BAB IV ANALISIS HIDROLIS BENDUNG 4.1
Umum
Analisis hidrolis bertujuan untuk menentukan elevasi mercu bendung yang meliputi penentuan elevasi muka air di saluran primer, beda tinggi energi di kantong lumpur, beda tinggi energi di saluran pembilas, dan elevasi di bangunan intake. Dalam intake. Dalam menentukan elevasi muka air di kantong lumpur, saluran pembilas, dan pintu pengambilan terkait dengan desain saluran tersebut, maka dalam perencanaan hidrolis ini selain menetukan elevasi muka air sekaligus mendesain bangunan-bangunan pelengkap tersebut. tersebut .
4.2
Data Teknis Perencanaan Perencanaan Bendung dan Bangunan Pelengkap
Data teknis yang diperlukan untuk mendesain bendung dan bangunan pelengkap secara umum adalah: Lokasi rencana bendung ditetapkan dari peta situasi berada di daerah DAS Segoro Gunung Pati, Kota Semarang.
Gambar 4.1 Peta Lokasi Bendung
4.3
Analisis Hidrolis dan Desain Bangunan Pelengkap
4.3.1
Analisis Saluran Induk/Primer Induk/Primer
Saluran induk adalah saluran yang letaknya langsung dari bangunan utama sampai bangunan bagi di mana bangunan tersebut merupakan pertemuan dari saluran sekunder. Pada saluran ini dilengkapi dengan pintu untuk mencegah agar selama pembilasan air tidak mengalir kembali dari saluran primer dan mencegah air pembilas yang mengandung sedimen masuk ke saluran. 4.3.2
Data dan Perencanaan Perencanaan Saluran Primer
Data-data yang diperlukan untuk mendesain saluran induk adalah sebagai berikut: 1. Daerah irigasi rencana. 2. Kebutuhan bersih air irigasi dan efisiensi jaringan irigasi untuk kapasitas saluran diambil dari tabel pola tanam. a. Kebutuhan air irigasi (NFR) = 1,57 lt/det/ha b. Luas daerah yang teraliri (A) = 2200 ha Debit saluran primer (Q p) Q p = NFR x A Q p = 1,57 x 2200 = 3454 3454 lt/dt = 3,5 m 3/dt 4. Muka air rencana a. Elevasi sawah tertinggi
= +207,8
b. Tinggi genangan air di sawah, diambil
= +0,10
c. Kehilangan energi sal.tersier ke sawah, diambil
= +0,10
d. Kehilangan energi sal.primer ke tersier, diambil
= +0,10
e. Kehilangan energi akibat akibat bangunan bangunan lainnya, diambil = +0,10 + Elevasi muka air di saluran primer (MAP)
= + 208,2
Dengan menetapkan tinggi jagaan = 0,6 m, dapat diketahui elevasi muka air rencana saluran primer = + 208,2 + 0,6 = +208,8 m
Dimensi Saluran Diketahui: Qp
= 3,5 m3/dt
m
= 1,5
Panjang saluran (L) = 780 m V
= 1,5 m/s
Nilai koef.Strickler = 50 Misal b = 2h
Perhitungan dimensi saluran: Qn = V x A 4,2 = 1,5 x A A
= 2,8 m2
A
= ( b + m x h) h = (2h + 2h) h
2,8
= 4 h2
h
= 0,84
b
= 2h = 2 x 0,84 = 1,67
P
=b+2xh
R
A 4 (0,84) = 0,52 = = P 5,43
√ m + 1 2
2
= 1,67 + 2 x 0,84
2 + 1 2
= 5,43
Elevasi muka air rencana di hulu saluran primer El. MAR = +208,2 + ( 0,001x 780) = +208,98 Elevasi dasar saluran = El. MAR – h =208,98 – 0,84 = +208,14
Gambar 4.2 Dimensi Saluran Primer
4.3.3
Desain Pintu Romijn
tipe pintu romijn yang sesuai adalah pintu Romijn Tipe V.750 sebanyak 4 buah dengan spesifikasi sebagai berikut: - Q maks
= 750 lt/dt
- Q total
= 4 x 750 = 2387,2 lt/dt
- Lebar (b)
= 1,25 m
- Lebar total
= 3 x 1,25 + 2 x 0,5 = 6 m
- Kedalaman maks pada MAR = 0,5 m - Varian (V) = 0,18 x h maks
= 0,18 x 0,5 = 0,09 m
- H = 1,15 + H = 1,15 + 0,09
