1
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Meningkatnya kejadian penyakit menular dan tidak menular menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit. Meningkatnya pelayanan rumah sakit terlebih pada kondisi penyakit kronis yang membutuhkan pelayanan rumah sakit yang cukup lama. Keadaan ini mendorong berbagai lembaga dalam menyediakan pelayanan rumah sakit. Keadaan ini terlihat dari meningkatnya Industri rumah sakit di Indonesia yang mengalami perkembangan sangat pesat. Rumah sakit (RS) swasta di Indonesia saat ini berjumlah 653 RS, Pada tahun 1998, jumlah RS Pemerintah (589) lebih banyak dari RS Swasta (491) dengan selisih 98 buah. Tahun 2008 jumlah RS swasta meningkat menjadi 653 buah dan sakit pemerintah menjadi 667 Buah (Trisnantoro, 2009). Meningkatnya rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa diikuti oleh kualitas pelayanan yang memadai dan kinerja pelayanan yang optimal maka rumah sakit cenderung akan ditinggalkan oleh masyarakat. Kinerja rumah sakit dapat dilihat dari efektifitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Efisiensi pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari berbagai aspek efisiensi pelayanan seperti efisiensi pelayanan teknis, efisiensi pelayanan operasional, efisiensi manajerial dan efisiensi pelayanan
secara ekonomis.
Minimalnya perhatian rumah sakit terhadap operasional pelayanan menyebabkan pelayanan tidak berkualitas (Blustein et al . 2010). Penelitian Tucker et al (2008) tentang operasonal rumah sakit diperoleh hasil bahwa kesalahan dalam operasional pelayanan rumah sakit dari aspek medikasi sebesar 9,5%, kesalahan
2 tidak memahami protocol 13%, proses pemberian pelayanan 33%, kesalahan dalam pendokumentasi 13%. Kinerja pelayanan rumah sakit yang tidak optimal terkait dengan permasalahan sumber daya manusia (SDM). Permasalahan SDM yang utama di rumah sakit adalah rendahnya kompetensi tenaga pelaksana pelayanan rumah sakit. Sebagian besar pelayanan rumah sakit dilakukan oleh perawat sehingga kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat Ostmann & Biddle (2012). Rendahnya kualitas pelayanan perawatan dirumah sakit disebabkan oleh rendahnya keahlian yang dimiliki oleh perawat dalam berbagai operasional pelayanan yang diberikan kepada pasien. Penelitian Ostmann & Biddle (2012) tentang soft skill didapatkan bahwa kemampuan perawat dalam
pelayanan pasien sebesar hanya 21%, akuntabilitas 19%,
manajemen pelayanan pasien 18%, hubungan denga pasien 17%, komunikasi dengan pasien 16%, keahlian dalam adaptasi 16%, memberikan rasa nyaman 14% dan pemecahan masalah pasien 13%. Keadaan ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kemampuan perawat dari berbagai aspek pelayanan yang diberikan kepada pasien. Trisnantoro (2004) Era globalisasi menumbuhkan berbagai program khususnya program pelayanan kesehatan medis dan masyarakat. Program-program yang dikembangkan terkait dengan pelayanan rumah sakit adalah proram peningkatan sumber daya manusia. (Jasso-Aguilar et al. 2004). Pelayanan rumah sakit yang diberikan kepada pasien didominasi oleh pelayanan yang diberikan kepada perawat sehingga kunci dari kualitas pelayanan cenderung terletak pada peran perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas diperlukan peningkatan kemampuan khususnya bagi perawat di rumah sakit.
3 Pencapaian kualitas pelayanan keperawatan yang dapat memenuhi kepuasan pasien menuntut setiap perawat memiliki kompetensi sebagai perawat professional yang berupa kompetensi hard skill dan soft skill . Hasil penelitian yang dilakukan di India didapatkan hasil bahwa kemampuan skills yang tinggi hanya sekitar 5% seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar.1 Ski ll Pyramid (sumber: I MaCS (2010).
