BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangannya, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan seiring dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pihak pihak tersebut menuntut penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dapat dipercaya. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, digunakanlah jasa auditor sebagai pihak yang secara independen memberikan penilaian terhadap laporan keuangan yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Sebagai pihak yang dipercaya untuk memberikan penilaian secara independen terhadap sebuah laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin dengan menghindari terjadinya kesalahan dalam penilaian. Karena apabila terdapat kesalahan dalam penilaian, maka pihak-pihak yang menggunakan hasil penilaian auditor sebagai seb agai dasar pengambilan pengambila n keputusan. Untuk
meminimalisir
tingkat
kesalahan,
auditor
diharuskan
melakukan
perencanaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami seluk beluk perusahaan yang akan diperiksa laporan lap oran keuangannya, keuangann ya, sehingga penilaian yang dihasilkan tepat guna dan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak terkait di kemudian hari. Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar perencanaan audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan risiko termasuk konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam merencanakan dan melakukan kegiatan audit. Konsep materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dengan konsep ini, auditor menentukan standar hal-hal yang tergolong material atau tidak material. Hal ini menjadi sangat penting karenapendapat yang diberikan auditor merupakan pendapat terhadap hal-hal yang bersifat material saja. Maka ruang lingkup pemeriksaan dan penentuan pendapat yang akan diberikan, bergantung pada interprestasi dan pemahaman auditor terhadap nilai-nilai yang termasuk dalam hal yang material ataupun tidak material. Sedangkan konsep risiko merupakan risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. 1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Materialitas ? 2. Apa saja pertimbangan pendahuluan tentang Materialitas ? 3. Apa yang dimaksud dengan Risiko ? 4. Apa saja jenis-jenis Risiko ? 5. Bagaimana menilai Risiko Audit yang dapat diterima ? 6. Bagaimana
hubungan
Risiko
dengan
bukti
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi Risiko ?
1.3 Tujuan
Secara umum makalah ini bertujuan memberi pemahaman atas konsep materialitas dan risiko. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk : 1. Memberi
pengertian
akan
pentingnya
pemahaman
terhadap
konsep
materialitas dan risiko 2. Membahas secara spesifik tahapan – tahapan dalam proses penerapan dalam konsep materialitas dan risiko 3. Memberi penjelasan mengenai implementasi konsep materialitas dan risiko dalam perencanaan dan pelaksanaan audit.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Materialitas
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam suatu kondisi tertentu. FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan mate ater i alita ali tas s sebagai berikut :
“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang
dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”
Bila definisi FASB dibaca secara seksama akan menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh para auditor dalam menerapkan prinsip materialitaas ini dalam prakteknya. Definisi tersebut menekankan kepada para pengguna laporan yang menyandarkan diri mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai keputusan. Oleh sebab itu, para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak pihak yang akan memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta keputusankeputusan keputusan apakah yang akan dibuat. Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa terdapat suatu salah saji yang material, maka ia akan menunjukannya pada sang klien sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi. Jika sang klien menolak untuk mengoreksi kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan, tergantung pada tingkat materialitas dari kesalahan penyajian tersebut.
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam penerapan materialitas. materialita s. Yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
3
2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini kedalam segmen-segmen 3. Mengestimasi totoal kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen 4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan 5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat meterialitas
Tahap 1 dan 2 dilaksanakan sebagai bagian dari proses perencanaan serta merupakan topik-topik utama dalam pembhasana materialitas (perencanaan tentang rentang uji audit). Tahap 3,4 dan 5 dilaksanakan sebagai bagian dari proses evaluasi hasil-hasil yang diperoleh dari uji-uji audit yang telah dilakukan.
2.2 Menetapkan Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas
Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas
(preliminary
judgment
about
materiality) karena
pertimbangan ini merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan. Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentnag tingkat materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan, pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang materialitas . Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup karena adanya
perubahan
salah
satu
faktor
yang
dipergunakan
dalam
menetukan
pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal ternyata tern yata bernilai terlalu besar atau ata u terlalu rendah.
BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetapan pertimbangan tersebut akan dibahas dalam subbab berikut : 1. Materialitas adalah Konsep yang bersifat Relatif ketimbang Absolut. 4
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin saja bersifat material bagi perusahaan skala kecil, sedangkan kesalahan penyajian dengan jumlah dolar yang sama, bagi perusahaan lainnya yang berskala besar, dapat bersifat tidak tid ak material. Oleh karena itu tidaklah tidak lah mungkin menetapkan panduan atas beberapa nilai dolar untuk pertimabngan awal tentang tingkat materialitas yang dapat diterapkan bagi semua klien audit. 2. Dasar yang diperlukan untuk Mengevaluasi Materialitas. Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif, adalah hal yang wajib untuk memiliki sejumlah dasar pertimbangan agar dapat menentukan apakah kesalahan penyajian tersebut bernilai material. Laba bersih sebelum pajak umumnya merupakan dasar pertimbangan utama yang digunakan untuk menetukan tingkat materialitas karena item ini dianggap sebagai item penting dalam penyediaan informasi kepada para pengguna laporan keuangan. Contohcontoh item yang dijadikan dasar pertimbangan lainnya adalah nilai penjualan bersih, laba kotor, serta total aktiva. Dalam membangun suatu dasar pertimbangan, merupakan hal yang penting pula untuk memutuskan apakah kesalahan saji yang ada, secara material, dapat mempengaruhi kewajaran dari berbagai dasar pertimbangan lainnya yang mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva lancar, total aktiva, kewajiban lancar dan modal pemegang saham. 3. Faktor-faktor Kualitatif yang juga Mempengaruhi Materialitas Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali lebih penting bagi para pengguna laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji jenis lainnya, walaupun jika ternyata nilai dolar dari seluruh salah saji tersebut sama nilainya, contoh:
Nilai-nilai yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebih penting daripada sejumlah nilai yang sama tetapi diakibatkan oleh kekeliruan yang tidak disengaja karena perbuatan kecurangan tersebut merefleksikan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau karyawan lainnya yang terlibat
Kesalahan penyajian yang kecil dapat bersifat material jika terdapat kemungkinan
timbulnya
kewajiban kontrak.
5
berbagai
konsekuensi
atas
sejumlah
Kesalahan penyajian yang sebenarnya tidak material dapat berubah menjadi material jika kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi tren pendapatan.
2.3 Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang Materialitas ke Segmensegmen (Salah saji yang dapat ditoleransi)
Selama masa perencanaan, dapat mengalokasikan materialitas awal pada berbagai segmen dari d ari proses audit. audi t. Alokasi pertimbangan awal tingkat materialitas ke segmen-segmen (tahap ke-2 dalam penerapan materialitas) merupakan hal yang wajib dilakukan karena bukti-bukti audit terkumpul berdasarkan segmen bukannya terkumpul berdasarkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor telah memiliki
pertimbangan
awal
tentang
tingkat
materialitas
tiap
segmen,
pertimbangannya tersebut akan sangat membantu auditor dalam memutuskan bukti audit apa yang yang tepat untuk dikumpulkan. Mayoritas praktisi mengaokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca daripada mengalokasikannya ke akun-akun laporan laba rugi. Sebagian besar slah saji yang terkandung dalam laporan laba rugi memiliki tingkat pengaruh yang sama besar dengan akun-akun neraca, akibat dari berlakunya sistem pembukuan double-entry. Oleh karena itu, auditor dapat mengalokasikan tingkat materialitas baik ke akun-akun laporan laba rugi atau ke akun-akun neraca. Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal tingkat materialitas ini ke saldo akun-akun, maka tingkat materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu dibahas dalam SAS 39 (AU 350) dinyatakan sebagai salah saji yang masih dapat ditoleransi (tolerable misstatment) .
Terdapat tiga kesulitan utama dlam upaya mengalokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca (segmen-segmen): 1. Auditor memiliki ekspektasi bahwa sejumlah akun tertentu mengandung lebih banyak salah saji daripada darip ada akun-akun lainnya lainn ya 2. Baik salah saji lebih (overstatment) maupun salah saji kurang (understatement) harus tetap dipertimbangkan 3. Biaya-biaya audit secara relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
6
ILUSTRASI ALOKASI Tabel 1-1 mengilustrasikan pendekatan alokasi yang dilaksanakan oleh auditor senior,Fran Moore, atas penugasan audit pada Hillsburg Hardware Co. Tabel tersebut mengikhtisarkan akun-akun neraca, menggabungkan sejumlah akun tertentu, serta menampilkan alokasi dari total tingkat materialitas sebesar $737,000 (10% dari nilai pendapatan operasional). Pendekatan alokasi yang dilakukan oleh Moore bagi Hillsburg Hardware Co. Adalah dengan mempergunakan pertimbangan profesional dalam pengalokasian pada akun-akun, dengan mengacu pada dua batasan ketentuan yang dikembangkan oleh KAP Berger dan Anthony: Tabel 1-1 Neraca 31-12-02 (dalam