= 1,24 m
- Kehilangan energi (z)
= 0,11 m
- Elevasi muka air di saluran kantong lumpur = El. MA Sal.Primer + z = + 208,98 + 0,11 = + 209,09 m
4.3.4
Kantong Lumpur
1. Volume Kantong Lumpur - Debit yang diperlukan untuk pembilasan (Qn) Qn = 1,2 x Qp = 1,2 x 3,5 = 4,2 m 3/dt - Diasumsikan air yang dielakkan mengandung 0,05% sedimen yang harus diendapkan di kantong lumpur. - Waktu pembilasan direncanakan 6 hari sekali. - Volume kantong lumpur V = 0,0005 x Qn x T = 0,0005 x 4,2 x 6 x 24 x 3.600 = 1088,64 m 3 ~ 1088 m3 - Kecepatan endap (W) Di Indonesia dipakai suhu air 20°C dan diameter partikel 70x10 -6m, dengan menggunakan grafik Shield didapat kecepatan endap W = 0,004 m/dt
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Diameter Saringan dan Kecepatan Endap Lumpur untuk Air Tenang
- Luas permukaan rata-rata LB =
Qn 4,2 = 1050 m2 = W 0,004
Agar aliran di dalam kantong tidak meander, maka direncanakan L/B > 8. karena L > 8B, maka dapat dihitung = L > 8B => 8B x B = 1050. Jadi B < 12 m dan L > 96 m 2. Penentuan kemiringan energi in selama eksploitasi normal (kantong sedimen hampir penuh). - Nilai kecepatan lumpur saat eksploitasi normal (V n) diambil 0,40 m/dt. Untuk mencegah tumbuhnya vegetasi dan agar partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan. - Koefisien Strickler (Ks) diambil sebesar 45. - Luas penampang basah (An) An =
Qn 4,2 = = 10,5 m2 Vn 0,4
0
- Kedalaman air (Hn) Hn =
5
An 10, = = 0,87 m ~ 0,9 m B 12
- Keliling basah (Pn)
√ m + 1
Pn = b + 2 x H n
= 12 + 2 x 0,9
√ 2 + 1
= 16,02 m
- Jari-jari hidrolis (R n) R n =
An 10,5 = = 0,65 m Pn 16,02
- Kemiringan energi (in)
Vn , i = 2/3 Rn x Ks = ,/ = 1,40 x 10 n
-4
3. Penentuan is, kemiringan energi saat pembilasan (kantong lumpur kosong) - Nilai kecepatan saat pembilasan (Vs) diambil sebesar 1,5 m/dt karena dianggap sedimen berupa pasir kasar. - Koefisien Strickler (Ks) diambil sebesar 50. - Debit pembilasan (Qs)
Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 4,2 = 5,04 m/dt - Luas kantong lumpur saat kosong As =
Qs 5,04 = = 3,36 m 2 Vs 1,50
- Tinggi endapan lumpur (Hs) Hs =
As 3,36 = = 0,37 m ~ 0,4 m b 9
- Keliling basah dalam keadaan kosong (Ps) Ps = b + 2H s = 9 + 2 x 0,4 = 9,8 m - Jari-jari hidrolis dalam keadaan kosong (R s) R s =
As 3,36 = = 0,34 m Ps 9,8
- Kemiringan energi (is)
, i = / = ,/ = 3,82 x 10 s
-3
- Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, V aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1
Fr =
= , = 0,75< 1 (OK) √ , ,
Gambar 4.4 Potongan Melintang Kantong Lumpur
4. Panjang Kantong Lumpur (L) Volume kantong lumpur yang diperlukan = 1088 m 3 V
= ( luas lumpur di hulu + luas lumpur di hilir ) x ½ x L
1088= {(hs x b ) + ( hs + (( i s – in ) x L) x b )} x ½ L 1088 = {( 0,4 x 9 ) + ( 0,4 + ((3,82 x10 -3 – 1,40 x10 -4) x L) x 9 )} x ½ L 1088 = {3,6 + ( 0,4 + 3,68 x 10 -3 L ) x 9)} x ½ x L 1088 = 1,9 L 2 L
= 572 m ~ 580 m
5. Elevasi di saluran kantong lumpur - Elevasi MA di pintu sal.primer
= +208,98
- Elevasi MA di hilir sal.kantong lumpur (El.P+z) = +208,98 + 0,11 = +209,09 - Elevasi MA di hulu sal. kantong lumpur
= +209,09 + i n x L =+209,09+(1,40x10-4)x580 = +209,17
- Elevasi lumpur di hulu saluran (saat penuh)
