OPTIMALISASI PENDAPATAN SEKTOR PARKIR DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Probolinggo)
Disusun Oleh: Happy Akbar Pamungkas NIM. 0610230087
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010
ABSTRAK OPTIMALISASI PENDAPATAN SEKTOR PARKIR DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Probolinggo)
Oleh: Happy Akbar Pamungkas
Dosen Pembimbing: Dr. Rosidi SE,. MM., Ak. Helmy Adam SE., MSA., Ak., CPMA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program otonomi daerah yang mensyaratkan adanya proporsionalitas dan keadilan dalam distribusi wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan otonomi daerah, daerah diberi wewenang untuk menggali dan mengoptimalkan potensi keuangan daerah yang diantaranya berasal dari pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak dan retribusi daerah merupakan elemen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial, yang salah satunya adalah pajak dan retribusi parkir. Objek dalam penelitian ini adalah pemerintah Kota Probolinggo yang merupakan salah satu kota yang sedang berkembang di Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan metode studi kasus. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan objek secara sistematis, dalam hal ini upaya Pemerintah Kota Probolinggo dalam melakukan optimalisasi terhadap pemungutan pajak dan retribusi daerah, khususnya pajak parkir dan retribusi parkir, untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa optimalisasi pendapatan parkir menunjukkan hasil yang positif, dengan kata lain terdapat pencapaian yang signifikan atas penerimaan pajak dan retribusi parkir. Kata kunci: Otonomi Daerah, Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak dan Retribusi Parkir
ABSTRACT OPTIMILIZATION REVENUE OF PARKING SECTOR TO INCREASING OF REGIONAL REAL INCOME (A Case Study in Probolinggo City Government)
By: Happy Akbar Pamungkas
Advisor: Dr. Rosidi, SE,. MM., Ak. Helmy Adam, SE., MSA., Ak., CPMA.
The objective of this research was to disclose the implementation of local autonomy which requires proportional and fairway distribution of authority of Central Government to Local Government. With local autonomy, the territory were offered authority for explore and optimize local finance potentials, which among them came from collecting local taxes and retribution. Local taxes and retribution an element of potential regional real income, which among them was the tax and retribution of parking. The object of this research was the Probolinggo City Government which one of a growth city in East Java Province. This research was a form of descriptive research which used case study method. This research was expected to explain the object systematically, in this case the efforts of Probolinggo City Government in performed optimalization the collecting of taxation and retribution, especially the parking tax and retribution, for improvement the regional financial solvency. The results of this research indicated that parking revenue optimalization showed positive results, in other words there was a significant achievement for parking tax and parking retribution revenues. Key words: local autonomy, local tax and retribution, parking tax and retribution
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dilahirkan dalam semangat reformasi dan demokratisasi sebagai anti-tesis kekuasaan sentralistik orde baru. Dari sisi hukum, UndangUndang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 mendesentralisasikan kekuasaan secara radikal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Karena itu, ketika secara resmi mulai digulirkan tahun 2001, masyarakat menyambut dengan antusias. Jarak yang semakin dekat antara masyarakat dengan pemerintah selaku penyelenggara kekuasaan negara di tingkat daerah, mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat. Aldjufri (2006: 6) menyatakan bahwa sistem pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa, dan aspirasi masyarakat lebih ditekankan. Tujuannya adalah pemerataan dan keadilan menurut kondisi, potensi, dan keanekaragaman masing-masing wilayah. Pelaksanaan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang digantikan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 kemudian diperbarui dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah menjadikan peran pemerintah pusat yang sebelumnya merupakan instansi terpenting yang mengatur segala sesuatu dalam kehidupan bersama, dalam konteks desentralisasi ini adalah
melakukan supervisi, memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan kata lain, peran pemerintah pusat sekedar berperan sebagai agen regulator dan agen administratif. Sedangkan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah yang perlu diambil adalah dengan cara menggali segala kemungkinan sumberdaya keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara teoritis, desentralisasi diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasilhasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi paling lengkap (Mardiasmo, 2002: 6). Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu melaksanakan otonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Adapun perkembangan pendapatan daerah kota Probolinggo selama lima tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Kota Probolinggo Tahun Anggaran 2004 sampai dengan 2008 (dalam rupiah) Tahun
Anggaran (A)
Realisasi (B)
(B/A)x100%
2004
166.560.578.123,00
173.681.781.819,71
104,28
2005
188.297.622.587,00
193.973.883.023,10
103,01
2006
294.195.131.058,35
303.288.918.311,27
103,09
2007
369.402.884.990,00
378.859.865.993,12
102,56
2008
405.395.031.033,56
409.257.667.883,41
100,95
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi yang diolah Berdasarkan tabel 1.1 diatas pendapatan Kota Probolinggo terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun melebihi dari target yang ditentukan. Hal ini tentunya didukung oleh masing-masing komponen yang masuk sebagai kategori pendapatan kota Probolinggo yang salah satunya adalah pendapatan asli daerah kota Probolinggo. Dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak. Adapun pendapatan asli daerah terdiri dari : 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah Pendapatan asli daerah ditujukan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Dengan kata lain, wujud dari pelaksanaan desentralisasi ditunjukkan oleh kemampuan daerah otonom mengelola pendapatan asli daerahnya masing-masing. Kota Probolinggo yang merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai sektor. bersumber dari penerimaan pemerintah daerah kota Probolinggo itu sendiri. Sumber penerimaan ini berasal dari pengelolaan sumber daya yang dimiliki daerah yang biasa dikenal dengan pendapatan asli daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tentu tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen pendapatan asli daerah yang meliputi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah lainnya. Tabel 1.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kota Probolinggo Tahun Anggaran 2004 sampai dengan 2008 (dalam rupiah) Tahun Anggaran 2004
Target (A) 16.765.127.620,00
Realisasi (B) 18.526.311.240,91
(B/A)x100%
2005
20.626.332.175,00
21.141.363.660,24
102,49
2006
25.284.296.722,35
28.705.366.040,49
113,53
2007
28.114.882.900,00
35.428.918.239,12
126,01
2008
32.345.541.867,00
38.030.645.757,41
117,57
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi yang diolah
110,50
Berdasarkan data perkembangan pendapatan asli daerah kota Probolinggo yang terangkum dalam tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah kota Probolinggo terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan asli daerah kota Probolinggo dari tahun ke tahun juga diikuti dengan peningkatan masing-masing komponen pendapatan asli daerah yang meliputi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah lainnya. Tabel 1.3 Pertumbuhan PAD dan Kontribusinya Terhadap Total Pendapatan Kontribusi PAD Terhadap Total Pendapatan Tahun
Realisasi PAD (A)1
Realisasi Total Pendapatan (B)2
(A/B)x100%
2004
18.526.311.240,91
173.681.781.819,71
10,67
2005
21.141.363.660,24
193.973.883.023,10
10,90
2006
28.705.366.040,49
303.288.918.311,27
9,46
2007
35.428.918.239,12
378.859.865.993,12
9,35
2008
38.030.645.757,41
409.257.667.883,41
9,29
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi yang diolah Melihat tabel 1.3 diatas, PAD kota Probolinggo terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Akan tetapi kontribusi PAD terhadap terhadap total pendapatan kota Probolinggo mengalami penurunan mulai tahun 2006. Oleh karena itu optimalisasi komponen-komponen PAD kota Probolinggo perlu
1
Realisasi Tabel 1.2
2
Realisasi Tabel 1.1
ditingkatkan lagi. Salah satunya adalah melalui optimalisasi pendapatan sektor parkir kota Probolinggo. Dengan mengacu penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arum (2007) tentang optimalisasi salah satu komponen pendapatan asli daerah berupa pajak hotel dan restoran yang merupakan bagian dari pajak daerah, menunjukkan bahwa 33% pendapatan pajak daerah kota Malang berasal dari pajak hotel dan restoran serta memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar 16% dari total PAD kota Malang pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa pajak hotel dan restoran cukup memberikan kontribusi sebagai pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah kota Malang. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2009) tentang optimalisasi pajak parkir di kabupaten Malang, menunjukkan bahwa pajak parkir sebagai pajak daerah memberikan kontribusi sebesar 0,097% dari total pendapatan asli daerah pada tahun 2005. Jika melihat besarnya kontribusi pajak parkir terhadap PAD tersebut memang tidak besar, tetapi sebagai pajak daerah yang tergolong belum lama ditetapkan, pajak parkir ini telah menunjukkan potensinya sebagai komponen pajak daerah kabupaten Malang. Berdasarkan penelitian sebelumnya tersebut, pertumbuhan pendapatan asli daerah dapat ditingkatkan melalui optimalisasi salah satu pajak daerah. Akan tetapi upaya optimalisasi juga dapat dilakukan berdasarkan sektor perekonomian yang ada di daerah seperti sektor pariwisata, sektor perdagangan, sektor parkir, sektor perikanan, dan lain sebagainya. Optimalisasi terhadap sektor perekonomian yang ada di daerah ini, ada yang berpengaruh terhadap pajak dan retribusi daerah.
Sebagaimana halnya optimalisasi pendapatan sektor parkir tentunya dapat dioptimalkan melalui pajak parkir maupun retribusi parkir. Tabel 1.4 Perkembangan Pendapatan Sektor Parkir Kota Probolinggo (dalam rupiah) TAHUN
PAJAK PARKIR (Rp)
RETRIBUSI PARKIR (RP)
TARGET
REALISASI
TARGET
REALISASI
2004
-
-
201.625.000
218.916.300
2005
-
-
260.860.000
379.947.150
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi yang diolah Pada tabel 1.4 di atas pendapatan sektor parkir terbilang cukup besar meskipun pada tahun tersebut pendapatan parkir hanya berasal dari retribusi parkir. Akan tetapi, mengingat pertumbuhan sektor swasta yang berkembang di kota Probolinggo sehingga memungkin tersedianya jasa layanan parkir oleh pihak swasta dan semakin bertambahnya pengguna kendaraan bermotor, maka pendapatan dari sektor parkir di kota Probolinggo dapat dioptimalkan lagi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pendapatan sektor parkir kota Probolinggo dan upaya-upaya peningkatannya. Oleh karena itu penulis lebih memfokuskan pada upaya-upaya optimalisasi pendapatan asli daerah dari sektor parkir sebagai salah satu komponen pendukung sumber pendapatan asli
daerah
kota
“OPTIMALISASI
Probolinggo,
sehingga
PENDAPATAN
penulis
SEKTOR
mengambil
PARKIR
judul
DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Probolinggo)” .
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka fokus permasalahan yang terdapat pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran pelaksanaan pemungutan pajak parkir maupun retribusi parkir di kota Probolinggo? 2. Apa saja bentuk optimalisasi pendapatan sektor parkir yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Probolinggo? 3. Apa dampak optimalisasi pendapatan sektor parkir terhadap pendapatan asli daerah?
1.3 Pembatasan Masalah Agar dalam pembahasan pokok permasalahan tidak meluas dan lebih terfokus, maka penulis memberi batasan pada perumusan masalah yang telah dibuat, yaitu: 1. Upaya optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang akan diteliti hanya dibatasi pada pemerintah daerah kota Probolinggo. 2. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada data periode tahun anggaran 2004-2008.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan mengadakan penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak parkir maupun retribusi parkir di kota Probolinggo.