Pada penjelasan belum kelihatan letak soft skill dan hard skillnya dimana .....perlu lebih detail diuraikan IMaCS (2010) yang melakukan assessment akan kebutuhan keahlian didapatkan bahwa hanya 5% tenaga pemberi pelayanan yang memiliki keahlian, sedangkan hampir 50% pelaksana pelayanan masih memerlukan paduan dalam menerapkan pelayanan. Rendahnya pelayanan terletak pada masing-masing individu atau institusi, pada penelitian ini rendahnya kualitas pelayanan terkait pada peranan pemerintah dan sistem administrasi yang rumit, tidak adekuatnya masing-masing departemen dalam penyelengaraan pelayanan, modul/curikulum soft skill, pengunaan terkait infrastruktur, evaluasi dari setiap perencanaan kegiatan dan kerja sama antar sesama tenaga pemberi pelayanan.
4 Alkashi (2004) Memberi kesimpulan bahwa ketersediaan mekanisme komunikasi yang baik antara staf dan pimpinan dapat meningkatkan kualitas staf dalam bekerja. Institute Teknologi Carnegie menemukan bukti bahwa 10.000 orang yang sukses 15% keberhasilan mereka ditentukan oleh ketrampilan teknis, sedangkan 85% didominasi oleh faktor kepribadian atau soft skills (Christian, 2008). Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata keberhasilan seseorang di masyarakat tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain atau yang disebut sebagai soft skill. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan 80% oleh soft skill . David McClelland bahkan kepuasan pasien banyak dipengaruhi secara langsung oleh mutu pelayanan yang diberikan rumah sakit terutama yang berhubungan dengan fasilitas rumah sakit, proses pelayanan dan sumber daya yang bekerja di rumah sakit. Keluhan pasien dalam suatu survei kepuasan antara lain petugas yang tidak profesional dalam memberikan pelayanan, petugas yang tidak ramah dan acuh terhadap keluhan pasiennya. Penelitian Wirawan tahun 2000 bahwa Keluhan utama pasien terhadap pelayanan keperawatan adalah kurangnya komunikasi perawat (80%), kurang perhatian (66,7%) dan kurang ramah (33,3%). Upaya meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan dapat melalui pengembangan pendidikan dan soft skills perawat. Pengembangan soft skills yang dilakukan di India seperti terlihat pada gambar berikut:
5
Gambar 2. Current Structural F ramework of the E ducation and Skill D evelopment Sector in I ndia. (sumber: I MaCS (2010).
Penjelasan hard skill dan soft ski llnya juga belum kelihatan perlu diurai lebih detail lagi Pengembagangan hard skill di India mengacu pada pengembagan pendidikan di perguruan tinggi yaitu medical colledge, Teacher Training Colledge, polytechnic, dan pengembagan lain. Pengembagan medical colledge meliputi 2,053 institusi, pengembagan Teacher Training Colledge meliputi 1,669 institus, pengembagan polytechnic meliputi 1,274 institusi dan pengembagan lain meliputi 2,513 institusi. Pengembangan yang diperlukan meliputi pengembangan pada industry tekstil (26,2 juta pekerja), bagunan (33,0 juta pekerja), otomotif 35 juta pekerja), real estate (14 juta pekerja), pengembagan organisasi 17,3 juta pekerja, pengembagan teknologi 5,3 juta pekerja, dan pengembangan elektronik dan software 3,3 juta pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pengembagan pemanfaatan teknologi untuk menunjang pela yanan public relative rendah.
Pengembangan
model
ketrampilan
yang
diadakan
di
india
mengacu
kepada
pengembangan ketrampilan yang ada di dunia pendidikan formal dan teknik pendidikan dalam
6 pengembangan skills. Upaya pendidikan ketrampilan dapat dimiliki oleh pemerintah selaku penangung jawab dan swasta (IMaCS, 2010). Berdasarkan data yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan keterampilan yang diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan teknis dan sisanya soft skill . Untuk menghadapi dunia kerja yaitu hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut, lanjutnya, dapat menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja soft skill-lah yang mempunyai peran yang lebih dominan. Efek soft skills pada perawat terhadap kinerja pelayanan keperawatan dalam pemberian pelayanan kepada pasien dirumah sakit dapat dilihat dari aspek patien costumer service, acuntability, delegating, patiens relationship, verbal communication, change adaptation, honest & conscientious and conflict resolution seperti terlihat pada gambar b erikut:
Gambar 3. Dampak soft skills terhadap Indikator kinerja dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit (sumber: Ostmann & Biddle (2012). Ortiz and Wan, (2012) dan Ostmann & Biddle (2012) orang dari negara mana untuk disertakan, prof nugi sy minta jurnal penelitian orang ini ya .....
