I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di negara negara sub tropis hay dan silase merupakan pakan yang dapat diperjual belikan jadi merupakan komoditas komoditas yang dapat diperdagangkan. Tetapi hay relatif mudah untuk pengangkutan dibandingkan silase. Hay tidak memerlukan kondisi anaerob selama penyimpanan dan pengangkutan. Produksi hijauan yang berlimpah ketika musim penghujan dapat dimanfaatkan untuk untuk musim kemarau saat hijauan mulai berkurang. Hay adalah tanaman hijauan yang di awetkan dengan cara di keringkan dibawah sinar matahari kemudian di simpan dalam bentuk kering dengan kadar air 12%-30% disebut hay. Pengawetan dengan cara ini jarang di lakukan oleh pete rnak di indonesia, mungkin karena jumlah hijauan yang tersedia relatif tak terbat as, lain halnya dengan di negara empat musim, dimana hijauan yang tersedia pertahun sangat amat terbatas. Tak dapat di pungkiri bahwa ketersediaan hijauan yang tak terbatas di Indonesia, justru lebih menyusahkan peternak di saat musim panas, walaupun sebetulnya hijauan relatif masih tersedia. Bahan untuk pembuatan hay sangat bergantung dari cara panennya, sebab panen yang yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang yang akan tercecer dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen dan belum sempat ditempat yang teduh dan memadai, tertimpa hujan maka kualitas hijauan tersebut akan menurun. Proses pengeringan yang berlangsung terlalu lama akan mengakibatkan kehilangan nutrisi dan memudahkan tumbuhnya jamur. Kandungan air hay ditentukan maksimal sebesar 15-20%, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay
tidak ditumbuhi jamur. Toleransi kandungan air hay tergantung pada kelembaban, kepadatan gulungan dan sirkulasi udara. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya pembuatan makalah teknologi pengolahan hijauan secara fisik.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian hay.
2.
Mengetahui metode pembuatan hay.
3.
Mengetahui proses yang terjadi selama pembuatan hay.
4.
Mengetahui perubahan komposisi zat-zat makanan.
5.
Mengetahui kualitas hay.
1.3
Kegunaan
1.
Memberikan informasi mengenai pengertian hay.
2.
Memberikan informasi mengenai metode pembuatan hay.
3.
Memberikan informasi mengenai proses yang terjadi selama pembuatan hay.
4.
Memberikan informasi mengenai perubahan komposisi zat-zat makanan.
5.
Memberikan informasi mengenai kualitas hay.
II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1
Pengertian Hay
Hay adalah hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain AAK (1990). Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak (dapat berupa rumput-rumputan / leguminosa) yang disimpan dalam bentuk kering dengan kadar air antara 20% - 30%. Pembuatan hay bertujuan
menyeragamkan waktu panen sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan pada periode berikutnya (Kartadisastra, 1997). Manfaat hay antara lain sebagai penyedia makananternak pada saat saat tertentu, misalnya di masa masa paceklik dan bagi ternak selama dalam perjalanan; meman"faatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi saat itu belum dimanfaatkan. (Aak, 1990) Manfaat pembuatan hay antara lain adalahmenyediakan pakan yang akan dapat digunakan pada musim paceklik, menampung kelebihan produksi pakan hijauan, memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi saat itu belum digunakan segara langsung, dan mendayagunakan hasil limbah pertanian maupun hasil ikutan pertanian. (Susetyo, 1980) Hay mengandung nilai gizi yang lebih rendah dari hijauan segar. Untuk menjaga agar nilai gizi hay tidak terlalu turun, perludiperhatikan beberapa aktor seperti kesuburan lahan pertanaman, jenis hijauanyang akan dibuat hay, waktu pemotongan yang tepat dan proses pengeringan dan penyimpanan (Siregar, 1996), Limbah pertanian seperti jerami padi, limbah kacang tanah, jagung, kacang hijau
dan lainnya juga dapat dibuat hay. Kandungan kadar air pada hay (baled) supaya aman disimpan adalah kurang dari 14%.