2. Mengetahui
bentuk
optimalisasi
pendapatan
sektor
parkir
yang
dilaksanakan oleh pemerintah kota Probolinggo. 3. Mengetahui dampak optimalisasi pendapatan sektor parkir terhadap pendapatan asli daerah.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat terbagi atas: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu akuntansi, khususnya yang terkait dengan akuntansi sektor publik. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah juga merupakan bagian dari laporan keuangan sektor publik yang masingmasing komponen penyusunnya dapat dioptimalkan, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para peneliti lain yang akan melakukan penelitian di bidang yang sama untuk pengembangan suatu teori lebih lanjut mengenai akuntansi sektor publik. Dan diharapkan akan menjadi stimulus bagi penelitian yang akan datang, sehingga proses pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan akan memperoleh hasil yang maksimal. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini bersumberkan dari hasil pengamatan maupun narasumber secara langsung, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi yang terkait dengan pengelolaan pendapatan sektor parkir untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan penerimaan yang diperoleh dari sektor parkir. Sehingga evaluasi terhadap optimalisasi pendapatan sektor parkir dapat lebih dimaksimalkan kembali. 3. Pembuat kebijakan Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi yang memiliki wewenang lebih tinggi dalam penyusunan kebijakan yang lebih optimal terkait dengan penerimaan dari sektor parkir.
1.6 Sistematika Pembahasan Bab I telah diuraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian serta manfaatnya baik secara teoritis maupun praktis serta pambuat kebijakan. Bab II akan memaparkan beberapa teori yang dijadikan acuan oleh peneliti dalam malakukan penelitian. Bab III akan diuraikan mengenai jenis penelitian yang digunakan, objek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data yang sesuai dengan data yang diperoleh. Bab IV membahas gambaran umum instansi yang diteliti beserta penjelasannya sehingga terdapat pemaparan lengkap dengan tujuan agar hasil analisa data dapat dipahami. Bab V akan disajikan kesimpulan dan rekomendasi yang dianggap perlu atas hasil penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintahan Daerah Sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004, yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Penyelenggara
pemerintahan
daerah
dalam
melaksanakan
tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan dalam peraturan daerah. Kebijakan daerah yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan daerah lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga
memuat tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada azas-azas: 1. Desentralisasi: pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dekonsentrasi: merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu 3. Tugas pembantuan: penugasan pemerintah kepada daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Setelah mengetahui asas yang digunakan dalam tugasnya sebagai pemerintah, sesuai dengan Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 mengenai penyelenggaraan otonomi daerah, dimana penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan
memberikan
kewenangan
yang
luas,
nyata,
dan
bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian, dan juga pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta pembagian kewenangan pusat dan daerah. Adapun kewenangan yang dimiliki daerah sendiri mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain. Dalam pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
2.2 Desentralisasi Adapun tujuan desentralisasi yang dikemukakan oleh Sady (1996) dalam Rusydi (2001: 13) secara umum dikatakan sebagai berikut: 1. Mengurangi beban pemerintah pusat, dan juga campur tangan dalam masalahmasalah kecil pada tingkatan lokal. Demikian pula memberikan peluang untuk koordinasi pelaksanaan pada tingkat lokal. 2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari pada kegiatan kontribusi kegiatan mereka itu. 3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga dapat lebih realistis. 4. Melatih rakyat untuk bisa mengatur dirinya sendiri. 5. Pembinaan kesatuan nasional Namun demikian tidak mutlak bahwa sistem desentralisasi akan membawa dampak baik bagi kelangsungan pemerintahan, karena jika melihat secara seksama akan terlihat kelemahan dari sistem desentralisasi ini seperti yang dikemukakan oleh Josef (1996: 20) antara lain : 1. Karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintah bertambah kompleks yang akan mempersulit koordinasi.
2. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu. 3. Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme. 4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan yang bertele-tele. 5. Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman/uniformitas dan kesederhanaan.
2.3 Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bentuk dari pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan dekosentrasi dan/atau penugasan dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah kepada pemerintah daerah diikuti dengan pemberian dana (Undang-Undang No. 32 tahun 2004). Keuangan daerah ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemahaman atas keuangan negara yang menyebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa barang maupun uang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan negara dalam hal ini meliputi penerimaan dan pengeluaran daerah sebagaimana yang termuat dalam UU No. 17 tahun 2003. Ada beberapa kriteria penilaian yang harus ada pada hubungan keuangan antara pusat dan daerah seperti dijelaskan oleh Devey (1988) dalam Rusydi (2001: 21) adalah sebagai berikut:
1. Suatu pembagian kekuasaan yang rasional tingkat-tingkat pemerintah dalam memungut dan membelanjakan sumber dana pemerintah, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi. 2. Suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi, penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 3. Pembagian yang adil diantara daerah-daerah atas pengeluaran pemerintah, atau sekurang-kurangnya ada perkembangan yang memang diusahakan kearah itu. 4. Suatu upaya perpajakan (fiscal effort) didalam memungut pajak dan retribusi oleh pemerintah daerah yang sesuai dengan pembagian yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat.
2.3.1 Definisi Keuangan Daerah Keuangan daerah memiliki
definisi
dalam Keputusan Mendagri No. 29 tahun 2002
sebagai
hak
dan
kewajiban
daerah
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Berdasarkan Keputusan Mendagri tersebut Arum (2007: 14) memaparkan bahwa Keuangan daerah memiliki ciri-ciri: 1. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah sebagai alat pengendalian terhadap realisasi penerimaan, belanja maupun pembiayaan.
2. Belanja modal sebagai investasi dalam aktiva tetap tidak semata-mata dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan tetapi juga dipakai dalam penyelenggaraan
pemerintahan
dan
peningkatan
pelayanan
kepada
masyarakat. 3. Pemerintah daerah tidak berorientasi mencari keuntungan tetapi lebih pada usaha peningkatan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.3.2 Sumber Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, sumber penerimaan pemerintah daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan yang meliputi : a. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah diartikan sebagai semua perolehan atau penghasilan atau penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri, yang dimanfaatkan atau digunakan oleh pemerintah daerah yang menjadi hak dan wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang pelaksanaannya sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Berikutnya pengertian pendapatan asli daerah dapat dijelaskan sebagai segenap penerimaan kas yang masuk di kas daerah yang diatur dengan peraturan daerah yang berlaku, yang digunakan untuk menutup
pengeluaran daerah. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. b. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri atas: 1.
Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisa si.
2.
Dana Alokasi Umum Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3.
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
c. Pinjaman Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber pendapatan dalam negeri atau sumber luar negeri dengan persetujuan pemerintah pusat untuk membiayai sebagian anggarannya. d. Lain-Lain Penerimaan Yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber lain, selain pendapatan asli daerah serta selain pendapatan daerah yang berasal dari pemberian pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi. 2. Pembiayaan Dana untuk melakukan pembiayaan bersumber dari: a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b. Penerimaan pinjaman daerah c. Dana cadangan daerah d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
2.4 Perpajakan 2.4.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang No. 28 Tahun 2007).
Sedangkan pengertian menurut Soemitro (1998) dalam Mardiasmo (2006: 1) adalah: Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur pajak diantaranya adalah: 1. Iuran dari rakyat kepada negara Pihak yang berhak memungut pajak adalah negara dan iuran yang dibayarkan rakyat adalah berupa uang 2. Berdasarkan undang-undang Pajak yang dipungut dan dilaksanakan berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang pajak yang berlaku dan bersifat mengikat, sehingga pajak dapat dipaksakan. 3. Kontraprestasi Pajak yang dibayarkan kepada kas negara dalam hal ini wajib pajak tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung dari negara, dengan kata lain pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Untuk pengeluaran umum Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat lain.
2.4.2 Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006: 1) diantaranya adalah: 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi Mengatur (Regulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.
2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (1999: 10) dibagi menjadi: 1. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah atau fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-cirinya: a. Wewenang menentukan besarnya pajak ada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Hutang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus. 2. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Adapun ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. 3. With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciricirinya, wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.
2.4.4 Jenis Pajak Secara umum wajib pajak baik badan maupun perorangan akan dihadapkan dengan tiga perbedaan jenis pajak sebagaimana yang dijelaskan menurut Mardiasmo (2006: 6) yaitu: 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh, Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, artinya memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh, pajak penghasilan (PPh) b. Pajak objektif, yaitu pajak yang dibebankan berdasarkan objek pajak, tanpa memperhatikan kepemilikan atau subjek tertentu. Contoh, pajak penjualan (PPN) 3. Menurut lembaga pemungutnya a. Pajak negara Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat berdasarkan UndangUndang, hasil pemungutan masuk ke kas negara dan akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan secara umum. Pengelola pemungutan pajak pusat adalah: a)
Direktorat Jenderal Pajak
b) Direktorat Jenderal Bea Cukai Contoh pajak negara adalah PPh, PPN dan PPnBM (pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah), PBB. b. Pajak daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.5 Pajak Daerah 2.5.1 Pengertian Pajak Daerah Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pajak daerah didefinisikan sebagai iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan menurut Davey (1988: 39) Perpajakan daerah dapat diartikan sebagai : 1.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri.
2.
Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.
3.
Pajak yang ditetapkan dan/atau dipungut oleh pemerintah daerah.
4.
Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, dibebani pungutan tambahan oleh pemerintah daerah.
2.5.2 Jenis Pajak Daerah Undang-Undang No. 34 tahun 2000 membagi jenis pajak daerah menjadi dua macam yaitu: 1. Pajak Propinsi yang terdiri dari: a. Pajak kendaraan bermotor dan pajak kendaraan di atas air; b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak hotel;
b. Pajak restoran; c. Pajak hiburan; d. Pajak reklame; e. Pajak penerangan jalan; f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C; g. Pajak parkir; h. Pajak lain-lain Disamping jenis pajak-pajak tersebut diatas pemerintah daerah juga diperbolehkan memungut jenis pajak lain, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perekonomian daerah di masa mendatang yang mengakibatkan pergeseran potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi daerah. Jenis pajak baru yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah pusat maupun daerah yang kemudian dikemukakan kepada DPR RI/DPRD dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah harus memenuhi beberapa kriteria sebagaimana yang dijelaskan Rusydi (2001: 37) antara lain: 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi Yang dimaksud dengan kriteria bersifat pajak dan bukan retribusi adalah bahwa pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak. 2. Objek dan dasar pengenaannya tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Yaitu pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketenteraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. 3. Potensinya memadai
Yaitu bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah. 4. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Yaitu pajak tidak menggangu alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor. 5. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Yaitu objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. 6. Menjaga kelestarian lingkungan Yaitu pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban pemerintah dan masyarakat.
2.6 Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bemotor yang memungut bayaran (Kurniawan, 2006: 28).
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah serta ditindak lanjut dengan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah, maka pajak parkir merupakan pajak daerah kota Probolinggo. Meskipun tidak semua kabupaten/kota memungut pajak parkir karena potensi pajak parkir di daerah kabupaten/kota tersebut dipandang kurang memadai, tetapi seiiring dengan terus berkembangnya taraf kehidupan bermasyarakat di setiap daerah, menjadikan pajak parkir sebagai pendapatan asli daerah yang cukup potensial dan akan terus dikembangkan. Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah juga mengatur tentang objek pajak, subjek pajak dan wajib pajak parkir. Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir.
Wajib
pajak
parkir
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan tempat parkir. Objek pajak parkir yang dimaksud disini adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak parkir dalam peraturan pemerintah ini antara lain: 1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah; 2. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik; 3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
Dasar
pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarif pajak parkir paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Tarif pajak parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat ditetapkan dengan peraturan daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo No. 12 tahun 2005 tentang pajak parkir, tingkat pungutan jasa pajak parkir didasarkan pada frekuensi dan jangka waktu penggunaan tempat parkir. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif pajak parkir didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh orang pribadi dan atau badan yang mengelola parkir.