= +209,17 – 0,9 = +208,27
- Elevasi hulu dasar sal.kantong lumpur
= +208,27 – 0,4 = +207,87
- Elevasi lumpur di hilir saluran (saat penuh)
= +208,27 – in x L =+208,27 – (1,40x10 -4)x580 = +209,26
- Elevasi hilir dasar asal.kantong lumpur
= +207,87 – is x L = +207,87 – (3,82x10-3)x580
= +205,65
Gambar 4.5 Potongan Memanjang Kantong Lumpur 6. Frekuensi Pengurasan
Diasumsikan air yang dielakkan mengandung 0,5 0/00 sedimen yang harus diendapkan dalam kantong lumpur. Rumus :
V = 0,0005*Qp*T 1088 = 0,0005*3,5*T T = 621714,285 detik = 7,19 ~ 8 hari
4.3.5
Bangunan Pembilas Kantong Lumpur
Bangunan pembilas merupakan bangunan yang digunakan untuk mengalirkan endapan yang tertampung di dalam kantong lumpur. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan bangunan pembilas kantong lumpur adalah sebagai berikut : -
Pintu pembilas tidak boleh mengalami gangguan selama pembilasan. Oleh sebab itu pintu pembilas tidak boleh tenggelam.
-
Tidak boleh terjadi penurunan kecepatan aliran selama penggerusan oleh karena itu kemiringan saluran dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pengurangan kecepatan aliran.
Lebar total bangunan yang diambil sama dengan lebar dasar kantong lumpur.
1. Data Perencanaan Bangunan Pembilas
Qs= 5,04 m3/dt
hs = 0,4 m
b = 9 m
Direncanakan pintu penguras dengan lebar = 2 m
Digunakan pilar dengan lebar = 1 m
Kecepatan saat pembilasan (Vs) diambil sebesar 1,5 m/dt (karena dianggap sedimen berupa pasir kasar)
Untuk mengurangi besarnya pertambahan kecepatan yang mengakibatkan efek penggenangan maka perlu ditambah luas basah pada pintu pembilas dengan perhitungan sebagai berikut : Rumus : b * hs = bnf * hnf di mana :
bnf = lebar bersih bukaan pintu (m) bnf = jumlah pintu pembilas x lebar pintu =3x2=6m hnf = kedalaman air pada bukaan pembilasan (m) b * hs = bnf * hnf 9 x 0,4 = 6 x hnf hnf
= 0,6 m
Jadi kedalaman tambahan sebesar 0,6 – 0,4 = 0,2 m. Untuk keamanan harus ditambah 0,05 m dari dasar pembilas. 2. Dimensi Saluran Pembilas
B/H
(n)
= 2,5
Talud (m)
=1:1
Jagaan (W)
= 0,6 m
Lebar dasar saluran : Luas bukaan pintu (Af) = (n+m) H2
bnf x hnf = (2,5+1) H2 6 x 0,6
= 3,5H2
H = 1,01 ~ 1,00 m B = 2,5H = 2,5 m
Gambar 4.6 Potongan Melintang Saluran Pembilas
Kemiringan Saluran Pembilas 1/2 Vf = Ks x R f2/3 x if
Ks = Koefisien Strickler untuk saluran pembilas = 35 Af = (B + m.H)H = (2,5+ 1 x 1) x 1 = 3,5 m 2 Pf = B + 2 * H
√ m +1 2
= 2,5 + 2 x 1
Af 3,5 R f = = = 0,66 m Pf 5,33
1 +1 2
= 5,33 m
1/2 Vf = Ks x R f2/3 x if
1,50 = 35 x 0,66 2/3 x if 1/2 if = 2,9x10 -3 Panjang saluran pembilas sampai ke sungai direncanakan 50 m
3. Elevasi Saluran Pembilas - Elevasi dasar di hulu pintu pembilas
= +205,65
- Elevasi dasar pintu pembilas
= +205,65 + tambahan kedalaman = +205,65 + 0,05 = +205,7
- Elevasi MA di hilir saluran kantong lumpur = +209,09 - Elevasi MA di hulu saluran pembilas
= +209,09 + 1 = +210,09
- Elevasi MA di hilir saluran pembilas
= +210,09 - if x L = +210,09 - 2,9 x10 -3 x 50 = +209,945
- Elevasi dasar di hilir saluran pembilas
= +209,945 - 1 = +208,945
Gambar 4.7 Potongan Memanjang Saluran Pembilas
4.3.6
Bangunan Pembilas Bendung
Lebar bangunan pembilas digunakan 0,6 dari lebar total bangunan pengambilan.
