VOL. VOL. I I I NO. NO. 2 Agust Agust us 2010
I SSN 1979-80 91
STUDI STUDI PENGE PENGETAHUAN TAHUAN TE TENTANG GI GI ZI DAN STATUS STATUS GI ZI PADA LANSI A OSTE OSTEOP OPORO OROSI SI S DI YAYASAN YAYASAN PANTI WERDHA WERDHA USI A SURABAYA SURABAYA I rine Christiany, Kiaonarni Ongko W, Dini Nur Febriani Febriani Prodi Keperawatan Sutotpo Kampus Surabaya
Osteoporosis is the most common musculusceletal system among elders. Osteoporosis is a metabolic bone disease characterized by the decrease of bone density and changes on micro-architecture of bone tissue so that bones become fragile and fracture easily. The inadequate knowledge and the poor consume of calcium and vitamin D, lead to the occurrence of osteoporosis due to low nutritional status and body mass index (BMI). Balance on diet, adequate calories, vitamins, minerals, and essential essential amino acids are necessary for the growth of body tissues including bone. The purpose of this research is to identify the level of knowledge of elders with osteoporosis on nutrition and nutritional status at the Yayasan Panti Werdha Surabaya. The study design was descriptive. Variables studied were the knowledge level on nutrition and nutritional status of elders. All elders with osteoporosis (10 persons) at Yayasan Panti Werdha Surabaya were involved as samples. Data was analyzed descriptively. The research revealed that 6 (60%) elders have good, 2 (20%) average and 2 (20%) have poor knowledge on nutrition. And 6 (60%) of elders obtained normal, 2 (20%) suffer from obesity and only 2 (20%) has low nutritional status. It is advised, therefore, the elders to maintain their normal nutritional status and consume adequate calcium, vitamin D as well as adequate calories to avoid osteoporosis Key words: knowledge, Nutrition, Nutrition status, Osteoporosis, elders Alamat korespond korespondensi: ensi: Jl. Parang Parang Kusumo Kusumo No No 1 Surabaya, Surabaya, Tilp. Tilp. 031-3550163 031-3550163
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan masalah yang utama bagi para lanjut usia. Mulai dari sistem tubuh anggota gerak atas sampai sistem tubuh anggota gerak bawah terjadi perubahan entah itu dari segi anatomis ataupun segi fisiologis. Perubahan sistem muskuluskeletal yang paling sering dijumpai adalah osteoporosis. Penyakit osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang yang ditandai dengan menurunnya kepadatan tulang dan perubahan mikroarsitektur jaringan tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Dalimartha, 2005). Salah satu penyebab timbulnya osteoporosis adalah pengetahuan tentang gizi yang rendah pada lansia. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan tentang gizi dengan mengadakan penyuluhan pada lansia di Panti Werdha. Kebanyakan lansia tidak mengerti tentang gizi pada osteoporosis, tetapi ada beberapa lansia yang mengerti tentang gizi yang diperlukan untuk penderita osteoporosis misalnya makanan apa yang mengandung kalsium dan berapa kalori yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya osteoporosis dan hal itu dapat mengurangi kejadian osteoporosis. Orang–orang tertentu yang mempunyai risiko lebih besar mengalami osteoporosis yaitu dengan faktor turunan serta faktor makanan dan hormon yang mempengaruhi berkurangnya massa tulang. JURNAL KEPERAWATAN
Faktor risiko turunan yang dapat mempengaruhi berkurangnya massa tulang antara lain: perempuan menopause mempunyai risiko 6 kali lebih besar daripada laki–laki untuk terkena osteoporosis, semakin lanjut usia seseorang semakin besar kehilangan massa tulang dan semakin besar pula kemungkinan timbulnya osteoporosis, scoliosis, memiliki kerangka tulang yang kecil dengan telapak kaki yang datar (flat feet) lebih berisiko, salah satu cara untuk memantau status gizi orang dewasa adalah dengan mengukur indeks massa tubuh jika body mass index (BMI) atau IMT yang rendah maka dengan kata lain orang kurus dengan berat badan yang kurang lebih mudah terserang osteoporosis daripada orang