PENDAHULUAN
Sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah mengajak umat manusia untuk memeluk agama islam, Amar Makruf Nahi Munkar (berbuat yang aik dan mencegah yang buruk) berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sahih sehingga hidup manusia selamat, bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Maka dari itu, orang-orang yang berada dalamnya haruslah memahami Muhammadiyah serta mengaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
Data statistik UN Milenium Project tahun 2005 membuktikan bahwa lebih dari 1 miliar penduduk dunia yang hanya memiliki pendapatan kurang dari 1 U$ dollar perhari yang artinya hampir separuh penduduk dunia terjerembab dalam lembah kemiskinan. Sepertihalnya Indonesia yang penduduknya berada di bawah garis kemiskinan yang mayoritas ialah umat muslim. Kemiskinan yang melanda negeri ini disebabkan oleh peningkatan pemurtadan dimana-mana. Akibat dari kemiskinan ini, potensi sumber daya manusia kita semakin lumpuh, kreatifitas dan daya saingnya mandul. Sebagai bangsa yang besar, kita tidak memiliki harga diri di mata dunia masyarakat Internasional.
Muhammadiyah sebagai bagaian dari bangsa ini menyadari bahwa kondisi seperti diatas tidak dapat dikerjakan sendiri, melainkan mengajak seluruh elemen masyarakat, bekerjasama dengan organisasi atau kelompok yang lainnya yang memiliki tujuan yang sama dalam memberantas kemiskinan. Ajaran yang secara praktis diteladankan KH Ahmad Dahlan dengan gemar mengasihi dan menyatuni mustadi'afin adalah upaya penyelamatan moral bangsa.
MUSTAHIQ ZAKAT DALAM AL-QURAN DAN AS-SUNAH
Allah telah menciptakan apa yang ada di langit dan dibumi untuk diambil dan dinikmati manfaatnya. Kasb adalah upaya menambah nilai sehingga melahirkan nilai tambah. Pada tingkat pertama, kasb manusia hanyalah mengumpulkan dan pada tingkatan berikutnya, memelihara, mengola dan melestarikan. Nilai tambah seseorang sangat tergantung dari kasb-nya masing-masing.
Dalam surat At-Taua=bah : 60 penerima zakat dapat dikelompokan berdasarkan penyebabnya dalam dua kelompok besar, yaitu pertama kategori ketidak mampuan dan ketidak berdayaan. Kelompok pertama yang masuk dalam kategori ini dapat dibedakan pada dua hal yaitu 1) Ketidakmampuan dalam bidang ekonomi (fakir, miskin, gharim dan ibn sabil); 2) ketidakberdayaan dalam wujud ketidabebasan (riqab). Kedua, kemaslahatan umum umat islam. Mustahiq bagian dua ini mendapatkan dana zakat bukan ketidak mampuan finansial tetapi untuk kepentingan umum umat islam. Yang termasuk dalam golongan ini ialah amil, muallaf fi sabilillah. Pada kelompok dua ini diberikan zakat berdasarkan jasa atupun kegiatannya. Artinya meskipun dilihat dari perorangan yang terlibat di dalamnya tergolong orang yang mampu atau berkecukupan, maka amil dan muallaf tersebut mendapatkan dana zakat sebagai kompensasi dari jasanya.
Yatim dan Yatim Piatu
Anak yatim ialah anak yang ditinggal mati oleh orangtua laki-laki dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Jika sudah dewasa, dia tidak dapat disebut yatim. Yatim piatu adalah anak-anak yang ditinggalkan oleh ayah dan ibunya ketika masih kecil dan hal ini hanyalah musibah karna ditinggal oleh ayah dan ibunya. Karna hal berat ini, maka keluarga terdekatnya harus mengurusnya dengan sebaik-baiknya. Jika sudah ada keluarga dekat yang mengurusnya, maka keluarga dekat yang lain jatuh kewajibannya secara fiqih. Namun, apabila tidak ada yang mengurusnya maka seluruh masyarakat menanggung dosa kolektif dari keabaian masyarakat terhadap yatim/ yatim piatu. Disinilah Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan dan sosial dapat mengambil peran untuk terwujudnya amalan-amalan islam dalan setiap keluarga dan masyarakat.
Fakir dan Miskin
Orang miskin di samping tidak mampu di bidang finansial, mereka juga tidak memiliki pengetahuan dan akses. Tetapi sebagian lain mengatakan bahwa fakir itu lebih melarat dari pada miskin. Untuk mencapai tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat miskin keluar dari krisis yang menghimpit mereka, maka di samping dana zakat yang diberikan bersifat konsumtif dan produktif, juga dapat dipergunakan untuk program yang mengarah pada upaya-upaya mendapatkan hak kaum miskin.
Gharim
Pemahaman gharim sebagian besar literatur tafsir atau fiqig dibatasi pada orang-orang yang memiliki hutang untuk keperluannya sendiri dan dana dari zakat diberikan untuk membebaskannya dari hutang. Namun, beberapa pendapat membedakan dalan dua hal yaitu orang yang berhutang untuk keperluan sendiri dan berhutang untuk keperluan orang lain. Aliran Syafi'iyyah menyatakan bahwa gharim meliputi hutang karena mendamaikan dua orang yang bersengketa, hutang untuk keperluan sendiri dan hutang karna menjamin orang lain (Al-jaziri, 625-626).
