KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh kare na itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, 23 Februari 2018
Penulis,
2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan. Secara umum toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas subkronik dan toksisitas kronik. Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan (Priyanto, 2009). Uji toksisitas bertujuan untuk mengetahui efek toksik dan menentukan batas keamanan suatu senyawa yang terdapat dalam zat-zat kimia, termasuk dalam tumbuh-tumbuhan (Widyastuti, 2008).
Uji toksisitas subkronik adalah salah satu uji praklinik untuk mengidentifikasi ciri fisik maupun organ yang diberikan senyawa uji secara berulang dalam waktu tertentu yaitu selama 28 atau 90 hari (Casarett dan Doull's, 2008). Prinsip uji toksisitas subkronik yaitu, sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji. Tujuan uji toksisitas subkronik adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik z at yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut (OECD, 2001).
3
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Apakah pengertian, alur, syarat dan uji-uji yang berkaitan uji toksisitas subkronik? 2. Bagaimana alur proses dan syarat hewan uji toksisitas subkronik? 1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian, alur, syarat dan uji -uji yang berkaitan uji toksisitas subkronik. 2. Untuk mengetahui alur proses dan syarat hewan uji toksisitas subkronik. 1.4
Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu: 1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian, alur proses, syarat hewan uji dan uji-uji yang berkaitan uji toksisitas subkronik. 2. Sebagai informasi atau referensi dalam mempelajari uji toksisitas subkronik.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penjelasan Uji Toksisitas Subkronik
Uji toksisitas jangka pendek juga dikenal dengan penelitian subakut atau subkronik yang dilaksanakan dengan memberikan bahan uji berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih dari 10% dari masa hidup hewan. Meskipun demikian, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat selama 14 hari dan 28 hari (Lu, 2010). Uji toksisitas subkronik ini disarankan untuk memilih tiga dosis yaitu satu dosis yang cukup tinggi, dosis rendah yang diharapkan tidak akan memberikan efek toksis sama sekali dan dosis menengah. Kadang kala ditambahkan satu dosis atau lebih untuk memastikan tujuan diatas agar dapat dicapai dan kelompok pembanding harus diikut sertakan. Tujuan utama dari uji toksisitas subkronik yaitu untuk mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh dalam pemberian berulang. Uji ini ditunjukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksis itu berkaitan dengan takaran dosis (Fadli, 2015). Uji toksisitas subkronik menyangkut evaluasi seluruh hewan yang bertujuan untuk mengetahui efek patologi kasar dan efek histologi. Uji ini dapat menghasilkan informasi toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran, efek pada organ tersebut dan hubungan dosis efek dan dosis respons. Informasi tersebut dapat memberikan petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan (Hendriani, 2007).
5
Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subkronis meliputi :
1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali. 2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali. 3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari. 4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba. 5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba. 6. Analisis urin paling tidak sekali. 7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba (Loomis, 1978).
2.2
Alur Proses Uji Subkronik
Menurut Wienarno et al. (2015), alur proses uji subkronik terbagi atas beberapa langkah antara lain sebagai berikut :
1. Penetapan hewan uji yang akan diuji tingkat toksisitasnya 2. Mengestimasi besarnya sampel yang digunakan agar mengetahui seberapa banyak hewan uji yang digunakan untuk uji toksisitas oral berdasarkan pengelompokan menurut variable tertentu 3. Penentuan variabel yang akan diuji misalnya kimia darah, kelainan histopatologi dan lainnya 4. Penentuan bahan uji dan menyiapkannya dengan rumus pengenceran 5. Hewan uji dipuasakan selama 16 jam, lalu dipaparkan bahan uji selama 45 hari dan 90 hari 6. Diamati lalu dicatat hasilnya.