2.7 Retribusi Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Davey (1988: 39) retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan kepada satu atau lebih dari pertimbangan-pertimbangan berikut: 1. Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang umum atau pribadi, mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang dan oleh karena itu tidak fair untuk membebankan biaya-biaya tersebut kepada pembayar-pembayar pajak yang tidak mendapatkan jasa/barang tersebut. 2. Suatu jasa dapat melibatkan suatu sumber yang langka atau mahal dan perlunya disiplin konsumsi masyarakat. Misal pembebanan retribusi untuk
menyediakan air minum (khususnya melalui sistem meteran) atau pada resep dokter. 3. Mungkin ada bermacam-macam variasi di dalam konsumsi individu, yang berkaitan setidak-tidaknya untuk memilih daripada memerlukan. Untuk ini fasilitas rekreasi dapat diambil sebagai contoh. 4. Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu di dalam negeri. Sebagai contoh air minum, listrik, pembuangan sampah, kantor pos, telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri.
2.7.1 Retribusi Jasa Umum Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001, yang dimaksud dengan retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Kriteria retribusi jasa umum sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang No. 34 tahun 2000 sebagai berikut: 1.
Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu;
2.
Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;
3.
Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;
4.
Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;
5.
Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;
6.
Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan
7.
Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah : 1.
Retribusi pelayanan kesehatan
2.
Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
3.
Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil
4.
Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
5.
Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
6.
Retribusi pelayanan pasar
7.
Retribusi pengujian kendaraan bermotor
8.
Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
9.
Retribusi penggantian biaya cetak peta
10. Retribusi pengujian kapal perikanan.
2.7.2 Retribusi Jasa Usaha Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001, yang dimaksud dengan retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Sedangkan subjek Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Kriteria retribusi jasa usaha sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang No. 34 tahun 2000 sebagai berikut:: 1. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. 2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah : 1.
Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2.
Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan
3.
Retribusi tempat pelelangan
4.
Retribusi terminal
5.
Retribusi tempat khusus parkir
6.
Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa
7.
Retribusi penyedotan kakus
8.
Retribusi rumah potong hewan
9.
Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga 11. Retribusi penyeberangan di atas air 12. Retribusi pengolahan limbah cair 13. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
2.7.3 Retribusi Perizinan Tertentu Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001, objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sedangkan subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Kriteria retribusi perizinan tertentu sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang No. 34 tahun 2000 sebagai berikut: 1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. 2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.
3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah : 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. 3. Retribusi Izin Gangguan. 4. Retribusi Izin Trayek.
2.8 Retribusi Parkir Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 13 Tahun 2005, retribusi parkir yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas penggunaan tempat parkir yang ditetapkan oleh kepala daerah. Retribusi parkir digolongkan sebagai retribusi jasa umum. Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan retribusi daerah. Dalam hal ini orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat parkir untuk menempatkan kendaraannya. Sedangkan obyek retribusi adalah tempat parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah yang berupa badan jalan, tempat khusus parkir dan fasilitas umum lainnya.
2.8.1 Prinsip, Komponen Dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur Serta Besarnya Tarif Berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2005, prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk
mengendalikan permintaan dan penggunaan jasa pelayanan dalam rangka memperlancar
lalu
lintas
jalan
dengan
tetap
memperhatikan
biaya
penyelenggaraan pelayanan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Atas pemberian jasa tempat parkir dikenakan retribusi sebagai berikut: Parkir Kendaraan Bermotor dan Tidak Bermotor
Tarif
1. Parkir di tempat umum a) Sedan, Jeep, Mini Bus, Pick Up dan sejenisnya
Rp. 1000,- sekali parkir
b) Bus, Truk
Rp. 2000,- sekali parkir
c) Truk Gandeng, Tronton, Trailer dan alat besar lainnya
Rp. 3000,- sekali parkir
d) Sepeda Motor
Rp. 300,- sekali parkir
e) Sepeda
Rp. 200,- sekali parkir
2. Parkir di tempat khusus a) Sedan, Jeep, Mini Bus, Pick Up dan sejenisnya
Rp.1000,- /2 (dua) jam pertama, selanjutnya Rp.150,-/ setiap 1(satu) jam berikutnya.
b) Bus, Truk
Rp. 2500,-/ 2 (dua) jam pertama, selanjutnya Rp.150,-/ setiap 1(satu) jam berikutnya.
c) Truk Gandeng, Tronton, Trailer dan alat besar Rp. 3000,-/ 2 (dua) jam lainnya
Pertama, selanjutnya Rp. 150,-/ setiap1(satu) jam berikutnya.
3. Parkir Insidentil a) Sedan, Jeep, Mini Bus, Pick Up dan sejenisnya
Rp. 2000,- sekali parkir
b) Bus, Truk
Rp. 2500,- sekali parkir
c) Truk Gandeng, Tronton, Trailer dan alat besar Rp. 3500,- sekali parkir lainnya d) Sepeda Motor
Rp. 500,- sekali parkir
e) Sepeda
Rp. 300,- sekali parkir
Guna meningkatkan efektivitas dan peningkatan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah dapat melakukan penarikan parkir dengan sistem parkir berlangganan. Besarnya retribusi parkir berlangganan ditetapkan sesuai dengan peraturan kepala daerah. Sistem penarikan parkir berlangganan dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerintah propinsi Jawa Timur melalui kantor SAMSAT bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan atau perpanjangan STNKB. Terhadap wajib retribusi yang tidak memenuhi ketentuan sistem parkir berlangganan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan daerah maka terhadapnya berlaku ketentuan pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud dalam tabel tarif retribusi. Sistem parkir berlangganan sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah tentang retribusi parkir tidak berlaku untuk tempat parkir khusus, tempat parkir insidentil dan tempat parker yang disediakan dan atau dikelola oleh orang pribadi dan atau badan.
2.9 Optimal Optimal berarti jumlah, derajat, atau sesuatu yang paling disukai yang bisa dicapai dalam suatu kondisi tertentu. Kata kerja “mengoptimalkan” berasal dari kata “optimal” yang diberi awalan meng- dan akhiran –kan. Optimal berarti
terbaik, tertinggi, paling menguntungkan. Mengoptimalkan yaitu menjadikan paling baik, menjadikan paling tinggi. Sedangkan arti “mengoptimalkan” dalam penelitian ini adalah membuat sebuah perubahan untuk mencapai hasil dan tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai adalah menjadikan pendapatan yang diperoleh dari sektor parkir lebih maksimal.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dengan jenis penelitian studi deskriptif. Menurut Djarwanto (2001) dalam Susan (2010: 39) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran sehubungan dengan karakteristik-karakteristik subyek penelitian seperti misalnya jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, penghasilan dan sebagainya. Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini diklasifikasikan ke dalam penelitian deskriptif, yaitu penelitian terhadap masalahmasalah berupa fakta-fakta dari suatu populasi (Indriantoro, 2002: 26). Penelitian deskriptif ini mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Berdasarkan pengertian di atas penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi mengenai gambaran dan keadaan suatu obyek atau persoalan berdasarkan kondisi yang sebenarnya sedang terjadi. Sesuai dengan penjelasan tentang jenis penelitian kualitatif deskriptif tersebut, dalam penelitian ini juga berusaha mendeskripsikan fakta-fakta yang terjadi pada pemerintahan daerah khususnya pada Pemerintah Kota Probolinggo.
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah pada Kantor Pemerintah Kota Probolinggo yang bertempat di Jalan Panglima Sudirman No. 19 Probolinggo. Hal yang mendasari
pemilihan Pemerintah Kota Probolinggo sebagai obyek penelitian adalah lokasi Pemerintah Kota Probolinggo yang dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dari Kota Malang sehingga memberi kemudahan bagi peneliti. Pemerintah Kota Probolinggo juga menyediakan sumber data yang diperlukan bagi penelitian. Hal ini akan memberikan hasil penelitian yang mendetail dan mendalam mengenai permasalahan yang diangkat.
3.3 Jenis Data Menurut Dajan (1993: 19) sumber data penelitian yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Data primer, merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data ini dapat berupa hasil pengujian, opini atau sikap subyek penelitian secara individual atau kelompok. Contoh: Data hasil pengamatan, wawancara, hasil diskusi. 2. Data sekunder, merupakan sumber data penelitian yang diperoleh penulis secara tidak langsung melalui media perantara. Contoh: Laporan keuangan pemerintah daerah, buku sejarah pemerintah daerah.
3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan
data
merupakan
prosedur
sistematis
standar
untuk
memperoleh data yang diperlukan. Data yang digunakan oleh penulis diperoleh dengan metode:
1. Observasi langsung : Teknik pengumpulan data yang menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung atau tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Hadi (1986: 34) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 2. Wawancara : Merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang di wawancara, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain (Umar 2006 dalam Susan, 2010: 42). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2008: 137). 3. Dokumentasi : Teknik pengumpulan data yang tidak langsung diajukan pada subyek penelitian namun melalui dokumen-dokumen. Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu (Gulo 2002 dalam Susan, 2010: 42). Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan studi literatur terkait yang berhubungan dengan tema penelitian.
3.5 Metode Analisis Data Sesuai dengan makna dan tujuan penelitian ini yang bersifat deskriptif, maka dalam penelitian ini penulis berusaha menganalisa dan menjabarkan semua yang terjadi pada obyek penelitiannya. Dalam penelitian ini, penulis akan mempelajari dan menganalisa kegiatan yang terjadi pada obyek penelitiannya. Penelitian ini menggunakan metode analisis induktif, yaitu pembahasan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data terlebih dahulu kemudian melakukan pembahasan mengenai masalah yang dimaksud. Untuk memudahkan interpretasi data serta untuk menghasilkan pembahasan yang logis dan sistematis, maka analisis yang dilakukan akan dibagi berdasarkan pada permasalahan yang disampaikan pada bab terdahulu.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Sekilas Tentang Kota Probolinggo Pada zaman Pemerintahan Prabu Radjasanagara (Sri Nata Hayam Wuruk) raja Majapahit yang ke IV (1350-1389), Probolinggo dikenal dengan nama “Banger”, nama sungai yang mengalir di tengah daerah Banger. Di bawah pimpinan Tumenggung Djojonegoro, daerah Banger tampak makin makmur,dan penduduk semakin bertambah. Pada tahun 1770 nama Banger oleh Tumenggung Djojonegoro (Kanjeng Djimat) diubah menjadi “Probolinggo” (Probo : sinar, linggo : tugu, badan, tanda peringatan, tongkat). Probolinggo : sinar yang berbentuk tugu, gada, tongkat (mungkin yang dimaksud adalah meteor/bintang jatuh). Dimasa Pemerintahan Raden Adipati Ario Nitinegoro, Bupati Probolinggo ke 17, Pemerintah Hindia Belanda membentuk “Gemeente Probolinggo” (Kota Probolinggo) pada tanggal 1 Juli 1918 (Berdasarkan Stbl 322-1918). Tanggal 1 Juli 1918 kemudian dijadikan sebagai hari jadinya Pemerintah Kota Probolinggo. Bersamaan dengan HUT Bhayangkara, tanggal 1 Juli oleh Pemerintah Kotamadya Probolinggo telah beberapa kali diperingati sebagai hari jadi / HUT Pemerintah Kota Probolinggo. Tahun 1926 Gemeente diubah menjadi Stads Gemeente berdasarkan Stbl 365 Tahun 1926. Gemeente Probolinggo selanjutnya menjadi Kota Probolinggo berdasarkan Ordonansi pembentukan kota (Stbl. 1928 No.500).
