BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Lingkup bahan tambahan (Food Additives), bahan ikutan (Food Adjuncts) dan bahan cemaran (Food Contaminants) yang ada dalam bahan pangan, sangat luas. Dengan perkembangan perkembangan teknologi pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka bahan-bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan semakin banyak jumlahnya. Demikian juga bahan ikutan yang secara alamiah telah ada dalam bahan tanpa dengan sengaja ditambahkan makin lama makin banyak yang dapat diidentifikasikan dan dikenal secara kimiawi. Namun demikian, sifat bahan ikutan masih harus berlaku yaitu kegunaannya sebagi zat gizi tidak ada atau masih diragukan. Juga bahan cemaran yang masuk ke dalam bahan makanan umumnya tidak disengaja dan tidak dikehendaki semakin banyak jenisnya. Dengan bertambah rumitnya teknik pengolahan dan penggunaan peralatan yang semakin beragam, tingkat dan jenis pencemaran bahan makanan juga semakin banyak. Perhatian masyarakat dan industri terhadap bahan tambahan pangan berkaitan dengan kemungkinan bahwa komponen bermutu rendah dimasukkan dengan curang ke dalam makanan yang dipasarkan dan dengan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh senyawa beracun dalam makanan. Baru-baru ini kita menyadari bahwa banyak senyawa makanan alam mungkin beracun. Karena itu, masalah bahan makanan pangan, harus ditinjau hanya sebagai satu segi saja, yaitu dari keamanan makanan, dalam masalah yang lebih umum mengenai mengenai senyawa toksik dalam dala m makanan. Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan tambahan pangan dibagi ke dalam dua golongan utama, bahan tambahan pangan yang ditambahkan tidak sengaja dan bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja. Undang-undang Amerika Serikat yang mengatur bahan tambahan dalam 1
tahun 1958. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengawasan dan atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient ) utama. BTM dan produk-produk degradasinya, biasanya tetap di dalam makanan, tetapi ada beberapa yang sengaja dipisahkan selama proses pengolahan. Sementara itu, pada Undang-undang RI No. 7 Ta hun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Keamanan Pangan) bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan. BTM yang secara tidak sengaja ditambahkan, atau lebih tepat disebut sebagai kontaminan, tidak termasuk dalam konteks BTM yang dibicarakan P enambahan BTM secara umum bertujuan untuk: 1. Meningkatkan nilai gizi makanan 2. Memperbaiki nilai sensori makanan 3. Memperpanjang umum simpan ( shelf life) makanan. Bahan-bahan tambahan seperti vitamin, mineral, atau asam amino biasanya ditambahkan untuk memperbaiki dan atau menaikkan nilai gizi suatu makanan. Banyak makanan yang diperkaya atau difortifikasi penambahan vitamin B ke tepung terigu atau penambahan vitamin A ke dalam susu. Mineral besi ditambahkan untuk memperkaya nilai gizi makanan, terutama karena besi yang berada dalam makanan umumnya mempunyai ketersedia hayati (biovailability) rendah. Warna, bau, dan konsistensi/tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan BTM seperti pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil dan lain-lain. Pembentuka n bau yang menyimpang (off flavor) pada produk produk berlemak dapat dicegah dengan penambahan antioksidan. Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan mineral, pengemulsi, pengental. B. MAKSUD
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui bahan toksik apa saja yang beracun dalam baha n tambahan makanan. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia 2
terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. C. TUJUAN Tujuan Umum
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan toksik dalam produk konsumen yang ditambahkan ke dalam makanan. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan khusus yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adala h sebagai berikut: a)
Mengetahui bahan toksik dalam makanan.
b)
Mengetahui penyebab terkontaminasinya pangan oleh bahan kimia beracun.
c)
Mengetahui bahan kimia beracun lainnya yang terdapat dalam makanan.
d)
Mengetahui gejala-gejala keracunan makanan.
e)
Mengetahui bahan makanan beracun yang perlu diwaspadai.
3
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAHAN BERACUN DALAM BAHAN MAKANAN 1.
