OBAT ANTIJAMUR SISTEMIK
Norawaty Ma’as, S.Ked Pembimbing : Dr. M. Izazi Hari Purwoko, SpKK Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2014
I. PENDAHULUAN
Terdapat tiga kelompok utama jamur penyebab penyakit pada manusia yaitu Moulds, Moulds, True yeasts dan Yeast-Like Fungi. Fungi. Moulds Moulds tumbuh sebagai filamen sepanjang yang terjalin untuk membentuk sebuah miselium. Contohnya adalah dermatophytes, dermatophytes, dikatakan juga karena memiliki kemampuan mencerna keratin, yang menyebabkan infeksi pada kulit, kuku dan rambut, dan Aspergillus fumigatus. fumigatus. True yeasts yeasts termasuk kelompok uniseluler yanng melingkar atau oval fungi, fungi, contohnya Cryptococcus neoformans, neoformans, yang dapat menyebabkan menyebabka n cryptococcal meningitis meningitis atau infeksi pulmoner, biasanya terdapat pada pasien dengan immunocompromised. Yeast-like fungi memiliki fungi memiliki kemiripan dengan jamur, namundapat juga membentuk cabang filamen yang panjang. Salah satu contoh yang sangat penting diketahui adalah Candida albicans salah albicans salah satu organisme komensalisme yang umum terdapat pada usus, mulut, dan vagina. Ini juga dapat menyebabkan salah satu persebaran dari penyakit sariawan berat pada mulut (oral (oral thrush), thrush), vaginitis, endokarditis, septikemia yang fatal terjadi. 3 Infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku adalah masalah infeksi
yang umum
ditemui sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dapat dibagi menjadi mikosis superfisialis, mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Mikosis superfisialis biasanya menyerang kulit, rambut, dan kuku. Mikosis subkutan menyerang otot dan jaringan ikat dibawah kulit, sedangkan mikosis sistemik melibatkan organ tubuh baik secara primer maupun oportunistik. 7 Penelitian mengenai obat antijamur saat ini telah mengalami perkembangan pesat. Klasifikasi obat antijamur berdasarkan cara penggunaannya dibagi atas obat antijamur topikal dan sistemik. Penggunaan Penggunaan obat antijamur topikal diindikasikan pada infeksi jamur dengan area yang terbatas dan pasien yang memiliki kontraindikasi penggunaan antijamur sistemik. Antijamur sistemik diberikan pada mikosis superfisialis, mikosis subkutan dan sistemik. 1,6 Walaupun infeksi jamur superfisial berespon baik terhadap obat antijamur topikal, tetapi pengobatan secara sistemik seringkali dibutuhkan. Penggunaan antijamur sistemik 1
memerlukan pertimbangan antara lain : hasil kultur, angka kesembuhan, harga, komplikasi, interaksi obat, kenyamanan, usia, keadaan umum serta riwayat medis pasien. Selain itu pengetahuan farmakokinetik dan farmakodinamik obat dapat membantu meperkirakan efektivitas obat terhadap berbagai infeksi jamur superfisial maupun kemungkinan terjadi efek samping.5 Untuk itu pada tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai klasifikasi, mekanisme kerja, pengunaan antijamur sistemik pada infeksi jamur superfisial, dosis dan efek samping antijamur sistemik. Diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menjadi dasar dalam penatalaksanaan infeksi jamur.
II. PEMBAHASAN MEKANISME KERJA ANTIJAMUR SISTEMIK
Saat ini dipahami bahwa obat antijamur memiliki 3 titik tangkap pada sel jamur. Target pertama pada sterol membran plasma sel jamur, kedua mempengaruhi sintesis asam nukleat jamur, ketiga bekerja pada unsur utama dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein.6 Kebanyakan obat antijamur sistemik bekerja secara langsung (seperti
golongan
polien) pada sterol membran plasma, dan bekerja secara tidak langsung (seperti golongan azol). Sedangkan golongan ekinokandin secara unik bekerja pada unsur utama dinding sel β1,3 glukan. 6 1.
