KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Stabilitas Obat ini dengan baik. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Kami berharap makalah ini adalah sebagai suatu bidang pembelajaran dan penambah wawasan juga pengetahuan terhadap pemba ca. Disadari terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Bandung, April 2017
Penyusun
Daftar isi Kata pengantar .................................................. Daftar isi .......................................................... Bab I PENDAHULUAN ........................................... A. Latar belakang .......................................... B. Rumusan masalah ..................................... C. Tujuan …………........................................ Bab II PEMBAHASAN Bab III PENUTUP Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................... A. Kesimpulan ......................................... Daftar pustaka .................................
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu produk sesuai dengan batas-batas tertentu selama penyimpanan dan penggunaanya
atau
umur simpan suatu produk dimana produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada waktu pembuatan. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan, proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor formulasi seperti ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi stabilitas (Osol et al, 1980). Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat penting untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan sediaan (warna, bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi si pemakai. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan farmasi. Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju penguraian obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari segi kimia, stabilitas obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan. (Ansel, 1989; Lachman et al,1994).
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan. Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paruh suatu obat. Waktu paruh suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Dengan mengetahui stabilitas obat dan waktu paruhnya dapat diketahui lamanya obat dapat disimpan atau waktu simpan. Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yang dapat mengalami penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Kestabilan fisika-kimia obat sangat penting dipahami bagi seorang pharmacist agar dapat menentukan dengan tepat, kapan suatu obat masih dapat digunakan dan kapan sudah melewati waktu simpannya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kestabilan suatu sediaan obat harus dapat diketahui dan dipahami. B. Rumusan Masalah
a. Apa itu stabilitas obat? b. Apa saja jenis-jenis stabilitas obat?
C. Tujuan a. Mengetahui pentingnya uji stabilitas terhadap sediaan farmasi. b. Mengetahui apa saja jenis-jenis stabilitas obat.
BAB II PEMBAHASAN A. Stabilitas Obat
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan karateristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kualitas, kuantitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaa (Shelf life). Stabilitas juga di definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigen, karbondioksida dan uap air) serta kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas.
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak cukup stabil, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi dan fase pemisahan) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi Selama penyimpanan ataupun transportasi, obat bisa mengalami perubahan secara fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji stabilitas terhadap produk yang akan dipasarkan. Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu : 1.
Stabilitas kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.
2.
Stabilitas fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian, keseragaman, disolusi dan kemampuan untuk disuspensikan.
3.
Stabilitas mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.
4.
Stabilitas farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
5.
Stabilitas toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia guna sediaan.
B. Jenis Stabilitas Obat
1. Stabilitas Fisika Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph dan bobot jenis. Kriteria stabilitas fisika: a. Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan b. Keseragaman bobot c. Keseragaman kandungan d. Suhu e. Disolusi f. Kekentalan g. Bobot jenis h. Visikositas Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya. Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekulmolekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah : a. Menggambarkan susunan ruang dari molekul obat. b. Memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul. c. Memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi tertentu.
Ketidakstabilan Fisika Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa memperdulikan kesempurnaan prosesnya. a. Perubahan struktur kristal Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan obat. b. Perubahan kondisi distribusi Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau pengapungan. c. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami pengerasan. d. Perubahan perbandingan kelarutan Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan bahan
terlarut (kristalisasi atau
pengedapan)
melalui perubahan
konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut. e. Perubahan perbandingan hidratasi Melalui
pengambilan
atau
pelepasan
cairan
dapat
mempengaruhi
perbandingan hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.
2. Stabilitas Farmakologi Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula.
Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis. Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat a. Fasa farmasetik Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus dalam bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa dipengaruhi oleh nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-3 dan usus pH = 5-8). Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan juga penting untuk aktivitas obat. b. Fasa Farmakokinetik Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target. c. Fasa Farmakodinmik Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis. 3. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain. Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non terapetik dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi lingkungan yang utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan temperatur yang ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan. Dalam berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat mengakibatkan rusaknya kandungan zat aktif, antara lain adalah: a. Hidrolisis
Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi senyawa prokainamid tidak terhidrolisa. Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis. Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin). b. Epimerisasi Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri. c. Dekarboksilasi Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid. d. Dehidrasi Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek toksisitas e. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus dien terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV. f. Dekomposisi fotokimia Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap foto oksidasi. g. Kekuatan Ion Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion. h. Perubahan Nilai pH Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam. i. Interionik Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan. j. Kestabilan bentuk padat Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid. Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic. Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau atau di dalamnya. k. Temperatur Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi
pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.
4. Stabilitas Mikrobiologi Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan kosmetik. Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk
menjaga
atau
mempertahankan
jumlah
dan
menekan
pertumbuhan
mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor, antara lain: a. Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme. b. Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap bahan-bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan khusunya toksin fungi/jamur. Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair juga rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat ketiga digunakan utuk menghasilkan produk dalam bentuk
larutan,
disperse
atau
pun
emulsi
dapat
mendukung
pertumbuhan
mikroorganisme Gram negative seperti Enterobacter spp., E. coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya.
5. Stabilitas Toksikologi Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan. Efek toksik dapat dibedakan, menjadi : a. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik b. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keracunan. Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan
kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada fase praklinik. Zat kimia disebut xenobiotik ( xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah : a. Dosis Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. b. Faktor bahan penyusun 1) stabilitas bahan aktif 2) bahan pembantu a) Dapar Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan pH, meningkatkan stabilitas obat, meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu : i)
dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk mempertahankan stabilitas obat maka daparnya k ecil)
ii) dapar harus aman secara biologis iii) dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk iv) memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima b)
Pengawet Kemungkinan
kontaminasi
selama
pembuatan,
penyimpanan
dan
penggunaan. Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan,
lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet: i)
Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
ii) Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran iii) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel iv) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis, dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai. c)
Antioksidan Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh:
i)
Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga oksidasinya semakin lancar
ii) Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif iii) O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi iv) Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah harus efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan lainnya. c. Faktor luar
1) cara pembuatan 2) bahan pengemas Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan bahan pengemas antara lain adalah : i)
melindungi preparat dari keadaan lingkungan
ii)
tidak boleh bereaksi dengan produk
iii)
tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
iv)
tidak toksik
v)
disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
vi)
harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
vii)
mudah mengeluarkan isi
viii) menarik d. Kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari: 1)
Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.
2)
Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
3)
Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.
4)
Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
5)
Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C. Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah),
pembekuan suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus
dicantumkan petunjuk untuk melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas berlebihan.