BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Telah menjadi pandangan umum dalam masyarakat bahwa industri pertambangan
selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Hal ini adalah sebagai akibat dari beberapa ciri-ciri khusus industri pertambangan yang menyebabkannya : 1.
Industri pertambangan akan selalu melakukan penggalian muka tanah dalam rangka menggali bahan galian berharga. Hal ini akan menyebabkan terganggu / terusiknya bentang alam dan mengusik estetika.
2.
Kandungan material berharga dalam batuan yang digali sangat kecil,sehingga diperlukan penggalian batuan yang jauh lebih banyak untuk mengekstrak mineral atau mencuci mineral berharga sehingga akan mengakibatkan adanya limbah padat yang banyak akan tertimbun.
3.
Pada industri pertambangan sering diikuti dengan proses pengolahan bahan galian yang kadang-kadang memerlukan bahan kimia yang akan terlarut dalam limbah cair yang akan dibuang dan kemungkinan menggangu lingkungan.
4.
Industri pertambangan adalah suatu industri yang padat teknologi dan modal, dan sering kali harus dilakukan pada daerah terpencil. Hal ini menyebabkan perlunya operator yang terdidik dan terlatih yang biasanya tidak didapati pada lokasi penambangan, sehingga perlu didatangkan dari luar yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan perbedaan sistem nilai.
Ciri-ciri khusus ini tentunya akan dihadapi oleh industri pertambangan dan perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan dari dampak negatifnya, sedangkan terhadap dampak positifnya perlu diupayakan pengembangannya. Hal ini tentunya telah ada kajian dalam dokumen AMDAL yang harus menjadi acuan kerja. Dengan demikian maka kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dapat dilaksanakan. Dampak negatif yang dapat terjadi akibat aktivitas penambangan pada tambang terbuka antara lain :
1
a.
Rusak atau terganggunya lapisan kerak/kulit bumi. Hal ini disebabkan oleh kegiatan penggalian/pembongkaran lapisan-lapisan yang menutupi endapan bahan galian itu sendiri.
b.
Hilangnya kesuburan tanah.
c.
Rusak atau terganggunya sistem aliran air alami, baik aliran permukaan maupun bawah permukaan. Hal ini bila dibiarkan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan lebih jauh lagi, seperti : longsoran,genangan/luapan air permukaan,pencemaran dan lain sebagainya.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan bahwa, bahwa industri
pertambangan selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan.
1.3.
Tujuan Pembahasan Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui teknis persiapan penataan lahan.
2.
Mengetahui dan memilih metode penataan top soil yang tepat.
3.
Mengetahui aspek kesuburan media tanam untuk revegetasi lahan reklamasi.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Reklamasi. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukan. Sedangkan pengertian lain reklamasi dalam bidang pertambangan adalah setiap pekerjaan yang bertujuan untuk mengembalikan kemanfaatan tanah yang terganggu akibat usaha penambangan. Untuk memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan yang telah ditambang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan cara menanami kembali areal yang telah ditambang menjadi kawasan hijau dan menjadi lahan lain yang lebih bermanfaat. Adanya proyek penambangan batubara ini akan mengakibatkan suatu dampak langsung maupun tidak langsung, dampak positif ataupun dampak negatif terhadap lingkungan disekitar lokasi penambangan tersebut. Segi positifnya biasanya memperoleh nilai (manfaat) yaitu: sumber devisa negara, sumber pendapatan asli daerah (PAD) , menciptakan lahan pekerjaan dan sebagainya. Sebaliknya dampak yang negatif dapat merugikan lingkungan itu. Dampak tersebut akan terjadi pada abiotik atau fisik (tanah, air dan udara), pengaruh biotik (flora dan fauna), serta pengaruh ekonomi dan sosial budaya. Untuk mengatasi dampak lingkungan tersebut terutama dampak negatif sebelumnya dilakukan analisis, lalu digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk menanganinya, guna mengurangi akibat yang timbul dari dampak negatif tersebut.
2.2.
Penataan lahan dan Pengelolaan Top Soil. Kegiatan penataan lahan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : Kegiatan penataan lahan terdiri dari: a. Pengaturan Bentuk Lahan Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi, jenis tanah dan iklim setempat. Kegiatan pengaturan bentuk lahan meliputi: -
Luas lahan yang akan di reklamasi.
