MEKANISME IJARAH MEKANISME IJARAH FI DZIMMAH DZIMMAH DAN DAN TIME SHARING IJARAH A.
Pendahuluan
Makalah ini berjudul Mekanisme Ijarah Fi Dzimmah dan Time Sharing Ijarah , disusun sebagai pemenuhan tugas pada mata kuliah Pemikiran Ekonomi Syariah Kontemporer. Sekaligus sebagai s ebagai bahan diskusi antara mahasiswa, untuk mempeljari bagaimana mekanisme atau seluk- beluk Ijarah Terhadap Dzimmah dan Time Sharing Ijarah .
Pokok permasalahan dalam pembahasan adalah terdiri dari dua macam, yang disebut terakhir, yaitu mekanisme atau seluk- beluk Ijarah Terhadap Dzimmah dan Time Sharing Ijarah. Kedua hal tersebut merupakan
produk baru bar u lembaga keuangan keuangan syariah. Maka sangat menarik menarik untuk dikaji,
bagaimana bagaimana aplikasinya aplikasinya dan dikaitkan dengan dengan pendapat pendapat ulama. ulama. Tentu perlu diuraikan terlebih dahulu pengertian Ijarah, dasar hukum, rukun dan syaratnya, serta membahas bagaimana menyewakan kembali objek Ijarah. Aturan tenttang Ijarah tersebut telah disusun rapi oleh para ulama terdahulu. Teori tersebut dijadikan landasan landasan berpikir dalam menganalisa menganalisa persoalan tersebut. Sedikit diperkaya dengan pendapat para pakar yang berkaitan dengan pembahasan ini, untuk memperluas wawasannya. Landasan teori ini, sengaja diletakkan dalam bagian pebahasan yaitu bagian kedua, walaupun dia sebenarnya sebenarn ya tidak termasuk dalam permasalahan, permasalahan , akan tetapi untuk lebih mempermudah analisa dan kajian dalam memecahkan permasalahan. Oleh karena itu permasalahan pokok diuraikan dalam bagian kedua paling akhir. Maka pembahasan dalam makalah ini, hanya terdiri dari tiga bagian pendahuluan, yang sedang berlangsung, bagian pembahasan pembahasan dan penutup.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Ijarah Ijarah menurut bahasa berasal dari kata
yang berarti mempekerjakan, memberi upah dan
menyewakan, 1 dan dapat juga diartikan pengganti pengganti dan pahala. 2 Sedangkan sebutan al-Ijarah adalah nama atau bentuk bagi kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotela p erhotelan n dan lain-lain. lain-lain.
3
Atau sering juga juga disebut upah mengupah, mengupah, walaupun
secara operasional berbeda, upah biasanya dipergunakan dipergunakan untuk tenaga, t enaga, dan sewa dipakai untuk benda. b enda.
4
1
. A.W. Munawwir, Munaww ir, Kamus Al- Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Surabaya, Pustaka Progressif, cet. Ke-14, 1997, h. 9 2 . H. Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia dalam Perspek Fikih Ekonomi, Yogyakarta, Fajar Media Press, cet. pertama, 2012, h. 182 3 . H. Nasrun Nasrun Haroen, Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, cet. pertama, 2000, h.228 4 . H. Hendi Hendi Suhendi, Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Pers, Pers, cet. ke-5, 2010 , h.113 1
Sedangkan pengertian Ijarah secara terminology, menurut Ulama Hanafiyah sebagaimana dikutip oleh Nasrun Haroen adalah: 5
Artinya: Transaksi terhadap sesuatu manfaat dengan imbalan. Ulama Syafi’iyah mendepenisikannya dengan: 6
Artinya: Transaksi terhadap sesuatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Sedangkan Ulama Malikiyah membuat defenisi Ijarah sebagai berikut:
7
Artinya Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. Dari tiga depenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian Ijarah adalah pemanfaatan sesuatu yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan imbalan. Jika yang dimanfaatkan itu tenaga, maka imbalannya adalah upah, dan kalau memanfaatkan benda, maka imbalannya sewa. Yang terpenting dapat dikatakan sesuatu itu sebagai Ijarah bila terdapat empat unsur, yaitu pemanfaatan, objek yang halal, dengan jangka waktu tertentu dan pakai imbalan berupa upah atau sewa. 2.
Dasar Hukum Ijarah
Yang dimaksud dengan dasar hukum Ijarah adalah landasan dari sumber hukum dibolehkannya Ijarah disini, terutama dari Al-Qur’an dan Hadits.
a.
