Panduan MP-ASI Rekomendasi WHO Berikut adalah penjelasan tentang pemberian mp-asi yang tepat sesuai rekomendasi WHO yang sudah kami modifikasi dengan tambahan-tambahan info dari hasil pelatihan pemberian makan bayi dan anak (PMBA) dan literatur lain.
PRINSIP AVATFAH dalam Panduan MP ASI WHO MP-ASI yang baik adalah mp-asi yang kaya energi, protein, mikronutrien, mudah dimakan anak, disukai anak, berasal dari bahan makanan lokal dan terjangkau, serta mudah disiapkan. Banyaknya kasus kurang gizi di dunia, terutama kasus kurang protein, zat besi dan vitamin A; telah mendorong WHO sebagai badan kesehatan dunia untuk memperbaharui beberapa prinsip penting di tahun 2010 untuk panduan pemberian makan bagi bayi dan anak, yang dikenal dengan prinsip AFATVAH – Age, Frequency, Amount, Texture, Variety, Active Responsive, Hygine. Age : usia pemberian makan MP-ASI diberikan saat bayi berusia 180 hari berdasarkan kesiapan pencernaan bayi. Resiko pemberian mp-asi sebelum usia 180 hari beresiko terhadap infeksi pencernaan bayi dan penurunan produksi asi. Pemberian mp-asi telat bulan dapat menyebabkan bayi tidak mendapat cukup nutrisi, sehingga mengalami defisiensi zat besi dan terhambatnya tumbuh kembang anak. Tambahan info silakan baca : http://m.theurbanmama.com/articles/bahaya-pemberian-mpasi-dini-menundanya.html
Frequency : frekuensi pemberian makan. Di awal mp-asi diberikan 1-2 kali dalam sehari; seterusnya usia 6-9 bulan diberikan 2-3 kali makan utama dalam sehari ditambah 1-2 x cemilan; usia 9-12 bulan 3 x makan utama dan 2x cemilan. Tambahan info : http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pentingnya-mengatur-jadwal-makan-anak
Amount : banyaknya pemberian makanan. Di awal mp-asi berikan sebanyak 2-3 sdm dewasa untuk tiap makan; usia 6-9 bulan bertahap mulai dari 3 sdm dewasa hingga 125 ml untuk tiap makan; usia 9-12 bulan bertahap mulai dari 125 ml hingga 250 ml untuk tiap makan.
Tambahan info : https://m.facebook.com/groups/208836479136874?view=permalink&id=1167626839924495
Texture : tekstur makanan. Berdasarkan panduan WHO terbaru ini bayi langsung diberi puree/bubur lembut semi kental. Patokan kekentalan dilihat dari makanan yang tidak langsung tumpah mengucur ketika sendok dimiringkan. Kekentalan berbanding lurus dengan banyaknya asupan kalori dan nutrisi. Setelah mulai makan beberapa minggu sampai usia 9 bulan, tekstur lebih kental berupa bubur saring yang lebih bertekstur agak kasar dan akhirnya kasar. Mulai usia 9 bulan sudah diberikan makanan yang dicincang halus, tidak keras dan mudah dijumput oleh anak, bukan berupa bubur lagi. Diharapkan mulai usia 1 tahun anak sudah bisa makan makanan keluarga.