Salah saji yang masih
ribuan)
Dapat Ditoleransi (dalam ribuan)
Kas
$828
$10 (a)
Piutang Dagang
18,957
442 (b)
Persediaan
29,865
442 (b)
1,377
100 (c)
Aktiva Tetap
10,340
80 (d)
Total Aktiva
$61,367
Utang Dagang
$4,720
180 (e)
Surat Utang-total
28,300
-
Aktiva Lancar Lainnya
Utang upah dan utang atas
(a)
1,470
100 (c)
2,050
-
2,364
120 (c)
8,500
-
pajak upah Utang
bunga
dan
Utang
(a)
Deviden Kewajiban Lainnya Modal
Saham
dan
agio
(a)
modal saham Laba ditahan Total
Kewajiban
dan
Modal
NA= tidak dapat diterapkan 7
13,963
NA (f)
$61,367
$1,474 (f)
a) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil atau nol, karena akun dapat diaudit selengkapnya dengan tingkat biaya audit yang rendah dan tidak diharapkan terdapat suatu salah saji sekecil apapun. b) Nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar karena akun berskala besar dan diperlukan sampling sam pling yang ekstensif untuk untu k mengaudit akun tersebut. terseb ut. c) Sebagai suatu persentasi dari akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar, karena akun dapat diuji dengan pengeluaran biaya yang sangat rendah, barangkali dengan mempergunakan prosedur analitas, jika ternyata salah saji yang masih dapat ditoleransi tersebut bernilai besar. d) Sebagai salah satu persentase dari akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil, karena mayoritas saldo berada dalam akun tanah dan bangunan, yang saldonya masih tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tidak perlu diaudit. e) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai cukup besar karena secara relatif, diperkirakan terdapat sejumlah besar salah saji. f) Tidak dapat diterapkan – laba ditahan merupakan suatu akun residu yang akan dipengaruhi oleh nilai bersih salah saji yang terkandung dalam akun-akun lainnya.
Salah saji yang masih dapat ditoleransi bagi setiap akun tidak boleh melebihi 60% dari nilai pertimbangan awal (60% dari $737,000 = $442,000, dibulatkan) dan total dari seluruh nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi tidak boleh melebihi dua kali nilai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.
Alasan atas ketentuan pertama adalah untuk menjaga auditor agar tidak mengalokasikan seluruh nilai total tingkat materialitas ke dalam satu akun saja. Jika umpamanya, nilai pertimbangan awal sebesar $737,000 dialokasikan semua pada akun piutang dagang, maka suatu salah saji senilai $737,000 yang terdapat dalam akun tersebut akan dinyatakan masih dapat diterima.
Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat ditoleransi, diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama, tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai sebesar nilai slah saji yang masih dapat ditoleransinya. Kedua, beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih (overstated), sementara beberapa akun lainnya cenderung 8
mengandung salah saji kurang (understated), yang mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung cenderun g lebih rendah daripada nilai n ilai total materialitas.
Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan akun-akun mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah saji yang terjadi tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang. Oleh karena itu, merupakan suatu pertimbangan profesional yang sulit untuk melakukan alokasi atas pertimbangan awal tentang tent ang tingkat materialitas materialit as kepada masing-masing masing-mas ing akun. Sehingga banyak kantor akuntan publik mengembangkan suatu panduan yang ketat serta berbagai metode statistika statis tika yang canggih untuk untu k melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag tingkat materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor memutuskan jenis bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.
2.4 Mengestimasi
salah
saji
dan
Membandingkan
dengan
Pertimbangan
Pendahuluan
Dua langkah pertama dalam menerapkan konsep materialitas melibatkan perencanaan, yang juga ju ga merupakan perhatian utama kita dalam bah ini. Tiga langkah lan gkah terakhir dihasilkan dari pengujian audit yang dilakukan. Ketika para auditor melakukan prosedur audit untuk setiap bagian pengauditan mereka menyimpan kertas kerja dari semua salah saji yang ditemukan. Salah saji dalam suatu akun dapat berbentuk satu dari dua jenis ini, yaitu salah saji yang diketahui, dan salah saji yang mungkin. Salah saji yang diketahui adalah salah saji di mana auditor dapat menentukan jumlah salah saji dalam akun tersebut. Sebagai contoh, ketika mengaudit aset tetap, auditor mungkin mengidentifikasi adanya kapitalisasi aset yang disewa yang seharusnya dibebankan karena merupakan kegiatan sewa operasi.