-
Kebutuhan tanah penutup.
-
Ketersediaan tanah penutup. 3
-
Pengaturan bentuk lereng, dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air limpasan (run off), erosi dan sedimentasi serta longsor.
-
Pengaturan saluran air, dimaksudkan untuk mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan.
b. Pengelolaan Top Soil Pengelolaan top soil bertujuan untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk dengan lapisan tanah lain. Top soil merupakan media tumbuh bagi tanaman dan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi. 1. Pengelolaan top soil harus memperhatikan: a) Pengamatan top soil dan mengidentifikasikan per lapisan tanah tersebut sampai endapan bahan galian. b) Pengupasan tanah berdasarkan lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat sesuai dengan susunan lapisannya. c) Penataan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula, tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan paling sedikit 0,50 cm. d) Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah. 2. Apabila lapisan top soil tipis, terbatas atau sedikit, perlu mempertimbangkan: a.
Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi, perlu segera dilakukan penanganan konservasi tanah dan penanaman tanaman.
b.
Penempatan top soil pada jalur penanaman, atau dengan sistem pot.
c.
Pencampuran top soil dengan tanah lain, yaitu jumlah top soil yang terbatas/sangat tipis dapat dicampur dengan tanah bawah/sub soil.
d.
Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat tumbuh dan menutup permukaan tanah.
2.3
Faktor-Faktor Penentuan Lokasi Penimbunan Top Soil dan Tanah Penutup. Dalam menentukan lokasi penimbunan tanah penutup, secara teknis faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan agar operasi penambangan berjalan lancar, antara lain: topografi daerah, keberadaan air, pengaruh penimbunan terhadap lingkungan sekitar, dan faktor-faktor pendukung lainnya, sehingga lokasi penimbunan tersebut tidak mengganggu kegiatan
4
penambangan, jarak angkut dari lokasi pengupasan menuju lokasi penimbunan, dan daerah tersebut tidak ada lagi endapan bahan galian yang akan ditambang. 2.3.1
Topografi Daerah Rencana Lokasi Penimbunan Topografi daerah rencana lokasi penimbunan berarti bentuk permukaan daerah yang
akan dijadikan lokasi penimbunan tanah penutup, apakah berupa cekungan, datar, curam atau daerah yang landai, dan bagaimana keadaan vegetasi yang ada. Sebaiknya topografi daerah rencana lokasi penimbunan tersebut tidak terlalu curam. Sebelum dilakukan penimbunan, biasanya lokasi penimbunan tersebut sudah harus bersih dari vegetasi yang ada. Vegetasi yang ada pada lokasi penimbunan juga turut mempengaruhi kelancaran proses kerja, karena semakin sedikit vegetasi yang ada, semakin sedikit waktu dan biaya yang diperlukan untuk membersihkan daerah tersebut dan vegetasi yang ada. 2.3.2 Keberadaan Air Pada Lokasi Penimbunan Pengaruh air hujan pada waktu musim hujan di lokasi timbunan dapat menggenangi lokasi penimbunan tersebut. Keberadaan air pada lokasi penimbunan harus diatasi dengan cara mengalirkan air keluar lokasi penimbunan. Cara yang dapat digunakan misalnya dengan membuat paritan disekitar lokasi penimbunan. Cara yang lain misalnya dengan membuat kemiringan pada timbunan tanah penutup, sehingga air dapat mengalir dengan sendirinya, tapi tetap aman untuk timbunan tersebut. Perlu diperhatikan juga apakah daerah tersebut dilalui oleh aliran air seperti sungai, atau tidak. Jika dilalui oleh aliran air, bagaimana cara mengatasi aliran air tersebut, apakah mengganggu timbunan atau tidak. 2.3.3 Pengaruh Penimbunan Tanah Penutup Pada Lingkungan Sekitar Bila tanah penutup dibuang kesuatu tempat, maka akan menyebabkan dampak bagi lingkungan sekitarnya, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak negatif akibat penimbunan tanah penutup tersebut, antara lain: 1.
Pengaruh gangguan tanah, seperti terjadinya erosi dapat menyebabkan perubahan permukaan tanah dan perubahan kualitas tanah.
2.
Pengaruh terhadap air, timbunan tanah penutup dapat berpengaruh dan menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang terdapat disekitar lokasi penimbunan tanah penutup, misalnya air menjadi keruh.