2.2
Metode Pembuatan Hay
Metode pembuatan hay yang diterapkan ada dua yaitu 1) metode hamparan metode ini merupakan yang sederhana yaitu pembuatan hay yang dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka dibawah sinar matahari. Kadar air hay yang dibuat dengan metode ini mempunyai kadar air antara 20% samapai 30% yang ditandai dengan warnanya yang kecoklat-coklatan, 2) metode pod, metode ini menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 sampai 3 hari (kadar air <50%) (Kartadisastra, 1997). Metode pembuatan hay yang terpenting adalah hijauan yang akan diolah sebaiknya dipanen pada saat menjelang berbunga ketika kandungan proteinnya tinggi dengan serat kasar dan kadar airnya optimal (Kartadisastra, 1997).
2.3
Proses Yang Terjadi Selama Pembuatan Hay
Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air hijauan secara bertahap tetapi berlangsung secara cepat. Tujuan menurunkan kadar air adalah agar sel-sel hijauan tersebut cepat mati dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme. 1.
Pada tahap penumpukan hijauan akan terjadi proses-proses sebagai berikut: Proses respirasi. Hijauan yang segar masih mampu mengadakan respirasi. Respirasi ini akan mengambil oksigen dari luar dan akan menghasilkan air serta panas. Kerusakan gizi pada tahap ini bisa mencapai 10%.
2.
Proses fermentasi. Bakteri yang berpengaruh dalam proses fermentasi adalah dari jenis bakteri thermofilik, yang akan menghasilkan panas. Apabila tumpukan hijauan tidak sempurna, kerusakan yang disebabkan oleh bakteri dan enzim tersebut bisa mencapai 5 - 10%.
3.
Reaksi kimiawi. Dalam proses pembuatan hay mungkin akan terjadi suatu reaksi kimiawi, akibat dari reaksi ini akan timbul panas yang tinggi, sehingga hasil dari hay akan berwarna coklat kehitama n. ( Kusnandi H. dkk, 2011).
2.4
Perubahan Komposisi Zat-Zat Makanan
2.4.1
Kandungan Air
Proses pembuatan hay dapat mempengaruhi kandungan air pada hay. Hay dapat disimpan dengan baik apabila mempunyai kandunga air antara 15 – 18%, dan hay yang mempunyai kandungan air lebih dari 22% apabila disimpan akan terjadi pembakaran yang spontan (spontanous combustion) (PORTER, 2007). Pembuatan hay yang di udara terbuka, setiap hujan turun akan tertimpa air hujan dan mengalami basah kembali dan meningkatkan kembali kandungan air pada hijauan tersebut. Kandungan air yang tinggi akan akan memperpanjang aktivitas dari enzim-enzim hidrolisis dan respirasi baik yang dihasilkan oleh tanaman maupun mikroorganisme, dan akan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hay yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan kadar air akibat tertimpa air hujan dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik dengan hadirnya jamur dan perubahan warna, juga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering. Kehilangan bahan kering akan meningkat secara liner dengan meningkatnya curah hujan. (Scarbrough. dkk, 2005)
2.4.1
Kandungan Protein
Pada proses pembuatan hay dapat berpengaruh nyata terhadap kandungan protein pada Hay . Hal ini dikarenakan kecepatan pengeringan yang membuat sel tanaman menjadi pada lethal, karena walaupun tanaman tersebut telah dipanen bukan berarti berhenti proses respirasinya. Proses itu akan terus berlangsung sampai tidak tercukupnya kelembaban dalam sel. Hay yang terkena tambahan air akan terus terjadi proses enzimatisnya, protein merupakan salah satu zat makanan yang akan terkena prosesenzimatis tersebut, sehingga menyebabkan kandungan proteinnya menurun. Proses pengeringan yang lebih cepat akan mempunyai kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan yang lebih lama (MOSER, 1980). Kandungan hay terkena oleh hujan akan mempunyai kandungan protein kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak kena air hujan, dan pemanasan yang diperlukan akan lebih banyak karena terlebih dahulu untuk mengevaporasikan air hujan dan lembun, sehingga kecepatan pengeringan menjadi lebih lama (EVANS , 2007)
2.5
Kualitas Hay
Ciri-ciri hay yang berkualitas baik yaitu (1) Warna hijau kekuningkuningan; (2) Baunya cukup harum; (3) Bentuk daun masih jelas; (4) Tekstur lemas, tidak keras atau tidak mudah patah dan (4) Tidak terkontaminasi denfan bahan lain, bersih dan tidak ditumbuhi jamur (Informasi Peternakan, 2009) Hay yang berkualitas baik memiliki ciri ciri sebagai berikut: Warnanya hijau kekuningan dan cerah,baunya tidak tengik, tekstur/keadaan fisiknya tidak terlalu kering, sehingga tidak mudah patah tidak berjamur atau ada kontaminasi pasir, tanah dan lain-lain. (Parakkasi, A. 1999).