Letak Kota Probolinggo berada pada 7º 43’ 41” sampai dengan 7º 49’ 04” Lintang Selatan dan 113º 10’ sampai dengan 113º 15’ Bujur Timur dengan luas wilayah 56,667 Km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota) : Pasuruan, Malang, Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota Probolinggo meliputi : 1.
Sebelah Utara
:
Selat Madura
2.
Sebelah Timur
:
Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo
3.
Sebelah Selatan :
Kecamatan Leces,
Wonomerto,
Sumberasih
Kab.
Probolinggo 4.
Sebelah Barat
:
Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo
4.1.2 Visi dan Misi Kota Probolinggo Visi pembangunan daerah kota Probolinggo: terwujudnya kesejahteraan masyarakat kota Probolinggo melalui percepatan penanggulangan kemiskinan dan penganggguran berbasis investasi produktif dan berkesinambungan. Misi pembangunan daerah kota Probolinggo: 1. Mewujudkan masyarakat kota Probolinggo yang berdaya, mandiri, berbudaya, demokratis dan agamis yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. 2. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat seutuhnya melalui pertumbuhan ekonomi yang merata, berkeadilan dan berwawasan lingkungan.
3. Mewujudkan iklim investasi yang prospektif dan kondusif yang didukung oleh sarana dan prasarana kota yang berkualitas serta pelayanan publik yang prima. 4. Menegakkan supremasi hukum, ketentraman dan ketertiban umum yang disertai dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa belandaskan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
4.1.3 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Probolinggo Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mempunyai fungsi: 1.
Perumusan perencanaan, kebijakan teknis, pelaksanaan dan pengendalian di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.
2.
Penyelenggaraan pembinaan dan rekomendasi perijinan bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset dan pelaksanaan umum.
3.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Berikut ini adalah struktur organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kota Probolinggo:
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
4.1.3.1 Bidang Pendapatan Bidang pendapatan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dalam rangka menyiapkan bahan perumusan pedoman dan petunjuk teknis pendapatan yang menyangkut penatausahaan, penetapan, penagihan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan yang sebagian hasilnya dilimpahkan kepada daerah sesuai batas kewenangannya, pengawasan, penyidikan obyek dan subyek pajak/retribusi daerah, serta pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah. Untuk melaksanakan tugas tersebut, bidang pendapatan mempunyai fungsi: 1.
Penyiapan bahan perumusan pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan penatausahaan pajak dan retribusi daerah, pendapatan lain yang sebagian hasilnya dilimpahkan kepada daerah sesuai batas kewenangannya.
2.
Penyiapan bahan perumusan pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan pendaftaran dan pendataan, penetapan, penagihan pajak dan retribusi daerah
3.
Penyiapan bahan perumusan pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah dan pendapatan lain yang sebagian hasilnya dilimpahkan kepada daerah sesuai dengan batas kewenangannya.
4.
Penyiapan bahan perumusan pedoman dan petunjuk teknis pengawasan dan penyidikan obyek dan subyek pajak/retribusi daerah.
5.
Pelaksanaan usaha pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
6.
Pengkoordinasian dan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait dalam rangka peningkatan pendapatan daerah.
7.
Pelaksanaan pemantauan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program bidang pendapatan.
8.
Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas dengan tugas dan fungsinya.
4.1.3.2 Seksi Pajak Seksi pajak mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dalam rangka menyiapkan bahan, menyusun program dan petunjuk teknis, penatausahaan, penetapan, penagihan pajak daerah dan pungutan lain yang sebagian hasilnya dilimpahkan kepada daerah, pengawasan obyek dan subyek pajak daerah serta penyusunan laporan perpajakan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud, seksi pajak mempunyai fungsi: 1. Pengumpulan dan pengelolaan data dalam rangka menyusun program dan petunjuj teknis penatausahaan, penetapan, penagihan pajak daerah, serta pemeriksaaan, penyidikan dan pengawasan obyek dan subyek pajak daerah. 2. Pelaksanaan pendaftaran dan pendataan, perhitungan, penetapan, kegiatan penagihan, penyetoran pajak daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Pelaksanaan penerbitan dan pendistribusian serta penyimpanan surat yang berkaitan dengan panatausahaan, penetapan, penagihan pajak daerah. 4. Pelaksanaan pengembangan sumber-sumber pajak daerah melalui intentifikasi dan ekstensifikasi. 5. Pelaksanaan koordinasi antara instansi/lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan kegiatan seksi pajak.
6. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan terhadap kegiatan penatausahaan hasil pendapatan dan pemeriksaan di seksi pajak. 7. Pelaksanaan perhitungan penetapan pajak daerah dan perhitungan jumlah angsuran pemungutan, pembayaran dan penyetoran atas permohonan wajib pajak yang disetujui. 8. Pelaksanaan tugas pembantuan penerimaan SPPT PBB beserta DHKP PBB dan dokumen PBB lainnya yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak serta menatausahakan dan mendistribusikan kepada wajib pajak dan atau melalui instansi lainnya yang terkait. 9. Pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan intensifikasi penerimaan PBB dan penerimaan pajak lainnya yang sebagian hasilnya dilimpahkan kepada daerah sesuai batas kewenangannya. 10. Pelaksanaan pelayanan permohonan keberatan dan keringanan ketetapan pajak daerah sesuai batas kewenangannya. 11. Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pendapatan sesuai tugas dan fungsinya.
4.1.3.3 Seksi Retribusi Seksi retribusi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dalam rangka menyiapkan bahan penyusunan program dan petunjuk teknis penatausahaan, penetapan, penagihan retribusi daerah dan penerimaan lain-lain, pengembangan sumber-sumber pendapatan dari retribusi daerah dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melaksanakan tugas pelaporan retribusi daerah.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud, Seksi Retribusi mempunyai fungsi: 1. Pengumpulan dan pengelolaan data dalam rangka penyusunan program dan petunjuk teknis penatausahaan, penetapan dan penagihan retribusi daerah serta pungutan lainnya. 2. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran dan pendataan, perhitungan, penetapan, penagihan dan penyetoran retribusi daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Pelaksanaan penerbitan dan pendistribusian serta penyimpanan surat yang berkaitan dengan penatusahaan penetapan, penagihan retribusi daerah. 4. Pelaksanaan pengembangan sumber retribusi daerah dan penerimaan lain-lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. 5. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan kegiatan retribusi. 6. Pelaksanaan pelayanan permohonan keberatan dan keringanan retribusi daerah dan penerimaan lain-sesuai dengan batas kewenangannya. 7. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan program dan kegiatan. 8. Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan Kepala Bidang Pendapatan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.4 Dinas Perhubungan Selaku pengelola dan penyetor pendapatan sektor parkir kota Probolinggo, Dinas Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dibidang perhubungan. Untuk melaksanakan tugas tersebut Dinas Perhubungan mempunyai fungsi : 1.
Perumusan perencanaan, kebijakan teknis, pelaksanaan dan pengendalian dibidang Perhubungan.
2.
Penyelenggaraan
pembinaan
dan
rekomendasi
perijinan
bidang
Perhubungan dan pelaksanaan pelayanan umum; dan 3.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan
4.1.4.1 Kepala Dinas Kepala Dinas mempunyai tugas menyelenggarakan dan mengkoordinasi kegiatan di bidang perhubungan meliputi sarana dan telematika lalu lintas, angkutan darat dan angkutan laut; Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Kepala Dinas mempunyai fungsi : 1.
Penyelenggaraan, penyusunan rencana dan program bidang perhubungan;
2.
Penyiapan perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan di bidang sarana dan telematika;
3.
Penyiapan perumusan kebijaksaan dan pelaksanaan kegiatan di bidang angkutan darat;
4.
Penyiapan perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan di bidang angkutan laut;
5.
Pengkoordinasian, pengendalian, pengawasan serta pengevaluasi pelaksanaan tugas di bidang Perhubungan;
6.
Pelaksanaan
urusan
kepegawaian,
keuangan,
perlengkapan,
dan
ketatausahaan serta urusan rumah tangga dinas; dan 7.
Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.4.2 Sekretaris Sekretaris mempunyai tugas memberi petunjuk, mengkoordinasikan kegiatan ketatausahaan, kepegawaian, penyusunan program, perlengkapan dan
keuangan dinas dan menilai pelaksanaan kegiatan Kesekretariatan di Lingkungan Dinas; Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Sekretaris mempunyai fungsi : 1.
Pengkoordinasian penyusunan program kerja dinas, pengumpulan dan pengolahan data serta pelaporan;
2.
Pengelolaan urusan rumah tangga dan perlengkapan, hubungan masyarakat, protokol dan surat menyurat;
3.
Pelaksanaan pembinaan organisasi dan tatalaksana;
4.
Pengelolaaan keuangan dinas;
5.
Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan;
6.
Pelaksanaan pelayanan teknis administratif kepada kepala dinas dan semua unit organisasi di lingkungan Dinas Perhubungan;
7.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi organisasi dan ketatalaksanaan; dan
8.
Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.4.3 Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas penyiapan penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja dinas, pembukuan perhitungan anggaran, verifikasi perbendaharaan, pembayaran gaji dan penyusunan pertanggung jawaban keuangan.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sub Bagian Keuangan mempunyai fungsi: 1.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan termasuk pembayaran gaji pegawai;
2.
Pelaksanaan pengadministrasian dan pembukuan keuangan;
3.
Penyusunan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pengelolaan keuangan;
4.
Pelaksanaan akuntansi dan keuangan dinas; dan
5.
Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.4.4 UPTD Perpakiran Unit Pelaksana Teknis Dinas Perparkiran mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Perhubungan dalam bidang penyelenggaraan perparkiran. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Unit Pelaksana Teknis Dinas Perparkiran mempunyai fungsi : 1.
Penyiapan bahan untuk penunjukan lokasi parkir kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor;
2.
Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan tempat penyeberangan orang;
3.
Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan retribusi parkir sesuai ketentuan yang berlaku;
4.
Penyiapan bahan pengembangan dan pembinaan perparkiran dan tempat penyeberangan orang;
5.
Penyusunan laporan kegiatan perparkiran kendaraan;
6.
Pelaksanaan penilaian dan pembinaan untuk pemberian ijin lokasi parkir;
7.
Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya
4.2
Pembahasan
4.2.1 Gambaran Umum Pemungutan Pendapatan Sektor Parkir Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah No. 12 tahun 2005 tentang pajak parkir dan Peraturan daerah No. 13 tahun 2005 tentang retribusi parkir berlangganan, maka pendapatan sektor parkir di kota Probolinggo bertambah dua komponen sebagaimana tersaji pada gambar di bawah ini. Gambar 4.3 Bagan Pendapatan Parkir
4.2.1.1 Pajak Parkir Untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, di era Otonomi Daerah ini, Daerah diberi kewenangan untuk menggali potensi yang ada didaerahnya dan salah satu diantaranya adalah menggali sumber pendapatan daerah. Jika mengingat perkembangan usaha swasta yang berada di wilayah Kota Probolinggo yang memberikan dampak pada penyediaan tempat parkir dan untuk mengantisipasi masa yang akan datang, serta dalam rangka menggali sumber pendapatan daerah tersebut, maka dipandang perlu Pemerintah Daerah mengatur pajak parkir yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Probolinggo sebagaimana yang tertuang dalam Perda Kota Probolinggo No.12 tahun 2005 tentang pajak parkir. Pemungutan pajak parkir sesuai dengan Peraturan daerah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan
penagihan
pajak
kepada
wajib
pajak
serta
pengawasan
penyetorannya. 2. Setiap penggunaan karcis pajak parkir yang dikeluarkan baik oleh orang pribadi maupun badan baru dapat dioperasionalkan setelah mendapat porporasi dari pemerintah daerah.