- Diketahui lebar total bangunan pengambilan = 2,5m - Lebar pembilas (B) = 0,6 x 2,5 = 1,5 m - Direncanakan digunakan dua pintu pembilas dengan lebar 1,25 m
4.3.7
Bangunan Pengambilan
Air yang dibutuhkan untuk irigasi sebesar (Q p) 3,5 m 3/dt. Dengan adanya kantong lumpur, debit rencana pengambilan ditambah 20% dari kebutuhan pengambilan. 1. Perencanaan bangunan pengambilan Qn = 1,2 x Qp Qn = 1,2 x 3,5 = 4,2 m 3/dt Kecepatan pengambilan ( V ) = 1,5 m/dt Kehilangan tinggi energi pada bukaan diasumsikan = 0,20 m Elevasi dasar bangunan pengambilan sebaiknya 0,2 m di atas muka kantong dalam keadaan penuh. Rumus :V = µ
2gz 2gz 2 x 9,81 x 0,2
Qn = V x a x b Qn = µ x a x b
4,2 = 0,8 x a 3,75 a
= 0,707 m = 0,71 m
di mana :
Qn = debit rencana = 4,2 m3/dt
μ a b g
= koefisien debit = 0,8 (untuk pengambilan tenggelam) = tinggi bersih bukaan = lebar pintu pengambilan (asumsi awal = 3,75 m) = percepatan gravitasi = 9,81 m/det2
z
= kehilangan energi pada
bukaan. diambil 0,2
untuk kecepatan
pengambilan 1,5 m/dt. 2. Elevasi pada bangunan pengambilan - Elevasi dasar hulu pengambilan saat kantong lumpur penuh
= +208,87
- Elevasi dasar bangunan pengambilan
= +208,97
= +208,87 + 0,2
- Tinggi bukaan (a) = 0,4 m ; z = 0,2 - Elevasi muka air di hilir pintu
= +208,87 + 0,4 + 0,2 = +209,47
- Elevasi air di muka pintu bagian hulu
= +209,47 + 0,2
- Lebar pintu
Rumus : Qn = µ x a x b
2gz 2 x 9,81 x 0,2
4,2 = 0,8 x 0,4 x b b
= 6,67 m, digunakan 4 pintu dengan lebar pintu 1,25 m.
Gambar 4.8 Potongan Melintang Pintu Pengambilan
4.3.9
Tinggi Air di Hilir Bendung
- Debit banjir rencana (Q50)
= 484,505 m 3/dt
= +209,67
- Lebar sungai rata-rata
= 25 m
- Kemiringan sungai
= 0,001
Q = Debit banjir (m3/s) A = Luas penampang (m^2) V = Kecepatan aliran (m/s) R = Jari-jari hidrolis (m) P = Keliling basah (m) B = Lebar dasar (m) H = Tinggi air (m) I = Kemiringan dasar sungai =0.001 m= Kemiringan talud =2
ɤ b = Koefisien bazin = 1.5 b = lebar dasar sungai = 25 m
Perhitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Q=A*V Q = 484.505 A= h (b + mh)
V= c√RI c= 87 /(1+ ɤb√R) R = A/P
P= b+ 2h √m^2+1 Dari trial dan error didapat h=2,2 m
H
A
P
R
C
V
Q
2.15
62.995
29.6148
2.127146
42.88942
7.348325
462.9077
2.18
64.0048
29.74896
2.151497
43.01319
7.411593
474.3775
2.19
64.3422
29.79368
2.159592
43.05402
7.432573
478.2281
2.2
64.68
29.8384
2.167677
43.09465
7.453499
482.0923
2.2063
64.89302
29.86657
2.172764
43.12015
7.466654
484.5337
Jadi tinggi air banjir rencana di hilir bendung adalah 2,2 m Elevasi muka air di hilir bendung adalah
= elevasi dasar sungai + h = +204,8 + 2,2 = +207 m
4.4
Analisis Struktur Bendung
4.4.1. Perencanaan Elevasi Mercu Bendung
1. Elevasi dasar sungai
= +204,8 m
2. Lebar sungai
= 25 m
3.
