BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Salah satu syarat agar sebuah bangunan memenuhi syarat dan layak dipakai adalah kestabilan struktur yang bagus. Kestabilan memiliki arti bangunan tidak akan runtuh (collapse) jika mendapat pengaruh gaya-gaya dari luar. 1.2. Bendung Bendung adalah bangunan air yang melintang sungai dengan tujuan untuk meninggikan muka air sungai sehingga aliran sungai bisa disadap (pengambilan) dan alirkan secara gravitasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, atau yang saat ini berkembang bending juga dimanfaatkan untuk PLTA. A. Macam Bendung Macam-macam bendung yaitu : 1. Bendung Tetap Jika pembendungan dilakukan dengan puncak pelimpah yang permanen. 2. Bendung Gerak (Barrage) Jika pembendungan dilakukan oleh pintu (pintu dapat dioperasikan). B. Fungsi Bendung Fungsi dari bendung yaitu : 1. Menaikkan elevasi muka air sungai 2. Mengalirkan air sungai ke saluran irigasi melalui intake 3. Mengontrol sedimen yang masuk ke saluran irigasi ( melalui kantong lumpur). 4. Menstabilkan muka air sungai 5. Menyimpan air dalam waktu singkat. C. Komponen- Komponen Bendung Komponen bendung tetap terdiri atas lima bagian utama yaitu : 1. Tubuh Bendung 2. Intake 3. Bangunan pembilas 4. Bangunan Perlengkapan 5. Penangkapan Sedimen 1.3. Bendungan Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air 1
ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan. Air yang ditampung akibat dibangunnya bendungan biasanya digunakan untuk irigasi, pasok air baku untuk air minum, industri dan perkotaan, perikanan serta pembangkitan listrik. Manfaat lain bendungan adalah untuk pengendalian banjir dan pariwisata. Disamping untuk menampung air, bendungan juga dibangun untuk menampung material lain, seperti buangan/limba h pertambangan dan lahar dingin. Bendungan untuk menahan lahar dingin disebut juga bendungan sabo (sabo dam). Berdasarkan konstruksinya 1) Bendungan urugan (fill dams, embankment dams) Menurut ICOLD definisinya adalah bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara kimia, jadi betul-betul bahan pembentuk bendungan asli. Bendungan ini masih dapat dibagi menjadi : ▪ Bendungan urugan serbasama (homogeneous dams) Adalah bendungan urugan yang lapisannya sama. ▪ Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dams, rockfill dams) Adalah bendungan urugan yang terdiri atas beberapa lapisan , yaitu lapisan kedap air (water tight layer), lapisan batu (rock zones, shell), lapisan batu teratur (rip-rap) dan lapisan pengering (filter zones). ▪ Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill dams, dekced rockfill dams) Adalah bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap airnya diletakkan di sebelah hulu bendungan. Lapisan kedap air yang biasa digunakan adalah aspal dan beton bertulang. 2) Bendungan beton (concrete dams) Adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Ini masih dapat dibagi lagi menjadi : ▪ Bendungan beton berdasar berat sendiri (concrete gravity dams) Adalah bendungan beton yang didesain untuk menahan beban dan gaya yang bekerja padanya hanya dengan berat sendiri saja. ▪ Bendungan beton dengan penyangga (concerete butress dams) Adalah bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Banyak dipakai apabila sungainya sangat lebar sedangkan keadaan geologiya baik. ▪ Bendungan beton berbentuk lengkung (beton berbentuk busur atau concerete arch dams) Adalah bendungan beton yang didesain untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padaya lewat abutmen kiri dan abutmen kanan bendungan. ▪ Bendungan beton kombinasi (combination concerete dams, mixed type concerete dams) Adalah merupakan kombinasi anatara lebih dari satu tipe bendungan. 3) Bendungan lainnya
2
Biasanya hanya untuk bendungan kecil misalnya : bendungan kayu (timber dams), bendungan besi (steel dams), bendungan pasangan bata (brick dams), bendungan pasangan batu (masonry dams).
3
BAB II STABILITAS BENDUNG 2.1. Kriteria Perencanaan Stabilitas perlu dianalisa untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau tidak, agar diperoleh bendung yang benar – benar stabil, kokoh dan aman dari berbagai gaya – gaya yang bekerja pada tubuh bendung maupun oleh berat tubuh bentuh itu sendiri. Perhitungan stabilitas bendung perlu dicari besarnya gaya – gaya yang berusaha mengakat dan mendorong bendung dari kedudukannya, perhitungan dilakukan dengan meninjau keamanan dari tubuh bendung terhadap adanya bahaya guling, geser dan daya dukung tanah. Anggapan – anggapan dalam perhitungan stabilitas : 1. Titik lemah bendung terletak pada ambang ujung hilir bendung yang memungki nka n terjadi geser dan guling. 2. Stabilitas bendung dapat dilakukan dengan berbagai kondisi seperti : kondisi kosong, kondisi kosong dengan gempa, kondisi normal, kondisi normal sedimen, kondisi normal gempa, kondisi banjir dll. 2.2. Dasar Pembebanan Bendung Dalam perencanaan konstruksi suatu bangunan, analisa stabilitas selalu diperhitungka n. Kontrol-kontrol stabilitas selalu diperhitungkan terhadap : 1. Stabilitas terhadap guling 2. Stabilitas terhadap geser 3. Stabilitas terhadap daya dukung tanah Pada perhitungannya, stabilitas bendung ditinjau dalam keadaan : ▪
Kondisi air normal, tanpa sedimen, tanpa gempa
▪
Kondisi air normal, sedimen penuh, tanpa gempa
▪
Kondisi air banjir, sedimen penuh, gempa
Gaya-gaya yang bekerja pada bendung : ▪
Tekanan air
▪
Tekanan lumpur
▪
Gaya gempa
▪
Berat bangunan sendiri
▪
Reaksi pondasi (daya dukung)
4
2.3. Kontrol Stabilitas Terhadap Guling, Geser dan Daya Dukung Tanah Dalam perencanaan konstruksi bendung, faktor keamanan harus diperhitungkan. Untuk mengetahui keamanan tubuh bendung harus diadakan cek stabilitas. Di dalam analisa stabilitas dilakukan kontrol terhadap gaya guling, geser dan daya dukung tanah. ▪
Stabilitas terhadap guling Keadaan Normal SF = MT / MG
> 1.5
Keadaan Gempa SF = MT / MG > 1.3 dimana :
SF = angka keamanan MT = momen tahan MG = momen guling
▪
Stabilitas terhadap geser Keadaan Normal Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.5 Keadaan Gempa Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.3 dimana : f
= koefisien geser (tg ф)
∑ V = jumlah gaya vertikal ∑ H = jumlah gaya horisontal ▪
Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah Apabila : e = | (∑ M / ∑ V) – (L/2) | < L/6 maka : Apabila : maka :
σmax / min = (∑ V / L) . [1 ± (6.e)/ L] < σijin e = | (∑ M / ∑ V) – (L/2) | > L/6
5
σmax / min = 2 . ∑ V/ [ 3 . (L/2 ± e ) . B ] < σ ijin ▪
Tekanan tanah Tekanan Tanah Statis Pa = Ka . ∂t . h2 + ½ . Ka . ∂t . h2 Tekanan Tanah Dinamis Pd = 0,5 . ∂t . ce dimana :
▪
Pa
= tekanan tanah statis (tm)
Pd
= tekanan tanah dinamis (tm)
h
= tinggi jatuh (m)
∂t
= berat jenis tanah
ce
= (1 – sin θ) / (1 + sin θ)
Tekanan Sedimen Ps = 0,5. (∂sat - ∂w). Cs . h2 Dimana : Cs = koefisien tekanan tanah
▪
Tekanan Berat Bangunan W = V . ∂bangunan Wt = W1 + W2 + …..+ Wn
▪
Koefisien Tanah Aktif (Ka) Ka = (1 – sin θ) / (1 + sin θ), dimana θ = sudut geser tanah
▪
Koefisien Tanah Pasif (Kp) Kp = 1 / Ka
2.4. Kondisi Air Banjir, Sedimen Penuh, Gempa Kondisi dimana muka air tidak lagi normal (terjadi air maksimum setinggi bendung) tapi sudah diatas bendung, yaitu setinggi Hd. Jadi perhitungan momen tahan akan ditambah dengan gaya vertikal ke bawah yang terjadi akibat air yang mengalir dari atas bendung lalu jatuh ke bawah ke lantai apron hilir. Akibat adanya gempa, akan ada penambahan momen guling yang terjadi secara horisonta l kekanan menekan bendung. Momen ini dilambangkan MPd dengan rumus : MPd = 7/12 x H2 x
w x Kh 6
Jadi, momen guling keseluruhan : Mguling = Mpa + Mpv + Mps – MPd – MPp + MPw dimana :
Kh
= 0,15
2 2 cos( 0 ) cos( 0 ) cos ( 0 ) cos Koefisien gempa (ka’) = x cos 2 cos( 0 ) cos( 0 ) cos 2
2.5. Rembesan Rembesan atau, perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh beda tinggi energi pada bangunan itu. Pada dibawah ditunjukkan dua macam jalur rembesan yang mungk in terjadi: (A) jalur rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di sepanjang sisi bangunan.
Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut : (a) tekanan ke atas (statik) (b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan kehilangan bahan) (c) tekanan aliran (dinamik). Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan. b. Gaya tekan ke atas Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory) 7
b. Jaringan aliran Jaringan aliran dapat dibuat dengan: (1) plot dengan tangan (2) analog listrik atau (3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer. Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan tinggi piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan air dibawah. Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama akan cukup memadai.
2.5.1. Teori angka rembesan Lane Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal. Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan dengan cars membagi beds tinggi energi pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di sepanjang pondasi dan dapat dilihat pada gambar dibawah. Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑃𝑥 = 𝐻𝑥 −
𝐿𝑥 𝐿
. ∆𝐻
dimana : Px
=
gaya angkat pada x , kg/m2
L
=
panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m
Lx
=
jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m
H
=
beda tinggi energi, m
Hx
=
tinggi energi di hulu bendung, m.
dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut Utuk bidang yang membentuk sudut 45° atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal. 8
2.5.2. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping) Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat jaringa n aliran/flownet (lihat pasal 3.3.3.a.1) dan dengan beberapa metode empiris, seperti : -
Metode Bligh
-
Metode Lane, atau
-
Metode Koshla
Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit. Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 3.1.0 dan memanfaatkan Tabel 6.5. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45° dianggap vertikal dan yang kurang dari 45° dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.
9
Rumusnya adalah : 1 Σ𝐿 𝑣 + 𝐿 ℎ 3 𝐶𝐿 = 𝐻 dimana : CL
=
Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.7)
Lv
=
jumlah panjang vertikal, m
E LH
=
jumlah panjang horisontal, m
H
=
beda tinggi muka air, m.
10
2.6. Langkah – Langkah Perhitungan Stabilitas Bendung a. Siapkan data atau informasi untuk bendung yang akan dilakukan analisa stabilitas dan diperlukan survey lapangan guna mengetahui kondisi lokasi studi. Pengumpulan data meliputi : Data desain bendung = gambar denah bendung, potongan melintang dan potongan memanjang bendung. Data teknis bendung = Tipe bendung, mercu bendung, kolam olak, Q 100 , lebar bendung, tinggi bendung, elevasi bendung, kolam olak dll. Data mekanika tanah = Angka pori (e), berat jenis tanah (𝛾), tegangan ijin (𝜎), sudut geser dalam (∅), N-SPT. b. Memberi notasi pada setiap titik bendung agar memudahkan dalam melakukan analisa c. Menghitung rembesan pada bendung dengan menggunakan kontrol keamanan Lane’s dan Bligh’s dengan mempertimbangkan ketebalan dan panjang pondasi/apron yang nantinya akan mempengaruhi dalam analisa jalur rembesan pada bendung (remebsan hanya terjadi pada pondasi atau tanah tumpuan bendung d. Dilakukan penggambaran kondisi uplift dan kontrol uplift pada bendung berdasarkan hasil analisa rembesan Lane & Bligh e. Pembagian pias – pias (segitiga, persegi dan persegi panjang/trapeium) pada bendung untuk dilakukan analisa stabilitas dan cari titik pusat dari setiap pias f. Menghitung luasan tiap pias yang dikalikan dengan 𝛾 (berat jenis) agar mendapatkan nilai gaya yang bekerja g. Cari lengan/jarak dari setiap pias ke titik paling kritis bendung (ujung hilir bendung/sebelum kolam olak) dan perhatikan arah gerakan gaya yang nanti akan berpengaruh pada nilai momen h. Melakukan perhitungan momen dengan cara mengkallikan nilai gaya dengan lengan/jarakpias menuju titik kritis. Apabila arah momen searah jarum jam maka nilai momennya positif dan sebaliknya. i. Pehitutungan momen meliputi momen tahan akibat tubuh bendung & gaya vertikal, momen guling & gaya vertikal akibat uplift, momen gulling akibat gaya tekanan air & gaya horizontal, dan momen tahan akibat tanah pasir dan gaya horizontal j. Melakukan perhiutngan gaya dan momen yang bekerja pada pada bendung dan melakukan kontrol stabiitas bendung terhadap geser dan guling 2.7. Contoh Permasalahan Data dan informasi bendung Diketahui : N-SPT = 50 El. Mercu = +96,50 Degradasi hilir = 1 m El. MA hulu = +96,50 ; MA hilir = +91 (Kondisi MA Normal) El. MA hulu = +98.85 ; MA hilir = +94,32 (Kondisi MA Banjir) Lebar bendung = 15 meter Tinggi bendung = 3 m Panjang bendung = 20,25 m 11
Lantai hulu = 15 m El = +93,50 Kolam olak = 9 m +90 Syarat Keamanan Berdasarkan KP-06 a.
b.
c.
Keamanan terhadap Daya dukung tanah N-SPT = 50 Qu = N/8 = 6.25 kg/cm2 Qa = qu/3 = 20.83 ton/m2 No Kondisi Pembebanan 1 Normal 2 Normal + Gempa 3 Banjir Rencana 4 Banjir Rencana + Gempa 5 Banjir Rencana + Beban Sementara ( Periode pelaksanaan ) Keamanan terhadap Guling No Kondisi Pembebanan 1 Normal 2 Normal + Gempa 3 Banjir Rencana 4 Banjir Rencana + Gempa 5 Banjir Rencana + Beban Sementara ( Periode pelaksanaan ) Keamanan terhadap Geser No Kondisi Pembebanan 1 Normal 2 Normal + Gempa 3 Banjir Rencana 4 Banjir Rencana + Gempa 5 Banjir Rencana + Beban Sementara ( Periode pelaksanaan )
Kenaikan Tegangan Izin 0% 20% 20% 50% 30%
qa ( t/m2) 20.83 25.00 25.00 31.25 27.08
Fg = Mt / Mg 1.5 1.3 1.3 1.1 1.2
Eksentrisitas 0% 20% 20% 50% 30%
L/6 L/5 L/5 L/4 L/4,6
Fs = fxV / H 1.5 1.3 1.3 1.1 1.2
Titik Kritis Bendung
Desain Bendung Mercu Bulat Kondis MA Normal
Perhitungan Terhadap Rembesan (Kondisi Normal)
12
Titik
Garis
Vertikal
Panjang Rembesan Horizontal 1/3 . Horiz
A A-B B-C
1.300
D-E
1.940
F-G
2.200
H-I
0.900
J-K
1.600
1.733
0.4721
5.100
4.628
2.233
0.6082
4.600
3.992
2.880
0.7843
4.600
3.816
3.380
0.9205
5.100
4.179
4.113
1.1202
5.100
3.980
4.613
1.2564
4.600
3.344
4.913
1.3381
4.600
3.262
5.713
1.5560
3.800