Sterol membran plasma: ergosterol dan sintesis ergosterol Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol).
2. Sintesis asam nukleat Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA. Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5 flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin permease. Di dalam 2
sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase sehingga memutus sintesis DNA. 3. Unsur utama dinding sel jamur: glukans Dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins, kitin, dan α dan β glukan
yang menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya menjaga
rigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis.
Gambar 2. Cara Kerja Obat antijamur 4
PENGGOLONGAN OBAT ANTIJAMUR DAN PRINSIP PENGOBATAN 3
Obat anti jamur umumnya digolongkan sebagai berikut :
5
1. Golongan Polien: bekerja dengan cara mengganggu membran sel jamur melalui ikatan pada ergosterol, dan menimbulakan lubang pada membran sel, sehingga materi sitoplasmik keluar, dan menyebabkan kematian sel. 2. Golongan Azol: bekerja dengan cara menghambat sintesi ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur, melalui inhibisi enzim sitikrom P-450 yaitu enzim lanosterol demetilase. Inhibisi ini akan mengganggu interitas membran sel dan menyebabkan kematian sel. 3. Golongan alilamin dan benzilamin: bekerja menggangu sintesis ergosterol melalui inhibisi enzim skualene epoksidase. Golongan ini bersifat fungisidal terhadap dermatofita tapi fungistatik terhadap jamur lain, karena akumulasi skualen intraselular akan mengakibatkan kematian sel. 4. Golongan Ekinokandin: bekerja menghambat sintesi 1,3- β-D-glucan yang merupakan komponen esensial dinding sel jamur. 5. Golongan lain-lain: griseofulvin, tolnaftat dan lain-lain.
Dalam mengobati infeksi jamur, harus diperhatikan prinsip pengobatan yaitu :
5
1. Pemilihan obat antijamur ditentukan antara lain oleh luas dan keparahan penyakit, lokasi lesi, infeksi penyerta atau terdapat potensi interaksi obat, efikasi pengobatan, harga dan kemudahan didapat serta kemudahan pemakaian. 2. Obat antijamur sistemik digunakan pada infeksi jamur superfisial luas 3. Obat antijamur sistemik dapat digunakan untuk terapi preventif pada pasien imunosupresi 4. Spesies jamur penyebab dapaaat menentukan lama pengobatan dan jenis obat yang digunakan.
JENIS-JENIS OBAT ANTIJAMUR SISTEMIK TERBINAFIN
Terbinafin Hidroklorid adalah agen antijamur topikal dan oral milik keluarga senyawa yang dikenal sebagai alilamines. Naftifin, sebuah agen antijamur topikal yang juga termasuk kelas ini. Semua derivat alilamin memiliki alilamin tersier, struktur komponen penting untuk aktivitas antijamur. 1 Cara kerja terbinafin menghambat enzim epoksidase skualen di membran sel jamur, sehingga menghalangi biosintesis ergosterol. Skualen epoksidase, sebuah kompleks, enzim mikrosomal non-cytochrome P450, langkah pertama mengkatalisis enzimatik pada sintesis 4