Debit banjir rencana periode ulang 50 tahun (Q 50) = 484,505 m 3/dt Tinggi untuk bangunan bendung (p) dapat dihitung sbb :
Elevasi sawah tertinggi (sumber : lihat data irigasi pada lampiran)
+207,8
Tinggi genangan (kedalaman sawah daerah irigasi 10-15 cm)
0,1
Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah (L x i ters)
0,1
Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke tersier (L x i sek)
0,1
Kehilangan tekanan dari saluran primer ke sekunder (L x i induk)
0,1
Kehilangan tekanan pada intake
0,2
Kehilangan tekanan pada bangunan ukur
0,4
Kehilangan tekanan akibat kemiringan saluran
0,1
Bangunan lain antara lain kantong lumpur
0,25
Keamanan Elevasi mercu bendung
+ 209,15 m
Maka, tinggi mercu bendung (p) yaitu ketinggian antara elevasi dasar sungai dan elevasi mercu bendung. Tinggi mercu
= ( + 209,15) – (+ 204,8) = 4,35 m ~ 4,4 m
4.4.2. Lebar Efektif Bendung
Untuk menghitung lebar efektif bendung digunakan rumus sebagai berikut: Rumus : Be = Bbruto – 2(n.K p + K a)H1 di mana : Be
= lebar efektif bendung (m)
Bbruto
= lebar mercu (m) = 1,2 x lebar dasar sungai = 1,2 x 25= 30 m
K p
= koefisien kontraksi pilar (untuk pilar bulat) = 0,01
K a
= koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment bulat) = 0,1
n
= jumlah pilar = 2 buah
H1
= tinggi energi (m)
Jadi lebar efektif bendung adalah: Be = B – 2(n.K p + K a)H1 Be = 30 – 2(2 x 0,01 + 0,1) H 1 Be = 30 – 0,24 x H 1 4.4.3
Tinggi Air Banjir di Atas Mercu
Bendung direncanakan sebagai bendung pasangan dengan mercu bulat dengan muka sisi hulu tegak dan kemiringan hilir 1:1. Tekanan negatif yang bekerja pada mercu akan dicek dalam perhitungan selanjutnya. Tinggi bendung P = 4,4 m. Untuk harga awal diambil nilai C d = 1,3 ( Ditjen Pengairan, 1986 ). Debit rencana Q50 = 484,505 m 3/dt. Tinggi energi di atas mercu menggunakan rumus debit bendung dengan mercu bulat sebagai berikut :
g
2 Q = Cd x x 3
2 x Be x H 13/2 3
2 2 484,505 = 1,3 x x x 9,81 x (30 – 0,24 x H 1) x H13/2 3 3 H1
≈
5,0 m
di mana : Q50 = debit (m3/dt) = 484,505 m 3/dt
Cd = koefisien debit = C0 x C1 x C2 g
= percepatan gravitasi (m/det2)
Be = lebar efektif bendung (m) H1 = tinggi energi di atas mercu (m) - Jari- jari mercu bendung dari beton r = (0,1 ~ 0,7) x H 1 r = 0,5 x 5 = 2,5 m - Nilai C0 diperkirakan dari Gambar di mana : H1/r = 5,0 /2,5 = 2,0 m Dari grafik tersebut diperoleh nilai C0 = 1,33
Gambar 4.9 Harga-harga Koefisien C 0untuk Bendung Ambang Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H 1 /p
- Nilai C1 diperkirakan dari Gambar di mana : p/H1 = 4,4/6 = 0,733 Digunakan karena p/H1 < 1,5 Dari grafik tersebut diperoleh nilai C1 = 0,95
Gambar 4.10 Koefisien C 1 sebagai Fungsi Perbandingan p / H 1
Koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung di bagian hulu terhadap debit (C 2) tidak diperhitungkan karena hulu direncanakan menggunakan dinding tegak. - Koefisien debit: Cd = C0 x C1 Cd = 1,32 x 0,99 = 1,3 = harga C d awal (Kalau nilai Cd ini BEDA dengan Cd awal maka dilakukan perhitungan ulang pada asumsi nilai C d awal) - Tinggi elevasi energi hulu = elevasi mercu + H1 = +209,15 + 5= +214,15 m - Untuk menentukan tinggi air di atas mercu dicari dengan rumus : Hd = H1 – k di mana : Lebar efektif bendung: Be = 30 – 0,24 x H 1 Be = 30 – 0,24 x 5 Be = 28,8 ~ 29,00 m V=
Q Be×H1
V=
485,505 = 2,7 29,00× 6
V2 k= 2g 2,72 k= = 0,37 2×9,81
Hd = 5 – 0,37=4,63 m Jadi tinggi air di atas mercu adalah : +210,8 + 4,63= +215,43
Gambar 4.11 Penampang Mercu
4.4.4
Perencanaan Kolam Olak
Kolam olak berfungsi meredam energi yang timbul di dalam aliran air superkritis yang melewati pelimpah serta mengantisipasi olakan yang terjadi di hilir tubuh bendung sebagai akibat perbedaan ketinggian muka air antara hulu dan hilir bendung.