Dasar Hukum Dari Al-Qur’an
Dasar Hukum dari Al-Quan terdapat dalam beberapa Ayat, diantaranya seperti Surat az-Zukhruf Ayat 32:
Artinya: Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu, Kami telah menentukan antara mereka penghidupan di dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan/ saling membantu sebagian yang lain.
5
. Ibid . Ibid 7 . Ibid, h.229 6
2
Kata
ditafsirkan oleh Mahmud Yunus sebagai pembantu , sehingga perbedaan derjat
seperti kaya dengan miskin, mulia dan hina, saudagar dengan petani, saling membatu .8 Surat ath-Thalaq Ayat 6:
Artinya: Jika mereka telah menyusukan anakmu, hendaklah kamu beri upahnya (gajinya). Dan bermupakatlah sesama kamu dengan baik, jika kamu dalam kesulitan, maka nanti perempuan lain akan menyusukannya. Surat al-Qashash Ayat 26:
Artinya: Salah seorang dari dua wanita itu berkata, wahai bapakku ambillah ia sebagai pekerja (pada kita), karena orang yang paling baik yang diambil untuk bekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya. Dari tiga dasar pokok tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sangat perhatian terhadap regulasi tentang perekonomian, mulai dari aturan yang bersifat uumum, sampai kepada hal yang praktis sekali. Seperti mempekerjakan orang lain dengan memberikan upah yang layak, dan merupakan konsekuensi dari perbedaan ekonomi yang terdapat dalam masyarakat. Perbedaan ekonomi tersebut menurut Heri Sudarsono sengaja didesain oleh Allah, supaya antara manusia timbul rasa butuh dan melakukan kerja sama.9 Menurut Gemala Dewi perbedaan ekonomi disebabkan karena perbedaan kemampuan manusia itu 10
sendiri. Agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi, maka harus digunakan cara-cara yang ditentukan oleh Islam.
11
b.
Dasar Hukum dari Hadits
8
. H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta, PT Mahmud Yunus Wadzuryah, cet. ke-74, 2006, h.726 . H. Heri Sudarsono , Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar , Yogyakarta, Ekonisa Kampuus Fakultas Ekonomi UII, cet. ke-5, 2007, h. 108 10 . Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta, Kencana, cet. ke-1, 2004, h.41 11 . Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik , Jakarta, Gema Insani, cet. ke-7, 2003, h. 15 9
3
21.3/2102. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Makkiy telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Yahya dari kakeknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia mengembalakan kambing. Para sahabat bertanya: Termasuk engkau juga? Maka Beliau menjawab: Ya, aku pun mengembalakannya dengan upah beberapa qirat (keping dinar) milik penduduk Makkah. Hadits ini membolehkan menerima upah dari pengembala kambing, karena Nabi sendiri melakukannya.
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu Thowus dari bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbekam dan memberi upah tukang bekamnya. Perbuatan Nabi melakukan bekam dan memberikan upah kepada tukang bekam, berarti membolehkan bekam dan pemberian upah terhadap pekerjaan tersebut.
12
Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Abu Bisyir dari Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; Ada rombongan dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bepergian dalam suatu hingga sampai di salah satu perkampungan Arab. Mereka meminta kepada penduduk setempat diterima sebagai tamu, namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku di kampung tersebut kena sengatan binatang lalu diobati, tetapi belum berhasil. Kemudian ada ada yang berpendapat: coba temui rambongan itu semoga ada diantara mereka yang bisa. Lalu seseorang mendatangi rambongan tersebut kemudian bertanya: Wahai rambongan, kepala suku kami digigit binatang dan kami telah mengusahakan 12
. Sukris Sarmadis, Kuliah Hukum12.blogspot.com/2012/03/al-ijarah-dalam-hadis-bukhari.html/ Rabu 28 Maret 2012 4
pengobatannya namun belum berhasil, apakah ada diantara kalian yang dapat menyembuhkannya? Maka seorang dari rambongan menjawab: ya, demi Allah aku akan mengobati namun kemarin kami meminta menjadi tamu kalian, namun kalian tidak berkenan, maka aku tidak akan mengobati kecuali diberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca Alhamdulillah rabbil 'alamiin (QS Al Fatihah) karena sembuh, dan membayar upah yang disepakati, yaitu sepuluh ekor kambing. Maka orang yang mengobati berkata: Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu menceritakannya. Rasulullah bertanya: Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)? Kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yang menerima upah tersebut. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa. Abu 'Abdullah Al Bukhariy mengatakan, Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu Bisyir aku mendengar seperti hadits ini dari Abu Al Mutawakkil . Hukum yang dapat di tarik dari hadits tersebut adalah, mengobati penyakit telah menjadi profesi sejak dulu, walaupun dengan mempergunakan Ayat Al-Quran dan mengambil upah darinya disetujui oleh Rasulullah. Dan yang tak kalah pentingnya adalah sistem pengupahan yang tergolong besar,
dapat
mensejahterakan pekerja, yakni sepuluh ekor sekali mengobati.
