi pada penderita osteoporosis kemudian
fraktur
vertebra
sering
juga
mnegikuti
dan
frasktur
spinal. 10
Gambar 1.2 Hip Fracture
Pencegahan dan Prognosis Khususnya Khususny a bagi wanita disarankan untuk memperkuat dan mempertebal tulangs elagi masih muda dan mengambil langkah-langkah langkah-l angkah untuk memperlambat berjalannya berjalanny a penyakit penyaki t serta
mencegah
komplikasi mjika sudah terkena osteoporosis. Mengingat demikian besar dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh osteoporosis, osteoporosis, maka perlu 9
adanya upaya untuk pencegahan. Tiga faktor penting dalam pencegahan osteoporosis yaitu :
1. Jumlah kalsium yang yang memadai Salah satu sumber kalsium yang cukup baik adalah susu. Dua gelas susu sehari, sudah dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan kalsium. Dari dua gelas susu (500 ml) akan diperoleh 1.250 mg kalsium. Perolehan kalsium tersebut sudah melebihi kebutuhan kalsium orang dewasa yaitu 800-1.000 mg/hari. Sumber kalsium yang lain meliputi: -
Sayuran berdaun hijau gelap
-
Salmon atau sarden dengan tulang
-
Produk kedelai, seperti tahu, tempe, susu kedelai dll
-
Kalsium yang diperkaya sereal dan jus jeruk
2. Vitamin D yang yang cukup Kebutuhan vitamin D normal per hari adalah 400 IU. Dalam bentuk non-aktif, vitamin D banyak terdapat di bawah kulit. Cukupi konsumsi vitamin D diketahui mampu memelihara kesehatan tulang dengan cara meningkatkan penyerapan kalsium dari sistem pencernaan, serta mengurangi pembuangannya dari ginjal. Vitamin D akan menjadi aktif dan berfungsi apabila terpapar sinar matahari pagi yang banyak mengandung ultraviolet. Terpapar sinar matahari sekitar 20 menit per hari, minimal 3 kali seminggu sudah cukup untuk membantu produksi vitamin D.
Tabel 1.1 Tabel Konsumsi Vit.D dan Calcium
3. Olahraga secara teratur Olahraga dapat membantu membangun tulang yang kuat dan memperlambat pengeroposan tulang. Olahraga dapat memberikan manfaat pada tulang meskipun memulainya pada saat dewasa, tetapi alangkah baiknya jika memulai berolahraga secara teratur ketika masih muda
dan
terus
berolahraga
sepanjang hidup. Kombinasikan latihan kekuatan dengan menahan beban. Latihan kekuatan membantu memperkuat otot dan tulang di lengan belakang bagian atas dan latihan beban seperti berjalan kaki, jogging, berlari, memanjat dan lompat tali terutama mempengaruhi tulang di kaki, pinggul dan tulang belakang lebih l ebih rendah. Prognosis untuk osteoporosis dapat menjadi buruk terutama pada wanita di usia
lanjut karena penanganan yg terlambat dari psien tetapi bisa menimialisir dampak negatif tersebut dengan penanganan secara tepat waktu. Kesimpulan
1. Osteoporosis dapat disebabkan oleh faktor usia dengan menurunnya kadar estrogen saat menopause atau dapat disebabkan karena faktor gaya hidup. 2. Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang yang berakibat tulang menjadi rapuh. 3. Terapi osteoporosis meliputi pencegahan dan pemberian obat-obatan.
Daftar Pustaka
1. AS Ronald; AM Richard.Tinjauan klinis hadil pemeriksaan laboratorium Ed 11. Jakarta:EGC, 2002.h. 125-26. 2. PS Sri. Fisioterapi pada lansia. Jakarta:EGC, 2003.h. 205-08.3. 3. C Felicia.Osteoporosis. Jakarta: Gramedia, 2008.h. 258-260. 4. JG Michael; MM Barri; MK John; A Lenore.Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC, 2005.h.458-460. 2005.h.458-460. 5. CJ Elizabeth.Buku saku patofisiologi. Jakarta: E GC, 2005.h.341-350. 6. BL Valentina. Aplikasi klinis patofisiologi. Jakarta: EGC, 2008.h.347-351. 7. D Patrick. At glance medicine. Jarkarta: Erlangga, 2002.h.331-35. 8. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi Indonesia. Farmakologi dan terapi. terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2009. 9. Tandra H. Segala yang perlu diketahui tentang osteoporosis. Jakarta : Gramedia, 2009.