6
Secara garis besar gambaran alur uji toksisitas subkronik dapat dilihat sebagai berikut
2.3 Syarat Hewan Uji
Kriteria organisme untuk uji toksisitas :
Tersedia luas melalui kultur laboratorium, tempat pemijahan atau pengambilan di lapangan dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi
Secara genetik dan sejarah pengkulturannya harus diketahui dengan jelas
Peka terhadap berjenis-jenis bahan racun/toxicant
Indigenous species/organisme uji merupakan jenis asli pada suatu lokasi
Mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi
Mudah untuk dikultur dilaboratorium
Tidak memiliki cacat anatomi
Pergerakan yang aktif prapenelitian
7
2.4 Uji Yang Terkait Dengan Uji Subkronik
Menurut APHA (1995) dalam Husni dan Esmiralda (2010), Uji hayati yang diklasifikasikan menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan terbagi menjadi tiga macam cara, antara lain :
Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Keuntungan metoda ini adalah: 1.
metode ini sederhana dan murah,
2.
sumber daya yang diperlukan minim (ruang, tenaga, dan peralatan) selain itu volume sampel yang diperlukan lebih sedikit. Akan tetapi, ada beberapa kelemahan yang menyebabkan kerugian metode ini, yaitu:
1. Jika kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi akan menyebabkan penurunan Dissolved Oxygen (DO) dengan cepat, memungkinkan terjadinya penguapan senyawa toksik ataupun adsorpsi pada permukaan labu percobaan; 2. Umumnya kurang sensitif dari pada tes statis yang diperbaharui atau tes aliran air kontinu akibat senyawa toksik telah terdegradasi atau teradsorpsi sehingga menurunkan nilai toksisitas yang sesungguhnya.
Renewal Test, adalah suatu metode uji dimana organismenya didedahkan ke dalam larutan uji dalam komposisi yang sama secara periodik berulang selama uji berlangsung (dengan interval waktu pengulangan setiap 24 jam). Hal ini dilakukan dengan memindahkan organisme atau replikasi larutan, serta melakukan penggantian larutan uji. Dengan pengantian larutan, maka organisme uji akan terekspos oleh larutan segar/baru dengan konsentrasi yang sama setiap 24 jam sekali ataupun 6 interval waktu lain yang ditentukan.
8
Ada beberapa keuntungan metode ini, yaitu: 1.
Mengurangi kemungkinan penurunan DO pada larutan uji dengan kandungan COD dan BOD tinggi;
2.
Mengurangi kemungkinan hilangnya toksikan akibat penguapan atau adsorpsi pada labu percobaan;
3.
Organisme uji yang kehilangan energi dengan cepat akan mengkonsumsi pada saat larutan uji diperbaharui/diganti sehingga tetap terjaga kondisi yang sehat.
Akan tetapi, kekurangan metode ini adalah: 1. Memerlukan volume effluent yang lebih besar; 2. Umumnya kurang sensitif dibandingkan dengan tes aliran air kontinu akibat terdegradasinya toksikan atau teradsorpsi; 3. Kelemahan lain juga kecilnya kemungkinan untuk dapat mendeteksi variasi temporal pada buangan.
Flow Through Test, adalah suatu metode uji yang larutan ujinya diganti (mengalir) secara kontinyu selama masa pengujian berlangsung. Dalam uji toksisitas dengan aliran kontinu ada dua tipe yang dapat dilakukan: 1. Sampel dipompakan ke dalam reaktor uji secara kontinu dari sistem pengenceran; 2. Sampel yang diambil secara grab atau komposit dikumpulkan secara periodik kemudian dipompakan secara kontinu dari tangki pengumpul ke sistem pengencer. Beberapa kelebihan penelitian pada air mengalir dibandingkan dari pada air statis, antara lain: 1. Memberikan evaluasi toksisitas akut yang lebih mewakili sumber toksikan terutama jika sampel dipompakan secara kontinu langsung dari sumber; 2. Konsentrasi DO dalam wadah uji lebih terpelihara;
9
3. Dapat digunakan pada faktor beban (biomasa) yang lebih tinggi; 4. Kemungkinan toksikan menguap dan atau teradsorpsi dapat ditekan. Kerugian dari metode ini adalah: 1. Memerlukan jumlah sampel yang besar begitu pula dengan air pengencer yang diperlukan; 2. Peralatan uji lebih kompleks dan mahal serta memerlukan pemeliharaan dan pengawasan; 3. Memerlukan ruangan yang lebih besar; 4. Sesuai dengan jumlah tenaga yang diperlukan maka sulit untuk dapat dilakukan secara multipel. Uji toksisitas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
1. Uji Toksisitas Kualitatif
Uji toksisitas kualitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati, ginjal, sistem saraf dll. Uji toksisitas kualitatif dapat juga dilihat dari gejala yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat selluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala – gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dll. Dan banyak lagi zat kimia dalam betuk logam dan non logam yang juga dapat menyebabkan efek seperti disebut di atas.