7 Penelitian Ortiz and Wan, (2012) tentang pelayanan klinis di florida diperoleh hasil bahwa tingkat efisiensi baru mencapai 44,5% sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hampir 50% pelayanan yang diberikan kepada pasien tidak efisien. Keadaan ini menunjukkan bahwa kinerja pelayanan yang diberikan oleh klinis dirumah sakit relative masih rendah. Penelitian Cucolo & Perroca (2010) tentang kinerja diperoleh hasil bahwa pencapaian kinerja perawat hanya sebesar 12.3% pada perawatan umum, dan pada perawatan intensive sebesar (2%). Penelitian Ostmann & Biddle (2012) tentang soft skill bahwa kemampuan perawat dalam pelayanan pasien sebesar 21%, akuntabilitas 19%, manajemen pelayanan pasien 18%, hubungan dengan pasien 17%, komunikasi dengan pasien 16%, keahlian dalam adaptasi 16%, memberikan rasa nyaman 14% dan pemecahan masalah pasien 13%. Keadaan ini menunjukkan bahwa soft skills perawat dalam memberikan pelayanan relative rendah. Rendahnya soft skills bagi perawat diperlukan sebuah trobosan untuk meningkatkan soft skills perawat sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien lebih optimal. Upaya peningkatan ketrampilan perawat telah dilakukan di rumah sakit sultan agung tetapi kinerja pelayanan relative rendah yang dapat dilihat dari operasional pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur keperawatan sebesar 40 %, komunikasi antar perawat dengan pasien relative pasif keadaan ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi baik antar perawat maupun dengan pasien. Model soft skills yang dikembangkan di Indonesia mengacu pada skills logika, skills pengetahuan di pelayanan keperawatan, skill pengetahuan pemanfaatan teknologi, dan ketersediaan kerja sama TIM. Model Hard skills yang ada di Indonesia mengacu pada ketersediaan kemandirian dalam bekerja dan keahlian teknis pelayanan keperawatan. Adapun rincian soft skills dan hard skills yang dikembangkan di Indonesia Seperti gambar berikut:
8
Gambar. Kompetensi yang membangun hard skills dan soft skills di Indonesia Sumber: Irawati (2011) Model di Indonesia belum menekankan bagaimana skills komunikasi yang baik dan pengambilan
keputusan
dalam
pelayana
khususnya
pelayana
keperawatan.
Penelitian
Hafizurrachman et al (2011) yang melakukan penelitian tentang kinerja perawat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan perawat dengan kinerja perawat p = < 0,05. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh seorang perawat memberikan skills yang memadai dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga kinerja perawat meningkat. Pada aspek hard skills perawat pada pendidikan formal didapatkan bahwa standar pelayanan pasien di Birmingham 62% pelajar belum mendapat pelatihan pendidikan komunikasi. Sehingga perlu dikembangkan inovasi, simulasi dalam belajar, pengembagan non kognitif komunikasi, komunikasi interpersonal Ryan et al (2010). Ottawa Conference (2010) menyebutkan bahwa hanya 14% dari 130 subjek yang menyelengarakan pelayanan dengan