Tambahan info : Bayi belajar mengunyah dengan gusi, jadi pemberian makanan bertekstur sesuai tahapan usia sesuai anjuran WHO tidak harus menunggu tumbuh gigi. Pemberian makanan dengan tahapan tekstur justru akan membantu merangsang pertumbuhan gigi. Di usia 9 bulan inilah saat yang tepat untuk menstimulasi anak belajar makan sendiri (belajar memegang dan memasukkan makanan ke dalam mulut dengan tangan) melalui pemberian finger food (buah potong, homemade cookies, sayuran kukus, dll). Esensi finger food adalah anak belajar meraba, merasakan tekstur makanan, memegang dan mengambil makanan (menjimpit) dengan tangannya, lalu melatih koordinasi tangan, mata dan mulut untuk belajar mengarahkan tangan memasukkan makanan ke mulut, belajar menggigit, mengunyah dan menelan. Jadi pemberian finger food bukan sekedar masuk kunyah telan, banyak pembelajaran di sana. Jadi saat anak meremas – remas makanan bukan artinya dia tidak suka atau tidak bisa, anak sedang belajar kenal makanannya. http://www.babycenter.com/finger-foods
Variety : variasi keberagaman makanan Variasi keberagaman makanan diberikan sejak awal pemberian mp-asi 6 bulan yang terdiri dari aneka sumber karbohidrat; aneka sumber protein nabati (kacang-kacangan) termasuk aneka jamur; aneka sumber protein hewani seperti daging merah, termasuk telur, aneka ikan laut, aneka ikan tawar; aneka sayuran dan aneka buah-buahan; serta sumber lemak tambahan (mentega, santan, aneka minyak, margarin). Keberagaman makanan diperlukan untuk keseimbangan antara masukan dan kebutuhan gizi karena tidak ada 1 jenis makanan yang memiliki semua unsur gizi yang dibutuhkan. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat dilengkapi oleh zat gizi dari jenis makanan lainnya, sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang.
Untuk perkenalan awal mp-asi, maksimal 2 minggu pertama (10-14 hari) disarankan dikenalkan menu tunggal untuk tiap makan dari aneka sumber karbohidrat sebagai makanan pokok keluarga, menyegerakan pemberian aneka protein hewani, aneka kacang-kacangan/protein nabati, aneka sayuran dan aneka buah-buahan. Pengenalan menu tunggal dianjurkan ditambah dengan lemak tambahan kecuali pada buah. Jadi tidak hanya fokus di buah dan sayur saja. Bayi butuh asupan serat dari sayur dan buah, tapi tidak banyak. Asupan serat yang banyak justru dapat mengganggu pencernaan bayi (Krisnatuti, 2001). Masuk minggu ketiga sudah WAJIB diberikan menu lengkap gizi seimbang yang memenuhi komposisi menu 4 bintang dalam bentuk bubur saring dalam 1 mangkuk/piring untuk tiap makan yang terdiri dari dari : sumber karbohidrat + protein hewani + kacang-kacangan + sayuran , dan dilengkapi dengan sumber lemak tambahan.
Komposisi makanan yang ideal untuk bayi dan anak yang butuh banyak protein dan lemak dalam proses tumbuh kembangnya, dapat dibaca di : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1015323725164394&substory_index=0&id=6621197 80484792 https://m.facebook.com/groups/208836479136874?view=permalink&id=987647997922381&refid= 18&_ft_
Prinsip variasi keberagaman ini menjadi dasar atau panduan menyusun menu harian, untuk mudahnya mari kita sebut sebagai panduan 4 bintang yang harus memenuhi tiga fungsi makanan (disebut juga sebagai tri guna makanan : zat tenaga, zat pembentuk dan zat pengatur). Selalu sertakan 1 bahan makanan dari setiap kelompok jenis makanan (kelompok bintang) dalam menu harian MP-ASI dan makanan keluarga yang terdiri dari : Sumber karbohidrat dikenal sebagai makanan pokok sumber penghasil energi (memenuhi fungsi zat tenaga) Sumber protein hewani sebagai sumber pembentuk sel tubuh dan sumber zat besi (memenuhi fungsi zat pembentuk) Kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati dan mineral zat besi (memenuhi fungsi zat pengatur) Sumber vitamin A dari sayuran dan buah (memenuhi fungsi zat pengatur)
Terkait dengan keberagaman bahan makanan, jika orang tua memiliki riwayat alergi terhadap makanan tertentu, boleh dilakukan “tunggu 2-3 hari” saat mengenalkan makanan baru pada bayi, khususnya saat mengenalkan makanan pemicu alergi. Pelaksanaan tunggu 2-3 hari ini bukan artinya
memberikan menu sama selama 2-3 hari berturut-turut, namun menunggu reaksi dari pemberian makanan yang diduga memicu alergi, selama menunggu reaksi tetap berikan makanan lain yang relatif aman tidak memicu alergi. Jika tidak ada riwayat alergi dalam keluarga, disarankan memberikan variasi makanan setiap harinya agar anak mendapatkan variasi nutrisi sejak awal pemberian mp-asi. Makanan pemicu alergi pada umumnya : telur, ikan laut, kacang-kacangan, beberapa buah-buahan golongan berry, tomat, jeruk.