Penyebab terkontaminasinya pangan oleh bahan kimia beracun a. Penyediaan Bahan Baku Suatu produk makanan bisa terkontaminasi bahan kimia beracun berawal dari penyediaan bahan baku. Bahan baku makanan yang kebanyakan merupakan hasil dari proses penanaman (tumbuhan). Semakin berkembangnya zaman, dalam proses penanaman suatu bahan pangan tidak lepas dari berbagai zat kimia seperti pupuk, ataupun obat anti hama.
b. Penggunaan Pupuk Penggunaan pupuk dalam proses penanaman adalah salah satu faktor yang menyebabkan terakumulasinya bahan kimia beracun dalam bahan pangan. Pupuk pupuk sintesis yang banyak digunakan saat ini merupakan faktor yang dominan. Misalnya pupuk sintesis yang mengandung bahan kimia beracun antara lain DDT. Penggunaan DDT dalam proses pemupukan menimbulkan efek yang dahsyat pada tanaman. Selain DDT penggunaan pupuk sintesis seperti Urea, NPK, ZA juga menambah jumlah akumulasi zat kimia beracun di dalam tanaman. Penggunaan obat anti hama juga merupakan faktor yang menyebabkan terakumulasinya zat-zat kimia beracun dalam bahan makanan. Akan tetapi mekanisme secara umum berbeda dengan pupuk. Obat anti hama yang biasa diberikan dengan cara penyemprotan memudahkan bahan-bahan kimia tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan melalui pori-pori daun (stomata, le ntisel).
c. Proses Pengolahan Tahap proses pengolahan pangan merupakan tahap yang paling potensial untuk bercampurnya pangan dengan bahan-bahan kimia berbahaya karena pada proses ini sering ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP). Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
4
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dala m makanan untuk maksud teknologi pengolahan. Tujuan penggunaan bahan makanan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Jenis bahan tambahan pangan ada dua jenis yaitu GRAS (General Recognized as safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake) jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (Daily Intake) demi menjaga da n melindungi kesehatan konsumen.
d. Pengawet Anorganik Pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetap toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit, karena itulah diadakan konsep ADI (Acceptable Daily Intake). Contoh bahan pengawet anorganik antara lain:
Sulfur Oksida Sulfur Oksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sa ma efektifnya. Keracunan sulfur dioksida dapat menyebabkan luka usus dan suatu hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma hipersensitivitas atau intoleransinya terhadap bahan pengawet lebih kecil dibanding dengan orang dewasa.
Nitrit Dalam bahan pangan dalam kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin secara alami sehingga membentuk senyawa nitosoamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Baik dalam pangan maupun pencernaan, senyawa mudah diubah menjadi nitrit, yaitu senyawa yang tergolong racun, khususnya NO yang terserap dalam darah, mengubah hemoglobin darah menusia menjadi nitrose hemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mngangkut oksigen. Kebanyakan methaemoglobin, penderita menjadi pucat, cianosis, sesak nafas, muntah, dan shock dan bisa mati bila dosis lebih dari 70%. 5
Bahan tambahan pangan yang bisa menyebabkan kanker pada manusia atau hewan tidak boleh dianggap aman dan evaluasi penelitian terakhir menunjukkan bahwa bahan tambahan makanan yang berbahaya meliputi sifat karsinogenik, mutagenic toksisitas, bahan tambahan pangan yang terlarang tersebut antara lain: o
Asam Borat Asam Borat merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal dengan nama ³bleng´, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama ³pijer´. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, anoreksia, berat badan menurun, ruam kulit, anemia, dan konvulsi dan bahkan bisa menimbulkan shock. Dan bila dikonsumsi terus menerus bisa menyebabkan gangguan pada gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan pada susunan saraf, depresi, dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu boraks bisa menyebabkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati, dan kulit karena boraks cepat terabsorpsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit luka, atau membrane mukosa.
o
Formalin Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40% (40% gas formaldehid dalam air). Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5 gram. Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Formalin memberi dampak yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia berdasarkan konsentrasi dari subtansi formaldehid yang 6
terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan. Formalin jika dalam konsentrasi yang tinggi dalam tubuh, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat kimia di dalam sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagenic, serta orang yang mengonsumsi akan muntah, diare bercampur darah, dan kematian yang disebabkan kegagalan dalam peredarah darah. Depkes RI
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No
722/MenKes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan seperti formalin merupakan bahan tambahan pa ngan yang dilarang. o
Dulsin Dulsin atau dulcin dikenal dengan nama perdagangan sucrol, valsin merupakan
senyawa
petoxiphenil-urea,
p-phenetilurea
atau
p-
phenetolkarbamida dengan rumus CC9H12N202. Dulsin dalam bahan pangan digunakan sebagai pengganti sukrosa bagi orang yang perlu diet karena dulcin tidak memiliki nilai gizi. Kristal dulsin membentuk jarum yang mengkilap dan intensitas rasa manisnya sekitar 250 kali (antara 70 ± 350 kali) dari rasa manis sukrosa. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang membahayakan bagi kesehatan, karena ternyata dosis kematian pada anjing sebesar 1.0gl / 2kg. o
Nitrofurazon Nitrofurazon memiliki rumus kimia C6H6N404. Nitrofurazon memiliki sifat, berwarna kuning muda, berasa pahit, terukur pada panjang gelombang maksimum 375 nm. Larut sangat baik dalam air dengan perbandingan 1:4200 dan larut dalam alkohol dengan perbandingan 1:590, dalam propylene glycol dengan perbandingan 1:350. Dapat larut dalam larutan alkalin dengan menunjukkan warna jingga terang. Efek farmakologi nitrofuran dari hasil penelitian terhadap tikus, maka LD50 dari 0.59 g/kg pemberian secara oral dapat menyebabkan skin lessison pada kulit serta infeksi pada kandung kemih.