gemuk (Supariasa, 2002) . Faktor makanan dan hormon yang mempengaruhi antara lain: kekurangan hormon estrogen akan mengakibatkan lebih banyak resorpsi tulang dan diperberat lagi setelah menopause, produksi hormon testosteron yang rendah akan mengurangi massa tulang yang akan menimbulkan osteoporosis (Stanley, 2007), diet yang ketat dapat menurunkan berat badan dan dapat menyebabkan siklus haid terganggu sehingga haid bisa terhenti dan hormon estrogen yang dihasilkan sedikit sehingga cenderung terserang osteoporosis, konsumsi makanan yang kurang kalsium dan vitamin D menyebabkan rapuhnya tulang karena 98% kalsium tersimpan di dalam tulang. 57
VOL. I I I NO. 2 Agust us 2010
Vitamin D berguna untuk penyerapan kalsium di usus jika dalam makanan tidak terdapat keduanya maka penipisan tulang akan terjadi, penyebab rapuhnya tulang berikutnya yaitu rokok, alkohol, kopi, garam, dan minuman ringan karena di dalam minuman tersebut mengandung kafein, fosfat dan garam menyebabkan kalsium tidak dapat diserap dan langsung dibuang melaui urin, obatobatan steroid akan mengeluarkan kalsium dari tulang sedang konsumsi makanan terlalu banyak mengandung protein (lebih dari 120 g) akan meningkatkan pengeluaran kalsium melalui urin, dan terakhir yaitu gaya hidup yang inaktif karena massa otot langsung berhubungan dengan massa tulang sehingga jika seseorang tidak pernah melakukan latihan dan immobilisasi menyebabkan otot mengecil dan massa tulang akan berkurang (Medicastore, 2007). Osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang tulang pada lansia. Di Indonesia tahun 2007 hampir 74% terserang osteoporosis (Administrator, 2007) dan beberapa risiko tinggi terkena osteoporosis, khususnya di Jawa Timur sebanyak 21,42%, dengan perbandingannya 1 dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria yang terkena osteoporosis, sedangkan di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya dengan jumlah lansia 35 orang sebanyak 28,6% yang terkena osteoporosis. Jawa Timur sebanyak 21,42%, dan terakhir Kalimantan Timur sebanyak 10,5%. Dengan perbandingannya I dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria yang terkena osteoporosis, sedangkan di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya dengan jumlah lansia 35 orang sebanyak 28,6% yang terkena osteoporosis. Pada penyakit osteoporosis, berkurangnya massa tulang dapat berlangsung tanpa gejala. Sering kali diagnosis osteoporosis ditegakkan dari hasil pemeriksaan radiologis tulang setelah terjadi fraktur tulang belakang spontan atau fraktur pada tulang panjang karena trauma ringan misalnya hanya sedikit terbentur. Dampak yang timbul akibat faktor turunan serta faktor makanan dan hormon dari osteoporosis yaitu : rasa nyeri di daerah punggung jika berdiri, membungkuk, berjalan, duduk, berdiri, atau melakukan suatu gerakan yang salah, fraktur entah itu timbul spontan atau akibat benturan, berkurangnya tinggi badan dapat terjadi . Akibat absorbsi. Kalsium dan vitamin D yang kurang, dan deformitas tulang belakang atau kelainan bentuk tulang biasanya dapat dijumpai dengan postur tubuh kifosis (punggung yang bungkuk) karena adanya penyusutan massa tulang dalam tubuh dan selain itu dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan para lansia tentang gizi pada penyakit osteoporosis. Osteoporosis dapat kita cegah dengan menjauhi faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya osteoporosis dengan kata lain tidak melakukan hal–hal yang dapat menimbulkan osteoporosis dan dapat diobati dengan berbagai cara melalui penyuluhan dan informasi yaitu: diet JURNAL KEPERAWATAN
I SSN 1979-80 91
seimbang dengan makanan yang cukup kalori, vitamin khususnya vitamin D, mineral, dan asam amino essensial yang digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh yang sempurna termasuk tulang. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi status gizi lansia osteoporosis dan pengetahuan tentang gizi di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya.