9 capabilities, 80% tidak mendapatkan pelatihan, permasalahan yang umum terjadi terkait pelayanan dengan pasien sebesar 85%, dan berdasarkan hasil pelatihan didapatkan bahwa subjek menghadapi stressor dalam melakukan pelatihan. Di Rumah Sakit Sultan Agung standart operasional prosedur pelayanan baru dijalankan 40% itu pun pelayanan yang berdasarkan pada pelayanan kepada pasien. Pelayanan yang spesifik mempengaruhi kualitas pelayanan belum optimal seperti komunikasi dengan pasien, komunikasi yang baik antar sesama perawat. Berdasarkan aspek komponen yang membangun soft skills perawat seperti aspek kognitif, psikomotor dan afektif baru diperhatikan tentang aspek kognitif dan psikomotor sedangkan aspek afektif cenderung ditinggalkan. Padahal aspek afektif lebih penting dalam prinsip jasa pelayanan kesehatan. Adapun bagan model komponen pelayanan keperawatan seperti terlihat pada gambar berikut:
10 Gambar. Domain dan Skills Perawat Dalam Memerikan Pelayanan di Rumah Sakit Irawati (2011)
Pengembagan skills lebih selama ini lebih ditekankan pada aspek kognitif dan psikomotor seperti peningkatan pengetahuan, dan peningkatan operasional pelayaan keperawatan dilapangan, tetapi pelatihan yang bersifat afektif seperti komunikasi, hubungan interpersonal dan empati belum mendapat perhatian. Penelitian yang dilakukan oleh Hafizurrachman et al (2011) yang melakukan penelitian tentang kinerja perawat diperoleh hasil bahwa perawat belum pernah ikut pelatihan sebesar 74,8%. Adanya kemampuan perawat dalam dapat menumbuhkan motivasi pada diri perawat sehingga meningkatkan kinerja pelayanan. Studi lain menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja dan kepemimpinan juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kinerja (Hafizurrachman, 2009). Penelitian Adriana (2008) yang meneliti tentang kualitas pelayanan diperoleh hasil bahwa pada aspek abilities rata-rata skor sebesar 3,88±0,57, aspek delivery sebesar 3,82±0,60, aspek tangible sebesar 3,71±0,66, aspek service quality sebesar 3,86±0,61, aspek student satisfaction sebesar
3,81±0,71.Adanya
komunikasi
yang
baik
saat
memberikan
pelayanan
dapat
menumbuhkan kinerja pelayanan. Ryan et al (2010) menyatakan bahwa pendidikan perawat dan tenaga medis diperlukan pelatihan tentang komunikasi bagi pasien. Adanya komunikasi dengan pasien yang baik menumbuhkan kinerja pelayanan yang baik.
Sop baru dilaksanakan 40 % adalah gejalanya sedangkan masalahnya belum ada untuk dapat diurai masalah tersebut yang berkaitan dgn soft skill II. Rumusan Masalah
11 Dari latar belakang diatas terdapat beberapa fenomena dimana penerapan soft skill pada perawat masih sangat kurang hampir rata-rata hanya berfokus pada hard skill dan hal tersebut mempengaruhi kinerja perawat sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal. Indicator soft skills dapat dilihat dari patien costumer service, acuntability, delegating, patiens relationship, verbal communication, change adaptation, honest & conscientious and conflict resolution. Beberapa penelitian dan konfrensi Ottawa didapatkan bahwa 80% perawat belum mendapatkan pelatihan, di Indonesia 74,8% perawat belum mendapatkan pelatihan (sumber: Hafizurrachman et al (2011). Aspek pengembagan soft skills selama ini yang dilakukan di beberapa rumah sakit mengacu pada aspek kognitif seperti peningkatan pengetahuan pelayanan perawat dan aspek psikomotor seperti pemanfaatan teknologi sedangkan aspek afektif seperti komunikasi, hubungan interpersonal belum disentuh sama sekali. Berdasarkah latar belakang permasalahan maka dirumuskan masalah penelitian apakah intervensi soft skills pada aspek afektif berpengaruh dalam meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang ?