o
Asam Salisilat 7
Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Penggunaan asam salisilat dalam pangan ditambahkan sebagai aroma penguat rasa. Komposisi asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O3, berbentuk hablur ringan tak berwarna, atau serbuk berwarna putih dengan rasa agak manis dan tajam, biasanya tak berwarna tetapi serbuknya mengiritasi hidung.
2.
Bahan Kimia Beracun Lain Dalam Makanan a. Rhodamin B & Metanil Yellow Selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia berbahaya yang digunakan produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen, antara lain: zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow (pewarna kuning). Berdasarkan hasil penelitian banyak ditemukan zat pewarna Rhodamin dan Metanil Yellow pada produk industri rumah tangga. Rhodamin adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil plastik. Rhodamin B dan Metanil Yellow biasanya sering digunakan untuk mewarnai makanan seperti, kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis Rhodamin B dan Metanil Yellow bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. b. Boraks dan Asam Salisilat Selain Rhodamin B dan Metanil Yellow, konsumen juga perlu waspada dengan pemakaian bahan kimia lain. Pasalnya, kajian terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia, ada beberapa kasus penyalahgunaan bahan kimia yang dicampurkan dalam bahan makanan. Bahan kimia yang sering disalahgunakan
pemakaiannya
adalah
asam
borat
(boraks),
asam
salisilat
(aspirin),
diettilpirokarbonat (DEP), kalium bromat, kalium klorat, brominated vegetable oil (BVO), dan kloramfenikol. Bahan makanan seperti itu pernah ditemukan, terutama pada produk makanan industri rumah tangga. Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salisilat pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida, melainkan sejenis 8
antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayur yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat mulus tak ada lubang bekas hama. Pada sebagian petani ada juga yang coba-coba menggunakan bahan kimia untuk mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam salisilat. Asam salisilat yang disemprotkan pada buah untuk mencegah jamur, sedangkan pada sayuran, asam salisilat digunakan untuk mencegah hama. Sebuah survei menyebutkan asam salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih banyak dibandingkan sayuran organik. Asam salisilat akan terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tana man. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun sayur atau buah dicuci bersih. Berikut ini salah satu contoh produk pangan yang mengandung kimia berbahaya: 1. Melamin Ditemukan melamin dalam produk pangan semakin memperpa njang daftar pangan di Indonesia yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya. Selama kita mengenal melamin mungkin hanya dari peralatan makanan dan minuman yang kita pakai, seperti mangkok, gelas, atau piring melamin. Formalin merupakan larutan yang komersial dengan konsentrasi 10 ± 40% dari formaldehis. Bahan ini biasanya digunakan sebagai bahan antiseptik, germisida dan pengawet. Fungsinya sering disalahgunakan untuk bahan pengawet makanan dengan alasan karena biaya lebih murah seperti mengawetkan ikan, dengan sebotol kecil dapat mengawetkan ikan secara praktis tanpa harus memakai batu es. Formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni pernapasan dan mulut. Sebetulnya kita setiap hari menghirup formalin dari lingkungan sekitar yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik yang mengandung foormalin, mau tidak mau kita menghisapnya. Formalin juga dapat menyebabkan kanker (zat yang bersifat karsinogenik). Bila terhirup formalin dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernapasan, rasa terbakar pada hidung dna tenggorokan serta batuk, keruskaan pada sistem saluran pernapasan bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru-paru) atau edema paru. 9
Bila terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan rasa terbakar. Apabila terkena mata menimbulkan iritasi, memerah, rasanya sakit dan gatal-gatal. Bila konsentrasi tinggi maka menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan kerusakan pada lensa mata. 2. Boraks Sebagai Pengenyal Ini merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus pada makanan seperti bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan yang khas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama. Sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturny bagus dan renyah. Dalam industri, boraks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol kecoa. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lendir. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan diare. Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker. 3. Pemanis Buatan BPOM menjelaskan pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun kenyataannya banyak ditemukan pada prosuk permen, jelly dan minuman yang mengandung pemanis buatan. Dan ini juga bukan hanya ditemukan pada merk-merk terkenal, tapi juga pada produk yang beriklan di televisi. Bukan hanya mengandung
konsentrasi
tinggi,
tetapi
produk
ini
juga
berupaya
menyembunyikan susuatu. Beberapa produk juga tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan Aspartam. Pemakaian Aspatram berlebihan memicu kanker dan leukimia pada tikus, bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20 mg/kg BB. 4. Pewarna Tekstil Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dahulu dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah 10
untuk membelinya. Namun celakanya ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunaka n sebagai zat adiktif. Contoh yang sering ditemui adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat makanan ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ. Keracunan disebut juga intoksikasi disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang. Beberapa senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bakteri Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas
cocovenenas.