ergosterol yaitu mengkonversi skualen menjadi epoksidase skualen. Akibatnya, terbinafin menyebabkan akumulasi dari skualen intraseluler yang abnormal dan kekurangan ergosterol. Penilaian akumulasi Skualen secara in-vitro untuk aktivitas obat fungisida dengan melemahkan sel membran, sedangkan kekurangan ergosterol dikaitkan dengan aktivitas fungistatik obat, seperti ergosterol adalah komponen membran jamur yang diperlukan untuk pertumbuhan normal. 1 Terbinafin diabsorpsi dengan baik dari saluran gastrointestinal, terutama dalam kilomikron. Distribusi waktu paruh adalah 1,5 jam, dan waktu paruh eliminasi adalah 22 jam.Terbinafin sangat lipofilik dan keratofilik secara alami, oleh sebab itu, secara luas didistribusikan pada penyerapan seluruh kulit dan jaringan adiposa. Terbinafin adalah biotransformasi ekstensif oleh hati melalui oksidasi oleh CYP2D6. Lebih dari 80% dari obat ini diekskresikan dalam urin dan sisanya dikeluarkan melalui feses. 1 The Food and Drug Administration telah menyetujui tablet terbinafin untuk pengobatan onychomycosis karena dermatofit. Butiran Terbinafin oral telah disetujui untuk pengobatan tinea kapitis pada pasien berusia lebih dari 4 tahun. Terbinafin juga terbukti secara klinis, berkhasiat untuk kasus tinea korporis, tinea pedis, atau tinea kruris yang tersebar luas, berat, atau resisten terhadap pengobatan topikal. Dosis dan sediaan terbinafin diberikan sebagai paket tablet 250 mg atau butiran oral. Pada anak-anak, untuk pengobatan tinea kapitis, butiran terbinafin oral dapat ditaburkan di atas makanan seperti puding . Dosis berdasarkan pada berat badan, anak dengan berat badan kurang dari 25 kg mendapatkan 125 mg / hari, anak dengan berat badan antara 25 kg dan 35kg mendapatkan 187.5 mg / hari, dan anak dengan berat badan lebih dari 35 kg mendapatkan 250 mg / hari. Pengobatan standar diberikan selama 6 minggu. Terbinafin juga dapat digunakan secara aman pada anak-anak untuk onikomikosis sesuai dosis dengan berat tubuh seperti pada tinea kapitis. Pada dewasa, terbinafin diindikasikan untuk pengobatan onikomikosis dari kuku kaki dan kuku yang disebabkan oleh dermatofit. Dosis yang digunakan 250 mg / hari selama 12 minggu. Tinea korporis, tinea kruris, dan tinea pedis dapat diobati dengan terbinafin oral dan tingkat kesembuhan mikologi. Sedangkan pada usia tua atau geriatri terbinafin ditoleransi dengan baik oleh orang yang sudah tua dan tidak butuh peringatan lebih untuk populasi umum. Kemudian utnuk ibu hamil,terbinafine merupakan obat dengan kategori B. Obat Kategori B adalah meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin. 1
5
Tabel 1. Dosis Terbinafine Oral
Onikomikosis
1
Dewasa
Anak-anak
Kuku jari tangan : 250 mg/hari
3-6 mg/kgBB/hari selama 6
selama 6 minggu
sampai 12 minggu
Kuku jari kaki : 250 mg/hari selama 12 minggu Tinea Kapitis
250 mg/hari selama 2 sampai 8
< 25 kg : 125 mg/hari selama
minggu
6 minggu 25-35 kg : 187.5 mg/hari selama 6 minggu > 35 kg : 250mg/hari selama 6 minggu
Tinea Korporis, Tinea 250 mg/hari selama 1-2 minggu
2-6 mg/kgBB/hari selama 1-2
Kruris
minggu
Tinea Pedis
250 mg/hari selama 2 minggu
Dermatitis Seborik
250 mg/hari selama 4 – 6 minggu