21.25/2124. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il dan Juwairiyah bin Asma' dari Nafi' dari 'Abdullah radliallahu 'anhu , bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan pekerjaan pada kami dari tanah khaibar, lalu kami kerjasama dengan orang Yahudi membuka lahan pertanian dan mereka mendapat separuh hasilnya. Kemudian Ibnu'Umar radliallahu 'anhuma menceritakan bahwa sewa ladang pertanian tersebut, diambil dari hasilnya, sebagaimana disebutkan oleh Nafi', tapi aku lupa, bahwa Rafi' bin Khadij pernah menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang menyewakan ladang pertanian, yang sewanya dari hasilnya. Dan berkata, 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu'Umar radliallahu 'anhuma; Hingga akhirnya 'Umar mengusir orang Yahudi. Hadis ini melarang menyewakan tanah pertanian, yang upahnya diambil dari dari hasil lahan yang disewakan. Kemudian ada lagi Hadits Ibn Majah;
5
13
Artinya: Dari Abdillah ibn Umar, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: berikanlah upah pekerjamu sebelum kering keringatnya.
21.9/2108. Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abi Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari 'Abdullah bin Dinar, maula 'Abdullah bin 'Umar dari 'Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya perumpamaan kalian dibandingkan orang-orang Yahudi dan Nashrani seperti seseorang yang memperkerjakan para pekerja yang dia berkata; Siapa yang mau bekerja untukku hingga pertengahan siang dengan upah satu qirath, maka orang-orang Yahudi melaksanakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Lalu orang-orang Nashrani mengerjakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Kemudian kalian mengerjakan mulai dari shalat 'Ashar hingga terbenamnya matahari dengan upah dua qirath per dua qirath. Maka orang-orang Yahudi dan Nashrani marah seraya berkata: Kami yang lebih banyak amal namun lebih sedikit upah! Lalu orang itu berkata; Apakah ada yang aku zhalimi dari hak kalian? Mereka menjawab; Tidak ada. Orang itu berkata; Itulah karunia dari-Ku yang Aku memberikannya kepada siapa yang aku kehendaki.
14
◌
Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Muhammad berkata, begitu juga Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yag aku berperang melawan mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang untuk dimerdekakan lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak d ibayar upahnya.
13
. Ilpi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, Yogyakarta, Sukses Offset, cet. ke-1, 2008, h.45
14
. Shahih Bukhari, download, internet, PDF. 6
Hadits tersebut memberikan pemahaman, bahwa ada enam macam kesimpulan hukum yang dapat dipahami dari Hadits tersebut: 1). Boleh menerima upah dari mengembala ternak; 2). Boleh berbekam dan mengambil upah darinya; 3). Boleh mengobati dengan mempergunakan Ayat A-Qur’an dan mengambil upahnya; 4). Tidak boleh menyewakan lahan pertanian, yang sewanya diambil dari hasilnya; 5). Sistem pengupahan harus layak dan transparan; 6). Tidak boleh melalaikan pembayaran upah; 3.
Rukun dan Syarat Ijarah
Nasrun Haroen mengatakan, rukun ijarah menurut Mazhab Hanafiyah, hanya satu yaitu ijab kabul, karena subjek akad, upah yang tidak sejenis dan manfaat termasuk syarat. Sedangkan Jumhur ulama mengatakan rukun ijarah ada empat, yaitu : a. Subjek, dengan syarat menurut Ulama Syafi’iyah harus balig dan berakal); b. Ijab Kabul, dengan syarat atas kerelaan; c. Objek, dengan enam syarat yaitu; manfaatnya harus diketahui, tidak cacat, dapat diserahkan, halal serta bukan kewajiban, dan biasa disewakan), d. Upah (dengan tiga syarat: harus jelas, tertentu, dan bernilai). 15 Hendi Suhendi juga menyebut empat macam tersebut sebagai rukun ijarah, dengan syarat yang berbeda. Syarat Subjek, harus mengetahui manfaatnya, Ijab Kabul, Objek, dapat 16
diserahkan dan dimanfaatkan serta perkara mubah.