Muallaf
Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang yang baru masuk islam. Namun, dilihat dari sejarahnya, pada masa awal islam, muallaf yang diberikan zakat terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu orang kafir yang diharapkan dapat masuk islam dan orang islam yang terdiri dari pemuka Muslim yang disegani orang-orang kafir, muslim yang masih lemah imannya agar konsisten dalam keimanannya , muslim yang berada di daerah musuh. Menurut aliran Syafi'iyyah muallaf ialah 1) Muslim yang imannya lemah, agar menajdi kuat; 2) pemuka masyarakat yang masuk islam dan diharpakn dapat mengajak kelompoknya masuk islam; 3) muslim yang kuat imannya dan dapat mengamankan dari kejahatan; 4) orang yang dapat menghambat tindakan jahat orang yang tidak mau berzakat.
Pemberian zakat kepada muallaf bertujuan agar umat islam merasa nyaman dan terjauh dari tindakan anarkis kelompok agama lain. Meskipun ada perbedaan muallaf yang diberi, tatpi tujuannya sama yaitu untuk menjaga umat islam tetap dalam keyakinannya dan menjauhkannya dari kelompok yang dapat mengganggu dan merusak.
Amil
Muhammad Rasyid Rida mengemukakan maksud dari amil pada ayat adalah mereka yang ditugaskan oleh pemerintah atau yang mewakilkannya untuk melaksanakan pengumpulan zakat, menyimpan atau memelihara, termasuk para pengelola dan petugas adminitrasinya.
Riqab
Dalam sejarahnya sebelum islam datang, riqab terjadi karena sebab tawanan perang. Oleh sebab itu, ada beberapa cara yang digunakan untuk membantu memerdekakan budak, seperti saksi dari beberapa pelanggaran terhadap aturan islam. Harta zakat pun diperuntukan bagi budak yang masuk islam untuk mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai manusia merdeka.
Sabilillah
Sabilillah pada masa awal dipahami dengan jihad fi sabilillah, namun dalam perkembangan-perkembangannya sabilillah tidak hanya terbatas pada jihad, tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat islam. Dalam beberapa literatur secara eksplisit ditegaskan bahwa sabillilah tidak tetap dipahami jihad, karena katanya umum, jadi termasuk semua kegiatan yang bermuara pada kebaikan seperti mendirikan benteng, memakmurkan masjid, termasuk mayat. Bahkan termasuk di dalamya para ilmuan yang melakukan tugas untuk kepentingan umat islam, meskipun secara pribadi ia kaya.
Ibn Sabil
Ibn Sabil sebagai penerima zakat sering dipahami dengan orang yang kehabisan biaya di perjalanan ke suatu tempat bukan untuk maksiat. Tujuan pemberian zakat untuk mengatasi ketrelantaran meskipun di kampung halamannya ia termasuk mampu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa islam memberikan perhatian kepada orang terlantar. Penerima zakat ini disebabkan oleh ketidak mampuan sementara.
MUHAMMADIYAH DAN KEMISKINAN
Sejak didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, mindset Muhammadiyah adalah sebagai gerakan pembaruan dengan ciri memadukan ortodoksi dan ortoproksi. Gerakan pembaruan dengan kembali ke Al-Quran dan Hadits yang dilambari pembacaan kritis dan teopraksi atas surat al-Ma;un adalah upaya merespon realitas dan problem social yang kompleks. Karena itu, [embacaan terhadap Al-Qur'an dan Hadits mutlak harus diikuti komitmen untuk melakukan erubahan dan pembebasan terhadap masalah kemanusaan demi mendukung terciptanya masyarakat berkeadlian. Sebab, dalam islam adalah liberating force, kekuatan pembebas dari penindasan dan ketertindasan.
Muhammadiyah adalah institusi dan institusional teologi Al-Ma'un yang diharapkan peduli pada kaum mastadl'afin dalam mengikis barbagai problema social. Mustad'afin tak lain orang yang lemah, baik karena dilemahkan maupun karena dirinya memang lemah. Mustadl'afin juga dapat diterjemakan sebagai yang tertindas (tha oppressed).
Dengan berbasis teologi surat Al-Ma'un, Kiai Dahlan ingn membumikan tafsir itu dalam praktis social dengan pemihakan terhadap kaum mustadl'afin, dluafa, masakin, dan anak yatim. Konsep itu mengilhami Mummadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan, panti asuhan, rumah sakt, dan tempat-tempat layanan social lainnya.
Melalui pendidikan, dari taman kanak-kanak hingg perguruan tinggi, Muhammadiyah diaki atau tidak telah membantu dan mendukng pencrahan masyarakat tanpa pandang bulu. Di bidang pendidikan, orang beragama lain boleh dan tidak dilaran belajar di sekolah Muhammadiyah. Pendrian rumah sakt dan panti asuhan jga merpakan kepedulian sekalgus sumbangan bagi kepentingan umat.