Terdapat dua jenis salah saji yang mungkin digunakan
Pertama, salah saji yang muncul karena adanya perbedaan antara penilaian manajemen dan penilaian auditor mengenai estimasi saldo akun. Contohnya adalah
9
perbedaan dalam estimasi saldo akun penyisihan piutang tak tertagih atau liabilitas garansi. Yang kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel yang diambil dari populasi. Misalnya, anggaplah auditor menemukan enam salah saji yang dilakukan klien dalam 200 sampel ketika sedang menguji biaya persediaan. Auditor menggunakan salah saji tersebut untuk memperkirakan total salah saji yang mungkin dalam akun persediaan . Jumlah total salah saji tersebut dinamakan estimasi atau “proyeksi” atau “ekstrapolasi” karena hanya berdasarkan sampel, bukan berasal
dari populasi, yang diaudit. Salah saji estimasi atau proyeksi diharuskan dalam PSA 26 (SA 350) dan kemudian gabungan salah saji yang mungkin dibandingkan dengan materialitasnya . Tidak seperti halnya kas, salah saji untuk akun piutang dagang dan persediaan berdasarkan pada sampel. Auditor menghitung salah saji yang mungkin untuk akun piutang dagang dan akun persediaan menggunakan salah saji yang diketahui yang terdeteksi dari sampel tersebut. Untuk mengilustrasikan perhitungan tersebut; anggaplah bahwa dalam pengauditan persediaan, auditor menemukan salah saji bersih senilai Rp3.500.000 dari sampel senilai Rp50.000.000, dari total populasi senilai Rp450.000.000. Salah saji senilai Rp3.500.000 merupakan salah saji yang diketahui. Untuk menghitung estimasi salah saji yang mungkin untuk total populasi Rp450.000.000, auditor membuat proyeksi langsung dari salah saji yang diketahui dari sampel ke populasi dan kemudian menambahkan estimasi untuk sampling error.
Perhitungan proyeksi langsung estimasi salah saji adalah sebagai berikut. Salah saji bersih dalam sampel (Rp3.500.000) x Total nilai populasi yang tercatat (Rp450.000.000) = Total sampel (Rp50.000.000) = Proyeksi langsung estimasi salah saji (Rp31.500.000)
(Perlu dicatat bahwa proyeksi langsung atas kemungkinan salah saji untuk akun piutang dagang Rp12.000.000 tidak diilustrasikan)
Estimasi kesalahan sampel (sampling error) terjadi karena auditor hanya mengambil sampel dari sebagian populasi sehingga terdapat risiko bahwa sampel tersebut tidak secara akurat menggambarkan populasi. Dalam contoh sederhana ini, 10
kita mengasumsikan estimasi kesalahan sampel adalah 50 persen dari proyeksi langsung atas jumlah salah saji untuk akun-akun yang digunakan dalam pengujian sampel tersebut (piutang dagang dan persediaan). Tidak ada kesalahan sampel untuk kas karena jumlah total salah saji diketahui, bukan diestimasi.
Contoh Jumlah Estimasi Salah Saji Akun
Nilai salah saji
Proyeksi
Sampling
yang
langsung
Error
dapat
Total
ditoleransi Kas
$4,000
$0
$NA
$0
Piutang dagang
20,000
12,000
6,000
18,000
Persediaan
36,000
31,500
15,750
47,250
$43,500
$16,800
$60,300
Total
nilai
estimasi
salah
saji Pertimbangan awal
$50,000
tentang
tingkat materialitas
2.5 Risiko
Risko adalah penerimaan auditor bahwa ada tingkat ketidakpastian tertentu dalam melaksanakan fungsi audit. Sebagai contoh, auditor mengakui ketidakpastian yang
melekat
tentang
ketepatan
bukti,
ketidakpastian
tentang
keefektifan
pengendalian internal klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar ketika audit selesai dilakukan. Auditor yang efektif akan mengakui bahwa memang ada risiko dan akan menangani risiko tersebut dengan cara yang tepat. Sebagian besar risiko yang dihadapi auditor sulit diukur serta membutuhkan pertimbangan yang cermat sebelum auditor dapat merespons dengan tepat. Merespons risko – risiko ini dengan baik sangat menentukan dalam mencapai audit yang bermutu tinggi.