Dampak negatif yang dapat terjadi tersebut sudah seharusnya mendapatkan perhatian penting dan diusahakan cara penanggulangan terjadinya dampak negatif tersebut.
5
2.3.4
Faktor-Faktor Pendukung Lainnya Faktor-faktor pendukung lainnya, seperti daerah yang akan dijadikan lokasi
penimbunan tidak akan mengganggu kegiatan penambangan, dan daerah tersebut tidak ada lagi endapan bahan galian yang akan ditambang. Lokasi penimbunan sebaiknya berada diluar lokasi penambangan, atau dapat menggunakan daerah yang sudah selesai ditambang, dengan pertimbangan bahwa tidak ada lagi endapan bahan galian yang akan ditambang. Jarak angkut dan lokasi pengupasan menuju lokasi penimbunan juga menjadi pertimbangan, karena ada kaitannya dengan produksi. Sebaiknya jarak angkut ke lokasi penimbunan tanah penutup dicari jarak angkut yang terpendek, sedikit tikungan, dan aman, karena akan memperkecil waktu edar alat angkut, berarti akan lebih banyak tanah penutup yang dapat diangkut ke lokasi penimbunan bila menggunakan peralatan yang sama.
2.4
Penataan Tanah Penutup dan Top Soil.
2.4.1 Penyiapan Lahan Metode penambangan terbuka memang dikenal sangat merusak lingkungan hidup, hilangnya vegetasi, hilangnya tanah pucuk, lapisan tanah pucuk teraduk-aduk dan bentang alam rusak. Untuk menanggulangi dampak negatif tersebut, dapat diterapkan metode back filling. Cara ini dapat diterapkan bermacam-macam endapan bahan galian dan dapat mengurangi luas lahan yang dikupas, serta proses reklamasi dapat segera dilaksanakan di daerah yang sudah selesai dilakukan kegiatan penambangan ditimbun kembali. Pekerjaan persiapan lahan yang bisa dilakukan adalah menata bentuk lahan bekas penambangan yang tidak teratur menjadi lahan yang tertata diarahkan sesuai dengan penggunaan lahan selanjutnya, dalam hal ini adalah menjadikan lahan siap tanam untuk revegetasi. Kegiatan penyiapan lahan yang dilakukan adalah berupa penimbunan kembali tanah hasil pengupasan tanah penutup dan penataan lahan. 2.4.2. Cara Penataan Lahan Tanah hasil pengupasan tanah penutup (overburden) yang terdiri dari tanah pucuk (top soil) dan tanah dibawahnya dalam perlakuan reklamasi dipisahkan dalam penimbunannya. Tanah pucuk (top soil) merupakan lapisan tanah bagian atas yang merupakan lapisan tanah yang relatif subur karena mengandung unsur-unsur hara berbentuk humus organik serta variabel zat-zat mineral yang sangat diperlukan oleh tanaman. Mikro flora dan mikro fauna atau jasad renik biologis hidup dan berperan dalam menyuburkan lapisan tanah ini.
6
Pada reklamasi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menata tanah pucuk, antara lain: 1.
Metode perataan tanah Cara ini dapat dilakukan apabila jumlah lapisan top soil banyak tersedia. Sebelum dilaksanakan perataan, area tersebut terlebih dahulu diratakan permukaannya sehingga mempermudah pekerjaan, selanjutnya tebarkan top soil dengan ketebalan tertentu (gambar 2.1). Tebal untuk perataan tanah disesuaikan dengan persyaratan ketebalan tanah untuk jenis tanaman yang akan ditanam. Pada saat penimbunan kembali, lapisan tanah pucuk berada di bagian atas dari tanah penutup yang relatif miskin unsur hara. Untuk mengetahui volume top soil yang akan digunakan dalam kegiatan penataan lahan dengan metode perataan tanah dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Tanah Pucuk Tanah Penutup
Gambar 2.1 Dimensi Metode Perataan Top Soil Samping Adapun kelebihan dan kekurangan pada penerapan penataan lahan dengan menggunakan metode perataan adalah : Kelebihan a. Tingkat keberhasilan paling tinggi b. Proses pengerjaan relatif mudah c. Tapak/keadaan yang ada mendekati keadaan yang sebenarnya Kekurangan a. Membutuhkan Topsoil yang banyak b. Memerlukan waktu pengerjaan yang relatif lama. Sumber : Rahmat Hidayat,dkk,2006.