2.244
6.247
1.7012
3.800
2.099
7.047
1.9191
4.600
2.681
7.567
2.0607
4.600
2.539
8.067
2.1969
5.100
2.903
8.800
2.3966
5.100
2.703
9.300
2.5328
4.600
2.067
10.362
2.8221
4.600
1.778
10.962
2.9855
5.100
2.114
11.296
3.0763
5.100
2.024
12.966 123.493
3.5311 33.6323
3.531 92.5311
0.000 58.8988
0.533
K 0.800
L L-M
1.560
0.520
M 0.500
N N-O
2.200
0.733
O 0.500
P P-Q
3.187
1.062
Q 0.600
R R-S
1.000
0.333
S T Jumlah
4.746
0.800
J
S-T
5.100
0.300
I
Q-R
0.3540
0.500
H
O-P
1.300
0.733
G
M-N
3.800
0.500
F
K-L
3.800
0.647
E
I-J
0
0.500
D
G-H
P = H - DH
0.433
C
E-F
H
1.300
B
C-D
DH = Lw/Cw
Lw 0
1.670 7.670
15.887
5.296
13
Diagram Uplift Kondisi Normal Stabilitas Bendung
Momen Tahan Akibat Tubuh Bendung dan Gaya Vertikal Notasi G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16
1.300 2.200 6.340 0.708 3.230 0.380 1.500 0.160 0.620 0.170 0.140 0.070 0.240 0.720 1.350 2.670
Volume per meter x 0.500 x 1 x 0.500 x 1 x 0.800 x 1 x 2.126 x 0.5 x 2.126 x 1 x 1.130 x 0.500 x 1.130 x 1.000 x 0.470 x 0.500 x 0.470 x 1.000 x 0.070 x 0.500 x 0.070 x 1.000 x 0.070 x 1.000 x 0.070 x 0.500 x 0.470 x 0.500 x 1.130 x 0.500 x 2.230 x 0.500
0.650 1.100 5.072 0.753 6.867 0.215 1.695 0.038 0.291 0.006 0.010 0.005 0.008 0.169 0.763 2.977
γ 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4
Gaya (t) = 1.560 = 2.640 = 12.173 = 1.806 = 16.481 = 0.515 = 4.068 = 0.090 = 0.699 = 0.014 = 0.024 = 0.012 = 0.020 = 0.406 = 1.831 = 7.145
Lengan (m) 9.962 6.270 7.441 6.140 4.287 5.654 4.777 5.422 5.060 5.257 5.129 5.025 4.912 4.509 3.676 1.780
Momen Tahan -15.540 -16.552 -90.583 -11.091 -70.660 -2.913 -19.432 -0.489 -3.539 -0.075 -0.121 -0.059 -0.099 -1.831 -6.729 -12.718
14
Notasi G17 G18 G19 G20 G21 G22 G23 G24 G25 G26 WA1 WA2 WA3 WA4
0.320 3.760 2.200 0.410 0.410 4.190 0.180 1.000 0.070 0.740 4.000 3.730 1.110 0.070
Volume per meter x 0.270 x 0.500 x 0.700 x 1.000 x 0.500 x 1.000 x 0.080 x 1.000 x 0.410 x 0.500 x 0.700 x 1.000 x 0.600 x 0.500 x 0.600 x 1.000 x 0.370 x 1.000 x 0.370 x 0.500 x 3.800 1.000 x 1.240 0.500 x 4.000 1.000 x 1.240 1.000 Jumlah
0.043 2.632 1.100 0.033 0.084 2.933 0.054 0.600 0.026 0.137 15.200 2.313 4.440 0.087
γ 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 1.0 1.0 1.0 1.0
Gaya (t) = 0.104 = 6.317 = 2.640 = 0.079 = 0.202 = 7.039 = 0.130 = 1.440 = 0.062 = 0.329 = 14.896 = 2.266 = 4.351 = 0.085 89.423
Lengan (m) 0.107 0.793 0.014 1.741 1.917 3.178 4.212 4.772 5.239 4.953 14.896 2.266 4.351 0.085
Momen Tahan -0.011 -5.012 -0.036 0.137 0.387 22.371 0.546 6.872 0.326 1.627 -128.269 -14.051 -37.468 -0.510 -405.523
Momen Guling dan Gaya Vertikal Akibat Up-Lift Notasi Pv1 Pv2 Pv3 Pv4 Pv5 Pv6 Pv7 Pv8 Pv9 Pv10
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Volume/m panjang 4.746 + 4.628 ) 3.992 + 3.816 ) 4.179 + 3.980 ) 3.344 + 3.262 ) 2.244 + 2.099 ) 2.681 + 2.539 ) 2.903 + 2.703 ) 2.067 + 1.778 ) 1.778 + 2.114 ) 2.114 + 2.024 ) Jumlah
( ( ( ( ( ( ( ( ( (
x x x x x x x x x x
1.300 1.940 2.200 0.940 1.600 1.560 2.200 3.010 0.179 1.000
6.093 7.573 8.975 3.105 3.474 4.072 6.167 5.787 0.348 2.069
γ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Gaya (t) 6.093 7.573 8.975 3.105 3.474 4.072 6.167 5.787 0.348 2.069 47.663
Jarak (m) 9.953 8.318 6.243 4.716 3.443 1.870 0.026 2.703 3.091 4.783
Momen Guling 60.646 62.993 56.031 14.641 11.962 7.616 -0.157 -15.643 -1.077 -9.896 187.115
Momen Guling Akibat Tekanan Air dan Gaya Horizontal Notasi Ph1 Ph3 Ph6 Ph7 Ph9 Pa Pw
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
( ( ( ( ( x x x x
Volume/m panjang 1.300 x 4.746 ) 3.816 + 4.179 ) 2.099 + 2.681 ) 2.539 + 2.903 ) 1.778 + 2.114 ) Ka x γt x 0.271 x 1.700 x γw x h2 1.000 x 14.44 Jumlah
x x x x
0.500 0.800 0.500 0.500 h2 1.69
γ 1 1 1 1 1
Gaya (t) 3.085 1.999 1.912 1.361 0.973
Jarak (m) 0.766 0.941 0.251 0.933 0.974
Momen Guling -2.363 -1.880 -0.480 -1.270 -0.948
0.389
0.389
0.760
-0.296
7.220
7.220 16.938
1.378
9.952 2.715
3.085 1.999 1.912 1.361 0.973
Momen Tahan Akibat Tanah Pasif dan Gaya Horisontal Notasi Pp
Volume/m panjang 0.5
x
Kp
x
γsub
x
γ
Gaya (t)
Jarak (m)
Momen Tahan
2
h
0.5
(
3.690
x
1.403
)
x
2.79
7.220
1.000
7.220
0.744
5.369
Ph2
0.5
(
4.628
+
3.992
)
x
0.500
2.155
1
2.155
0.932
2.008
Ph4 Ph5
0.5 0.5
( (
3.980 3.262
+ +
3.344 2.244
) )
x x
0.500 0.800
1.831 2.202
1 1
1.831 2.202
0.928 0.226
1.700 0.498
15
PH8
0.5
(
2.703
+
2.067
)
PH10
0.5
(
2.024
X
1.669 ) Jumlah
X
0.500
1.397
1
1.397
0.983
1.374
1.689
1
1.689 16.493
0.744
1.256 12.204
16
Diagram Gaya – Gaya Dalam Analisa Stabilitas Geser * Guling Kondisi Normal
BAB III STABILITAS BENDUNGAN 3.1. Material Timbunan Tubuh Bendungan Material untuk bendungan urugan, merupakan material batu atau tanah yang digali dari daerah sekitar tempat kedudukan calon bendungan dan tipe dari bendungan tersebut biasanya tergantung dari jenis, kualitas,
dan kuantitas
material timbunan yang tersedia di daerah tersebut.
(Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 127) Material timbunan tubuh bendungan dibagi menjadi empat kategori yang akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini. 3.1.1. Material Zona Kedap Air Material kedap air merupakan material yang mutlak diperlukan untuk pembanguna n bendungan
urugan dan tipe serta stabilitas
bendungan
tersebut sangat tergantung pada
karakteristika, kualitas, dan kuantitas dari material yang dapat digali untuk penimbunan pada zona kedap air tersebut. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 105) Beberapa kriteria dari persyaratan tersebut antara lain adalah : 1. Koeffisien Filtrasi Sebagai standar, koeffisien filtrasi (K) dari bahan yang digunakan untuk zona kedap air supaya tidak melebihi nilai 1x10-5 cm/dt dan untuk amannya dianjurkan agar menggunakan bahan dengan nilai K yang tidak melebihi 1x10-5 cm/dt. Pada hakekatnya semakin halus butiran suatu material, maka koeffisien filtrasinya semakin rendah dan nilai K biasanya sudah dapat diperkirakan berdasarkan besarnya prosentase butiran pada material yang dapat melalui saringan No. 30.