Sedang
dari
kapang
biasanya
disebut
mikotoksinya itu Aspergillus flavus, Penicillium sp, dan lain sebagainya. Akumulasi senyawa toksik tersebut merupakan bom waktu bagi meletusnya berbagai penyakit. Cepat lambatnya hal itu sangat berkaitan erat dengan sistem imunitas tubuh dan status gizi seseorang. Bahan toksik yang terbawa oleh makanan bisa bersumber dari lima hal, yaitu:
Secara alami terdapat di dalam makanan itu sendiri, seperti antitripsin pada kedel asam jengkol, dan hemaglutinin pada kacang-kacangan mentah.
Akibat reaksi-reaksi kimia dari komponen pangan yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan.
Akibat penambahan senyawa tertentu selama proses pengolahan pangan, misalnya penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) secara berlebih atau penggunaan senyawa kimia yang beracun.
Akibat migrasi senyawa beracun dari wadah/kemasan ke dalam makanan, misalnya monomer dari plastik atau bahan logam besi dari koran bekas.
Akibat kontaminasi lingkungan yang tidak sehat, berupa kontaminasi senyawa kimia yang beracun atau mikroba penghasil racun. Unsur toksik tersebut menjadi beban, sehingga tubuh dipaksa untuk
bekerja ekstra keras dan melampaui batas kemampuannya. Akibatnya, kemampuan untuk sehat kembali (recovery) menjadi kian terbatas. Karena 11
itu, setiap waktu kita perlu µberpuasa¶ untuk membuang bahan-bahan beracun yang bisa mengganggu sel, jaringan dan organ dalam tubuh. Begitu racun berhasil dilepaskan, tubuh akan punya kesempatan untuk sehat kembali. Bahan pangan, baik itu hewani maupun nabati adakalanya secara alamiah sedah mengandung racun seperti asam sianida (HCN) pada singkong atau solanin pada kentang. Adakalanya racun di dalam bahan pangan nampak tidak membahayakan, baik dari warna, aroma, rasa maupun kenampakannya.
B. Gejala Keracunan Keracunan makanan biasanya terjadi karena masuknya senyawa-senyawa beracun ke dalam tubuh. Sebagian besar kasus, racun ikut tertelan ke dalam tubuh bersamaan dengan makanan yang kita konsumsi. Gejala yang timbul biasanya ditandai dengan terganggunya sistem pencernaan, seperti mual, muntah dan kolik pada saluran pernafasan. Bahan pangan yang perlu diwaspadai singkong.
Semua pasti mengenal tanaman ini, umbinya kaya akan kandungan karbohidrat dan daun tinggi vitamin A, kondisi ini menjadikan singkong sangat potensial sebagai altenatif lain sumber kalori bagi tubuh. Tetapi siapa sangka, varietas singkong jenis Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun)). Umbi dan daun singkong yang mengandung racun dan biasanya berasa pahit. Perebusan dan perendaman dalam air mengalir dapat mengurangi kandungan racun yang terkandung karena sifat dari asam sianida di dalam air. Jengkol (PithecolobiumLobatum) dan petai Cina sejenis biji-bijian yang enak diolah sebagai semur, botok maupun di makan mentah sebagai lalap. Kentang (Solanum Tuberosum L) di dalam kentang terkandung alkoloid (solanin) yang dapat menimbulkan keracunan. Racun ini sebagian besar terdapat pada bagian dekat kulit. Solanin akan semakin banyak jumlahnya jika kulit kentang sudah berwarna hijau dan bertunas karena disimpan dalam jangka waktu lama. 12
Hasil olah kacang-kacangan yang perlu diwaspadai adalah tempe, terutama tempe bongkrek. Fermentasi yang gagal dan hygiene yang buruk dalam proses
pembuatan
tempe
dapat
mengakibatkan
Pseudomonas
cocovenans
adalah
salah
satunya.