3. Wajib pajak harus melunasi pembayaran pajak parkir dimuka secara bersamasama pada saat karcis sedang diporporasi. 4. Wajib pajak baik orang pribadi maupun badan dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perolehan hasil bersih sesuai dengan jumlah karcis yang keluar. 5. Pemerintah daerah kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah. 6. Pada saat diterbitkannya SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, wajib pajak telah melunasi pembayaran pajak. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, tata cara pengelolaan pendapatan yang berasal dari pajak parkir di kota Probolinggo dikelola oleh pihak ketiga dimana dalam hal ini adalah badan usaha swasta yang menyediakan area parkir di luar badan jalan milik pemerintah. Pihak ketiga inilah yang mencetak dan mengeluarkan karcis parkir sendiri, kemudian 20% dari hasil bersih perolehan pemungutan parkir tersebut disetorkan ke Dinas Perhubungan sebagai pendapatan pajak parkir yang masuk sebagai kas daerah. Tidak semua badan swasta yang memiliki lahan parkir mencetak karcis parkir sendiri, melainkan ada juga yang pengelolaan lahan parkirnya yang diserahkan kepada Dinas Perhubungan. Dinas Perhubungan menempatkan dua sampai tiga juru parkir di area parkir dengan disertai karcis parkir yang sudah diporporasi. Kemudian setiap harinya juru parkir ini menyetorkan hasil perolehannya sesuai dengan target yang ditetapkan kepadanya. Kelebihan pendapatan yang ia peroleh pada hari itu dianggap sebagai penghasilan tambahan bagi juru parkir.
Jumlah yang disetorkan oleh pihak ketiga kepada Dinas Perhubungan adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari perolehan hasil bersih. Penyetoran pajak parkir dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali. Akan tetapi jumlah 20% dari perolehan tersebut tidaklah mutlak dibayarkan tiap bulannya, tergantung tingkat keramaian lokasi parkir yang disediakan. Dinas Perhubungan sendiri mengirimkan pejabat dinas ke lokasi untuk mengadakan pendataan dan prediksi terhadap potensi pihak ketiga yang terkena pajak parkir. Setiap satu minggu sekali, pejabat dinas memperkirakan tingkat keramaian lokasi parkir dan menghitung jumlah karcis yang keluar, kemudian menyesuaikan dengan peraturan daerah tentang pajak parkir mengenai jumlah yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Adapun perolehan pendapatan pajak parkir yang diperoleh selama lima tahun terakhir tersaji dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Pendapatan Pajak Parkir Pajak Parkir
Tahun Target (A)
Realisasi (B)
(B/A)x100%
2004
-
-
-
2005
-
-
-
2006
3.600.000,00
4.002.000,00
111,17
2007
12.000.000,00
14.417.000,00
120,14
2008
12.000.000,00
17.122.000,00
142,68
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi Sejak dilaksanakannya Perda No.12 tahun 2005 tentang pajak parkir, berdasarkan data tabel di atas, pendapatan asli daerah kota Probolinggo yang berasal dari pajak parkir cukup memberikan pemasukan bagi penerimaan kota
Probolinggo. Meskipun kontribusi penerimaan dari pajak parkir terhadap keseluruhan total PAD kota Probolinggo terbilang kecil yaitu sebesar 0,045 % di tahun 2008 sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.2 di bawah ini. Akan tetapi sejak dioperasikannya pajak parkir tahun 2006, mulai dari tahun 2006-2008 sesuai dengan data yang diterima, realisasi penerimaan dari hasil pajak parkir terus mengalami peningkatan dimana realisasi tiap tahun juga selalu melebihi target yang ditetapkan. Tabel 4.2 Kontribusi Pajak Parkir Terhadap PAD Tahun 2004
Realisasi Pajak Parkir Realisasi PAD (A/B)x100% (A) (B) 18.526.311.240,91 -
2005
-
21.141.363.660,24
-
2006
4.002.000,00 28.705.366.040,49
0,014
2007
14.417.000,00 35.428.918.239,12
0,041
2008
17.122.000,00 38.030.645.757,41
0,045
4.2.1.2 Retribusi Parkir Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka sebagai salah satu upaya dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab guna membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah adalah dengan meningkatkan penerimaan PAD melalui retribusi parkir. Peraturan Daerah Kota Probolinggo No.13 tahun 2005 tentang
retribusi parkir memberikan gambaran umum pelaksanaan retribusi parkir di kota Probolinggo adalah sebagai berikut: 1.
Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari menghimpun data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
2.
Retribusi Parkir Sistem Berlangganan adalah pembayaran retribusi parkir selama 1 (satu) tahun atas penggunaan tempat parkir umum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah yang sistem pemungutannya bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
3.
Sistem penarikan parkir berlangganan sebagaimana yang dimaksud, dilakukan bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Kantor SAMSAT bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan atau perpanjangan STNKB.
4.
Sistem parkir berlangganan tidak berlaku untuk tempat parkir khusus, tempat parkir insidentil dan tempat parkir yang disediakan dan atau dikelola oleh orang pribadi dan atau badan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang tata cara pengelolaan
retribusi parkir kota Probolinggo adalah sebagai berikut: 1.
Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum Retribusi parkir tepi jalan umum dipungut sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir yang berupa badan jalan di wilayah daerah kota Probolinggo. Adapun perkembangan penerimaan yang diperoleh
dari hasil pemungutan retribusi parkir tepi jalan umum adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Pendapatan Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum3 Tahun
Target (A)
Realisasi (B)
(B/A)x100%
2004
192.500.000,00
196.135.300,00
101,89
2005
195.000.000,00
312.250.350,00
160,13
2006
1.251.014.000,00
1.440.387.758,00
115,14
2007
1.486.501.750,00
1.778.959.659,00
119,67
2008
1.780.000.000,00
2.262.064.529,00
127,08
Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi Retribusi parkir tepi jalan umum memberikan kontribusi yang lebih besar dari total retribusi parkir yang ada di kota Probolinggo. Terlihat dalam tabel 4.3 diatas, terjadi pemasukan yang cukup besar pada tahun 2006. Hal ini dikarenakan
retribusi parkir tepi jalan umum terbagi lagi atas sub-sub
pendukung beserta sub pendukung tambahan berupa retribusi parkir berlangganan setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah No. 13 tahun 2005. Adapun Sub-sub pendukung retribusi parkir tepi jalan umum terbagi atas: a. Retribusi Parkir Sepeda Motor dan Mobil Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah Kota Probolinggo No.13 tahun 2005 tentang retribusi parkir, sistem pemungutan retribusi parkir yang sebelumnya menggunakan sistem karcis setiap kali menggunakan jasa parkir di tepi jalan umum milik pemerintah kini beralih ke sistem 3
Target dan realisasi Pendapatan retribusi parkir tepi jalan umum berasal dari total pendapatan sub-sub retribusi parkir tepi jalan umum yang terdiri dari retribusi parkir sepeda motor dan mobil, retribusi parkir sepeda roda dua, retribusi parkir insidentil dan retribusi parkir berlangganan.
retribusi parkir berlangganan. Saat ini pendapatan retribusi parkir sepeda motor dan mobil diperoleh dari kendaraan-kendaraan dari luar kota. Di setiap lokasi jalan milik pemerintah, Dinas Perhubungan menempatkan juru parkir yang bertugas mengatur ketertiban dan keamanan area parkir. Dinas Perhubungan selaku pengelola parkir melakukan pendataan juru parkir mengenai lokasi dimana juru parkir bertugas dan total yang harus dibayarkan juru parkir ke Dinas Perhubungan. Setelah diberlakukannya retribusi parkir berlangganan, karcis parkir yang sebelum keluar peraturan daerah terbaru terdapat nilai nominal pada karcis, sekarang sudah dihapus. Meskipun sudah ada retribusi parkir berlangganan, retribusi parkir sepeda motor dan mobil masih menggunakan karcis parkir. Karcis parkir yang digunakan hanya sebatas kontrol terhadap juru parkir sesuai dengan hasil pendataan yang dilakukan dan kontrol terhadap target yang ingin dicapai dari hasil pemungutan parkir. Hal ini sebagaimana diungkapkan Kepala UPTD Perpakiran: ”Karcis parkir yang digunakan saat ini tidak terdapat angka nominal karena beralih ke retribusi parkir berlangganan, akan tetapi karcis tersebut digunakan untuk kontrol. Juru parkir hanya meletakkan karcis pada kendaraan-kendaraan yang parkir.” Ketentuan jumlah yang harus disetor oleh juru parkir tergantung wilayah kerja. Di setiap lokasi parkir, juru parkir ada target pendapatan yang harus dicapai. Oleh karena itu juru parkir hanya bertugas meletakkan karcis di kendaraan pengguna jasa parkir tepi jalan umum dan melakukan pemungutan terhadap kendaraan yang tidak memiliki sticker parkir berlangganan. Selain itu juru parkir diperkenankan menerima pemberian
pengguna area parkir karena memberikan jasa parkir tambahan berupa penjagaan terhadap kendaraan bermotor miliknya. Selama ini target yang dibebankan kepada juru parkir selalu melebihi target, akan tetapi apabila ada yang tidak tercapai maka Dinas Perhubungan melakukan tindakan dengan mencari tahu penyebab-penyebab tidak tercapainya target. Tabel 4.4 Pendapatan Retribusi Sepeda Motor dan Mobil Retribusi Parkir Sepeda Motor Target Realisasi -
Tahun 2004
Retribusi Parkir Mobil Target Realisasi -
2005
113.370.000,00 54.992.700,00
66.977.500,00 69.788.500,00
2006
28.275.000,00 23.107.500,00
16.744.000,00 50.079.000,00
2007
8.700.000,00 13.107.000,00
5.000.000,00 17.559.000,00
2008 9.000.000,00 10.212.000,00 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi
10.000.000,00 10.373.000,00
Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa pendapatan retribusi parkir sepeda motor menunjukkan hasil negatif yaitu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Terutama pada tahun 2005 dan 2006 realisasi pendapataan tidak melebihi target yang ditetapkan. Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 realisasi melebihi target yang ditetapkan dengan tren negatif. Penyebab terjadinya hal ini dikarenakan pada tahun 2005 Pemerintah kota Probolinggo mengeluarkan Perda no.13 tahun 2005 tentang retribusi parkir dimana dalam peraturan tersebut terdapat sistem pemungutan
retribusi parkir berlangganan untuk kendaraan bermotor. Sehingga penggunaan sistem pemungutan yang
lama
dimana
juru parkir
menyetorkan hasil pemungutan dengan menggunakan karcis ke Dinas Perhubungan tidak berlaku lagi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendapatan sebagai berikut : ”Dalam hal ini terjadi penurunan pendapatan retribusi parkir sepeda motor pada tahun 2005 dan 2006 serta pencapaian realisasi yang tidak melebihi target mungkin disebabkan adanya retribusi parkir berlangganan, sehingga penerimaan parkir yang selama ini melalui penarikan langsung sekarang beralih ke retribusi parkir berlangganan, oleh karena itu realisasi penerimaannya menurun dan targetnya pun diturunkan.” Dengan kata lain, Juru parkir hanya bertugas mangatur area parkir kendaraan tanpa melakukan pungutan, kecuali terhadap kendaraan bermotor yang tidak memiliki stiker parkir berlanggganan juru parkir melakukan pungutan retribusi parkir terhadapnya. Oleh karena itu pendapatan retribusi parkir sepeda motor berasal dari hasil pemungutan kendaraan bermotor yang tidak memiliki sticker parkir berlangganan. Sedangkan pendapatan retribusi parkir mobil tidak berbeda jauh dengan pendapatan retribusi parkir sepeda motor yang menggambarkan tren negatif yaitu mengalami penurunan tiap tahun. Akan tetapi yang membedakan adalah relisasi perolehannya melebihi target yang sudah ditentukan, terutama pada tahun 2006 dan 2007 yang realisasi perolehannya melebihi dari 200 % dari target yang ditentukan. Sama halnya dengan retribusi parkir sepeda motor, penurunan pendapatan retribusi parkir mobil juga disebabkan oleh sistem parkir
berlangganan. Mobil yang parkir di tepi-tepi jalan umum tidak perlu lagi membayar jasa parkir selama memiliki stiker parkir berlangganan. Sejak ditetapkannya retribusi parkir berlangganan, pendapatan retribusi parkir mobil diperoleh dari kendaraan-kendaraan dari luar kota Probolinggo yang transit di kota Probolinggo. Hal ini sudah pasti kendaraan-kendaraan tersebut tidak memiliki sticker parkir berlangganan sehingga dikenakan pemungutan retribusi parkir mobil. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Bidang Pendapatan sebagai berikut ”Selain itu Probolinggo juga dikenal sebagai kota transit, sehingga pendapatan retribusi parkir mobil berasal dari kendaraan-kendaraan yang datang dari kota lain yang tidak memiliki stiker parkir berlangganan, sehingga dikenakan karcis parkir selama kendaraankendaraan tersebut parkir di tempat-tempat umum milik pemerintah kota Probolinggo.” Dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan retrbusi parkir mobil berasal dari pemungutan kendaraan dari luar kota Probolinggo yang tentunya tidak memiliki stiker parkir berlangganan. b. Retribusi Parkir Sepeda Roda Dua Untuk retribusi parkir sepeda roda dua, sistem pemungutannya tidak dipengaruhi keluarnya Peraturan daerah tentang pemungutan sistem parkir berlangganan yang dikhususkan kepada pengguna kendaraan bermotor selama parkir di tepi jalan umum milik pemerintah. Oleh karena itu sistem pemungutan retribusi parkir sepeda roda dua tetap menggunakan sistem penarikan langsung.