18
Gambar 3.1 Gradasi material kedap air untuk bendungan urugan (Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 128 )
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa apabila suatu bahan, dimana butiran halus yang dapat melalui saringan No. 200 lebih rendah dari 7 %, maka bahan tersebut biasanya lulus air. Akan tetapi apabila lebih dari 50 % yang dapat melalui saringan tersebut, maka material tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai material kedap air, karena material semacam ini plastisitasnya tinggi sehingga mudah longsor dan runtuh. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 127) 2. Kekuatan Geser Kekuatan geser suatu material terutama ditentukan oleh daya kohesi (C) dan sudut geseran dalamnya (Q). Pada umumnya suatu material dengan harga D = 95 s/d 98 merupakan harga yang cukup baik untuk digunakan pada penimbunan tubuh bendungan. Sedang bahan – bahan dengan harga D = 90 s/d 95 biasanya digunakan untuk pembanguna n bendungan rendah (< 30 m) atau untuk bendungan dari timbunan material berbutiran halus, dimana penimbunannya dilakukan pada kondisi kelembapan di daerah yang lebih basah dai angka kdar air optimumnya. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 127-128)
19
3. Karakteristika Proses Konsolidasi Semakin halus gradasi suatu material dan semakin tinggi angka kadar airnya, maka tingkat konsolidasinya akan menjadi lebih besar dan tekanan air pori mungkin dapat terjadi pada saat proses konsolidasi berlangsung. Dengan demikian dalam tubuh bendungan yang baru selesai ditimbun, selain timbul tekanan yang dihasilkan dari proses pemadatan maka timbul pula tekanan tambahan yang diakibatkan oleh adanya proses konsolidasi (tekanan konsolidasi) Terutama untuk material calon tubuh bendungan yang kondisi kelembapannya terletak pada daerah yang lebih basah dari angka kadar air optimumnya, dimana pada saat pelaksanaan pemadatan tekanan air porinya rendah. Akan tetapi, pada saat berlangsungnya proses konsolidasi, maka tekanan air pori akan meningkat dan kemungkinan dapat melampaui batas – batas kemampuan stabilitas dari tubuh bendungan tersebut. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 129) 4. Kondisi Bahan pada Saat Penimbunan Pada umunya penimbunan dan pemadatan material berbutir kasar lebih mudah dilaksanaka n, dibandingkan dengan material berbutir halus. Demikian pula tingkat kelembapan suatu material dapat mempengaruhi kondisi penggarapannya, dimana dalam kondisi kelembapan yang terletak di sekitar angka kadar air optimumnya, penimbunan dan pemadatan materia l tersebut akan lebih mudah dilaksanakan
dibandingkan
dengan bahan yang tingkat
kelembapannya mungkin hanya beberapa persen saja bergeser ke arah yang lebih basah dari titik optimum tersebut. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 127-129) 5. Zat – Zat yang Terkandung di Dalam Material Zat – zat organic, merupakan zat yang mudah terurai dan mengakibatkan terjadinya perubahan – perubahan fisik dari zat tersebut, dan akan menurunkan stabilitas dari material, dimana zat organic tersebut berada. Oleh karena itu, kandungan dari zat organic yang terdapat dalam material tidak boleh melebihi 5 %. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 130) 3.1.2. Material Zona Filter dan Zona Transisi Zona timbunan tanah dan zona timbunan batu pada tubuh suatu bendungan, biasanya dipisahkan dengan suatu zona peralihan. Zona yang tipis biasanya disebut lapisan filter, sedangkan yang tebal disebut zona transisi. 20
Kemampuan kelulusan material, biasanya sangat berbeda – beda, tergantung dari gradasi bahan tersebut, terutama pada material berbutiran halus. Spesifikasi yang memenuhi persyaratan standar untuk material pasir dan kerikil dapat diperiksa pada Gambar 2.10. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 130)
Gambar 3.2 Gradasi material untuk zona transisi (Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 131)
Kemampuan pemadatan untuk material pasir dan kerikil dapat diperoleh dengan cara seperti yang dilakukan untuk material kedap air. Selain itu untuk material yang hampir tidak mengandung butiran halus, kemampuan pemadatannya dapat dihitung dengan rumus berat isi relative (γr) sebagai berikut : 𝛾𝑟 =
𝛾 max (𝛾− 𝛾 min) 𝛾(𝛾 𝑚𝑎𝑥 − 𝛾 min)
100 %...........................................................................(2-7)
Dimana : γ
: berat isi asli sebelum digali
γmax : berat isi yang paling maximal yang dapat dicapai (compactest condition) γmin : berat isi terendah, dalam keadaan yang paling longsor (loosest condition) Yang akan digunakan untuk penimbunan tubuh bendungan, hanya dengan material dengan γr ≥ 50% yang akan dipertimbangkan. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 131) Agar material filter dapat berfungsi sebagai penahan keluarnya butiran halus dari susunan zona yang dilindungi, maka kedua bahan tersebut supaya memenuhi persyaratan sebagai berikut : 21
-
F15 /B15 > 5 dan F15 /B85 < 5 dimana : F15 : ukuran butiran material filter yang terletak di garis 15% pada gradasinya. B15 : ukuran butiran material zona yang dilindungi yang terletak di garis 15 % pada kurva gradasinya. B85 : ukuran butiran material zona yang dilindungi yang terletak di garis 85% pada kurva gradasinya.
-
Kurva gradasi material filtrasi dan material zona yang dilindungi (kurva F dan kurva B) apabila digambar pada sebuah grafik, agar merupakan garis – garis yang hampir parallel
-
Apabila di dalam susunan material zona yang dilindungi tempat kerikil yang berdiameter lebih dari 4,76 mm, maka batas diameter terbesarnya adalah 25 mm dan kerikil yang berdiameter melebihi 25 mm supaya dikeluarkan dari susunan material tersebut
-
Tidak diperkenankan adanya butiran halus melebihi 5% (yang dapat melalui ayakan No. 200) dan juga tidak diperkenankan adanya butiran yang bersifat kohesif. (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 132)
3.1.3. Material Batu Material bungkalan batu yang diperoleh dengan cara memecahkan lapisan batuan masif. Material batu akan dianggap ideal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : - Ukuran diameter batu antara 40 s/d 60 cm dengan berat antara 250 s/d 500 kg atau lebih. - Batu yang berdiameter kurang dari 10 cm yang terdapat dalam timbunan tubuh bendungan tidak melebihi 5% jumlahnya. - Material batu yang mudah pecah, baik dalam pengangkutan maupun pada saat penuangan. - Berat jenisnya tidak kurang dari 2,5. - Kekuatan tegangan tekan batu tidak kurang dari 700 kg/cm2 . - Daya tahan terhadap pelapukannya
tinggi
(pada pengujian
dengan cairan
Na 2 SO4,
penyusutannya tidak melebihi 0,015%) (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 132) Mengenai kekuatan geser material batu, biasanya diperoleh angka – angka sebagai berikut:
22
- Apabila material batu cukup keras dan stabil, biasanya untuk D 50 = 2 – 10 cm (D 50 adalah ukuran diameter dari susunan material batu yang terletak di garis 50% pada kurva gradasinya), maka besarnya sudut geser dalam (ф) sekitar 40° - Sedangkan untuk D 50 > 15 cm, maka harga ф dapat diambil sebesar 45°. - Untuk material batu yang memiliki kekutan tegangan tekan tidak terlalu besar, maka pengambilan harga ф = 30° sudah cukup aman. Harga ф suatu material batu dapat diperoleh dengan perhitungan yang didasarkan pada teori Dr. T. Mogami dengan rumus sebagai berikut : 𝑠𝑖𝑛 ф =
𝐾 1 +𝑒
............................................................................................(2-8)
Dimana : e : angka pori Kestabilan material batu, merupakan faktor mutlak yang diperlukan, karena pada tubuh bendungan bahan ini harus mampu bertahan sepanjang umur eksplorasi yang direncanakan untuk bendungan tersebut yang biasanya melebihi lima puluh tahun. Jenis material batu yang umumnya memenuhi syarat untuk dipergunakan pada penimbuna n tubuh bendungan dapat diklasifir seperti yang tertera pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Bahan batuan yang dapat digunakan untuk penimbunan bendungan Batuan yang dianggap sangat
Batuan yang dalam penggunaannya
baik untuk bendungan urugan
perlu penelitian yang seksama
Granit, Andesit, Riolit Basalt Batuan Pasir umur sebelum Mesozoikum Batuan Kapur Batuan Silikat
Shale, Slate Tuff Batuan Pasir berumur Neozoikum Gneiss, Schist
(Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 134)
Selanjutnya, apabila bahan batu mengandung 7% butiran halus (yang dapat melalu saringan No. 200 dengan ukuran lubang 0,074 mm), maka material campuran ini akan bersifat kedap air. Akan tetapi apabila kandungan material berbutir halus hanya mencapai 4%, maka material campuran ini akan bersifat semi-kedap air (akan sukar meluluskan air dalam lapisan bahan campuran seperti ini). (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 134)
23
3.1.4. Material Lain – Lain Selain material yang berkualitas baik seperti yang dijelaskan diatas, untuk penimbunan tubuh bendungan kadang – kadang digunakan pula material yang kualitasnya lebih rendah, anta lain : -
Material batu yang dihasilkan dari batuan lunak yang mudah lapuk
-