1. Menentukan Tipe Kolam Olak
Dalam perhitungan kolam olak ini direncanakan pada saat banjir dengan Q50. Untuk mengecek apakah diperlukan kolam olak atau tidak maka perlu dicari nilai Fr ( froude). Rumus : Fr =
V1 g×y1
di mana : Fr = bilangan Froude g
= percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
z
= tinggi jatuh (m)
z
= tinggi muka air banjir di hulu – tinggi muka air banjir di hilir
z
= 215,43 – 207 = 8,43m
V1 = kecepatan awal loncatan = V1 =
2×9,81×0,5×5+8,43
2×g×0,5×H +z 1
= 14,6 m/dt
q
= debit per satuan lebar ( q = Q50 / Be )
q
=
484,505 =16,71 m3/dt.m 29,0
y1 = kedalaman air di awal loncatan y1 = Fr 1 = y2
q 16,71 = = 1,14 m V1 14,61 V1 14,6 = = 4,6 g×y1 9,81×1,14
Y (√ 1+8Fr -1) = 2
=
1,14 2
1+8(4,36) 1 2
-
= 6,48 m Kolam olak untuk bilangan froude
≥ 4,5 disarankan menggunakan kolam olak
tipe USBR III. 2. Kolam Olak Tipe USBR III
Perhitungan dimensi kolam olak USBR III
Gambar 4.12 Dimensi Kolam Olak USBR Tipe III
- Panjang kolam olak L = 2,7 x y2 = 2,7 x 6,48
= 17,5 m - Tinggi ambang n =
y1 (18+Fr) 18
- Tinggi ambang n =
=
y1 (18+Fr) 18 1,14 (18+4,36) 18
= 1,4 m
- Tinggi blok halang n3 = =
y1 (4+Fr) 6 1,14 (4+4,36) 6
= 1,57 m
- Tinggi blok muka = lebar blok muka = jarak antar blok muka = y1 = 1,14 m - Jarak tepi kolam olak ke blok muka
= 0,5 x y1 = 0,5 x 1,14 = 0,57 m
- Jarak antar blok muka dengan blok halang
= 0,82 x y2 = 0,82 x 6,48 = 5,3 m
- Tebal blok halang bagian atas
= 0,2 x n 3 = 0,2 x 1,57 = 0,31 m
- Jarak tepi kolam olak ke blok halang
= 0,675 x n 3 = 0,675 x 1,57 = 1,06 m
- Lebar balok halang = jarak antar blok halang = 0,75 x n 3 = 0,75 x 1,57 = 1,18 m
4.4.5
Menentukan Panjang Lantai Muka
Panjang lantai muka yang direncanakan 9 m. Berdasarkan gambar rencana dimensi bendung rencana 5.16 maka dapat dicek apakah dengan panjang lantai muka rencana aman terhadap rembesan yang terjadi atau tidak, dengan nilai rembesan minimum (CL) yang ditentukan berdasarkan jenis tanah di lokasi rencana. Untuk perhitungan panjang lantai muka digunakan persamaan sebagai berikut :
= ∑ + 13 ∑ℎ
dimana :
Lw = panjang garis rembesan (m)
Σ Lv = panjang creep line vertikal (m) Σ Lh = panjang creep line horisontal (m) Faktor rembesan / creep ratio (CW) =
⁄
dimana CW > CL aman.