Yang menarik dari kutipan itu adalah syarat bagi objek Ijarah adalah dapat diserahkan dan dimanfaatkan serta hal yang diperbolehkan. Sementara menurut Jumhur Ulama syarat objek harus ada pada waktu akad, sedangkan dapat diserahkan adalah pendapat Ibnu Taymiyyah. Pendapat yang terakhir ini hampir sama dengan syarat yang diatur dalam KUH Perdata yang
15
. H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, op. cit, h.231
16
. H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, op. cit , h.117-118
7
berdasarkan perinsip syariah. Alasannya adalah karena syarat tersebut lebih luwes dan lebih 17
maslahat.
Dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah, ada lima rukun Ijarah,yaitu Ijab Kabul, pihak yang berakad, Objek, Manfaat dan Sighat Ijarah yaitu berupa 18
pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak.
Fatwa tersebut membedakan antara Ijab dan Qabul dengan sighat Ijarah, sedangkan kedua hal tersebut tercakup dalam pengertian akad. Sebagaimana disebutkan oleh Syamsul Anwar, bahwa “akad adalah pertemuan ijab dan kabul sebagai pe rnyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya”.19 Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa pendapat jumhur ulama lebih dipakai dalam masalah rukun, dibanding dengan pendapat Ulama Hanafiyah. Namun Fatwa DSN menambah syarat pada manfaat, yang tidak disebutkan oleh para ulama tersebut, yaitu harus ada jaminan. Alasannya adalah karena manfaat adalah rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri,artinya harus ada asset yang dapat dijadikan jaminan. Sedangkan para ulama masih berbeda pendapat terkait dengan manfaat saja atau tersangkut dengan materinya, seperti pohon untuk diambil buahnya, menyewakan ternak untuk diambil susunya, atau maninya, serta tentang nilai uang. Jumhur ulama tidak membolehkan ijarah terhadap objek tersebut, karena termasuk materinya. Pendapat tersebut didasarkan kepada Hadits Nabi: (
)
Artinya: Rasulullah SAW. Melarang penyewaan mani hewan pejantan (H.R. al-Bukhari, 20
Ahmad ibn Hambal, an-Nasa’i dan Abu Daud dari Ibn Umar Ibn Abdillah).
Lain halnya dengan pendapat Ibn Qayyim, bahwa pendapat Jumhur tersebut tidak didukung oleh al-Qur’an, as- Sunnah dan Ijma’. Yang menjadi prinsip dalam Syariat Islam adalah bahwa suatu materi berevolusi secara bertahap, hukumnya sama dengan manfaat, seperti buah pada pohonnya, susu dan bulu pada kambing. Oleh sebab itu Ibnu Qayyim menyamakan antara manfaat dan materi dalam wakaf. Menurutnya manfaatpun boleh diwakafkan, seperti
17
. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. xvi
18
. Abdul ghofur Anshori, Payung Hukum Perbankan Syariah, Yogyakarta, UII Press, cet. pertama, 2007, h.100
19
. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian…op. cit , h. 68 . H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, op. cit, h. 229
20
8
mewakafkan rumah untuk disewakan. pada dasarnya kambing dan rumah yang diambil 21
manfaatnya, basisnya tetap utuh.
Pokok persoalan yang menjadi penyebab perbedaan pendapat tersebut adalah masalah susu, air mani, bulu, buah, dan nilai uang, apakah dapat dipisahkan sebagai manfaat dari ternak, pokok, dan uang sebagai materinya.