Lebih dari dua jenis bahan tanah, pasir atau kerikil yang tidak mungkin dapat diambil secara terpisah
-
Material hasil galian dari pondasi zona kedap air atau pondasi bangunan pelengkap bendungan
Material yang seperti tersebut diatas pada penimbunan tubuh bendungan urugan biasanya dipergunakan untuk penimbunan zona sembarang (random zone). (Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku, 1981: 134) 3.2. Angka Keamanan Faktor keamanan (safety factor) didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan. (Christady Hardiyatmo, Hary, 2007: 370) 𝑆𝑓 =
𝜏𝑓 𝜏𝑑
....................................................................................................(2-9)
Dimana: Sf = angka keamanan terhadap kekuatan tanah τf = kekuatan geser material yang tersedia τd = tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran, dan dapat dituliskan sebagai berikut : 𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅...................................................................................(2-10) dimana: 𝑐 = kohesi 𝜎 = sudut geser tanah ∅ = tegangan normal rata-rata pada bidang longsor Dengan cara yang sama dapat dituliskan 𝜏𝑑 = 𝑐𝑑 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅𝑑.............................................................................(2-11) Dimana 𝑐𝑑 adalah kohesi dan ∅ sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor. Apabila SF = 1, maka lereng tersebut adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga 1,5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas lereng. 24
Tabel 3.2 Faktor aman minimum untuk bendungan urugan (Lambe dan Itman.1969 dan Sherad et al., 1963) Kondisi Perancangan
Faktor Aman Minimum 1,3* 1,0*
Keterangan
Akhir pelaksanaan Lereng hulu dan hilir Penurunan air cepat (sudden drowdown) Hanya lereng hulu dari kondisi air penuh Hanya lereng hulu 3 Penurunan air cepat (sudden drowdown) 1,2** dari puncak bendungan elak (spill way) 1,5 Hanya lereng hulu 4 Muka air parsial saat rembesan tetap (steady seepage) 1,5 Lereng hilir 5 Rembesan tetap dengan muka air maksimum 1,0 Lereng hulu dan hilir 6 Gempa bumi (kasus 1,4,5 dengan beban gempa) * Untuk tinggi timbunan 15 m atau pondasi relatif lunak gunakan fakto aman F = 1,4. ** Faktor aman minimum harus 1,5 jika dalam hitungan stabilitas lereng kecepatan turunnya air dan tekanan air pori ditentukan dari jaring arus (flow net) 1 2
(Sumber: Cristady Hardiyatmo, Hary, 2007: 371)
Gambar 3.3 Contoh kontur faktor aman (Sumber: Cristady Hardiyatmo, Hary, 2007: 413)
3.3. Analisa Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang tidak horizontal,
komponen gravitasi cenderung untuk
menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analis pada permukaan tanah dalam kondisi miring ini, disebut dengan analisa stabilitas lereng. (Christady Hardiyatmo, Hary, 2007: 366) Kondisi gagal biasanya diasumsikan sebagai kondisi dimana gaya yang mendorong lebih besar daripada gaya yang menahan. Gambaran didapatkan dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan desain lereng yang aman berdasarkan angka aman yang ada. 25
Dalam perhitungan stabilitas lereng dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: adanya faktor gempa dan adanya rembesan yang melalui bendungan. Faktor tersebut harus diperhitungkan pada keadaan bendungan tertentu yang nantinya sangat mempengaruhi tingkat keamanan dari bendungan. Analisa Stabilitas Lereng dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1. Analisa Stabilitas Lereng Tak Terbatas (Infinite Slope) 2. Analisa Stabilitas Lereng Terbatas (Finite Slope) 3.3.1. Analisa Stabilitas Lereng Tak Terbatas (Infinite Slope) Lereng tak terbatas adalah suatu kondisi di mana panjang permukaan bidang miring dari lereng lebih panjang dari kedalamannya.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.8 yang
memperlihatkan suatu kondisi tanah dengan tebal H yang mempunyai permukaan miring, terletak di atas lapisan batu dengan kemiringan permukaan yang sama. Lereng semacam ini disebut lereng tak terhingga karena mempunyai panjang yang sangat lebih besar dibanding dengan kedalamannya (H). Jika diambil elemen tanah selebar h, gaya-gaya yang bekerja pada dua bidang vertikalnya mendekati sama, karena pada lereng tak terhingga gaya-gaya yang bekerja di setiap sisi bidangnya dapat dianggap sama. (Christady Hardiyatmo, Hary, 2007: 372)
Gambar 3.4 Analisa stabilitas lereng tak terhingga (Sumber: Cristady Hardiyatmo, Hary, 2007: 373)
26
3.3.2.
Analisa Stabilitas Lereng Terbatas (Finite Slope)
Lereng terbatas (finite slope) adalah suatu lereng jika harga tinggi kritis (Hcr) mendekati tinggi lereng. Analisa stabilitas lereng terbatas pada tanah homogen disederhanakan dengan anggapan bentuk umum dari bidang keruntuhan yang potensial. Namun ada pertimbangan bahwa keruntuhan lereng biasanya terjadi pada bidang kelongsoran lengkung. Pada awalnya tahun 1875 Culman menyatakan keruntuhan lereng yang mendekati bidang potensial adalah terjadi pada bidang datar. Angka Keamanan (F) dari pendekatan Culmann memberikan hasil yang cukup bagus hanya untuk lereng yang mendekati vertikal. Setelah melalui penelitian keruntuhan lereng yang cukup mendalam pada tahun1920-an, Swedish Geotechnical Commision merekomendasikan bahwa bidang kelongsoran yang adalah mendekati bentuk lingkaran silindris. Sejak saat itu analisa stabilitas lereng konvensional menganggap bidang kelongsoran potensial adalah busur lingkaran. Namun, ada beberapa keadaan tertentu misalnya bendungan zonal, pondasi pada tanah lembek dimana analisa stabilitas menggunakan kelongsoran bidang datar dianggap lebih tepat dan dan menghasilkan hasil yang bagus. Dengan itu, analisa stabilitas lereng terbatas berdasarkan bidang keruntuhannya dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1. Analisa Stabilitas Lereng Dengan Bidang Keruntuhan Datar 2. Analisa Stabilitas Lereng Dengan Bidang Keruntuhan Lingkaran Silindris 3.4. Teori Kelongsoran Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan beban luar. Kelongsoran pada lereng umumnya terjadi dalam suatu bidang lengkung. Dalam perhitunga n stabilitas, lengkungan yang riil ini dianggap sebagai lingkaran spiral logarotmis. Bidang ini disebut bidang gelincir. 2. Kemantapan lereng (slope stability) sangat dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah untuk menentukan kemampuan tanah menahan tekanan tanpa mengalami keruntuhan. 3. Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam laporan tugas KKN-P ini, dasar – dasar teori yang dipakai untuk menyelesaikan masalah tentang stabilitas longsor dan daya dukung tanah menggunakan teori metode Bishop (Bishop’s Method) dan Metode Fellinius (Ordinary).
27
3.4.1. Metode Fellinius (Ordinary) Analisis stabilitas lereng cara Fellinius (1927) menganggap gaya-gaya yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Faktor keamanan didefinisikan sebagai : 𝑭𝒌 =
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒐𝒎𝒆𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒕𝒂𝒉𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒈𝒆𝒔𝒆𝒓 𝑺𝒆𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒊𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒐𝒏𝒈𝒔𝒐𝒓 𝑴𝒐𝒎𝒆𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝑻𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒐𝒏𝒈𝒔𝒐𝒓 𝑭𝒌 =
𝐌𝐫 𝐌𝐝
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka ∑ Md = R ∑Wisinθi
Dengan : Md
= Momen berat tanah yang longsor
R
= Jari-jari bidang longsor
Wi
= Berat massa tanah irisan ke-i
Θi
= Sudut yang didefinisikan
N
= Jumlah irisan
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor, adalah :
Gambar 3.5. Gaya-gaya dan asumsi bidang pada tiap pias bidang longsor (Sumber : Buku Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2) 28
Metode Fellinius memberikan faktor aman yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas-batas nilai kesal;ahan dapat mencapai kira-kira 5 sampai 40% tergantung dari factor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori, walaupun analisisnya ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahannya masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkarannya ( Whitman dan Baily, 1967 ) cara ini telah banyak digunakan prakteknya. Karena cara hitungannya yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman. Tabel 3.3 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor NO
NILAI FAKTOR KEAM ANAN
KEJADIAN / INTENSITAS LONGSOR
1
F kurang dari 1,07
Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)
2
F antara 1,07 sampai 1,25
Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
3
F diatas 1,25
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
(Sumber : ZufialdiZakaria/GEOTEKNIK-D1F322 )
Penentuan Lokasi Titik Pusat Bidang Longsor Untuk memudahkan usaha trial anad error terhadap stabilitas lereng maka titik-titik pusat bidang longsor yang berupa busur lingkaran harus ditentukan dahulu melalui suatu pendekatan. Fellenius memberikan petunjuk-petunjuk untuk menentukan lokasi titik pusat busur longsor kritis yang melalui tumit suatu lereng pada tanah kohesif ( c-soil ) seperti pada Tabel 2.13.