Tabel 3.9 Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Normal
Panjang Rembesan TITIK
RUAS
LV m
LH m
1/3LH m
A A-B
C D
1
C-D D-E
1
0,5
G-H 2
I-J 0,5
K-L 2
M-N
0,26
6,40
6,14
2,33
0,30
6,40
6,10
3,83
0,50
4,90
4,40
4,17
0,54
4,90
4,36
5,17
0,67
5,90
5,23
5,33
0,69
5,90
5,21
6,33
0,82
4,90
4,08
7,00
0,91
4,90
3,99
8,00
1,04
5,90
4,86
8,17
1,06
5,90
4,84
9,17
1,19
4,90
3,71
9,83
1,27
4,90
3,63
10,83
1,40
5,90
4,50
11,00
1,42
5,90
4,48
12,00
1,55
4,90
3,35
12,33
1,60
4,90
3,30
14,83
1,92
7,40
5,48
15,33
1,99
7,40
5,41
16,83
2,18
5,90
3,72
17,76
2,30
5,90
3,60
19,26
2,49
7,40
4,91
19,92
2,58
7,40
4,82
21,42
2,77
8,90
6,13
22,59
2,93
8,90
5,97
24,65
3,19
6,50
3,31
27,48
3,56
6,90
3,34
28,98
3,75
8,30
4,55
29,65
3,84
8,3
4,46
33,58
4,35
4,4
0,05
1 0,5
0,17
O O-P
1
P 1
0,33
Q Q-R
2,5
R 1,5
0,50
S S-T
1,5
T 2,77
0,92
U U-V
1,5
V 2
0,67
W W-X
1,5
X 3,5
1,17
Y Y-Z
2,06
Z 8,5
2,83
A' A'-B'
1,5
B' B'-C'
2,00
0,67
N
Z-A'
4,40
1
M
X-Y
4,40
0,17
L
V-W
0,00
1
K
T-U
0,0
0,67
J
R-S
m
1
I
P-Q
m
0,17
H
N-O
t/m²
1
G
L-M
m
0,33
F
J-K
Px=H-ΔH
1,5
E-F
H-I
0,33
E
F-G
H
2
B B-C
TOT(Lw) ΔH=Lw/Cw
2
0,67
C' C'-D'
3,93
D'
28,77
23,99
9,60
Dari hasil penyelidikan tanah diketahui jenis tanah yang ada pada lokasi rencana bendung adalah berpasir dan berkerikil, sehingga dapat ditentukan nilai Safe Creep Ratio menurut Lane nilai CL = 5. Untuk panjang LW dihitung sampai pangkal hilir koperan dengan nilai C W sebagai berikut :
Lw = ∑Lv+ 13 ∑Lh Lw = 23,99 + 13 × 28,77=33,58 m
Hw = elevasi mercu – elevasi end sill Hw = 209,15 – 204,8 = 4,35 m
Cw = HLWW Cw = 33,4,3558 =7,72
Sesuai hasil perhitungan di atas, nilai Cw = 7,72 > C L = 5 (aman)
Tabel 3.10 Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Banjir TITIK
RUAS
Panjang Rembesan LV LH 1/3LH m m m
A A-B
C D
1
C-D D-E
1
0,5
G-H 2
I-J 0,5
K-L 2
M-N
0,26
11,40
11,14
0,33
0,04
11,40
11,36
3,83
0,50
9,90
9,40
4,17
0,54
9,90
9,36
5,17
0,67
10,90
10,23
5,33
0,69
10,90
10,21
6,33
0,82
9,90
9,08
7,00
0,91
9,90
8,99
8,00
1,04
10,90
9,86
8,17
1,06
10,90
9,84
9,17
1,19
9,90
8,71
9,83
1,27
9,90
8,63
10,83
1,40
10,90
9,50
11,00
1,42
10,90
9,48
12,00
1,55
9,90
8,35
12,33
1,60
9,90
8,30
14,83
1,92
12,40
10,48
15,33
1,99
12,40
10,41
16,83
2,18
10,90
8,72
17,76
2,30
10,90
8,60
19,26
2,49
12,40
9,91
19,92
2,58
12,40
9,82
21,42
2,77
13,90
11,13
22,59
2,93
13,90
10,97
24,65
3,19
11,50
8,31
27,48
3,56
11,90
8,34
28,98
3,75
13,30
9,55
29,65
3,84
13,30
9,46
33,58
4,35
9,40
5,05
1 0,5
0,17
O O-P
1
P 1
0,33
Q Q-R
2,5