Sebelum memulai terapi terbinafin oral, tes positif ( KOH, kultur, histologi) untuk infeksi jamur harus didapatkan dan pemeriksaan serum transaminase disarankan untuk semua pasien sebelum mendapatkan terapi terbinafin, dan obat ini tidak dianjurkan untuk pasien dengan penyakit hati atau ginjal. Dalam penggunaan terbinafin banyak dokter menganjurkan pemantauan fungsi hati setelah 6 minggu terapi, meskipun kejadian toksisitas hati sangat rendah. Karena dapat terjadi limfopenia maka diamati pada pasien dengan terapi terbinafin, jumlah sel darah lengkap harus dipantau pada pasien imunodefisiensi yang menerima terbinafin selama lebih dari 6 minggu. Jika tanda-tanda atau gejala infeksi sekunder terjadi pada pasien dalam penggunaan terbinafin, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan neutropenia. Untuk pemantauan pada anak-anak adalah sama seperti untuk orang dewasa, tetapi ada bukti bahwa anak-anak mungkin menderita lebih sedikit efek samping. 1 Terbinafin umumnya ditoleransi dengan insiden efek samping yang rendah karena selektivitas yang tinggi. Efek samping yang paling umum setelah pemberian oral yaitu
6
gangguan gastrointestinal (3,5% -5,0%). Efek samping yang jarang lainnya termasuk sakit kepala, exanthematous eruption, acute generalized pustulosis exanthematous, psoriasis pustular, subakut cutaneous lupus erythematosus, nyeri dada, parameter laboratorium tinggi, hilangnya rasa, kelelahan, dan malaise. Beberapa kasus cedera hepatoseluler (termasuk gagal hati fulminan), agranulositosis reversibel, dan reaksi kulit yang berat, termasuk nekrolisis epidermal toksik dan eritema multiforme, juga dilaporkan. 1 Terbinafin harus diresepkan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati atau riwayat toksisitas hati dengan obat lain. Kontraindikasi terbinafin lainnya yaitu hipersensitivitas pada terbinafin. Terbinafin hati-hati terhadap wanita hamil ( Kategori B ) dan menyusui, gangguan hati kronik atau aktif, gangguan ginjal ( creatinine clearance < 50 mL/menit), dan immunodefisiensi atau immunosupresi. 1 Terbinafin tidak kontraindikasi dengan spesifik obat. Namun, sitokrom P450 (CYP) enzim memetabolisme terbinafin. Plasma clearance terbinafin meningkat dengan rifampisin P450-inducer dan penurunan dengan P450-inhibitor cimetidine. Terbinafin juga dilaporkan menurunkan tingkat siklosporin oleh peningkatan cyclosporine clearance. 1
TRIAZOL
Itrakonazol dan flukonazol adalah agen antijamur triazol secara umum struktural gugus adalah sebuah cincin triazol, tidak ditemukan dalam keluarga azoles imidazol. 1
ITRAKONAZOL Itrakonazol adalah senyawa yang sangat lipofilik yang memiliki aktivitas spektrum yang luas. Secara in vitro, itrakonazol mereupakan fungistatik dan efektif terhadap dermatofit, ragi, jamur, dan dimorfik fungi. 1 Mekanisme kerja itrakonazol menghambat14-α-demethylase, sebuah sitokrom mikrosomal enzim P450, dalam membran jamur. 14-α-demethylase diperlukan untuk konversi lanosterol ke ergosterol, yang merupakan komponen pokok struktural dari membran sel jamur. Akibatnya, akumulasi 14-α-methylsterols menyebabkan penurunan pada gangguan permeabilitas membran dan aktivitas enzim yang terikat membran dan menghambat pertumbuhan sel jamur. 1 Konsentrasi serum itrakonazol dipengaruhi oleh beberapa parameter, termasuk makanan dan asam lambung. Itrakonazol dimetabolisme ekstensif, terutama oleh sistem isoenzim CYP3A4 untuk lebih dari 30 metabolit. Hydroxyitraconazole adalah metabolit utama. Sekitar 54% dari obat dimetabolisme diekskresikan dalam feses, dan 34% 7