7
2.
Metode tumpukan atau guludan Cara ini dapat dilakukan apabila jumlah lapisan top soil yang tersedia sedikit. Dengan
cara lapisan top soil dibentuk menjadi tumpukan mempunyai jarak dan ketinggian tertentu (gambar 2.2). Untuk mengetahui volume kebutuhan tanah pucuk yang akan digunakan pada metode guludan.
Gambar 2.2 Dimensi Guludan Adapun kelebihan dan kekurangan pada penerapan penataan lahan dengan menggunakan metode guludan adalah : Kelebihan a. Tingkat keberhasilan tinggi b. Rekayasa lahan yang efektif dan cocok diterapkan pada lahan-lahan bekas galian yang sangat miskin hara Kekurangan a. Tapak/Keadaan yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya b. Memerlukan waktu dan biaya yang relatif lama c. Memerlukan tambahan unsur hara(pupuk) pada media tanam untuk mengganti dan menutup lubang galian lahan kritis tersebut d. Memerlukan cukup banyak top soil Sumber Rahmat Hidayat,dkk,2006.
8
3.
Metode pot/ lubang tanam Cara ini dilakukan apabila jumlah top soil terlalu sedikit, cara ini memerlukan
kegiatan tambahan yaitu membuat lubang-lubang (pot) untuk meletakkan lapisan tanah pucuk yang nantinya akan digunakan untuk penanaman (gambar 2.3). Dalam menata menggunakan lahan dengan menggunakan metode pot/lubang tanam
Gambar 2.3 Dimensi Pot/Lubang Tanam Adapun kelebihan dan kekurangan pada penerapan penataan lahan dengan menggunakan metode pot/lubang adalah : Kelebihan a. Rekayasa lahan yang sangat efektif dan cocok diterapkan pada lahan-lahan bekas galian yang sangat miskin hara b. Hanya membutuhkan sedikit Topsoil Kekurangan a. Memerlukan tambahan unsur hara (pupuk) pada media tanam untuk mengganti dan menutup lubang galian lahan kritis tersebut b. Tapak/keadaan yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya. c. Peralatan yang dibutuhkan cukup banyak d. Proses pengerjaan relatif sulit e. Memerlukan waktu pengerjaan yang relatif lama. Sumber : Rahmat Hidayat,dkk,2006.
9
2.5
Aspek Kesuburan Media Tanam. Aspek kesuburan media tanam dapat dikelompokkan menjadi kesuburan fisik, kimia,
dan biologi. Ketiga aspek kesuburan tersebut secara bersama-sama berperan dalam mempengaruhi kualitas media tanam. Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di Indonesia umumnya berada pada tanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan kualitas media tanam khususnya pada top soil perlu dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi. pemberian bahan organik merupakan kunci pokok perbaikian lapisan atas. 2.5.1 Kesuburan Fisik. Perkembangan akar tanaman akan terjamin apabila tanah memiliki sirkulasi air dan udara yang baik. Sirkulasi yang baik akan terjadi apabila tanah memiliki konsistensi yang gembur dan struktur tanah yang telah berkembang. Konsistensi gembur umumnya dimiliki oleh tanah-tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Tanah yang padat dan keras akibat beban dari alat-alat berat (Gambar 2.4), akan sangat mengurangi laju infiltrasi air, jumlah air dan udara dalam tanah, dan tentunya menghambat pertumbuhan perakaran tanaman.