R 1,5
0,50
S S-T
1,5
T 2,77
0,92
U U-V
1,5
V 2
0,67
W W-X
1,5
X 3,5
1,17
Y Y-Z
2,06
Z 8,5
2,83
A' A'-B'
1,5
B' B'-C'
2,00
0,67
N
Z-A'
9,40
1
M
X-Y
9,40
0,17
L
V-W
0,00
1
K
T-U
0,0
0,67
J
R-S
m
1
I
P-Q
m
0,17
H
N-O
t/m²
1
G
L-M
ΔH
m
0,33
F
J-K
Px=H-
1,5
E-F
H-I
0,33
E
F-G
H
2
B B-C
TOT(Lw) ΔH=Lw/Cw
2
0,67
C' C'-D'
3,93
D'
28,77
23,99
9,60
4.4.6
Menentukan Tebal Lantai Kolam Olak
Untuk menentukan tebal lantai kolam olak harus dilakukan peninjauan terhadap dua kondisi yang mungkin terjadi yaitu saat kondisi air normal dan kondisi air banjir. Setiap bangunan diandaikan berdiri sendiri sehingga tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur, maka perhitungan kolam olak menggunakan rumus :
Px={Hx-[LwLx ×Hw]}×γw x-Wx tmin= s γPbatu
dimana : Px
= uplift pressure (t/m2)
Hx
= tinggi muka air di hulu bendung diukur dari titik x (m)
Lx
= panjang creep line sampai titik x (m)
Lw
= panjang creep line total (m)
ΔH
= perbedaan tinggi tekan di hulu dan di hilir bendung (m)
γw
= berat jenis air (1 t/m3)
tmin
= tebal minimum lantai kolam (m)
s
= faktor keamanan untuk :
1,5
= untuk kondisi air normal
1,25
= untuk kondisi air ban jir
Wx
= Tekanan air diatas titik x (t/m2)
γ beton = berat jenis beton (2,4t/m3) 1. Untuk Kondisi Muka Air Normal Diketahui : Hx = 6,50 m Lx = 24,65m L = 33,58 m
Px={Hx-[LwLx ×Hw]}×γw 65 ×209,15 – 204,8 = 4,35 m]}×1 Px={6,50 – [24, 33,58 P =3,31 x-Wx tmin= s∙P γbeton tmin= 1,5∙2,3,431-0 tmin= 2,07 t/m2
Untuk kondisi air normal Wx = 0
m
2. Untuk Kondisi Muka Air Banjir Diketahui : Hx = 11,50 m Lx = 24,65 m L = 33,58 m
Px={Hx - [LwLx ×Hw]}×γw 65 ×209,15 – 204,8 = 4,35 m]}×1 Px={11,50– [24, 33,58 P =8,31 x- Wx tmin= s∙ γPbeton tmin= 1,25∙8,2,341– 5,05 tmin=1,7 m t/m2
Untuk kondisi air banjir Wx = 5,05 t/m 2
Tebal lantai kolam olak dipilih berdasarkan nilai terbesar dari perhitungan kondisi normal dan kondisi banjir, maka diambil tebal lantai kolam olak sebesar 2,07 ~ 2,1 m.
4.4.7
Tinjauan Gerusan di Hilir Bendung
Tinjauan terhadap gerusan bendung digunakan untuk menentukan kedalaman gerusan di hilir bendung. Material yang berada di dasar sungai berupa pasir kasar dengan diameter rata-rata 50 mm. Untuk menghitung kedalaman gerusan digunakan metode Lacey sebagai berikut : f = 1,76 Dm½ = 1,76 x 50 ½ = 12,44
R = 0,47
⁄
⁄ Q 1 3 f
484,505 1 3 = 0,47 12,44
= 1,57 m Dengan angka keamananan 1,5 maka
R =1.5 x 1,57= 2,355 m
Panjang lindungan dari pasangan batu bronjong minimal diambil : L=4xR = 4 x 1,57 = 6,28 ≈ 6,30 m