Tabel 4.5 Pendapatan Retribusi Parkir Sepeda Roda Dua
Tahun 2004
Retribusi Parkir Sepeda Roda Dua Target (A) Realisasi (B) (B/A)x100% -
2005 10.857.500,00 2006 5.000.000,00 2007 6.000.000,00 2008 6.000.000,00 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi
7.708.400,00 7.170.000,00 5.965.800,00 6.635.000,00
71,00 143,40 99,43 110,58
Berdasarkan tabel 4.5 diatas pendapatan retribusi parkir sepeda roda dua mengalami penurunan kecuali pada tahun 2008. Hanya pada tahun 2005 dan 2007 realisasi perolehannya tidak melebihi target yang ditentukan. Sedangkan untuk tahun 2006 dan 2008 perolehannya melebihi target. Hal ini dikarenakan retribusi parkir sepeda roda dua lebih banyak diperoleh dari sepeda roda dua yang parkir di sekitar pasar. Pada hari biasa, pendapatan retribusi parkir sepeda roda dua tentu tidak sebanyak yang diperoleh pada hari-hari menjelang hari raya atau perayaan-perayaan lainnya. Jadi hasil perolehannya tergantung tingkat keramaian pada harihari tertentu. c. Retribusi Parkir Insidentil Pengelolaan retribusi parkir insidentil di bawah naungan Dinas Perhubungan. Akan tetapi pengelolaannya dilakukan setiap ada eventevent tertentu seperti event pertandingan sepakbola, SEMIPRO (Seminggu Probolinggo), event music, perayaan hari jadi kota Probolinggo, Morning Probolinggo dan sebagainya. Dinas Perhubungan menempatkan juru parkir
di area parkir dimana event diadakan. Setiap kendaraan dikenakan tarif Rp 500,- per unit dengan menggunakan karcis khusus untuk parkir insidentil yang sudah diporporasi dan penyetorannya dilakukan juru parkir ke Dinas Perhubungan setelah event berakhir. Maksimal kurang dari 24 jam, Dinas Perhubungan menyetorkan hasil pendapatan parkir insidentil ke Kas Daerah melalui Bank Jatim. Tabel 4.6 Pendapatan Retribusi Insidentil Retribusi Parkir Insidentil Tahun Target (A) Realisasi (B) 2004 2005 3.795.000,00 179.760.750,00 2006 995.000,00 33.771.800,00 2007 2.500.000,00 18.824.060,00 2008 5.000.000,00 13.187.321,00 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi
(B/A)x100% 4.736,78 3.394,15 752,96 263,75
Berdasarkan tabel 4.6 di atas pendapatan retribusi parkir insidentil mengalami
penurunan
tiap
tahun.
Meskipun
demikian
realisasi
perolehannya jauh melebihi target yang ditentukan, bahkan pada tahun 2005 dan 2006 persentase realisasi perolehannya mencapai angka 4.000 % dan 3.000 %. Hal ini menunjukkan retribusi parkir insidentil cukup memiliki potensi bagi pendapatan asli daerah kota Probolinggo. Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa parkir insindentil adalah parkir yang diselenggarakan secara tidak tetap dikarenakan suatu kepentingan atau kegiatan dan atau keramaian baik dengan mempergunakan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah maupun fasilitas yang disediakan sendiri.
d. Retribusi Parkir Berlangganan Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir berlangganan kendaraan bermotor tertuang dalam kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota Probolinggo dengan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Kepolisian Resort Probolinggo, dan Kepolisian Resort Kota Probolinggo. Pemerintah Kota Probolinggo melalui Dinas Perhubungan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah Kota Probolinggo terkait dengan retribusi parkir berlangganan memiliki tugas dan tanggung jawab: 1. Menerbitkan sticker dan tanda bukti pelunasan untuk setiap pembayaran retribusi parkir berlangganan. 2. Menerima pembagian setoran hasil pemungutan retribusi parkir berlangganan. 3. Melakukan monitoring terhadap realisasi penerimaan pemungutan retribusi parkir berlangganan. 4. Mengadakan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas juru parkir. Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur memiliki tugas dan tanggung jawab: 1. Menyediakan fasilitas pemungutan retribusi parkir berlangganan pada Kantor Bersama Samsat Probolinggo 2. Membantu menyerahkan sticker dan tanda bukti pelunasan terhadap setiap pembayaran retribusi parkir berlangganan
Kepolisian Resort Probolinggo melalui Kepala SATLANTAS Kepolisian Resort Kota Probolinggo memiliki tugas dan tanggung jawab: 1. Membantu
kelancaran
kegiatan
pemungutan
retribusi
parkir
berlangganan pada kantor Bersama Samsat. 2. Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan pemungutan. Adapun tata cara pelaksanaan Parkir Berlangganan Kota Probolinggo adalah sebagai berikut: 1. Pemungutan retribusi parkir berlangganan difasilitasi di kantor bersama SAMSAT pada loket tersendiri di luar mekanisme pelayanan SAMSAT. 2. Fasilitas pemungutan retribusi parkir berlangganan seperti sticker dan tanda bukti pelunasan dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Probolinggo. 3. Pelaksanaan pemungutan di lapangan dibantu unsur petugas UPTD yang ditetapkan Kepala UPTD dan dilaporkan kepada Walikota. 4. Retribusi parkir berlangganan ditetapkan sebagai berikut: a. Kendaraan bermotor roda 2 (dua)
Rp 25.000,-
b. Kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih
Rp 50.000,-
5. Setiap pembayaran retribusi parkir berlangganan diberikan tanda bukti pembayaran dan stiker. 6. Masa berlaku retribusi parkir berlangganan selama 1 (satu) tahun atau sama dengan masa bersangkutan.
berlaku
pajak kendaraan
bermotor
yang
7. Untuk
kelancaran
berlangganan
pelaksanaan
Pemerintah
Kota
pemungutan membentuk
retribusi tim
parkir
intensifikasi
pemungutan. Retribusi
parkir
berlangganan
di
Kota
Probolinggo
mulai
dioperasionalkan pada tahun 2006. Dengan melihat tabel 4.7 di bawah ini, perolehan pendapatan retribusi parkir berlangganan terbilang cukup besar. Selain itu perolehannya terus mengalami peningkatan tiap tahun diikuti dengan realisasi perolehannya yang selalu melebihi target yang ditentukan. Hal ini juga menunjukkan bahwa retribusi parkir berlangganan cukup memiliki potensi bagi pendapatan asli daerah kota Probolinggo. Tabel 4.7 Pendapatan Retribusi Parkir Berlangganan Retribusi Parkir Berlangganan Tahun Target (A) Realisasi (B) (B/A)x100% 2004 2005 2006 1.200.000.000,00 1.326.259.458,00 110,52 2007 1.464.301.750,00 1.723.501.792,00 117,70 2008 1.750.000.000,00 2.221.655.200,00 126,95 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi 2.
Retribusi Parkir Pasar Retribusi parkir ini sistem pemungutannya dilaksanakan oleh instansi yang berbeda. Pendapatan Retribusi parkir pasar dikelola oleh UPTD Pasar di bawah naungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Pemungutan retribusi parkir pasar selama di dalam pasar menggunakan juru parkir UPTD Pasar dan tentunya juga memiliki target sendiri mengenai pendapatan parkir yang ingin dicapai. Juru parkir pasar juga menggunakan
karcis parkir dan langsung melakukan pemungutan kepada pengendara kendaraan yang parkir di area pasar. Pada akhir jam kerja hasil pemungutan parkir tersebut langsung disetorkan ke Kas Daerah melalui bank Jatim. Akan tetapi selama pengguna kendaraan meletakkan kendaraannya di tepi jalan umum milik pemerintah meskipun di sekitar pasar, yang melakukan pemungutan parkir adalah juru parkir Dinas Perhubungan. Pendapatan retribusi parkir pasar diperoleh dari pembayaran parkir sepeda roda dua, sepeda motor maupun mobil yang memanfaat area parkir yang ada di pasar di sekitar tepi jalan umum milik pemerintah. Semua hasil perolehan pembayaran parkir langsung disetorkan kepada UPTD Pasar selaku pengelola area parkir pasar dibawah naungan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset kota Probolinggo. Adapun perkembangan lima tahun terakhir perolehan retribusi parkir pasar adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Pendapatan Retribusi Parkir Pasar Tahun 2004 2005 2006
Target (A) 50.735.000,00 55.020.000,00
2007 62.452.500,00 2008 67.272.500,00 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi
Realisasi (B) -
(B/A)x100% -
52.096.800,00 55.080.200,00
102,68 100,11
62.616.000,00 67.484.400,00
100,26 100,31
Berdasarkan tabel 4.8 diatas pendapatan retribusi parkir pasar terus menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Selain itu realisasi yang dicapai selalu melebihi target yang diharapkan. 3.