menghasilakn
toxoflavin,
senyawa
yang
sangat
kontaminasi Bakteri beracun
ini dan
bakteri. akan dapat
mengakibatkan kematian. Hindari konsumsi kacang-kacangan dan has il olahan yang sudah rusak dan beraroma menyimpang (tengik). Untuk produk yang dikalengkan perhatikan tanggal kadaluarsa dan keutuhan kemasan. Susu segar. Susu, terutama susu segar mudah sekali mengalami kerusakan. Bakteri staphylococcus Aureus salah satu jasad renik yang menyukai susu sebagai media hidupnya. Keracunan bakteri ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem pencernaan seperti mual, muntah dan diare. Pencegahan bisa dilakukan dengan perebusan o
susu segar selama 10 menit pada suhu 66 C. Pada suhu ini biasanya bakteri akan mati. Biasakan memasak susu segar sebelum dikonsumsi dan jangan membiarkan susu segar pada suhu ruang. Ikan dan udang. Keracunan ikan, udang, kerang dan hasil laut biasanya
karena telah terkontaminasi zat-zat kimia beracun. Pencemaran merkuri, timah dan logam-logam berat lainnya, seringkali terkandung dalam produk seafood. Meningkatnya pencemaran laut dan menurunnya kualitas air sebagai medium hidup mereka adalah salah satu penyebabnya. Frozen seafood atau hasil laut yang sudah dibekukan lama juga media yang baik untuk berkembangnya Vibrioparahaemolyticus, sejenis bakteri yang sangat beracun.
13
BAB III PENUTUP SIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak ( perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 8 : 1.
pendinginan
2.
pengeringan
3.
pengalengan
4.
pengemasan
5.
penggunaan bahan kimia
6.
pemanasan
7.
teknik fermentasi
8.
teknik iradiasi
Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain Penggunaan zat aditif (tambahan) dalam makanan dan minuman sangat berbahaya bagi kesehatan masyaratkan, terutama zat tambahan bahan kimia sintetis yang toksik dan berakumulasi dalam tubuh untuk jangka waktu yang relatif lama bagi yang menggunakannya. 14
1.
Keracunan makanan bisa disebabkan oleh karena kelalaian dan ketidaktahuan masyarakat dalam pengolahannya , seperti keracunan singkong.
2.
Keracunan makanan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroba untuk berkembang biak lebih cepat, seperti karena faktor fisik, kimia dan biologis
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Evi Widianti, (2007) ³Data Pengawetan´ http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah.web/2007/evi w/data pengawet.pdf. 21 April 2011 2. Liza Herbal, (2011) "Mitra Sehat Ala mi Keluarga" http://www.lizaherbal.com/main 21 April 2011 3.
, (2009) ³Bahan Tambahan Pangan´ http://cepzdank.blogspot.com/2009/08/bahan-tambahan-pangan.html 21 April 2011
4. Mega Febrianti, (2011) ³Senyawa Beracun Dalam Bahan Makanan´ http://biografinanni.blogspot.com/2011/01/senyawa-beracun-dalam-bahan pangan.html 21 April 2011 5.
, (2011) ³Fisika Asyik´ http://www.fisikaasyik.com/home02 21 April 2011
16
T
ELO
TO B
OLO
TO (B
O
L T
O
O
B
)
OLE T
E
: Y LLY
OLL OV E
V
FAKULT AS IL UNIVE
E
U K ESE
ATAN
SITAS MUHAMMADIYAH P ONTIANAK 2011
17
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Toksikologi mengenai Bahan Toksik Dalam Produk Konsumen (bahan tambahan makanan). Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Toksikologi yang telah mencurahkan ilmunya kepada kami. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin..
Pontianak, 27 April 2011
Penulis
i 18
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan A. Latar belakang ........................................................................... 1 B. Maksud ...................................................................................... 2 C. Tujuan ........................................................................................ 3
BAB II Hasil dan Pembahasan A. Bahan Beracun Dalam Bahan Makanan ................................ .... 4 B. Gejala Keracunan ....................................................................... 12
BAB III Penutup A. Simpulan .................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 16
ii 19