Active/responsive : saat memberi makan, berikan respon anak dengan senyum, tetap jaga kontak mata dengan anak, berikan kata-kata positif yang menyemangati. Beri makanan lunak yang bisa dipegang untuk merangsang anak aktif makan sendiri.
Hygiene : menyiapkan dan memasak makanan secara higienis. Pastikan makanan bebas patogen, tidak mengandung racun/bahan kimia berbahaya, cuci bersih, masak dan simpan dengan baik, cuci tangan ibu dan bayi pakai sabun sebelum makan.
Mengapa Rekomendasi WHO ? Angka kejadian Anemia Defisiensi Besi (ADB) di Indonesia, terutama untuk bayi antara usia 6-12 bulan itu masih sangat tinggi yaitu lebih dari 40%. Sesuai rekomendasi WHO, negara-negara dengan angka ADB di atas 40% harus memiliki program nasional untuk pemberian zat besi, baik zat besi dalam makanan maupun zat besi dalam bentuk suplemen. Silakan baca : Ciri ADB http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/waspada-gejala-pucat-pada-bayi-akibatdefisiensi-besi
ADB bisa menyerang semua bayi, terlepas dari apapun latar belakang ekonominya dan seringkali ADB tidak menunjukkan tanda-tanda fisik yang jelas. Nah, sumber zat besi yang paling mudah diserap tubuh adalah yang berasal dari protein hewani. Itulah mengapa protein hewani dalam pemberian mp-asi metode WHO disarankan dikenalkan sejak usia 6 bulan. Selain ADB, angka kejadian bayi/balita stunting atau pendek di Indonesia sangat tinggi juga masih tinggi. Berdasarkan data statistik UNICEF dan Kementerian Kesehatan, sepertiga bayi/balita di Indonesia (angka pastinya sekitar 35,6%) mengalami stunting atau bayi pendek. Saking tingginya angka ini, sampai-sampai lembaga internasional seperti UNICEF dan Uni Eropa membuat kerjasama
khusus untuk membantu menekan angka stunting di Indonesia. Apa efek dari bayi stunting? Bayi/balita yang mengalami stunting memiliki potensi tumbuh kembang yang tidak sempurna, kemampuan motorik rendah, mempunyai produktivitas yang rendah dan memiliki risiko untuk menderita penyakit tidak menular. Berdasarkan data WHO, sepertiga anak Indonesia yang mengalami stunting itu, pada umur 5 bulan sudah kekurangan tinggi badan sekitar sekitar 7 cm. Dan pada umur 17 tahun dia sudah kehilangan hampir 14 cm. Rata-rata penyebab stunting adalah standar pemberian asupan yang kurang tepat, termasuk pemberian MPASI yang tidak memenuhi salah satu elemen penting pertumbuhan yaitu: protein. Protein untuk bayi di bawah 1 tahun menyumbang 60-75% terhadap proses pertumbuhan.
Referensi: http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597494_eng.pdf http://kultwit.aimi-asi.org/2012/05/wmpasi http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CD0QFjAD&url=http %3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F125830-S-5822Hubungan%2520pengetahuan-Literatur.pdf&ei=-bJ7Uv65AoKqrAez74HIAQ&usg=AFQjCNEY6KulvkBUC4M8DSnMfwNo2mMfg&bvm=bv.56146854,d.bmk http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/makanan-pendamping-asi-mpasi http://gizi.depkes.go.id/pgs-2014-2 Krisnatuti, Diah dkk. 2001. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta : Puspa Swara UNICEF, Booklet Pesan Utama Pemberian Makanan Bayi dan Balita, Paket Konseling UNICEF, Materi Peserta, Modul Pemberian Makan Bayi dan Balita dan Pendamping ASI, AIMI 2012 www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/9789241597494/en Complementary feeding WHO : http://www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en/ Key Message Booklet UNICEF : http://www.unicef.org/nutrition/files/Key_Message_Booklet_2012_small.pdf http://www.depkes.go.id/article/view/15051100001/buku-KIA-2015.html