BAHAN DAN METODE
Disain penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh lansia yang menderita osteoporosis di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya periode bulan Mei 2008 sebanyak 10 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total sampling. Variabel penelitian ada 2 yaitu status gizi lansia osteoporosis dan tingkat pengetahuan lansia tentang gizi. Cara pengumpul data menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian menggunakan antropometri BB/TB (diukur dengan IMT) pada lansia osteoporosis. Tempat penelitian di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya. dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Analisis data secara deskriptif.
HASI L DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lansia Osteoporosis di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya
1. Umur lansia didapatkan bahwa sebagian (50%) berada pada kelompok umur 60–79 tahun, sebanyak 2 orang (20%) berada pada kelompok umur 50–59 tahun dan selebihnya 3 orang (30%) berada pada kelompok umur ≥ 80 tahun 2. Jenis kelamin lansia diketahui bahwa sebanyak 8 orang (80%) berjenis kelamin perempuan, dan sebanyak 2 orang (20%) berjenis kelamin laki– laki. 3. Pendidikan lansia diperoleh 6 orang (60%) pernah sekolah (Sekolah Rakyat) dan 4 orang (40%) tidak lulus SR. 4. Berat badan lansia diketahui bahwa sebanyak 7 orang (70%) berat badannya ≥51 kg, sebanyak 2 orang (20%) berada pada kelompok berat badan 40–50 kg, dan hanya 1 orang (10%) berada pada kelompok berat badan ≥35 kg. 5. Tinggi badan lansia diketahui sebanyak 7 orang (70%) mempunyai tinggi badan 150–160 cm, sebanyak 2 orang (20%) mempunyai tinggi badan ≥161 cm, dan hanya 1 orang (10%) memiliki tinggi badan ≥145 cm. Pengetahuan Tentang Gizi Pada Lansia Ost eoporosis di Yayasan Pant i Werdha Usia Surabaya 58
VOL. I I I NO. 2 Agust us 2010
I SSN 1979-80 91
Dari tabel 1 didapatkan 6 orang (60%) pengetahuan tentang gizi baik, sebanyak 2 orang (20%) pengetahuan tentang gizi cukup dan hanya 2 orang (20%) pengetahuan tentang gizi kurang. Tabel 1 Pengetahuan Tentang Gizi pada Lansia Osteoporosis Di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya, Mei 2008 Pengetahuan tentang gizi Baik Cukup Kurang Total
f 6 2 2 10
% 60 20 20 100
Hal ini dapat kita simpulkan bahwa dengan berpengetahuan baik yaitu sebanyak 60% maka kemungkinan untuk mengerti dan memahami tentang gizi dan osteoporosis besar dan dengan berpengetahuan kurang yaitu 20% kemungkinan mereka cukup dapat mengerti tentang gizi dan osteoporosis sedangkan orang dengan pengetahuan kurang kemungkinan kecil mereka dapat bahkan sama sekali tidak dapat mengerti dan memahami tentang gizi dan osteoporosis. Pendidikan adalah proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang. Dengan belajar maka sesuatu yang tidak tahu akan menjadi tahu. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan dimana diharapkan dengan pendidikan yang tinggi seseorang maka semakin luas pula pengetahuannya (Nursalam dan Siti Pariani. 2001). Pengetahuan ini sudah sampai pada tahap evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau subyek – subyek penelitian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai – nilai yang baru dikenal. Sebagian contoh pada tahap evaluasi yaitu orang dapat membedakan jenis makanan yang banyak mengandung kalsium (Notoatmodjo. S. 2000). Sesuai dengan teori Roger, bahwa penderita sudah masuk tahap adaptasi yaitu tahap dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan lansia tentang gizi disini baik dan hal ini merupakan perwujudan dari pengalaman yang diperolehnya.