11
Perbedaan antar siklus: Siklus
Siklus
Siklus
Siklus
Siklus
Penjualan
Pembelian
Pengajian
Persediaan
Perolehan
dan
dan
dan
dan
dan
Penagihan
Pembayran
Personalia
Pergudangan
Pembayar an Kembali Modal
A Penilaian
Memperkira
Memperkira
kan
kan banyak akan
n
ekspektasi salah beberapa
salah saji
sedikit
salah saji
sedikit
saji yang
salah saji
(tinggi)
salah saji
(tinggi)
salah saji
material
(sedang)
auditor atas
Memperkir Memperkiraka Memperki banyak rakan
(rendah)
(rendah)
sebelum mempertimbang kanpengendalian internal (risiko inheren) B
Penilaian
Keefektifan
auditor
Keefektifan
Keefektifa
Keefektifan
Keefektifa
tinggi
n tinggi
rendah
n sedang
(sedang)
(rendah)
(rendah)
(tinggi)
(sedang)
Kesediaan
Kesediaan
Kesediaan
Kesediaan
Kesediaan
rendah
rendah
rendah
rendah
(rendah)
(rendah)
(rendah)
(rendah)
atas sedang
keefektifan pengendalian internal
untuk
mencegah
atau
mendeteksi salah saji yang material
(risko
pengendalian) C
Kesediaan auditor
untuk rendah
membiarkan
(rendah)
salah saji yang material
tetap 12
ada
setelah
menyelesaikan audit
(risiko
audit yang dapat diterima) D Perencanaan
Level
Level
Level
Level tinggi
Level
luas bukti yang sedang
sedang
rendah
(rendah)
sedang
akan
(sedang)
(tinggi)
(sedang)
(sedang)
dikumpulkan auditor
(risiko
deteksi
yang
direncanakan)
Auditor menangani
risiko dalam merencankan pengumpulan bukti audit
terutama dengan menerapkan model risiko audit.
Model risiko audit membantu
auditor memutuskan seberapa banyak dan jenis bukti apa yang harus dikumpulkan dalam setiap siklusnya. Model ini dinyatakan sebagai berikut:
=
X CR
Dimana: PDR
= risko deteksi yang direncanakan ( planed planed detection risk )
AAR
= risko audit yang dapat diterima (accepteable audit risk)
IR
= risko inheren (inheren risk )
CR
= risiko pengendalian (control risk)
13
2.6 JENIS -JENIS RISIKO
planed detection risk ) 1. Risiko deteksi yang direncanakan direncanakan ( planed
adalah risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen akan gagal mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat ditoleransi. Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan dikumpulkan auditor, yang besarnya berlawanan dengan risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko deteksi yang direncanakan dikurangi, auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mencapai rencana pengurangan risiko itu.
2. Risiko inheren (inheren risk )
adalah mengukur penilaian auditor atas kemungkinan adanya salah saji (kekeliruan atau
kecurangan)
yang
material
dalam
segmen,
sebelum
memperhitungkan
keefektifan pengendalian internal. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan besar akan ada salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko inheren adalah tinggi dan auditor biasanya juga menugaskaan staf yang lebih berpengalaman pada bidang itu serta mereview pengujian audit yang yan g telah selesai secara lebih lebi h menyeluruh.
3. Risiko pengendalian (control risk )
adalah mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji yang melebihi jumlah yang dapat ditoleransi dalam suatu segmen akan dicegah atau terdeteksi secara tepat waktu oleh pengendalian internal klien. Auditor harus
memahami pengendalian
internal yang ada, mengevaluasi seberapa baik pengendalian internal yang ada, mengevaluasi seberapa baik pengendalian tersebut berfungsi, serta menguji kefektifannya.
4. Risiko audit yang dapat diterima (accepteable audit risk)
Adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tenapa pengecualian telah dikeluarkan. Apabila auditor memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang lebih rendah, auditor ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan tidak disalahsajikan secara material. Risiko nol berarti yakin sekali, dan risiko sebesar 100 persen berarti sama sekali sekal i tidak yakin. 14
2.7 Menilai Risiko Audit Yang Dapat Diterima
Auditor sebaiknya harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima bagi suatu audit selema perencanaan audit. Pertama auditot memutuskan risiko penugasan dan kemudian menggunakan risiko penugasan ini untuk memodifikasi risiko audit yang dapat diterima. Risiko Penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau kantor
akuntan publik akan menderita kerugian setelah audit selesai,walaupun laporan audit sudah benar. Resiko penugasan berkaitan erat dengan risiko bisnis klien. Contoh, jika klien mengumumkan kepalitan setelah audit selesai,kemungkinan diajukannya gugatan hukum terhadap kantor akuntan publik sangatlah besar, meskipun mutu audit itu baik. Apabila auditor memodifikasi bukti untuk risiko penugasan, hal itu dilakukan melalui pengendalian risiko audit yang dapat diterima. Hasil riset menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi risiko r isiko penugasan dan karena mempengaruhi juga risiko audit yang dapat diterima. Dari faktor-faktor tersebut hanya tiga yang dibahas disini yaitu: derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan, kemungkinan bahwa klien akan mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit dikeluarkan,serta integritas manajemen.
1. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
Jika pemakai eksternal sangat bergantung pada laporan keuangan, maka tepat untuk mengurangi risiko audit yang dapat diterima. Jika laporan keuangan sangat diandalkan, mungkin saja timbul kerugian sosial yang besar jika salah saji yang signifikan dalam laporan keuangan tetap tidak terdeteksi. Auditor dapat dengan mudah menjelaskan biaya yang timbul untuk memperoleh bukti tambahan jika kerugian yang diderita para pemakai akibat salah saji yang material ini cukup besar.