Akibatnya berbeda pula hukum yang diitstimbatkan
terhadap persoalan kontemporer. Fakar Hukum Islam yang bergabung dalam Tim perumus Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah(KHES), diantaranya Andi Syamsu Alam, Ahmad Kamil, Abdul Manan, Habiburrahman, Ribyal Ka’bah (alhm), Mukhsin, Abdul Gani Abdullah dll. Tentang rukun Ijarah berbeda dengan Jumhur Ulama dan Hanafiyah maupun Ibn Taymiyah, hanya ada tiga rukun Ijarah, sebagaimana pada Pasal 295 KHES, yaitu pihak penyewa dan yang menyewa (subjek), objek dan akad. Sedangkan upah/ sewa merupakan kewajiban penyewa (Pasal 311). Dalam soal syarat Ijarah, diatur dalam Pasal 296- 319, empat macam syarat subjek yaitu: 1). Cakap hukum (Pasal 301); 2). Tatap muka atau jarak jauh (Pasal 302); 3). Pemilik, wakilnya atau pengampunya (Pasal 303). 4). Upah menjadi kewajiban penyewa (Pasal 311), dapat berupa uang, surat berharga atau 22
benda lain sesuai kesepakatan (Pasal 307) serta dapat den gan uang muka atau tidak. Syarat objek terdiri dari enam macam, mulai dari Pasal 304-319, yaitu: 1). Benda yang halal; 2). Disewakan secara keseluruhan atau sebagian; 3). Setiap yang dapat dijadikan objek ba’i dapat dijadikan ma’jur; 4). Penggunaan disebutkan dalam akad; 5). Penggunaannya dapat dilakukan dalam ijarah mutlak; 6). Tidak boleh disewakan tanpa izin pemilik yang menyewakan. Sedangkan Syarat akad ada tiga macam, yaitu: 1). Kalimatnya jelas; 2). Dapat dirubah, diperpanjang atau dibatalkan; 21
. Ibid . Mahkamah Agung Republik Indonesia Dirjenbapera, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Tahun 2011, Edisi Revisi, h. 81
22
9
3). Dapat diberlakukan untuk masa yang akan datang. Dikaitkan dengan permasalahan di atas, syarat yang terpenting terhadap objek adalah benda yang halal, tidak disebutkan dapat diserahkan atau tidak. Namun disebutkan objek ba’I 23
dapat dijadikan objek Ijarah, itupun tuidak inperatif. 4.
Menyewakan Objek Ijarah
Menurut Hendi Suhendi, Musta’jir (penyewa) boleh menyewakan lagi objek sewaan dengan syarat sesuai dengan penggunaan akad yang pertama. Dan harga penyewaan yang kedua bebas, akan tetapi bila terjadi kerusakan objek menjadi tanggung jawab mu’jir (pemilik barang), keculai karena kelalaian musta’jir.24 Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa penyewa dapat menyewakan lagi objek ijarah kepada orang lain sebagai penyewa kedua, asalkan sesuai dengan pemenfaatan semula.
5.
Mekanisme Ijarah Fi Dzimmah
Setelah menguraikan pengertian Ijarah, dasar hukumnya dan rukun dan syaratnya, pada bagian ini dibahas maslah inti yaitu mekanisme Ijarah Fi Dzimmah . Kata Dzimmah menurut bahasa berasal dari kata Arab
yang berarti jaminan,
tanggungan, dan perlindungan.25 Secara terminology, Dzimmah berarti suatu wadah dalam diri seseorang tempat menampuny hak dan kewajiban.
26
Maka Dzimmah dapat dipahami sebagai beban untuk melakukan sesuatu
apa yang
diperjanjikan dengan pihak lain. Dalam prakteknya Ijarah Fi Dzimmah ada diaplikasikan melalui sukuk, sebagaimana diberitakan Jakarta (Antara News), dari siaran pers oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Yudi Pramadi, Pemerintah menerbitkan Sukuk Negara dengan akad Ijarah Khadamat untuk pemanfaatan Dana Haji Indonesia (SDHI), senilai Rp. 8, 342 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan APBN 2012. Penerbitan sukuk tersebut sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Menteri Keuangan dengan Menteri
23
. Objek ba’i, dalam Psal 58, diantaranya, benda berwujud/ tidak berwujud, harus sudah ada, dapat diserahkan, punya nilai, halal, diketahui dengan jelas, dapat diukur dan ditentukan secara pasti atau menurut adat. 24 . Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, op. cit , h.121-122 25 . A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Surabaya, Pustaka Progressif, cet. Ke-14, 1997, h. 451 26 . Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian…op. cit , h. 48
10
Agama pada tanggal 22 Oktober 2009 tentang penempatan DHI dan Dana Abadi Umat (DAU) dalam SBSN dengan metode privat placemen (penemppatan dana secara sanggat pribadi). Dan dilaksanakan tiga seri : 1. SDHI 2017 A senilai Rp. 2 Triliun, imbalan tetap 5,16 persen pertahun, dibayar perbulan setiap tanggal 21, mulai 21 Maret 2012- 21 Maret 2017; 2. SDHI 2019 A senilai Rp. 3 Triliun, imbalan tetap 5,46 persen pertahun, dibayar perbulan setiap tanggal 21, mulai 21 Maret 2012- 21 Maret 2019; 3.