Retribusi Parkir Terminal
Pelaksanaan retribusi parkir terminal dilakukan oleh pihak ketiga dengan menggunakan karcis yang dicetak oleh UPTD Terminal di bawah naungan Dinas Perhubungan. Tarif yang diberlakukan UPTD Terminal adalah Rp 500,- sekali parkir, akan tetapi pihak ketiga memberlakukan tarif Rp 1000,sekali parkir sebagai hasil jasa yang mereka berikan kepada pengguna jasa parkir. Setiap harinya pihak ketiga menyetorkan hasil pemungutannya kepada UPTD Terminal sesuai dengan tarif yang diberlakukan UPTD, kemudian langsung disetorkan ke bendahara pembantu Dinas Perhubungan untuk disetorkan ke Kas Daerah melalui Bank Jatim. Pendapatan retribusi parkir terminal ini diperoleh dari pembayaran parkir semua kendaraan yang memanfaatkan area parkir di terminal kota. Retribusi parkir terminal ini termasuk dalam kategori penarikan biaya parkir pada tempat khusus yang dikelola oleh Pemerintah Kota Probolinggo, dalam hal ini Dinas Perhubungan. Adapun perkembangan pendapatan yang diperoleh dari hasil retribusi parkir terminal tersaji dalam tabel 4.9 berikut ini: Tabel 4.9 Pendapatan Retribusi Parkir Terminal Tahun
Target (A)
Realisasi (B)
(B/A)x100%
2004
9,125,000.00
22,781,000.00
249.65
2005
15,125,000.00
15,600,000.00
103.14
2006
15,152,000.00
14,511,000.00
95.77
2007
15,125,000.00
15,888,000.00
105.04
14,650,000.00
96.86
2008 15,125,000.00 Sumber: Seksi Akuntansi dan Verifikasi
Berdasarkan tabel 4.13 diatas, pendapatan retribusi parkir terminal mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 mengalami pasang surut. Disamping itu, pada tahun 2006 dan 2008 realisasi pendapatan tidak melebihi target yang diharapkan. Tidak sedikit masyarakat Probolinggo yang akan berpergian keluar kota menitipkan kendaraannya di tempat parkir terminal yang disediakan Dinas Perhubungan dimana pengelolaannya diserahkan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, banyak sedikitnya jumlah pengendara kendaraan bermotor yang menitipkan kendaraannya di tempat parkir terminal menentukan pendapatan yang diperoleh dari retribusi parkir terminal.
4.2.2 Bentuk Optimalisasi Terhadap Pendapatan Sektor Parkir Sebelum ditetapkan Perda Kota Probolinggo No.12 tahun 2005 tentang pajak parkir dan Perda No.13 tahun 2005 tentang retribusi parkir, pendapatan parkir kota Probolinggo hanya berasal dari retribusi parkir dengan sistem pemungutan yang lama. Yaitu dengan menempatkan juru parkir di lokasi dan melakukan pemungutan kepada pengguna jasa parkir dengan menggunakan karcis parkir sebagai bukti penerimaan juru parkir, kemudian disetorkan ke Dinas Perhubungan. Sistem pemungutan yang lama ini sangat rawan dengan kecurangan seperti juru parkir tidak menyetorkan pendapatan parkir sesuai dengan yang diperoleh atau pengguna jasa parkir berusaha menghindari juru parkir yang ada di lokasi parkir. Hal ini dikarenakan pemungutan dengan sistem yang lama menggunakan karcis bernominal sebagai bentuk target yang ditetapkan kepada juru parkir. Selain itu, mengingat pertumbuhan sektor swasta yang berkembang di kota
Probolinggo sehingga memungkin tersedianya jasa layanan parkir oleh pihak swasta dan semakin bertambahnya pengguna kendaraan bermotor, pendapatan dari parkir di kota Probolinggo dapat dioptimalkan lagi. Kelemahan sistem pemungutan yang lama ini mengakibatkan pendapatan sektor parkir tidak optimal dalam menyokong keuangan kota Probolinggo. Melihat kondisi seperti itu, Pemerintah kota Probolinggo membuat suatu langkah untuk mengoptimalkan pendapatan parkirnya dengan cara sebagai berikut: 1. Memaksimalkan Potensi Pajak Parkir Dengan ditetapkannya Undang-Undang No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah yang kemudian ditindak lanjut dengan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah, maka pajak parkir merupakan pajak daerah kota Probolinggo. Akan tetapi sejak ditetapkannya peraturan ini, Pemerintah kota Probolinggo belum menetapkan komponen pajak parkir sebagai pendapatan dari pajak daerah. Seiring dengan terus berkembangnya taraf kehidupan bermasyarakat di kota Probolinggo, menjadikan pajak parkir sebagai pendapatan asli daerah yang cukup potensial dan akan terus dioptimalkan. Bentuk optimalisasi yang telah dilakukan oleh Dinas perhubungan selaku pihak yang melakukan pemungutan pajak parkir adalah:
a. Mengirimkan pejabat tertentu ke lokasi parkir yang dikelola pihak swasta untuk menghitung besarnya pajak parkir yang harus disetorkan ke Dinas Perhubungan setiap minggu. b. Melakukan peninjauan setiap minggu atas jumlah kendaraan yang menggunakan jasa parkir pihak swasta. 2. Pemungutan Dengan Sistem Parkir Berlangganan Retribusi parkir tepi jalan umum sebelum tahun 2005 selama ini menghandalkan kinerja juru parkir dalam melakukan pemungutan kepada pengguna jasa parkir. Sebagaimana yang digambarkan dalam tabel 4.3, pendapatan sektor parkir pada tahun 2004 dan 2005 tidak optimal mengingat banyaknya kendaraan yang parkir di tepi jalan umum milik Pemerintah kota Probolinggo. Hal ini dikarenakan adanya kelemahan dalam sistem yang lama ini misalnya: a. Juru parkir tidak menyetorkan hasil pemungutan ke Dinas Perhubungan dengan benar sesuai dengan karcis yang diporporasi. Terkadang juru parkir menggunakan karcis yang sudah diberikan kepada pengguna jasa parkir lain atau istilah lainnya tidak menggunakan karcis yang baru kepada pengguna jasa parkir yang baru datang. b. Juru parkir melakukan pemungutan kepada pengguna jasa parkir tanpa disertai karcis yang diporporasi. Juru parkir tanpa memberikan karcis langsung meminta pemungutan kepada pengguna jasa parkir. c. Di saat kondisi area parkir ramai, masih terdapat pengguna kendaraan yang dapat meloloskan diri untuk tidak membayar parkir.
Ketiga hal diatas menyebabkan pendapatan yang diperoleh dari pemungutan parkir tidak optimal. Untuk itu Pemerintah kota Probolinggo melalui Dinas Perhubungan menerapkan sistem parkir berlangganan untuk mengurangi kelemahan dari penggunaan sistem pemungutan yang lama. Agar lebih optimal lagi, Pemerintah Kota Probolinggo bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kepolisian Resort Kota Probolinggo dalam menerapkan sistem parkir berlangganan. Dengan menggunakan sistem parkir berlangganan ini terbukti pendapatan yang diperoleh dari sektor parkir mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006 dua sampai tiga kali lipat. Selain itu kelebihan sistem ini adalah sudah pasti orang membayar pajak STNKB juga membayar retribusi parkir berlangganan. Retribusi parkir berlangganan ini dibayarkan setiap satu tahun sekali. 3. Pembinaan Terhadap Juru Parkir Untuk memaksimalkan pelaksanaan sistem parkir berlangganan, Dinas Perhubungan
melakukan
pembinaan
kepada
juru
parkir
untuk
mensosialisasikan sistem parkir berlangganan kepada mereka. Kriteria juru parkir yang ditetapkan Dinas Perhubungan sebatas juru parkir tersebut disiplin, memiliki loyalitas dan mau bekerja. Hal ini dikarenakan dengan penggunaan sistem parkir berlangganan mewajibkan kepada mereka untuk tidak lagi melakukan pemungutan kepada pengguna jasa parkir tepi jalan umum milik Pemerintah Kota selama pengguna jasa parkir tersebut memiliki sticker parkir berlangganan. Kecuali kepada pengguna jasa parkir yang tidak memiliki sticker parkir, maka juru parkir wajib melakukan pemungutan terhadapnya.
Pembinaan juru parkir yang dilakukan oleh dinas perhubungan ini dilakukan setiap bulan. 4. Pengawasan Terhadap Juru Parkir Pengawasan terhadap juru parkir terkait dengan pembinaan yang sudah dilakukan Dinas Perhubungan kepada mereka. Pengawasan ini dilakukan setiap hari kepada para juru parkir yang melakukan pelanggaran. Ada pejabat yang berjumlah 15 orang yang mengawasi secara khusus juru parkir. Pelanggaran yang dimaksud dalam hal ini yaitu juru parkir tetap melakukan pemungutan kepada pengguna jasa parkir yang sudah memiliki sticker parkir berlangganan. Kejadian seperti ini tentunya merugikan pengguna jasa parkir yang sudah memiliki sticker parkir berlangganan. Oleh sebab itu Dinas Perhubungan menindak tegas juru parkir yang diketahui melakukan pelanggaran tersebut. Apabila diketahui juru parkir melanggar, maka kepala UPTD parkir memanggil juru parkir tersebut dan memberi peringatan. Jika masih tetap melanggar maka akan dimutasi ke lokasi parkir lainnya. Pemberhentian dilakukan apabila juru parkir sudah mendapat lebih dari 3x peringatan dari kepala UPTD parkir. 5. Memaksimalkan Peran UPTD Parkir Untuk mengoptimalkan pemungutan pajak parkir maupun penerapan sistem parkir berlangganan diperlukan suatu susunan organisasi yang baik. Dengan melihat bagian sebelumnya, terbilang struktur organisasi yang disusun oleh Dinas Perhubungan sudah cukup baik. Oleh karena itu, Dinas Perhubungan
memaksimalkan
peran
UPTD
Parkir
dalam
susunan
organisasinya selaku pengelola parkir Pemerintah Kota Probolinggo. Dalam hal ini Dinas Perhubungan memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada UPTD Parkir untuk mengelola area parkir milik pemerintah kota. UPTD Parkir diberikan hak untuk membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan upaya optimalisasi pendapatan sektor parkir. 6. Menggunakan Prosedur Penerimaan Hasil Parkir yang Baik Tata cara pengelolaan dalam memperoleh pendapatan dari hasil parkir ditambah dengan optimalisasi yang sudah dilakukan, diperlukan sebuah sistem atau prosedur pengendalian penerimaan maupun penyetoran yang baik dalam prosedur penerimaan pendapatannya. Dikatakan baik apabila pengendalian yang dimiliki dapat meminimalisir pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dalam prosedur penerimaan maupun penyetoran hasil pendapatan parkir. Adapun prosedurnya terbagi dua yaitu: a. Parkir Berlangganan 1.
Pengendara kendaraan membayar pajak STNKB bersama dengan pembayaran parkir berlangganan ke petugas Bank Jatim yang ada di kantor samsat.
2.
Petugas Bank Jatim menyerahkan STNKB kepada petugas Dinas Perhubungan
setelah
pemilik
kendaraan
selesai
melakukan
pembayaran. Petugas Dinas Perhubungan kemudian menyerahkan STNKB beserta sticker parkir kendaraan.
berlangganan kepada pemilik
3.
Pada akhir jam kerja petugas Bank Jatim menyerahkan uang dan print out kepada petugas Dinas Perhubungan untuk memilahkan pendapatan yang berasal dari parkir berlangganan kota Probolinggo dengan pendapatan lainnya yang tidak masuk dalam pendapatan kota Probolinggo.