Ada beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik mengenai derajat ketergantungan pemakai ekstern pada laporan keuangan : a) Ukuran klien, semakin besar operasi klien, semakin luas pemakaian laporan keuangan. Ukuran klien, yang diukur menurut total aktiva atau total pendapatan, akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima. 15
b) Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan terbuka umumnya diandalkan oleh lebih banyak pemakai ketimbang laporan keuangan perusahaan tertutup. Bagi perusahan ini, pihak-pihak yang berkepentingan mencangkup SEC, para analis keuangan serta masyarakat umum. c) Sifat dan jumlah kewajiban. Apabila dalam laporan keuangan terdapat kewajiban berjumlah besar, laporan keuangan kemungkinan besar akan digunakan secara luas oleh kreditor aktual maupun calon kreditor. 2. Kemungkinan bahwa klien akan mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit dikeluarkan
Jika klien terpaksa mengajukan permohonan kebangkrutan akan menderita kerugian yang besar setelah audit selesai, auditor menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk membela mutu audit .
Auditor memprediksi kegagalan keuangan sebelum terjadi. Ada beberapa faktor a) Posisi likuiditas. Jika klien mengalami kekurangan kas serta modal kerja, hal ini mengidentifikasi ada masalah dalam membayar tagihan dimasa depan. b) Laba (rugi). Jika suatu perusahaan mengalami penurunan laba atau kenaikkan kerugian yang pesat selama beberapa tahun, auditor harus mengetahui masalah solvensi yang mungkin dihadapi klien dimasa depan. c) Metode pembiayaan pertumbuhan. Jika klien mengandalkan utang sebagai alat pembiayaan, semakin besar bes ar risiko kesulitan keuangan. keuan gan. d) Sifat operasi klien. Jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang lebih besar dari yang lain. e) Kompetensi manajemen. Manajemn yang berkompeten selalu waspada terhadap potensi kesulitan kesulita n keuangan dan akan memodifikasi memodif ikasi metode operasinya. operasin ya.
3. Evaluasi auditor atas integritas i ntegritas manajemen
Perusahaan yang memiliki integritas yang rendah sering kali menjalankan urusan bisnisnya dengan cara yang menimbulkan konflik dengan para pemegang saham, pembuat peraturan, serta pelanggan.
16
Metode yang Digunakan Digunakan untuk Menilai Risiko Audit yang Dapat Diterima Diterima
Faktor-faktor
Ketergantungan pemakaian eksternal
- Menalaah laporan keuangan, termasuk catatan kaki
Pada laporan keuangan
- Membaca notulen rapat dewan direksi untuk Menentukan masa depan -
Menalaah formulir 10k untuk perusahaan terbuka
-
Membahas
rencana
pembiayaan
dengan
manajemen
Kemungkinan terjadinya kesulitan Keuangan
- Menganalisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio serta prosedur analitis lainnya -
Menalaah
laporan
arus
kas
historis
yang
diproyeksi Untuk mempelajari sifat arus kas masuk dan arus kas keluar
Integritas manajemen
- Mengikuti prosedur tentang penerimaan dan kelanjutan klien
2.8 Menilai Risiko Inheren
Pencantuman risiko inheren pada model risiko audit adalah salah satu konsep terpenting dalam auditing. Auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor-faktor utama ketika menilai risiko inheren : a) Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun-akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Risiko inheran mungkin sangat bervariasi dari satu bisnis ke bisnis lain nya untuk akun akun seperti persedian, piutang usaha dan pinjaman. b) Hasil audit sebelumnya
17
Salah saji dalam audit tahun sebelumnya dapat saja terjadi lagi dalam audit tahun berjalan, karena banyak jenis salah saji yang bersifat sistematis dan organisasi sering kali lamban dalam mengadakan perubahan untuk menghilangkan salah saji tersebut. c) Penugasan awal versus penugasan berulang
Auditor akan memperoleh pengalaman tentang kemungkinan salah saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Kebanyakan auditor menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan menguranginya pada tahun berikutnya setelah memahami mema hami klien. d) Pihak-pihak yang terkait
Transaksi antara perusahaan induk dan perusahaan anak, serta antara manajemen dan entitas perusahaan ini adalah contoh transaksi dengan pihak yang terkait. e) Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat
Banyak saldo akun, antara lain penyisihan piutang tak tertagih, persedian yang usang, kewajiban pembayaran garansi, pergantian aktiva versus pergantian parsial, serta cadangan kerugian pinjajaman. Karena saldo dan transaksi ini membutuhkan pertimbangan, kemungkinan salah saji meningakat, dan akibatnya auditor harus memperbesar risiko inheren. f) Unsur-unsur Populasi
Setiap
item-item
yang
membentuk
total
populasi
sering
kali
juga
mempengaruhi ekspektasi auditor mengenai salah saji yang material. g) Faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang dan Misapropriasi aktiva
Auditor bertanggung jawab untuk menilai risiko pelaporan keuangan yang curang seta mispropriasi aktiva. Untuk risiko pelaporan keuangan yang curang dan risiko misapropsiasi aktiva, auditor berfokus pada bidang-bidang tertentu yang risiko kecurangan nya lebih tinggi seta merancang prosedur audit untuk mengubah pelaksanaan audit secara sec ara keseluruhan untuk merespon risiko tersebut. terse but.