SDHI 2022 A senilai Rp. 3, 2 Triliun, imbalan tetap 5,91 persen pertahun, dibayar perbulan setiap tanggal 21, 342 mulai 21 Maret 2012- 21 Maret 2022.27
Kata sukuk berasal dari Bahasa Arab, yaitu
yang berarti mata uang yang dicetak,
28
atau sertifikat.
Sedangkan
kata Khadamat berasal
dari
kata
berarti
melayani,
mengolah,
mempekerjakan.29 Maka Sukuk Khadamat dalam hal ini adalah pemanfaatan dari surat berharga atas DHI. Dalam Bahasa Inggiris dikenal dengan servis, yaitu pelayanan terhadap jasa. Pengertian aset menurut Muhammad Syafi’i Antonio adalah sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas positif atau manfaat ekonomi lainnya, yang dapat diukur, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan yang lain.30 Maka dari urauian tersebut dapat dipahami bahwa akad Ijarah yang dilakukan antara Pemerintah cq Kementerian Keuangan dengan Kementerian Agama adalah penyewaan sukuk atas DHI dan DAU dengan Sukuk Negara. Maka Negara menyewa DHI dan DAU Kementerian Agama untuk kepentingan APBN, melalui Sukuk. Oleh karena itu yang menjadi objek dalam Ijarah ini adalah sukuk. Menurut pendapat Jumhur Ulama tidak boleh Ijarah dengan objeknya uang. Karena uang merupakan materi bukan manfaat. Akan tetapi sebagaimana diuraikan di atas dalam persoalan antara persinggungan antara manfaat dengan materi objek Ijarah, nampaknya Ibnu Qayyim membolehkan. Atau bisa saja karena dilarang oleh Jumhur Ulama, dicari (secara rekayasa) solusi lain melalui jual beli manfaat dengan cara salam. Dalam kasus ini pemerintah butuh dana kontan,
27
. Internet, http://www.antaranews.com/print/302645/pemerintah-terbitkan-sukuk, Kamis 22 Maret 201 3. . A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir…op. cit , h. 646 29 . Ibid , h. 326-327 30 . Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah...op. cit , h. 15 28
11
maka pemerintah menjual
jasa pelayanan haji
beberapa tahun kedepan kepada Kemenag
melalui Kemenkeu seharga Rp. Rp. 8, 342 triliun, kemudian Kemenag harus memjualnya kembali kepada pemerintah dengan cicilan 5,16 persen pertahun untuk tahun 2012- 2017, dan 5,46 persen pertahun untuk tahun 2012- 2019, serta 5,91 persen pertahun untuk tahun 2012- 21 Maret 2022. Transaksi ini dengan jual beli inah atas manfaat, karena ada ulama membolehkannya. Time Sharing Ijarah Kata Time berarti waktu, maksudnya adalah pada waktu akad, objeknya belum ada. Sedangkan Sharing dalam Kamus Inggris berasal dari kara share, yang berarti: bersama, ringan 31
sama dijinjing, berat sama dipikul. Menururt istilah adalah sukuk manfaah masa datang (certificates of ownership of usufructs to be made available in the future as per description – shukuk milkiyah manafi’ al-a’yan al-maushufah bi al-dzimmah ). yaitu sukuk kepemilikan
terhadap manfaat dari asset yang akan ada. Menurut Jumhur ulama menyewakan objek yang belum tidak boleh, karena tidak berlaku qiyas kepadanya karena bertentangan dengan analogi umum. Sedangkan Ibn Qayyim membolehkan, karena kebolehan jual beli salam merupakan hukum dasar, bukan berdasarkan analogi, maka jual beli manfaat (ijarah) dapat dibolehkan.32 Menurut Fatwa Majma’ Fiqh OKI yang didirikan Tahun 1982, berpusat di Jeddah, sebagai MUI-nya Dunia Islam, berpendapat bahwa tamalluk zamany musytarak (kepemilikan bersama pada waktu yang akan datang) terdiri dari dua macam, pertama kepemilikan secara tamm dan naqis. Yang naqis diperbolehkan dengan dua syarat, yang dimiki hanya manfaat, dan manfaatnya
jelas, waktunya terukur, sifat objeknya
pasti. Syarat kedua, kalau disewakan maka
tangggungjawab resiko terhadap kerusakan pokok/asasi berada pada pemilik. Serta tidak ada larangan syarak, pembeli manfaat/ penyewa menjual lagi kepada pemilik asal. Investor membeli hak guna dari asset sewa yang akan diadakan, untuk dijual kembali manfaatnya , sedangkan pemilikannya tetap. Sukuk ini disebut dengan sukuk intifa’ atau Time Sharing Sukuk (TSS), sebagai padanan dari obligasi konvensional, Time Sharing Bond (TSB).