2.
Uji/Analisis Toksisitas Kuantitatif
Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multipel dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. Toksisitas khronis sifatnya permanen, lama, konstan, kontinu, irreversibel. Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik
10
toksisitas akut/ khronis. Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar, kecilnya menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi dari usia, jenis kelamin, berat badan, portal of entry, frekuensi, interval waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain. Terdapat beberapa istilah mengenai dosis yaitu yang umum digunakan adalah Lethal Dosis (LD) : yaitu dosis yang mematikan X % hewan uji dengan satuan berat/berat badan. Dikenal LD10, LD50, LD100, Min LD dan Dosis Therapheutik yaitu dosis yang tepat untuk pengobatan. atau dapat juga dilihat dari konsentrasi LC10, LC5O, LC100. Di dalam PP 18 tahun 1999 dikatakan bahwa limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila diuji dengan metoda toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 15 g/kg berat badan. Sedangkan dalam PP No 85 ta hun 1999 dikatakan bahwa bila nilai LD50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada lampiran III PP tersebut harus dilakukan evaluasi sifat khronis, yaitu mutagenisitas, karsinogenisitas, teratogenisitas. Uji toksisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan uji seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan lain-lain. Pemilihan hewan uji tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana. Setelah diperoleh hasil uji toksisitas, untuk dapat diketahui efeknya terhadap manusia, maka perlu dilakukan extrapolasi.
11
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang zat-zat kimia yang dapat menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh dan lingkungan. Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia. Terdapat beberapa je nis uji toksisitas yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas jangka pendek (sub kronis), dan uji toksisitas jangka panjang (kronis). Selain itu terdapat uji toksisitas berdasarkan larutannya yaitu static test, renewal test, flow throught test. Untuk melakukan uji toksisitas harus menggunakan suatu organisme yang memiliki kriteria tertentu. Syarat suatu organisme yang dapat digunakan untuk melakukan uji toksisitas yaitu:
Tersedia luas melalui kultur laboratorium, tempat pemijahan atau pengambilan di lapangan dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi
Secara genetik dan sejarah pengkulturannya harus diketahui dengan jelas
Peka terhadap berjenis-jenis bahan racun/toxicant
Indigenous species/organisme uji merupakan jenis asli pada suatu lokasi
Mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi
Mudah untuk dikultur dilaboratorium
Tidak memiliki cacat anatomi
Pergerakan yang aktif prapenelitian
12
DAFTAR PUSTAKA
Casarett, L.J., dan Doull, J. (2008). Toxicology the Basic Science of Poisons. Editor: Curtis D. Klaassen. Edisi Ketujuh. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 28-32. Husni, Hayatul dan Esmiralda, M.T. 2010. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin) (Studi Kasus: Limbah Cair Industri Tahu “SUPER”, Padang). Jurusan Teknik Lingkungan. Universitas Andalas. Fadli, M. Y. 2015. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa ( Gynuru procembens (lour.) merr) Terhadap Gambaran Histopatologis Lambung
Pada Tikus Galur
Sprague dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Hendriani, R. 2007. Uji Toksisitas Subkronik
Kombinasi Ekstrak Etanol Buah
Mengkudu ( Morinda citrifolia linn.) dan Rimpang Jahe Gajah ( Zingiber officinale rosc.) Pada Tikus Wistar. Karya Ilmiah Yang Tidak
Dipublikasikan. Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran. Lu, F. C. 2010. Toksikologi Dasar. Jakarta: UI Press. OECD. 2001. Acute Oral Toxicity. OECD Guidelines for the Testing of Chemicals. TG 401. 432(1): 1-6. Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, Leskonfi.Depok: 143-155. Widyastuti, S. 2008. Uji toksistas ekstrak daun iprih ( Ficus glabella Blume) terhadap Artemia salina Leach. dan profil kromatografi lapis tipis. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta Wienarno, M., W., L., Widowati., D., Sundari., 2015. Studi Keamanan Ramuan Jamu untuk Hiperurisemia dan Hipertensi. Buletin Penelitian Kesehatan. 43(3) : 137-146.
13