diekskresikan dalam urin. Setelah administrasi dosis tunggal, penghapusan terminal waktu paruh adalah 21 jam untuk itrakonazol dan 12 jam untuk metabolit aktif. Variabel farmakokinetik itrakonazol tidak terpengaruh pada pasien dengan insuffisiensi ginjal. Pada pasien sirosis hati, penyerapan sedikit meningkat dan waktu paruh yang panjang karena mengurangi metabolisme pertama. Penyerapan standar sediaan tablet menurun pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome sebagai akibat dari gastric hypochlorhydria. Anak-anak, terutama yang kurang dari 5 tahun, memiliki tingkat serum rendah dari orang dewasa dan biasanya membutuhkan dosis dua kali sehari. 1 Itrakonazol adalah terapi lini pertama untuk infeksi karena kandida dan spesies lainnya non dermatofit. Itrakonazol diindikasikan pada penyakit infeksi jamur yaitu Onychomycosis karena dermatofit pada pasien imunokompeten, terapi terus menerus untuk kuku dan kuku kaki, terapi pulse pada kuku, mikosis sistemik (blastomikosis, histoplasmosis, aspergillosis), terapi antijamur empiris pada febrile neutropenia, kandidiasis orofaringeal, kandidiasis esofagus, penggunaan umum lainnya: Onychomycosis karena kandida sp., tinea korporis dan pembagiannya, tinea kruris, tinea pedis, tinea kapitis. 1 Pada anak-anak, itrakonazol dapat digunakan untuk mengobati tinea kapitis. Hal ini lebih sering diresepkan dalam sediaan kapsul dengan makanan atau minuman asam seperti cola karena siklodekstrin dalam bentuk cairan itrakonazol dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal seperti diare. Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg, 10 mg/mL larutan oral, dan larutan intravena. Dosis itrakonazol yaitu 5 mg / kgbb/hari selama 4-6 minggu. Anak-anak yang memiliki berat badan antara 15 kg dan 30 kg membutuhkan satu kapsul 100 mg sehari; anak dengan berat badan 30 kg - 40 kg membutuhkan 100 mg sehari sampai 200 mg / hari, dengan rata-rata 150 mg setiap hari. Sedangkan berat lebih 50 kg digunakan dosis sebagai dewasa. Pada orang dewasa, itrakonazol telah disetujui untuk pengobatan dari onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofit dan berlaku efektif sebagai terapi terusmenerus atau kadang-kadang. Itrakonazol dengan dosis 200 mg sehari selama 5-7 hari efektif dalam pengobatan pitiriasis versikolor. Pada usia tua, terapi itrakonazol efektif dan aman pada orang tua dan membutuhkan perhatian dalam pengaturan komorbiditas dan interaksi obat pertimbangan pada ibu hamil. Itrakonazol adalah obat kategori C pada kehamilan oleh sebab itu, tidak dianjurkan selama kehamilan atau saat menyusui karena diekskresikan dalam air susu ibu. 1 Tes Positif (KOH, kultur, histologi) untuk infeksi jamur harus dilakukan sebelum memulai terapi itrakonazol oral. Evaluasi dasar pada fungsi hati dianjurkan pada pasien dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya. 1 8
Pemantauan fungsi hati diindikasikan melalui terapi hanya untuk mereka pasien dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya atau mereka dengan riwayat toksisitas hati dengan pengobatan lain. Efek samping yang paling umum adalah gangguan gastrointestinal, efek samping yang lain adalah hipertrigliseridemia, edema, urtikaria, anafilaksis, eritema multiform, nyeri kepala, neuropati, impotensi, hipertensi, leukopenia, sindrom nefrotik, sedikit peningkatan enzim hati. Itrakonazol kontraindikasi pada pasien dengan riwayat gagal jantung dan tidak dianjurkan untuk pasien dengan