4.
Pendapatan lainnya tersebut dikembalikan kepada petugas bank jatim, sedangkan yang masuk dalam pendapatan Kota Probolinggo termasuk retribusi parkir berlangganan disetorkan melalui rekening kas umum daerah Kota Probolinggo.
5.
Bank Jatim atas dasar setoran tersebut membuat nota kredit dan membuat tanda bukti penyetoran. Bank kemudian menyerahkan tanda bukti penyetoran kepada petugas Dinas Perhubungan, sedangkan nota kredit disampaikan ke Kas Daerah.
6.
Petugas Dinas Perhubungan membuat rekapitulasi penyetoran berdasarkan tanda bukti penyetoran dari bank.
7.
Menyerahkan tanda bukti penyetoran beserta dengan rekapitulasi penyetoran ke Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan.
8.
Bendahara penerimaan memverifikasi atas kesesuaian antara tanda bukti penyetoran dan rekapitulasi penyetoran yang diterima dari Petugas Dinas Perhubungan yang ada di kantor SAMSAT.
9.
Berdasarkan tanda bukti penyetoran dan rekapitulasi penyetoran, Bendahara
Penerimaan
penatausahaan penerimaan.
mencatat
penerimaan
pada
buku
10. Berdasarkan nota kredit dari bank, Kas Daerah mencatat penerimaan di buku kas penerimaan dan pengeluaran. b. Parkir Non-Berlangganan 1.
Bendahara penerimaan memilki daftar nama juru parkir dan jumlah nominal yang harus disetorkan ke Dinas Perhubungan. Berdasarkan daftar tersebut Dinas Perhubungan mencetak sejumlah karcis yang setara dengan nilai nominal tersebut.
2.
Setiap harinya Juru parkir menyetorkan hasil pemungutan parkir berdasarkan target yang sudah ditetapkan sesuai dengan lokasi dimana juru parkir bertugas.
3.
Bendahara penerimaan menerima uang dan melakukan verifikasi atas kesesuaian jumlah uang yang diterima dari juru parkir dengan daftar yang dimiliki bendahara penerimaan. Setelah melakukan verifikasi bendahara penerimaan kemudian membuat surat tanda setoran (STS).
4.
Bendahara penerimaan menyetorkan uang melalui rekening kas umum daerah pada Bank Jatim dengan dilampiri surat tanda setoran (STS), maksimal 1 (satu) hari kerja setelah penerimaan uang kas. STS dibuat rangkap 3 (tiga):
5.
Lembar Asli
: Untuk kuasa BUD (Kas Daerah)
Salinan 1
: Untuk PPK-SKPD (Sekretaris Dinas)
Salinan 2
: Arsip Bendahara Penerimaan
Bank (Bank Jatim) atas dasar setoran tersebut membuat nota kredit dan mengotorisasi STS. Bank kemudian menyerahkan kembali STS/slip setoran bank kepada bendahara penerimaan, sedangkan nota
kredit disampaikan kepada kuasa bendahara umum daerah (Kuasa BUD). 6.
Berdasarkan dokumen SKP Daerah, SKR, STS, dan surat tanda bukti pembayaran/bukti penerimaan lain yang sah dan slip setoran bank, bendahara penerimaan mencatat penerimaan pada buku penatausahaan penerimaan.
7.
Berdasarkan nota kredit dari bank, kuasa BUD mencatat penerimaan di buku kas penerimaan dan pengeluaran.
Dari hasil pengamatan di lapangan, optimalisasi yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Probolinggo ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaannya, misalkan: 1.
Tidak ada peraturan-peraturan tertulis terhadap juru parkir maupun kriteria khusus juru parkir.
2.
Tidak terdapat pendokumentasian berupa buku pedoman khusus mengenai tata cara penerimaan maupun penyetoran hasil perolehan pendapatan parkir.
3.
Kurangnya sosialisasi mengenai retribusi parkir berlangganan kepada masyarakat.
4.
Kurangnya peran tim sosialisasi pelaksanaan pemungutan retribusi parkir berlangganan.
4.2.3 Dampak Optimalisasi Pendapatan Sektor Parkir Adanya optimalisasi yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo tentunya akan berdampak pada jumlah pendapatan yang diterima dari hasil pemungutan parkir, baik yang berasal dari pajak parkir maupun retribusi
parkir. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.4, pendapatan parkir mengalami peningkatan yang positif dari tahun 2005 menuju tahun 2006. Pada tahun tersebut, optimalisasi pendapatan parkir dengan sistem pemungutan retribusi parkir berlangganan sudah mulai dijalankan. Selain itu, optimalisasi pendapatan sektor parkir juga berdampak pada kontribusi pendapatan parkir terhadap pendapatan asli daerah kota Probolinggo yang juga meningkat cukup signifikan.
Gambar 4.4 Pertumbuhan Pendapatan Parkir Rp2.500.000.000 Rp2.000.000.000 Rp1.500.000.000 Rp1.000.000.000 Rp500.000.000 Rp0
2004
2005
2006
2007
2008
Pendapatan Parkir
Gambar 4.4 juga mengindikasikan bahwa optimalisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo memberikan hasil yang optimal bagi pertumbuhan pendapatan parkir kota Probolinggo terutama sejak penggunaan sistem pemungutan parkir berlangganan. Peningkatan pendapatan parkir tergambar jelas pada tahun 2006 dimana pendapatan parkir kota Probolinggo meningkat hampir mencapai 300 % sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10 Persentase Peningkatan Realisasi Pendapatan Parkir 4 Tahun
Realisasi Pendapatan Parkir
%
2004
218.916.300,00
-
2005
379.947.150,00
73,55
2006
1.513.980.958,00
298,47
2007
1.871.880.659,00
23,64
2008
2.361.320.929,00
26,15
Selain itu dengan adanya optimalisasi pendapatan sektor parkir juga menyebabkan kontribusi pendapatan parkir terhadap PAD semakin meningkat sebagaimana yang sudah ditunjukkan dalam tabel 4.11 di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya optimalisasi pendapatan parkir yang telah dilakukan pemerintah kota Probolinggo sudah mampu
mengoptimalkan
pendapatan parkir kota Probolinggo. Tabel 4.11 Kontribusi Pendapatan Parkir terhadap PAD 5
2004
Realisasi Pendapatan Parkir (A) 218.916.300,00
2005
Tahun
Realisasi PAD (B)
(A/B)x100%
18.526.311.240,91
1,18
379.947.150,00
21.141.363.660,24
1,80
2006
1.513.980.958,00
28.705.366.040,49
5,27
2007
1.871.880.659,00
35.428.918.239,12
5,28
2008
2.361.320.929,00
38.030.645.757,41
6,21
4
Realisasi pendapatan parkir berasal dari total realisasi pendapatan parkir yang ada di kota Probolinggo tiap tahunnya yang terdiri dari realisasi pajak parkir, realisasi retribusi parkir tepi jalan umum, realisasi retribusi parkir pasar, dan realisasi retribusi parkir terminal. 5
Persentase kontribusi pendapatan parkir terhadap PAD diperoleh dari total relisasi pendapatan parkir sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.10 dibagi dengan dengan total realisasi PAD yang disajikan pada tabel 1.2.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa sebelum adanya optimalisasi, pendapatan yang diperoleh dari sektor parkir kurang mendapatkan hasil yang maksimal mengingat pertumbuhan sektor swasta dan jumlah pengendara kendaraan bermotor meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu pemerintah kota Probolinggo
melakukan suatu tindakan dalam rangka
mengoptimalkan pendapatan sektor parkir di kota Probolinggo. Adapun bentuk optimalisasi pendapatan sektor parkir yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota Probolinggo diantaranya: 1.
Memaksimalkan Potensi Pajak Pajak Parkir
2.
Pemungutan Dengan Sistem Parkir Berlangganan
3.
Pembinaan Terhadap Juru Parkir
4.
Pengawasan Terhadap Juru Parkir
5.
Memaksimalkan Struktur Organisasi Yang Baik
6.
Menggunakan Prosedur Penerimaan Hasil Parkir Yang Baik Dengan adanya optimalisasi pendapatan sektor parkir ini mampu
meningkatkan hasil pendapatan parkir hampir sebesar 300% pada tahun 2006 dan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu optimalisasi ini juga
mampu memperbesar kontribusi pendapatan parkir terhadap pendapatan asli daerah kota Probolinggo sebesar 6,21% pada tahun 2008. Sedangkan kekurangan yang terdapat dalam optimalisasi ini diantaranya adalah: 1.
Tidak ada peraturan-peraturan tertulis terhadap juru parkir maupun kriteria khusus juru parkir.
2.
Tidak terdapat pendokumentasian berupa buku pedoman khusus mengenai tata cara penerimaan maupun penyetoran hasil perolehan pendapatan parkir.
3.
Kurangnya sosialisasi mengenai retribusi parkir berlangganan kepada masyarakat.
4.
Kurangnya peran tim sosialisasi pelaksanaan pemungutan retribusi parkir berlangganan.
5.2 Saran Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan pembahasan permasalahan adalah sebagai berikut: 1.
Sebaiknya pemerintah kota Probolinggo melalui dinas perhubungan membuat suatu peraturan tertulis tentang hak dan kewajiban juru parkir serta menentukan kriteria-kriteria khusus mengenai juru parkir.
2.
Pemerintah kota Probolinggo sebaiknya secara khusus membuat suatu dokumentasi berupa buku pedoman mengenai tata cara penerimaan maupun penyetoran hasil pendapatan parkir sehingga baik pejabat terkait maupun pihak lainnya dapat melaksanakan dan mengawasi ketepatan proses penerimaan maupun penyetoran hasil pendapatan parkir.
3.
Memaksimalkan peran tim sosialisasi untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat maupun kepada juru parkir mengenai sistem pemungutan retribusi parkir berlangganan baik melalui media cetak, elektronik, maupun secara langsung kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
___ _. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. 2002. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. . Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional, Yang Berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 1998. (http://www.google.com), diakses 20 Januari 2010). _______. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pajak Parkir. 2005. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retribusi Parkir. 2005. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. 2001. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah. 2001. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah. 2000. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 2003. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. _______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 2004. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009.
_______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. 2004. (http://www.google.com), diakses 24 Desember 2009. . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 2007. (http://www.pajak.go.id), diakses 4 Oktober 2009. Aldjufri, Jusbakir. 2004. Kepemimpinan Negarawan. Jakarta: The HQ Center. Arum, Sekar. 2007. Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Optimalisasi Pajak Parkir. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Davey, Kenneth. 1988. Pembiayaan Pemerintahan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Dajan, Anto. 1993. Pengantar Metode Statistik Jilid kesatu. Jakarta: LP3ES. Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Yogyakarta: UGM. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Josef, R.K. 1996. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2006. Pajak Daerah & Retribusi Daerah di Indonesia. Malang: Bayumedia. Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI Pulungan, Dony A. 2009. Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Optimalisasi Pajak Hotel Dan Restoran. Skripsi. Malang: Fakultas ekonomi universitas brawijaya. Rusydi, M. Khoiru. 2001. Evaluasi Potensi Pajak Reklame Sebagai Sumber Pendapatan Asli Kota Malang Dalam Rangka Menyongsong Otonomi Daerah. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Susan, Dian Oktaviani. 2010. Analisis Penerapan Manajemen Kas Daerah. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Waluyo, Wirawan. 1999. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.