Gambar 3.6 Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c –soil)
29
Tabel 3.4. Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius Sudut – sudut petunjuk
Lereng
Sudut Lereng
1 :n
‘derajat’
βa
βa
3:1
60 o
~ 29 o
~ 40 o
1:1
45 o
~ 28 o
~ 38 o
1 : 1,5
33 o 41 ‘
~ 26 o
~ 35 o
1:2
25 o 34 ‘
~ 25 o
~ 35 o
1 :3
18 o 26’
~ 25 o
~ 35 o
1 :5
11 o 19’
~ 25 o
~ 37 o
Pada tanah φ - c untuk menentukan letak titik pusat busur lingkaran sebagai bidang longsor yang melalui tumit lereng dilakukan secara coba-coba dimulai dengan bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif ( φ = 0 ) Grafik Fellenius menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai sudut geser (φ) maka titik pusat busur longsor akan bergerak naik dari O o yang merupakan titik pusat busur longsor tanah c ( φ = 0 ) sepanjang garis O o - K yaitu O 1,O2,O3,……,On . Titik K merupakan koordinat pendekatan dimana X = 4,5H dan Z = 2H, dan pada sepanjang garis O o - K inilah diperkirakan terletak titik-titik pusat busur longsor. Dan dari busur-busur longsor tersebut dianalisa masingmasing angka keamanannya untuk memperoleh nilai n yang paling minimum sebagai indikasi bidang longsor kritis.
30
3.4.2. Metode Bishop a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-
gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkara n bidang luncur, serta letak rekahan c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analis is kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingka n dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkara n untuk mencari faktor keamanan minimum. Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing- masing potongan, seperti pada gambar 2. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.
Gambar 3.8 Stabilitas lereng dengan metode Bishop Sumber : Academia.edu 31
Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada gambar 4. Persyaratan keseimbanga n diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor (S tersedia) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).
Gambar 3.9. Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop Sumber : Academia.edu 32
Harga m.a dapat ditentukan dari gambar 5. Cara penyelesaian merupakan coba ulang (trial and errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan faktor keamanan diatas, dengan menggunakan gambar 5. untuk mempercepat perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati 30 °. Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.
Gambar 3.10. Harga m.a untuk persamaan Bishop Sumber : Academia.edu
33
3.5. GeoStudio 2007 GeoStudio Office 2007 adalah sebuah paket aplikasi untuk pemodelan geoteknik dan geo lingkungan. Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W,QUAKE/W,TEMP/W, dan CTRAN/W yang sifatnya terintegrasi sehingga memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk ke produk yang lain. Fitur ini cukup unik dan memberikan fleksibilitas untuk digunakan dalam menyeselasikan berbagai macam permasalahan geo teknik dan geo lingkungan. SLOPE/W merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan tanah dan kemiringan batuan. Dengan SLOPE/W dapat dilakukan analisis masalah baik secara sederhana maupun kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai permukaan yang miring, kondisi tekan pori air, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. Selain itu dapat juga digunakan elemen tekan pori air yang terbatas, tegangan statis atau tegangan dinamik pada analisis kestabilan lereng serta dapat juga dikombinasikan dengan analisis probabilistik. SEEP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis rembesan air tanah, masalah kelebihan disipasi tekanan pori air. Dengan SEEP/W dapat dipertimbangkan analis is mulai dari masalah tingkat kejenuhan yang tetap sampai yang tidak jenuh tergantung dari masalah itu terjadi. SIGMA/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis tekanan geoteknik dan masalah masalah deformasi. Dengan SIGMA/W dapat dipertimbangkan analisis mula i dari masalah deformasi sederhana hingga masalah tekanan efektif lanjutan secara bertahap dengan menggunakan model konstitutif tanah seperti linear-elastis, anisotropik linier-elastik, nonlinier-elastis (hiperbolik), elastis-plastik atau Cam-clay. QUAKE/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis gerakan dinamis dari struktur bumi hingga menyebabkan gempa bumi. QUAKE/W sangat cocok sekali untuk menganalisis perilaku dinamis dari bendungan timbunan tanah, tanah dan kemiringan batuan, daerah di sekitar tanah horizontal dengan potensi tekanan pori-air yang berlebih akibat gempa bumi. TEMP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis masalah panas bumi. Software ini dapat menganalisis masalah konduksi tingkat panas yang tetap. Pengguna dapat mengontrol tingkat di mana panas diserap atau dibebaskan selama fase perubahan. K ondisi batas termal dapat ditentukan dari memasukan data iklim dan kondisi batas disediakan untuk thermosyphons dan pipa pembekuan. CTRAN/W adalah salah satu software yang dalam penggunaannya berhubungan dengan SEEP/W untuk pemodelan transformasi kontaminasi. CTRAN/W dapat menganalisa masalah yang sederhana seperti pergerakan partikel dalam gerakan air atau serumit menganalis is proses yang melibatkan difusi, dispersi, adsorpsi, peluruhan radioaktif dan perbedaan massa jenis. VADOSE/W adalah salah satu software yang berhubungan dengan lingkungan, permukaan tanah, zona vadose dan daerah air tanah lokal. Software ini dapat menganalisa masalah batas fluks seperti: 34
1. Rancangan dan memonitor performa satu atau lebih lapisan yang menutupi tambang dan fasilitas limbah rumah. 2. Menentukan iklim yang mengontrol distribusi tekanan pori-air pada lereng untuk digunaka n dalam analisis stabilitas 3. Menentukan infiltrasi, evaporasi dn transpirasi dari proyek-proyek pertanian atau irigas
Gambar 3.11. Tampilan Awal GeoStudio 2007
Gambar 3.12. Tampilan KeyIn Analyses GeoStudio 2007 35
3.6. SLOPE/W 2007 SLOPE / W telah dipasarkan sejak tahun 1977. Kode (program) awal dikembangkan oleh Profesor D.G. Fredlund dari Universitas Saskatchewan. Versi komersial pertama dipasang di Komputer mainframe dan pengguna bisa mengakses perangkat lunak melalui biro perangkat lunak. Kemudian di tahun 1980an saat Personal Computers (PC) tersedia, kode itu benar-benar ditulis ulang untuk PC masyarakat. Ketika itu pemrosesan untuk running program dikenakan biaya namun dengan biaya yang relatif rendah. Seiring perkembangan komputer (teknologi) maka program awal berganti nama menjadi PC-SLOPE dan dirilis pada tahun 1983. Kemudian di tahun 1980an dengan berkembangnya komputer menjadi lebih fleksibel dan tersedia computer antar muka membuat program diganti namanya menjadi SLOPE / W SLOPE / W adalah Produk perangkat lunak geoteknik pertama yang tersedia secara komersial untuk menganalisis stabilitas lereng. Saat ini, SLOPE / W sedang digunakan oleh ribuan profesional baik di bidang pendidikan maupun dalam praktek. SLOPE / W memiliki banyak Alat atau toolbar untuk memeriksa data masukan dan mengevaluasi hasilnya, seperti: memungkinka n Anda untuk membuat grafik daftar, variabel yang berbeda sepanjang permukaan slip atau untuk menampilkan detail gaya pada setiap irisan, dan mampu menganalisa stabilitas lereng dengan berbagai metode (Fellenius, Bishop dll). A. Metode Ordinary atau Fellenius Metode Ordinary atauFellenius metode ini juga kadang disebut sebagai metode irisan Swedia. Ini adalah metode pertama irisan
yang dikembangkan
Kesederhanaan metode ini memungkinkan
untuk
dan disajikan
menghitung
dalam literatur.
faktor keamanan dengan
menggunakan perhitungan tangan. Dalam metode ini, semua gaya interslice diabaikan. Berat irisan dipecahkan menjadi kekuatan paralel dan tegak lurus dengan dasar irisan. Gaya tegak lurus terhadap dasar irisan adalah gaya dasar normal, yaitu digunakan untuk menghitung kekuatan geser yang tersedia. Komponen berat yang sejajar dengan dasar iris adalah gaya gerak gravitas i penjumlahan momen tentang titik yang digunakan untuk menggambarkan permukaan slip yang juga digunakan untuk menghitung faktor keamanan. Faktor keamanan adalah kekuatan geser total yang tersedia permukaan slip dibagi dengan penjumlahan kekuatan pendorong gravitasi (geser yang dimobilisasi). Bentuk paling sederhana dari faktor biasa persamaan keselamatan dengan tidak adanya tekanan air pori untuknya permukaan slip melingkar.