riwayat penyakit hati. Pemberian dengan obat-obatan tertentu yang dimetabolisme oleh CYP3A4, termasuk cisapride, midazolam, pimozid, quinidin, dofetilid, dan levacetylmethadol (levometadil), gangguan kardiovaskular , termasuk perpanjangan QT, torsades de pointes, ventrikel takikardi, serangan jantung. Itrakonazol menghambat 14-α-demethylase, sebuah enzim jamur P450 dan anggota dari kelompok yang sama dari enzim yang ada dalam hati manusia yang bertanggung jawab untuk berbagai metabolisme obat. Itrakonazol khusus menghambat CYP3A4, dan akibatnya, dapat meningkatkan konsentrasi plasma obat yang dimetabolisme oleh jalur ini. 1
FLUKONAZOL Flukonazol adalah fungistatik secara in vitro dan efektif terhadap berbagai ragi (kecuali kandida krusei) dan dermatofit. Mekanisme kerja flukonazol, seperti itraconazol, menghambat 14-α-demethylase, mikrosomal sebuah enzim sitokrom P450, dalam membran jamur. Flukonazol mempunyai waktu paruh 25-30 jam, dan tingkat puncak tercapai setelah 7 hari tiap kali diberi. Flukonazol hanya terikat lemah pada protein plasma, dengan sekitar 90% dari obat yang beredar bebas dalam plasma. Obat ini menetap pada metabolisme hati, sekitar 80% dari flukonazol diekskresikan tidak berubah dalam urin, dengan 2% dalam tinja dan sekitar 11% sebagai metabolit dalam urin. Kemampuan untuk meredakan substansial ke dalam cairan serebrospinal membedakan senyawa ini dari banyak agen antimikotik lainnya. 1 Flukonazol tersedia dalam 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan tabl et 200 mg, tersedia 10 mg / mL dan 40 mg / mL larutan oral, dan tersedia dalam bentuk intravena. Flukonazol merupakan lini pertama terapi untuk mucocutaneous candidiasis. Flukonazol adalah obat kategori C pada kehamilan dan tidak direkomendasikan untuk ibu hamil dan menyusui. 1
Tabel 2. Dosis Flukonazol Oral
1
Dewasa Kandidiasis Orofaringeal
Anak-anak
200 mg sekali, kemudian 6 mg/kgBB sekali kemudian
9
100mg/hari selama 14 hari
3 mg/kgBB/hari selama 14 hari
Kandidiasis Vaginal
150 mg sekali
Tinia Pedis, c=kruris, or
150 mg/minggu sampai 3-4
korporis
minggu 6mg/kgBB/hari sampai 2 – 6
Tine Kapitis
minggu
Sebelum memulai terapi flukonazol oral maka tes positif (KOH, kultur, histologi) untuk infeksi jamur dilakukan sebelum memulai flukonazol oral. Tidak ada pemantauan yang spesifik selain pada penyakit ginjal. Karena flukonazol ditetapkan sebagai dosis satu kali atau sekali seminggu. Hanya sedikit butuh pemantauan laboratorium untuk melihat efek samping. 1
Efek samping seperti erupsi obat, trombositopenia, amenore sementara, peningkatan pemeriksaan fungsi hati, peningkatan ringan serum kretinin phosphokinase, pusing, anoreksia, dan alopesia. Untuk mencegah gangguan hati dan toksisitas jantung, seseorang harus berhati-hati ketika meresepkan kepada pasien dengan beberapa penyakit penyerta, imunosupresi atau penyakit hati yang sudah ada sebelumnya atau penyakit jantung; pemantauan ketat dapat membantu dalam pasien ini. 1 Pada manusia, flukonazol menghambat CYP3A4 dan CYP2C9 dalam dosis tertentu, dan akibatnya dapat meningkatkan konsentrasi plasma obat yang dimetabolisme oleh jalur ini. Oleh karena itu, sejumlah obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4 atau CYP2C9 adalah kontraindikasi atau memerlukan pemantauan ketat.