Seperti Sukuk Intifa’ Makkah yang dikombinasikan dengan BOT (Build, Operate and Transfer)
31
. John M. Elchos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, PT Gramedia, cet. ke-XXVI, 2005, h. 518-519 32 . Materi kuliah dengan dosen Dr. Alimin, L.c., M.Ag. dalam Mata Kuliah Fiikih Muamalah Kontemporer, pada Hari Minggu Tanggal 8 Desember 2013 di STAIN Batusangkar 12
sebagai pemberdayaan tanah wakaf. Dimana BGC (Binladin Group of Companies) menyewa tanah wakaf pada Badan Wakaf Mekkah untuk membuat Hotel ZZT (Zam Zam Tower) bintang 5, selama 28 tahun, senilai USD 390 Milyar. Kemudian BGC menjual manfaat Hotel ZZT kepada Munshaat Real State Proyek Co selama 24 tahun. Dan Munshaat Real State Proyek Co 33
menjual manfaatnya kembali perminggu, sedangkan hotelnya belum dibuat.
Fokus masalah yang perlu dianalisa dari uraian tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Penyewaan tanah wakaf melalui Badan Tanah Wakaf ; 2. Menyewakan objek yang akan diadakan, (belum ada pada waktu akad), dan 3. Menyewakannya kembali secara perminggu dan bagian perbagiann. Ad.1 Menyewakan tanah wakaf melalui Badan yang mengelolanya, terdiri dari dua masalah, yaitu boleh tidaknya penyewaan tanah wakap itu sendiri dan siapa pihak yang menyewakannya. Dilihat dari segi tujuan penyewaan pada intinya adalah pengambilan manfaat, bukan mengurangi materi. Sedangkan penjualan barang wakaf diperbolehkan Ahmad Ibn Hambal, karena peruntukannya tidak sesuai lagi karena perkembangan zaman.
34
Sedangkan pihak yang berhak mewakafkan barang wakaf menurut syarat yang telah disebutkan di atas adalah pemiliknya. Sedangkan ketentuan Pasal 303 Kompilasi Hukum 35
Ekonomi Syariah adalah pemilik, wakil atau pengampu. Sedangkan tanah wakaf dikelola oleh Nazir, maka yang be rhak meng-ijarah-kan tanah wakaf adalah Nazir. Nazir bertindak atas nama atau sebagai wakil ummat (yang menjjadi pemilik tanah perwakafan). Ad.2. Menyewakan objek yang akan diadakan, maksudnya objek ijarah belum ada waktu akad, akan tetapi sudah pasti akan diadakan oleh pihak yang menyewakan.
Kepastian akan
diadakan itu meliputi pula kepastian sifat dan bentuk barangnya serta waktunya terukur dengan jelas, kepastian ini disebut zimmah (beban dari pihak yang berakad untuk mengadakan barangnya. A Spesifikasi (maushuf ) Objek akad Ijarah Time Sharing Ijarah adalah Hotel ZZT, bintang lima, senilai USD 390 Milyar dalam jangka waktu 28 tahun. Sedangkan persoalan tentang barangnya diadakan pada waktu yang akan datang sudah jelas yaitu 28 tahun, berdasarkan Pasal 298 KHES, boleh menyewakan objek Ijarah untuk masa yang akan datang.
33
. Internet, http://www..., loc. cit
34
. H. Adijani Al-Alabi, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan Prakterk , Jakarta, Rajawali Pres, cet. Ke-4, 2002, 40-41 35 . Mahkamah Agung Republik Indonesia Dirjenbapera, Kompilasi Hukum…op. cit , h. 81 13
Ad.3. Menyewakan kembali objek wakaf perminggu, terdiri dari dua permasalahan, menyewakan kembali
dan menyewakan sebagian-sebagian. Dalam Syarat yang ditentukan
dalam uraian di atas tidak ada menyinggung persoalan ini, hanya pendapat Hendi Suhendi dan berdasarkan Pasal 309 KHES melarangnya kecuali ada izin dari pemilik objekdan sesuai dengan pemanfaatan semula. Maka penyewaan kembali objek Ijarah tidak bertentangan dengan syarat, akan tetapi tergantung izin pemilik objek. Mengenai penyewaan objek secara utuh atau sebagian disebutkan dalam Pasal 318 KHES, bahwa objek dapat disewakan sebagian.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan:
a.