36
dimana: C = kohesi, Β = irisan panjang dasar, N = Basis normal (W cos α), Φ = sudut gesekan, W = Mengiris berat, dan Α = slice base inclination.
Gambar 3.12 Free body diagram and force polygon for the Ordinary method B. Metode Bishop Pada tahun 1950 Profesor Bishop di Imperial College di London merancang sebuah metode yang mencakup interslice kekuatan normal, namun mengabaikan gaya geser interslice. Bishop mengembangkan sebuah persamaan untuk normal di Iris pangkal dengan menjumlahkan kekuatan potongan pada arah vertikal. Konsekuensi dari hal ini adalah dasar Normal menjadi fungsi faktor keamanan. Hal ini pada gilirannya membuat faktor persamaan keamanan Nonlinear (yaitu, FS muncul di kedua sisi persamaan) dan prosedur iteratif konsekuensinya diperlukan untuk menghitung faktor keamanan.
37
Gambar. 3.13. Free body diagram and force polygon for the Bishop’s Simplified method C. Metode Janbu Metode Janbu's Simplified mirip dengan metode Bishop's Simplified perbedaannya bahwa Janbu's Metode yang disederhanakan hanya memenuhi keseluruhan keseimbangan gaya horisontal secara keseluruhan, namun tidak secara keseluruhan keseimbangan. Gambar 3-9 menunjukkan diagram tubuh bebas dan poligon gaya metode Sederhana Janbu. Irisan Penutupan poligon kekuatan sebenarnya lebih baik daripada metode Bishop's Simplified. Faktor keamanan, Namun, adalah 1,16 dibandingkan dengan 1,36 dengan metode Bishop's Simplified. Ini adalah perbedaan yang signifikan. Itu Faktor keamanan yang disederhanakan Janbu sebenarnya terlalu rendah, meski irisannya memiliki kekuatan keseimbangan.
Gambar. 3.14. Free body diagram and force polygon for the Janbu method D. Metode Spincer Spencer (1967) mengembangkan dua faktor persamaan keamanan; Satu dengan mengkondisikan ekuilibrium momen dan momen lain sehubungan dengan keseimbanga n gaya horisontal. Dia mengadopsi hubungan konstan antara geser interslice dan gaya normal, dan melalui prosedur iteratif untuk mengubah pergeseran interslice menjadi normal sampai kedua faktor keamanan sama. Menemukan rasio shear normal yang membuat kedua faktor keamanan sama, berarti kedua momen dan kesetimbangan kekuatan itu puas. SLOPE / W menggunakan persamaan berikut untuk menghubungkan gaya geser interslice (X) dan normal (E). 38
Gambar 3.15. Free body diagram and force polygon for the Spencer method E. Metode Morgenstern - Price Morgenstern dan Price (1965) mengembangkan metode yang mirip dengan metode Spencer, namun mereka mengizinkannya berbagai fungsi gaya interslice yang ditentukan pengguna. Fungsi interslice tersedia di SLOPE / W untuk digunakan dengan metode Morgenstern-Price (M-P) adalah: • Konstan • Setengah sinus • Clipped-sinus • Trapesium • Data-point yang ditentukan
Gambar. 3-16 Free body and force polygon for Morgenstern-Price method 3.7. Fungsi Toolbar Pada GeoStudio SLOPE/W Ada beberapa toolbars yang terdapat pada program Geo Slope/W, yaitu : 1. Standard yang digunakan untuk memilih atau menjalankan perintah umum geostudio secara lebih cepat.
39
2. Grid yang digunakan untuk mengubah spasi background grid dengan lebih cepat.
40
3.
Zoom untuk memperbesar dan memperkecil tampilan lembar kerja secara lebih cepat.
4. Analysis
41
5. Mode yang berfungsi untuk menjalankan perintah dalam menggambar, mensketsa dan memodifikasi tiap- tiap objek dalam lembar kerja yang dikerjakan.
42
43
6. View Preferences
44
45
3.8. Analisa Stabilitas Lereng Bendungan Dengan Geostudio SLOPE/W 2007 SLOPE/W adalah suatu program yang di desain dan dikembangkan secara umum sebagai alat untuk menganalisa stabilitas tanah atau lereng (earth structures). SLOPE/W salah satu aplikasi yang terintegrasi dengan baik dan dapat menyelesaikan berbagai macam tipe analisa di bidang geoteknik yang lebih kompleks, meliputi analisa dalam hal lereng terbatas (finite element), tekanan air pori, dan tegangan dalam stabilitas. Program geostudio memiliki keistimewaan. Yaitu, anda dapat menggunakan 1 gambar yang telah anda buat untuk digunakan pada analisis yang berbeda. Jadi, gambar bendungan homogen pada analisa SEEP/W dapat digunakan untuk analisa stabilitas lereng dalam kondisi terdapat rembesan. 3.9. Langkah Pengerjaan Analisa Stabilitas Slope/W Bendungan Zonal a. Siapkan data data yang dibutuhkan untuk analisa stabilitas yang meliputi data berikut : Data teknis bendungan (panjang bendungan, MAN, MAB, tinggi bendungan dll) Gambar desain tipikal/potongan memanjang bendungan Data parameter material timbunan bendungan dan geologi pondasi bendungan Contoh Permasalahan : Diketahui data – data Bendungan Yamadan untuk analisa stabilitas lereng seperti berikut:
46
Gambar Tipikal Desain Bendungan Yamadan
47
Data Parameter Timbunan dan Pondasi Bendungam INPUT DATA MATERIAL SLO PE STABILITY Name of Material
Kondisi Muka Air Tegangan Efektif
γsat
γwet
γdry
K
Cuu
Φuu
(kN/m³)
(kN/m³)
(kN/m³)
(m/sec)
(kPa)
(o )
Estimation Method
core material
Mohr & Coulomb
17.46
16.48
12.36
5.00E-07
95.13
9.100
fine filter material
Mohr & Coulomb
20.10
17.65
16.67
5.00E-05
0.00
30.00
coarse filter material
Mohr & Coulomb
20.59
18.14
17.16
2.50E-04
0.00
32.00
random material
Mohr & Coulomb
20.40
18.14
16.97
5.00E-06
9.81
28.00
random rock material
Mohr & Coulomb
20.59
18.14
17.65
1.00E-02
0.00
41.00
rip-rap material
Mohr & Coulomb
22.56
20.59
18.63
1.00E-02
0.00
42.00
pondasi batuan
Mohr & Coulomb
21.58
21.09
17.65
1.00E-06
196.14
37.00
b. Masuk Software Slope/W ➢ Double klik ikon software GeoStudio 2007 ➢ Pada menu awal GeoStudio 2007, klik New klik Slope/W 2007 ➢ Akan muncul tampilan KeyIn Analyses (setup analisa stabilitas) dan beri nama project misal dengan “Bendungan Yamadan” pada kolom Name. ➢ Klik Analysis Type (metode) Pilih Bishop, Ordinary and Janbu ➢ Klik menu settings dan klik PWP conditions Pilih Piezometric Line ➢ Klik menu Slip Surface (menentukan analisa bidang longsor) ➢ Pada Direction of movement (Menu Slip Surface) terdapat pilihan : - Left to right = untuk bidang longsor dari kiri ke kanan, biasanya untuk analisa di hilir tetapi tetap tergantung lokasi/posisi timbunan dan waduk hasil pemodelan. - Right to left = untuk bidang longsor dari kanan ke kiri, biasanya untuk analisa di hulu tetapi tetap tergantung lokasi/posisi timbunan dan waduk hasil pemodelan. ➢ Pilih Grid and Radius pada bagian Slip surface option untuk menentukan metode dalam penentuan Batasan bidang longsor klik Close
48