1
VORIKONAZOL Vorikonazol adalah agen triazol generasi kedua tersedia dalam sediaan oral dan intravena yang digunakan secara luas di luar dermatologi untuk pengobatan penyakit jamur invasif, terutama invasif aspergillosis. 1
IMIDAZOL: KETOKONAZOL
Ketokonazol diperkenalkan pada 1970-an sebagai obat antijamur azol oral yang pertama efektif. Namun, karena banyak efek samping, obat tidak la gi digunakan sebagai agen lini pertama untuk pengobatan dermatofit atau infeksi ragi. 1
10
LAIN-LAIN: GRISEOFULVIN Griseofulvin digunakan untuk pengobatan infeksi dermatofit. Griseofulvin tidak efektif untuk kandidiasis, atau pitiriasis versikolor. Griseofulvin adalah fungistatik secara in vitro dan memiliki aktivitas antimikotik spektrum yang sempit. Griseofurin mengganggu mikrotubulus pembentukan gelendong mitosis, sehingga menyebabkan penangkapan mitosis di tahapan metafase. Penyerapan griseofulvin ditingkatkan oleh beberapa faktor, termasuk asupan bersamaan lemak yang dimakan dan sediaan ukuran partikel yang lebih kecil. Griseofulvin terutama dimetabolisme oleh hati sebelum di eksresikan. 1 Sediaan griseofulvin adalah tablet ultramicrosize dengan dosis 125-mg, 165 mg, 250 mg, dan 330 mg. Dan sediaan suspensi griseofulvin juga microsize dan tersedia 250mg dan tablet 500 mg dan dalam 125 mg / 5 mL. Produsen merekomendasikan 5-10 mg / kg / hari (ultramicrosize) atau 10-20 mg / kg / hari (microsize). 1 Pada anak-anak, griseofulvin adalah pilihan yang dapat diterima untuk pengobatan lini pertama dari tinea kapitis. Griseofulvin dianjurkan dosis pada yang lebih tinggi yaitu 2025 mg / kg / hari (microsize), atau 15-20 mg / kg / hari ( ultramicrosize). Pada usia tua, griseofulvin secara belum ada evaluasi pemeriksaan penggunaannya. Namun, penelitian pada pasien usia lanjut tidak ada yang spesifik dilaporkan peningkatan pada efek samping pada usia ini. Pada wanita hamil, griseofulvin adalah obat kategori C pada kehamilan karena griseofulvin mengganggu distribusi kromosom. 1 Tes positif (KOH, kultur, histologi) untuk jamur Infeksi harus didapatkan sebelum inisiasi terapi. Tidak ada rekomendasi spesifik untuk laboratorium dasar sebelum memulai terapi griseofulvin. Tidak ada rekomendasi pemantauan khusus pada obat griseofulvin. Efek samping yang paling umum berhubungan dengan pencernaan saluran dan sistem saraf pusat, seperti nyeri kepala, pusing, dan insomnia. Pasien harus diperingatkan tentang potensi fotosensitifitas yang diinduksi oleh griseofulvin dan kemungkinan lupus eritematosus atau sindrom seperti lupus. Griseofulvin menginduksi CYP3A4, yang mengarah untuk menurunkan kadar plasma obat yang dimetabolisme oleh jalur ini. 1
III. KESIMPULAN
Infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku adalah masalah infeksi ditemui sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dibagi
yang umum
menjadi mikosis
superfisialis, mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Infeksi jamur terutama dermatofit
11
terjadi melalui perlekatan dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan diantara sel, serta terbentuknya respon pejamu. Obat antijamur berdasarkan cara penggunaannya terbagi atas antijamur sistemik dan topikal.. Berdasarkan tempat kerjanya terbagi menjadi golongan utama yaitu polien, azol, alilamin, dan ekinokandin. Penggunaan antijamur sistemik memerlukan pertimbangan antara lain : hasil kultur, angka kesembuhan, harga, komplikasi, interaksi obat, kenyamanan, usia, keadaan umum serta riwayat medis pasien. Selain itu pengetahuan farmakokinetik dan farmakodinamik obat dapat membantu meperkirakan efektivitas obat terhadap berbagai infeksi jamur superfisial maupun kemungkinan terjadi efek samping. Dari seluruh pilihan di atas para dokter harus memiliki pengetahuan yang baik terhadap penggunaan dan mekanisme kerja obat antijamur sehingga kita dapat memilih obat antijamur yang terbaik untuk pasien.
12