Pada rumusan masalah supaya disertakan juga : 1. pada pertanyaan masalah boleh lebih dari satu 2. pada latar belakang tak cantumkan kinerja
yang tidak sesuai
yg
SPO/SOP adalah 40 % kontribusinya tersebut untuk dijelaskan rincinnya dari patien costumer service, acuntability, delegating, patiens relationship, verbal communication, change adaptation, honest & conscientious and conflict resolution. dibandingkan dengan di rumah
12 sakit lain bagaimana apakah sama dengan RSI Sultan Agung ataukah beda yang berkaitan dengan permasalahan soft skill tsb dan beda permasalahannya dimana (dikarang aja mas nugi nanti aku lihat yg mana yang sesuai dengan RSI Sultan Agung) 3. cantumkan data perawat yang tidak pernah dilakukan / dilatih soft skill ( Prof nugi perawat di sultan Agung yang sudah dilatih soft skill baru 25 %) 4. uraikan bahwa soft skill belum dikembangkan di dunia keperawatan 5. cantumkan pengembangan model soft skill yang akan digarap disertai bagandan menurut teori siapa dan teori tentang pengembangan model soft skill supaya dicantumkan. (kaitkan SOP yang rendah dilaksanakan tadi itemnya dan dikaitkan dengan soft skill
III. Tujuan I. Tujuan Umum
Mengembangkan Model soft skill pada aspek afektif melalui komunikasi dan hubungan interpersonal perawat guna untuk meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan di rumah sakit. Pada tujuan umum dan tujuan khusus sudah berfikir melalui intervensi apa , berapa lama supaya lebih rinci Kemarin baru dibimbing di bab I saja, nanti Prof nugi persani kalau di BAB lain perlu ditambah silahkan
13 Prof Nugi sekalian daftar pustaka yang lengkap dan terbaru dicantumkan nggih kemarin belum disertakan, thanks mas nugi yang baik hati saya tunggu ya …. II. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi soft skills pada aspek komunikasi dan hubungan interpersonal perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. b. Merancang model soft skills bagi perawat dalam pemberian pelayanan kepada pasien. c. Melakukan implementasi model soft skill pada aspek komunikasi dan hubungan interpersonal sebagai guidance perubahan kinerja perawat yang berorintasi pada standard prosedur operasional.
IV. Manfaat 1. Bagi pelayanan keperawatan terwujudnya perubahan
a. Bahan masukan dalam pengelolaan soft skill perawat yaitu bagi manajemen di suatu instansi untuk dapat meningkatkan soft skill karyawannya tanpa meninggalkan unsurunsur hard skill dalam upaya meningkatkan kinerja perawat sehingga pasien akan merasa puas. b. Sebagai guidance dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai standard prosedur operasional secara benar. Sehingga mempunyai gambaran apa yang harus dilakukan
2. Bagi pendididkan dan perkembangan ilmu kepeawatan
a. Bahan masukan dalam pengkayaan model peningkatan soft skill pada perawat, dimana perawat merupakan first line layanan
14 b. Bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya dalam meningatkan mutu layanan keperawatan melalui peningkatan soft skill perawat.
V. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian terdahulu yang meneliti tentang soft skill seperti terlihat pada table berikut: N o 1
Peneliti
Zhang, A (2012)
Baghcheg hi, N., Koohestan i, H.R., Rezaei, K (2011)
Judul penelitian Peer Assessment of Soft Skills and Hard Skills, Journal of Information Technology Education:
Metode
A comparison of the cooperative learning and traditional learning methods in theory classes on nursing students' communication skill with patients at clinical settings.
Studi intervensi
Hasil
Metode Pendidikan dengan evaluative pemanfaatan teknologi sebaiknya dipersiapkan secara professional yang meliputi hard skills dan soft skills khususnya pada aspek komunikasi. Peningkatan soft skills diperlukan lingkunga pembelajaran yang aktif dan evaluasi terhadap penerimaan program pelatihan. terdapat hubungan yang signifikan tentang skor ketrampilan komunikasi antara pelajar yang mendapat intervensi dan pelajar yang tidak mendapat intervensi. Hasil penelitia menunjukkan bahwa pembelajaran yang kooperatif lebih efisien dalam memperbaiki masalah dan pembelajaran sangat direkomendasikan bagi pelajar perawat.
Persamaan dan perbedaan Persamaan: sama melakukan penelitian tentang soft skill Perbedaa: pada penelitian Zhang (2012) melakukan evaluasi terhadap soft skills sedangkan pada penelitian ini mengembangkan model soft skills.
Persamaan: sama-sama melakukan penelitian tentang ketrampilan komunikasi perawat. Perbedaan: penelitian Baghcheghi et al. melakukan studi intervensi sedangkan peneltian ini merupakan studi pengembagan soft skills.
15