c. Gambar model bendungan pada Slope/W Pada dasarnya untuk penggambaran model bendungan pada Slope/W harus yang paling sederhana adalah menggunakan input koordinat dari gambar autocad desain bendungan dengan cara : ➢ Buka gambar Cad desain bendungan (.dwg) ➢ Ketik Id pilih satu per satu titik pada gambar desain ➢ Muncul koordinat tiap titik pada kolom comment Autocad Catat koordinat dari setiap titik (koordianat tersebut akan dimasukkan ke Slope/W) ➢ Buka program GeoStudio Slope/W ➢ Klik menu “Set” Page (untuk mengakur ukuran lembar kerja) Atur ukuran OK ➢ Klik menu “Set” Set Unit & Scale (untuk mengakur skala gambar) Atur skala OK ➢ Klik menu “Set” Axes (untuk mengakur sumbu X & Y) Atur ukuran/skala X & Y OK ➢ Klik Menu Draw Point Masukkan nilai koordinat dari point-point/titik yang di dapat dari gambar desain pada Autocad sampai membentuk pola seperti desain bendungan rencana (*Jumlah point pada Slope/W sama dengan jumlah point pada Autocad)
49
➢
➢
Klik Menu Draw Regions Hubungkan semua point menjadi beberapa regions/blok sesuai zona-zona desain bendungan (*setiap regions harus mementuk bidang tertutup/poligon) Klik Menu Draw Pore Water Pressure (menggambar ketinggian/kondisi muka air waduk & jalur rembesan) Hubungkan semua point yang mewakili posisi muka air waduk dan jalur rembesannya sesuai desain dan hitungan jalur trayektori
Gambar 3.17. Region-Region dan Pore Water Pressure (Jalur Rembesan) ➢ Klik KeyIn Materials (untuk memasukkan parameter timbunan & pondasi bendungan) Add Beri nama material material timbunan Klik menu Basic Masukkan data unit weight (𝛾𝑠𝑎𝑡 ), Cohesion (Cuu), Phi (Φuu) (*masukkan satu per satu data materialmaterial timbunan bendungan) Close (jika semua data material sudah dimasukkan)
➢ Klik Menu Draw Materials Assign Masukkan setiap material kedalam setiap region sesuai gambar desain material timbunan bendungan ➢ Klik Menu Draw Slip Surface Radius Gambarkan radius slip surface dimulai/klik dari kaki bendungn hingga zona inti dan kembali lagi kea rah kaki 50
bendungan sehingga membentuk seperti bidang persegi panjang ketik “4” pada radius increments Ok ➢ Klik Menu Draw Slip Surface Grid Gambar Grid seperti bidang trapesium untuk menentukan titik pusat bidang longsor Ubah of Increments menjadi X= 10 & Y = 10 Ok
Gambar 3.18. Model Bendungan Sebelum Running ➢ Save Project Klik Running ➢ Klik Result Analyses
Start Proses Runnin Selesai Close
Nilai SF kritis Metode Ordinary
Gambar 3.19. Hasil Running Analisa Stabilitas Bendungan Kodisi MAB Hulu
51
3.10. Langkah Pengerjaan Analisa Stabilitas Slope/W Bendungan Homogen Pada dasanya langkah-langkah untuk analisa stabilitas bendungan homogen sama dengan analisa stabilitas bendnungan zonal, perbedaannya terletak pada input parameter material, jalur rembesan dan region-regionnya. a. Siapkan data data yang dibutuhkan untuk analisa stabilitas yang meliputi data berikut : Data teknis bendungan (panjang bendungan, MAN, MAB, tinggi bendungan dll) Gambar desain tipikal/potongan memanjang bendungan Data parameter material timbunan bendungan dan geologi pondasi bendungan Contoh Permasalahan : Diketahui data – data Bendungan Yamadan untuk analisa stabilitas lereng seperti berikut:
52
Gambar 3.20. Tipikal Desain Bendungan Homogen Yamadan
53
Data Parameter Timbunan dan Pondasi Bendungam INPUT DATA MATERIAL SLO PE STABILITY Name of Material
Kondisi Muka Air Tegangan Efektif
γsat
γwet
γdry
K
Cuu
Φuu
(kN/m³)
(kN/m³)
(kN/m³)
(m/sec)
(kPa)
(o )
Estimation Method
random rock material
Mohr & Coulomb
20.59
18.14
17.65
1.00E-02
0.00
41.00
pondasi batuan
Mohr & Coulomb
21.58
21.09
17.65
1.00E-06
196.14
37.00
b. Masuk Software Slope/W ➢ Double klik ikon software GeoStudio 2007 ➢ Pada menu awal GeoStudio 2007, klik New klik Slope/W 2007 ➢ Akan muncul tampilan KeyIn Analyses (setup analisa stabilitas) dan beri nama project misal dengan “Bendungan Yamadan” pada kolom Name. ➢ Klik Analysis Type (metode) Pilih Bishop, Ordinary and Janbu ➢ Klik menu settings dan klik PWP conditions Pilih Piezometric Line ➢ Klik menu Slip Surface (menentukan analisa bidang longsor) ➢ Pada Direction of movement (Menu Slip Surface) terdapat pilihan : - Left to right = untuk bidang longsor dari kiri ke kanan, biasanya untuk analisa di hilir tetapi tetap tergantung lokasi/posisi timbunan dan waduk hasil pemodelan. - Right to left = untuk bidang longsor dari kanan ke kiri, biasanya untuk analisa di hulu tetapi tetap tergantung lokasi/posisi timbunan dan waduk hasil pemodelan. ➢ Pilih Grid and Radius pada bagian Slip surface option untuk menentukan metode dalam penentuan Batasan bidang longsor klik Close
54
c. Gambar model bendungan pada Slope/W Pada dasarnya untuk penggambaran model bendungan pada Slope/W harus yang paling sederhana adalah menggunakan input koordinat dari gambar autocad desain bendungan dengan cara : ➢ Buka gambar Cad desain bendungan (.dwg) ➢ Ketik Id pilih satu per satu titik pada gambar desain ➢ Muncul koordinat tiap titik pada kolom comment Autocad Catat koordinat dari setiap titik (koordianat tersebut akan dimasukkan ke Slope/W) ➢ Buka program GeoStudio Slope/W ➢ Klik menu “Set” Page (untuk mengakur ukuran lembar kerja) Atur ukuran OK ➢ Klik menu “Set” Set Unit & Scale (untuk mengakur skala gambar) Atur skala OK ➢ Klik menu “Set” Axes (untuk mengakur sumbu X & Y) Atur ukuran/skala X & Y OK ➢ Klik Menu Draw Point Masukkan nilai koordinat dari point-point/titik yang di dapat dari gambar desain pada Autocad sampai membentuk pola seperti desain bendungan rencana (*Jumlah point pada Slope/W sama dengan jumlah point pada Autocad)
Klik Menu Draw Regions Hubungkan semua point menjadi beberapa regions/blok sesuai zona-zona desain bendungan (*setiap regions harus mementuk bidang tertutup/poligon) ➢ Klik Menu Draw Pore Water Pressure (menggambar ketinggian/kondisi muka air waduk & jalur rembesan) Hubungkan semua point yang mewakili posisi muka air waduk dan jalur rembesannya sesuai desain dan hitungan jalur trayektori ➢ Klik KeyIn Materials (untuk memasukkan parameter timbunan & pondasi bendungan) Add Beri nama material material timbunan Klik menu Basic Masukkan data unit weight (𝛾𝑠𝑎𝑡 ), Cohesion (Cuu), Phi (Φuu) (*masukkan satu per satu data materialmaterial timbunan bendungan) Close (jika semua data material sudah dimasukkan) ➢
55
➢ Klik Menu Draw Materials Assign Masukkan setiap material kedalam setiap region sesuai gambar desain material timbunan bendungan ➢ Klik Menu Draw Slip Surface Radius Gambarkan radius slip surface dimulai/klik dari kaki bendungn hingga zona inti dan kembali lagi kea rah kaki bendungan sehingga membentuk seperti bidang persegi panjang ketik “4” pada radius increments Ok ➢ Klik Menu Draw Slip Surface Grid Gambar Grid seperti bidang trapesium untuk menentukan titik pusat bidang longsor Ubah of Increments menjadi X= 10 & Y = 10 Ok
Gambar 3.21. Model Bendungan Sebelum Running ➢ Save Project Klik Running ➢ Klik Result Analyses
Start Proses Runnin Selesai Close
56
Nilai SF kritis Metode Ordinary
Gambar 3.22. Hasil Running Analisa Stabilitas Bendungan Kodisi MAB Hulu
57