18
2.9 Hubungan Risiko Dengan Bukti Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko
Untuk memodifikasi bukti audit, ada dua cara dimana auditor bisa mengubah audit untuk merespons risiko, misalnya: 1. Perjanjian itu mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor akuntan publik harus mempunyai staf yang bermutu, tetapi untuk klien dengan risiko audit rendah bisa diterima, perhatian khusus diberikan dalam pemilihan staf. 2. Perjanjian akan ditelaah kembali lebih teliti daripada biasanya. Kantor akuntan publik harus haru s yakin bahwa arsip audit yang mendokumentasikan mendoku mentasikan rencana ren cana audit, audi t, akumulasi bukti audit dan kesimpulan dan masalah lain dalam audit telah
19
ditelaah dengan memadai. Saat risiko audit yang bisa diterima itu rendah, seringkali ada ulasan oleh personil yang tidak ditugaskan ke perjanjian itu.
Baik risiko pengendalian maupun risiko inheren umumnya ditentukan bagi setiap siklus, setiap akun dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan bagi keseluruhan penugasan audit. Pengendalian intern memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi untuk sejumlah akun yang terkait dengan saldo daripada atas akun-akun yang terkait dengan aktiva tetap. Risiko pengendalianpun akan berbeda bagi akunakun yang berbeda pula tergantung pada tingkat efektivitas pengendalian yang ada. Beberapa auditor menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang sama dengan tingkat akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi setiap segmen auditnya. Sejumlah auditor lain menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang lebih tinggi bagi setiap segmen. Argumentasinya adalah adanya pengaruh interaksi-interaksi dari beragam akun dan transaksi yang menyusun laporan keuangan serta sinergi dari serangkaian uji-uji berganda. Dengan kata lain, jika seluruh segmen audit dapat diselesaikan pada tingkat risiko akseptibilitas audit tertentu,maka auditor dapat memiliki keyakinan bahwa risiko audit atas keseluruhan laporan keuangan dapat ditetapkan pada tingkat yang lebih rendah. Karena tingkat risiko pengendalian dan tingkat risiko inheren sangat bervariasidari satu siklus ke siklus yang lain, adri satu akun ke akun yang lain, atau dari satu tujuan ke tujuan yang lain, maka tingkat risiko deteksi terencana serta jumlah bukti audit yang direncanakanpun diren canakanpun menjadi bervariasi. be rvariasi.
Pemakai yang dapat ditentukan sebelumnya
Risiko kecurangan bisa dinilai untuk seluruh audit atau persiklus, akun dan tujuan. Umpamanya sebuah insentif kuat untuk manajemen agar memenuhi harapan pendapatan yang cukup agresif bisa mempengaruhi audit sedangkan kerentanan terhadap pencurian persediaan bisa mempengaruhi akun persediaan. Baik untuk risiko kecurangan laporan keuangan dan risiko penyalahgunaan aktiva, fokusnya berada pada area khusus dari mwningkatnya mwningkatn ya risiko kecurangan kecuran gan dan merancang merancan g prosedur audit atau mengubah seluruh perilaku audit untuk merespon risiko tersebut.
20
Mengaitkan Nilai Salah Saji yang masih dapat ditoleransi dan risiko-risiko kepada Tujuan Audit yang Terkait dengan Saldo
Para auditor dapat mengasosiasikan sebagian besar risiko pada tujuan audit yang berbeda dengan efektif. Contohnya, tingkat keusangan persediaan kemungkinan besar tidak tid ak akan mempengaruhi tujuan audit au dit lainnya lain nya selain dari tujuan tuj uan audit aud it atas nilai yang terealisasi.