(20%) status gizi gemuk dan hanya 2 orang (20%) status gizi kurus. Tabel 2 Status Gizi Lansia Osteoporosis di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya, Mei 2008 Status gizi Normal Gemuk Kurus Total
frekuensi 6 2 2 10
% 60 20 20 100
Dari kelompok kategori IMT diatas diketahui bahwa dari 10 orang didapatkan 6 orang (60%) status gizinya normal, sedangkan sebanyak 2 orang (20%) status gizinya gemuk, dan 2 orang (20%) status gizinya kurus. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan gizi yang normal yaitu sebanyak 60% dapat terhindar dari osteoporosis, karena status gizi dengan IMT yang normal yang dimiliki orang dapat disebabkan karena berat badannya yang normal yaitu ≥ 51 kg sebanyak 7 orang (70%) dengan tinggi badan yang normal juga yaitu antara 150–160 cm sebanyak 7 orang (70%). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan. IMT normal yang sebagian besar dimiliki oleh orang salah satu hasil yang dihitung dari berat badan (dalam kg) orang dibagi dengan tinggi badan x tinggi badan (dalam m) (Supariasa, 2002). Namun dengan IMT yang normal jika tidak dipenuhi dengan asupan kalsium yang cukup tidak mungkin menjamin akan terhindar dari osteoporosis, tetapi hasil penghitungan IMT dalam kategori kurus sebanyak 2 orang (20%) lebih mudah terserang osteoporosis daripada orang gemuk sebanyak 2 orang (20%) karena bobot tubuh yang ringan maka massa tulang kurang terbentuk sempurna (Tutuarima,http://www.google.com,). Lansia yang mempunyai IMT yang kurus sebanyak 2 orang (20%) kemungkinan disebabkan karena asupan gizinya yang tidak adekuat dan dengan berat badan dan tinggi badannya yang tidak ideal sehingga penghitungan IMT diperolah hasil kurus. Hal ini butuh perhatian yang penuh karena dapat menyebabkan lansia mudah terserang osteoporosis, apalagi jika tidak diimbangi dengan asupan kalsium yang cukup maka akan mudah terjadi pengeroposan tulang. Makanan yang penting diberikan untuk lansia dengan berat badan yang kurang yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dengan diet TKTP 2100 kalori, dengan protein 85 gr, karbohidrat 325 gr, dan lemak 40 gr (Nugroho, 1992).
Stat us Gizi Lansia Osteopor osis di Yayasan Panti Werdha Usia Surabaya
SI MPULAN DAN SARAN
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 6 orang (60%) status gizi normal, sebanyak 2 orang
Hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1)tingkat pengetahuan lansia
JURNAL KEPERAWATAN
59
VOL. I I I NO. 2 Agust us 2010
tentang gizi pada osteoporosis yaitu lebih dari setengahnya (60%) berpengetahuan baik; 2)status gizi lansia osteoporosis terdapat lebih dari setengahnya (60%) status gizinya normal. Beberapa hal yang disarankan sebagai berikut: 1)bagi petugas puskesmas hendaknya memberikan health education atau penyuluhan kesehatan tentang gizi dan status gizi pada lansia osteoporosis sehingga dapat terhindar dari osteoporosis; 2)bagi lansia hendaknya mengkonsumsi zat gizi kalsium dan vitamin D yang dibutuhkan untuk lansia sebesar 700 mg/hari menurut AKG WNPG 2000.
DAFTAR ACUAN
Administrator. 2007. Republika edisi 23 november. Penyebab Osteoporosis.
I SSN 1979-80 91
Republika. (http://halalguide.Info/content/view/ 230/38), diakses tanggal 26 desember 2007. Dalimartha, Setiawan. 2005 .Mengenal dan Mencegah Osteoporosis . Jakarta: Penebar swadaya. Medicastore.com.http://halalguide .i nfo/content/view /230/38, diakses tanggal 26 Desember 2007. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002 .Penilaian Status Gizi . Jakarta: EGC. Notoatmodjo. S. 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. Stanley,Mickey dan patricia G.B. 2007. Keperawatan Gerontik . Jakarta: EGC. Tutuarima, Sony. 2007. Prosentase Osteoporosis di Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN
60