Gambar 2.4 Alat-alat berat menyebabkan tanah menjadi padat dan keras 2.5.2. Kesuburan Kimia. Kesuburan kimia terkait dengan ketersediaan unsur-unsur hara dan tingkat kemasaman tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi, seringkali ditaburkan tanah pucuk setebal 50 – 100 cm ke atas lahan bekas tambang yang sudah ditata dengan asumsi bahwa tanah pucuk tersebut merupakan tanah yang subur secara kimia dan fisik. Pada kenyataannya, tanah pucuk untuk reklamasi 10
adalah tanah yang sangat tidak subur, seperti dicerminkan oleh kandungan bahan organik yang sangat rendah dengan struktur tanah yang sudah rusak sehingga mudah sekali padat. Perbaikan kesuburan kimia terhadap tanah pucuk dapat dilakukan dengan kombinasi penggunaan kompos dan pupuk dasar yang biasa digunakan. Penggunaan senyawa humat sebagai pengganti kompos terlihat nyata memperbaiki performance tanaman penutup tanah (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Perbaikan kualitas tanah pucuk Kesuburan kimia juga menyangkut kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat bersifat racun untuk pertumbuhan tanaman yang dipicu oleh tingginya kemasaman tanah akibat oksidasi senyawa yang mengandung sulfida, seperti pirit . Sifat-sifat kimia tanah yang mengandung mineral sulfida dapat dikenali melalui pengukuran pH dalam H2O2 yang menghasilkan tingkat kemasaman sangat masam 2.5.3. Kesuburan Biologi. Kesuburan biologi menyangkut aktivitas mikrobiologi dalam tanah yang dilakukan oleh berbagai mikro/mesofauna/-flora. Berbagai parameter sifat fisik dan kimia tanah seringkali tidak dapat menggambarkan adanya perubahan kualitas tanah setelah reklamasi. 2.6
Penanaman dan Perawatan Tanaman Pemilihan jenis tanaman disesuaikan dengan rencana penggunaan lahan yang
telah dirancang pada saat penyusunan dokumen rencana reklamasi. Pada umumnya tambang yang berada pada lahan yang berstatus lahan hutan akan direklamasi dengan tanaman kehutanan. Untuk mengembalikan tanaman pada lahan bekas tambang menjadi hutan alami maka langkah yang harus dilakukan adalah sbb: setelah permukaan lahan selesai ditata lansekapnya, maka permukaan lahan ditanami tanaman penutup tanah (cover crop), kemudian 11
tanaman cepat tumbuh (fast growing plant) dan baru ditanam spesies lokal (indiginous species). 2.6.1 Tanaman Penutup Tanah (cover crops) Kegunaan tanaman penutup tanah adalah: untuk (1) menahan pukulan hujan, (2) menahan laju air limpasan, (3) menambah N, (4) menambah BO (memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah), (5) melindungi permukaan tanah dari erosi, (6) mengurangi pencucian unsur hara, (7) mempercepat pelapukan, dan (8) menekan pertumbuhan gulma. Berbagai jenis tanaman penutup tanah adalah macam penutup tanah menjalar diantara barisan tanaman, pelindung tebing, bersifat permanen dan pelindung perdu di antara barisan tanaman, sebagai pagar, pupuk hijau. Beberapa jenis legume cover crop menjalar adalah: Centrosema pubescens, Calopoginium mucunoides, Calopogonium caeruleum, Psopocarphus polustris, Desmodium ovalifolium, Mucuna conchinchinensis, Pueraria javanica, Pueraria phascoloides. Jenis legume cover crop tipe pelindung perdu adalah: Flemingia congesta, Crotalaria anagyroides, Tephrosia vogelii, Caliandra callothyrsus, Caliandra tetragona. Penanaman tanaman penutup tanah sebaiknya dilakukan pada saat awal musim hujan. Perawatan tanaman perlu dilakukan dengan pemupukan terutama pada lahan yang tidak subur yang ditunjukkan oleh pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Pupuk NPK dengan dosis 50 kg/ha perlu ditebarkan pada tanaman cover crop yang mulai tumbuh. Pertumbuhan cover crop terutama yang menjalar dapat melilit ke tanaman cepat tumbuh. Untuk itu perlu dilakukan pemotongan tanaman yang melilit agar tidak mematikan tanaman cepat tumbuh. 2.6.2. Tanaman Cepat Tumbuh (Fast growing plants) Tanaman cepat tumbuh ditanam bersamaan atau segera setelah tanaman penutup tanah ditanam. Ada beberapa jenis tanaman cepat tumbuh yang ditanam sebagai pohon pelindung yang melindungi tanaman pokok atau tebing, pematah angin, mengurangi intensitas cahaya dan suhu, meningkatkan kelembaban udara dan mempertahankan kelembaban tanah, dan menambah bahan organik. Tanaman ini berfungsi untuk menciptakan iklim mikro yang cocok untuk ekosistem hutan. 12
Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut (Albizzia falcata), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), Lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), dll. Kriteria tanaman cepat tumbuh adalah (1) tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur, (2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4) tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis. Seperti halnya tanaman penutup tanah, tanaman cepat tumbuh sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Hal ini untuk mengurangi kematian tanaman akibat kekurangan air pada musim kemarau. 2.6.3. Tanaman Lokal Tanaman lokal merupakan tanaman yang sudah tumbuh secara alami di daerah penambangan. Jenis-jenis tanaman lokal dapat dilihat pada Rona Awal Laporan Amdal. Untuk memperoleh bibit tanaman lokal kita bisa ambil dari bibit kecil di hutan sekitar daerah penambangan. Kerjasama dengan masyarakat lokal sangat penting untuk memperoleh bibit tanaman lokal. Tanaman lokal umumnya sulit tumbuh pada kondisi lahan terbuka. Oleh karena itu tanaman lokal ditanam setelah tanaman cepat tumbuh sudah tumbuh dengan baik. Semakin banyak jenis dan jumlah tanaman lokal maka ekosistem hutan semakin baik dan mendekati hutan alami. Untuk mensukseskan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang maka faktor yang sangat penting adalah lokasi pembibitan untuk tanaman cepat tumbuh dan tanaman lokal. Tanaman lokal perlu diaklimatisasi sebelum ditanam pada lahan bekas tambang yang sudah ditumbuhi tanaman cepat tumbuh. 2.6.4. Pengembangan Tanaman Lain Seperti telah dikemukakan di atas, penggunaan lahan bekas tambang dirancang sesuai dengan rencana awal penutupan tambang. Selain untuk tanaman kehutanan, lahan bekas tambang dapat digunakan untuk tanaman perkebunan, tanaman, pangan, tanaman hortikultura, maupun tanaman padi sawah. Pemilihan penggunaan lahan sangat tergantung dari kondisi geobiofisik lahan dan rencana tataruang penggunaan lahan.
13
Tanaman selain kehutanan umumnya memerlukan syarat tumbuh yang lebih sulit. Oleh karena itu, persiapan lahan untuk penanaman, persiapan benih, bibit, dan perawatan tanaman memerlukan penangangan yang lebih baik dibandingkan dengan reklamasi untuk lahan hutan. Untuk tanaman perkebunan, kelapa sawit dan karet merupakan dua jenis tanaman yang relatif mudah tumbuh di lahan marjinal seperti lahan bekas tambang. Hanya saja tanaman sawit memerlukan curah hujan yang cukup tinggi. Untuk tanaman pangan dan hortikultura memerlukan penanganan yang lebih intensif lagi dibandingkan tanaman perkebunan yang mencakup persiapan lahan, penanaman, dan perawatan tanaman.
14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Industri pertambangan selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukan. Kegiatan penataan lahan dilakukan dengan beberapa tahapan, Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi, jenis tanah dan iklim setempat. Kegiatan pengaturan bentuk lahan meliputi: -
Luas lahan yang akan di reklamasi.
-
Kebutuhan tanah penutup.
-
Ketersediaan tanah penutup.
-
Pengaturan bentuk lereng, dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air limpasan (run off), erosi dan sedimentasi serta longsor.
-
Pengaturan saluran air, dimaksudkan untuk mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan.
Pada reklamasi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menata tanah pucuk, antara lain: 1.Metode perataan tanah 2. Metode tumpukan atau guludan 3. Metode pot/ lubang tanam Aspek kesuburan media tanam dapat dikelompokkan menjadi kesuburan fisik, kimia, dan biologi.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hidayat,Rahmat.dkk,(2006),Model Reklamasi Lahan Kritis Pada Area Bekas Penggalian Batubara,Jurnal Bestari Universitas Muhamadiah Malang .Malang. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/bestari/article/view/199. 25 Juni 2013.
2.
www.academia.edu/4354009/Meningkatkan_Keberhasilan_Reklamasi_Lahan_Bekas_Tambang
3.
Fuadi,Anuar, 2013, Rencana Penataan Top Soil pada Disposal Pit S5 Block Siambul PT. Riau Baraharum (RBH) Desa Siambul,Kec.Batanggansal,Kab. Indragiri Hulu, Prov Riau. UPN "Veteran" Yogyakarta.
4.
www.Makalahproposal.blogspot.com.
16