Batasan-batasan pengukuran
Satu batasan utama dalam penerapan model risiko audit ini adalah kesulitas pengukuran berbagai komponen model. Penilaian atas risiko akseptibilitas audit, risiko inheren, dan risiko pengendalian, serta selanjutnya atas risiko deteksi terencana sangatlah subyektif dan terdiri dari sejumlah perkiraan terbaik. Untuk mengimbangi masalah pengukuran, sebagian besar mempergunakan istilah-istilah pengukuran yang lebar dan subyektif, seperti rendah, sedang dan tinggi. Tabel 9-6 menempilkan bagaimana cara para auditor mempergunakan informasi yang diperoleehnya diperoleehn ya untuk memutuskan nilai bukti audit yang dikumpulkan.
Hubungan Risiko dengan Bukti Audit Situasi Risiko akseptibilitas
Risiko
Risiko
Risiko
Jumlah
Inheren
pengendalian
Deteksi
Bukti yang
Rencana
Diperlukan
audit
1
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
2
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
3
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
4
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
5
Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih memperhatikan masalah underauditing, karena dapat membawa kantor akuntan publik pada kewajiban hukum serta kehilangan reputasi profesionalnya. Untuk menghindarkannya para auaditor umumnya melakukan penialaian risiko secara konservatif.
21
Hubungan antara risiko, materialitas, dan bukti audit
Konsep-konsep materialitas dan risiko dalam auditing sangat terkait erat dan tak terpisahkan. Risiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitasadalah suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran tertentu.
2.10
Mengevaluasi Mengevaluasi Hasil
Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti audit, hasilnya dapat juga dinyatakan dalam versi evaluasi model risiko audit. Model risiko audit untuk mengevaluasi hasil-hasil audit dinyatakan dalam SAS 107 sebagai berikut: AcAR = IR x CR x AcDR
Dimana: AcAR = Achieved audit risk (risiko audit yang dicapai). Ukuran risiko yang sudah
diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan keuangan disalahsajikan secara material setelah auditor mengumpulkan bukti audit. IR = Inherent risk (risiko inheren). Faktor risiko inheren yang sama yang dibahas
dalam perencanaan kecuali sudah direvisi karena ada informasi baru. CR = Control risk (risiko pengendalian). Juga risiko pengendalian yang sama yang
telah dibahas sebelumnya kecuali sudah direvisi selama audit. = Achieved detection risk (Risiko deteksi yang dicapai). Ukuran risiko bahwa AcDR = bukti audit aud it untuk suatu segmen tidak mendeteksi mend eteksi salah saji yang melampaui salah s alah saji yang dapat ditoleransi, jika salah saji semacam itu memang ada. Rumusan itu menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke tingkat yang dapat diterima:
22
1. Mengurangi risiko inheren. Karena risiko inheren dinilai oleh auditor berdasarkan keadaan klien, penilaian ini dilakukan selama tahap perencanaan dan biasanya tidak diubah kecuali terungkap fakta-fakta baru selama berlangsungnya audit. 2. Mengurangi risiko pengendalian. Penilaian risiko pengendalian dipengaruhi oleh pengendalian internal klien serta pengujian yang dilakukan auditor terhadap pengendalian tersebut. te rsebut. Auditor dapat dap at mengurangi risiko risi ko pengendalian dengan d engan menguji secara lebih ekstensif pengendalian jika klien memiliki pengendalian yang efektif. 3. Mengurangi risiko deteksi yang dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantif. Auditor mengurangi risiko deteksi yang dicapai dengan mengumpulkan bukti dengan menggunakan prosedur analitis, pengujian substantif atas transaksi, dan pengujian atas rincian rinci an saldo. Merevisi Risiko dan Bukti
Auditor harus sangat berhati-hati sewaktu mengambil keputusan, berdasarkan bukti yang dikumpulkan, bahwa penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren ditetapkan terlalu rendah atau risiko audit yang dapat diterima diterapkan terlalu tinggi. Dalam keadaan seperti ini, auditor harus mengikuti pendekatan dualangkah: 1. Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat. Jika auditor mengetahui bahwa penilaian awalnya tidak tetap tetapi dibiarkan tidak berubah, itu melanggar standar kemahiran. 2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti, tanpa menggunakan model risiko audit. Riset di bidang auditing menunjukkan bahwa, jika risiko risik o yang sudah s udah direvisi digunakan dalam model risiko audit audi t untuk menentukan men entukan risiko deteksi yang direncanakan yang baru, ada bahaya penambahan bukti tidak akan mencukupi. Sebaliknya, auditor harus mengevaluasi secara cermat implikasi revisi risiko serta memodifikasi bukti dengan tepat, tanpa menggunakan model risiko audit.
23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam penerimaan jenis laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti-bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan. Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau kelompok asersi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Auditing dan Jasa Assurance, Edisi 12, Penerbit Erlangga, Jakarta : 2008
25