Keberadaan Muhammadiyah tentu amat relevan jika disandingkan dengan realitas kemanusiaa di negeri ini juga di Negara-negara lainnya yang selalu menyajikan tontonan memilukan. Kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitasn hidup menghiasi kehidupan keseharian. Orang-orang yang miskin, menderita, tertindas, terperas, dan terpinggirkan kian hari kian bertambah. Peradaban manusia di penuhi sosok manusia yang miskin, lapar makan dan lapar keadilan. Sejarah manusia menunjukankemiskinan bukan sekedar fakta kemiskinan. Kemiskinan kita tak bisa dilepaskan dari penindasan, perampaan hak, yang membuat enderitaan, menorehkan kesedihan, keperihan, dan luka mendalam lahir batin.
Ignacio Ellacuria (1996) menyodorkan gambaran rakyat yang tertindas (the crufied people) sebagai tubuh kolektif (collective body) yang meruakan mayoritas umat manusia. Dalam sejarahnya, mereka ditindas kelompo minoritas pemegang kekuasaan, dengan menggunakan kekuasaan serta tatanan kekuasaan yang dibuat untuk memuaskan kepentingan sendiri. Penindasa dilakukan kelompk kecil yang tidak peduli terhadap orang lain tanpa malu menikmati hidup dalam kelimpahan hasil merampas hak orang lain.
Eksistensi masyarakat tertindas disuatu Negara dapat dilihat sebagai manifestasi penyelenggaraan kekuasaan yang timpang. Penindasan rakyat kecil, penggusuran, dan perang saudara merupakan kekejaman yang mengakibatkan korban. Korban-korban kejahatan manusia atau struktur ekonomi politik maupun bidang lain adalah bagian dari rakyat tertindas.
Sementara Jon Sobrino (1993) menelaah keberadaan orang miskin sebagai rakyat tertindas dalam dua perpektif. Pertama, pada tataran factual, kemiskinan didunia ketiga ternyata tidak hanya menyebaban pendderitaan tak berkesudahan, tetapi juga kematian manusia sebelum waktunya. Penidasan sistematis dan konflik bersenjata telah memperburuk stuasi mereka yang tertindas. Kedua, pada tataran historis-etis penderitaan kaum miskin dan tertindas itu disebabkan oleh struktur yang tidak adil, baik ditingkat local maupun global, yang lebih jauh telah menghasilkan kekerasan melembaga (institunalzed) dan korbannya pertama-tama adalah mereka yang lemah da miskin.
Parahnya, rakyat miskin dan tertindas itu justru dianggap hin, direndahkan, dicaci maki, dijadikan sasaran tuduhan sebagai penyebab keresahan dan kerusuhan, sampah masyarakat, pengacau dan perusak keindahan tata kota (blaming the victim). Mereka tidak diperhitungkan, bahkan tidak dianggap subjek ditengah masyarakat, kecuali oleh kepentingan pemegang kekuasaan yang perlu melibakan rakyat miskin sebagai objek pemenuhan syarat legitimasi politiknya. Orang miskin seperti domba yang harus di seret kesana kesisni,senantiasa menjadi jualan poltik tetapi nasibnya ditelantarkan.
KEBERPIHAKAN MUHAMMADIYAH TERHADAP KAUM MUSTADL'AFIN
Pada era sekarangg ini, penindasan yang ada di dunia semakin luas dan canggih. Seiring dengan laju globalisasi dan kapitalisme global, problema social yang ditimbulkan pun amat beragam. Kemungkaran social meraja lela. Kaum mustadl'afin baru (the new mustadl'afin) , kaum tertindas, kaum miskin,kaum yang terpinggirkan, kaum papa bermunculan dimana-mana.
The new mustadl'afin adalah mereka yang terpinggirkan akibat modernisasi seperni anak jalanan, putus sekolah, buruh, tani nelayan, pekerja pabrik, tenaga kerja wanita, dan korban penggusuran. Dalam konteks ini, muhammadiyah dapat memainkan peran strategis, dengan memberi sumbangsih nyata terhadap masyarakat. Muhammadiyah harus memberi perhatian serius terhadap the new mustadl'afin karena sejak awal Kiai Dahlan sudahmemantapkan komitmen organisasi terhadap pembelaan masyarakat tertindas.
Muhammadiyah sebagai lembaga social keagamaan dapat lebih berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakt kecil. Upaya pengetasan kemiskinan (Adh Dhuha (93): 9-0/ dan pemberdayaan social (.S. Ar Rum (30): 28) hendaknya tidak terbatas tindakan karikatifserta santunan social belaka. Dibutuhkan komitmen serius menghadang kemungkinan social, memerangi dosa-dosa social ini. Upaya itu antara lain yaitu pemberdayaan , pendidikan transformasi, untuk resdistribusi social dan kedilan.
Dalam bidang politik, muhammadiyah dapat menjadi pressure group melalui kader-kader muhammadiyah yang berada pada partai politik untuk mengetahui regulasi state. Pemerintah dan Negara sepantasnya dituntutmembuat hukum dan kebijakan memihak kaum tertindas serta peduli kepada orang miskin dan anak-anak terlanta, sebaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 34.
1