Transaksi Ijarah fi dzimmah adalah produk fiqh kontemporer dalam Ijarah, yang intinya adalah menyewakan uang, masih diperselisihkkan para ulama. Jumhur ulama melarang karena manfaat uang tidak bisa dipisahkan dari materinya. Sedangkan Ibnu Qayyim membolehkan karena manfaat dan materi/aset uang dapat dipisahkan. Pemerintah cq Kementerian Keuangan Indonesia pernah menyewa sukuk DHI dan DAU milik Kementerian Agama melalui Sukuk Negara untuk pembiayaan APBN. Menurut Jumhur
b.
Transaks Time Sharing Ijarah adalah juga produk fiqh kontempore, pokok masalahnya adalah objeknya belum ada, dan karena objek ijarah disewakan lagi. melarang karena ijarah pada
Jumhur ulama
waktu yang akan datang sama dengan jual beli salam,
barangnya belum ada, tidak bisa dibolehkan karena bertentangan dengan analogi secara umum. Sedangkan Ibn Qayyim membolehkan, karena kebolehan jual beli salam merupakan hukum dasar, bukan berdasarkan analogi, maka jual beli manfaat (ijarah ) dapat dibolehkan. Seperti BGC menyewa tanah wakaf melalui Badan Wakaf Mekkah selama 28 tahun untuk membuat Hotel ZZT, bintang lima, senilai USD 390 Milyar, yang dibuat oleh BOT. Kemudian Hotel tersebut disewakan lagi kepada Munshaat Real State Proyek Co selama 24 tahun. Penyewaan tanah wakaf dapat diperbolehkan karena masih dalam rangka upaya pemanfaatan. Pihak yang menyewakan adalah Nazir sebagai wakil ummat yang memiliki tanah perwakapan. Penyewaan kembali objek Ijarah diperbolehkan dengan seizin pemiliknya dan sesuai dengan pemanfaatan semu la.
14
2.
Saran
a.
Dalam pembahasan makalah ini banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, terutama cara perolehan data dan literatur yang terbatas, maka untuk kesempurnaannya sangat dibutuhkan masukan dan saran dari peserta diskusi, terutama dari Bapak Dosen pembimbing.
b.
Untuh lebih meluasnya pemahaman tentang Ekonomi Syariah, terutama pada transaksi kontemporer perlu penelitian yang kontiniu dan mendalam untuk masa yang akan datang.
15
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1.
H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, cet. pertama, 2000
2.
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007;
3.
H. Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia dalam Perspek Fikih Ekonomi , Yogyakarta, Fajar Media Press, cet. pertama, 2012
4.
H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Pers, cet. ke-5, 2010;
5.
H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta, PT Mahmud Yunus Wadzuryah, cet. ke-74, 2006;
6.
H. Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar , Yogyakarta, Ekonisa Kampuus Fakultas Ekonomi UII, cet. ke-5, 2007;
7.
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta, Kencana, cet. ke-1, 2004;
8.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik , Jakarta, Gema Insani, cet. ke-7, 2003;
9.
H. Adijani Al-Alabi, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan Prakterk , Jakarta, Rajawali Pres, cet. Ke-4, 2002;
10. Ilpi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi , Yogyakarta, Sukses Offset, cet. ke-1, 2008; 11. Mahkamah Agung Republik Indonesia Dirjenbapera, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, Tahun 2011; 12. Shahih Bukhari, download, internet, PDF; 13. Abdul ghofur Anshori, Payung Hukum Perbankan Syariah, Yogyakarta, UII Press, cet.
pertama, 2007; 14. John M. Elchos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia , Jakarta, PT Gramedia,
cet. ke-XXVI, 2005; 15. A.W. Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Surabaya, Pustaka Progressif, cet. Ke-14, 1997; 16. Sukris Sarmadis, Kuliah Hukum12.blogspot.com/2012/03/al-ijarah-dalam-hadis-bukhari.html/ Rabu 28 Maret 2012;
17. Internet, http://www.antaranews.com/print/302645/pemerintah-terbitkan-sukuk, Kamis
22 Maret 2013; 18. Materi kuliah dengan dosen Dr.
Alimin, L.c., M.Ag. dalam Mata Kuliah Fiikih
Muamalah Kontemporer.
16
17