Hay lebih mudah ditangani pada saat penyimpanan dan pengangkutan karena tidak memerlukan kondisi anaerob. Disamping itu, hay lebih ringan untuk diangkut karena kadar airnya rendah (Parakkasi, A. 1999).
III PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput- rumputan/ leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air 20-30%. Pembuatan hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Hay biasanya diberikan sebagai pakan ternak ruminansia. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau (Herawati, 2009). Sedangkan prinsip dari proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu yang singkat, baik dengan panas matahari ataupun panas buatan. Hay merupakan hijauan berupa daunan jenis rumputan atau bijian yang sengaja dipanen menjelang berbunga yang dikeringkan baik dengan cara dianginanginkan maupun dengan cara dikeringkan dengan panas matahari seca ra langsung. Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada
kesempatan yang lain. Untuk dapat
menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu, seperti dimasa paceklik atau musim kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi pada saat itu belum dimanfaatkan (Mansyur dkk, 2007). Menurut Yulianto dan Saparinto (2010) bahwa proses pembuatan hay yaitu pertama menyiapkan hijauan pakan (rumput gajah) yang kemudian memotong-
motongnya baik dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun dengan menggunakan mesin pencacah rumput dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui kadar airnya, kemudian jemur hijauan dibawah sinar atahari selama 12 hari agar kadar air menjadi 20-25% dan perlu dilakukan penimbangan setiap 5 jam untuk mengetahui kadar airnya. Jika pengeringan sudah merata selanjutnya hijauan diikat dan hay disimpan digudang. Menurut Kartasudjana (2001) agar hay dapat lebih awet disimpan, perlu diberi pengawet. Adapun macam-macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (NaCl), asam propionic, dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2% akan dapat mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba, serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic berfungsi sebagai fungicidal dan fungistalic yaitu mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat (dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amoniak cair juga berfungsi sebagai fungicidal dan pengawet, mencegah timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).
3.2
Metode Pembuatan Hay
1.
Metode Hamparan Dengan Hamparan yang merupakan metode sederhana, yang dilakukan
dengan cara meghamparkan hijauan yang telah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 – 30% yang ditanda dengan warna kecoklat-coklatan.
2.
Metode Pod Metode Pod dilakukan dengan memakai semacam rak sebagai tempat
menyimpan hijauan yang sudah dijemur selama 1 – 3 hari (kadar air ±50%). Hijauan yang akan diproses harus dipanen saat menjelang berbunga berkadar protein kasar (PK) tinggi, serat kasar (SK) dan memiliki kandungan air optimal), sehingga hay yang
diperoleh
tidak
berjamur
(tidak
berwarna
“gosong”)
yang
akan
mengakibatkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
3.3
Proses Pembuatan Hay
Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air hijauan secara bertahap tetapi berlangsung secara cepat. Tujuan menurunkan kadar air adalah agar sel-sel hijauan tersebut cepat mati dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme. 1.
Pada tahap penumpukan hijauan akan terjadi proses-proses sebagai berikut: Proses respirasi. Hijauan yang segar masih mampu mengadakan respirasi. Respirasi ini akan mengambil oksigen dari luar dan akan menghasilkan air serta panas. Kerusakan gizi pada tahap ini bisa mencapai 10%.
2.
Proses fermentasi. Bakteri yang berpengaruh dalam proses fermentasi adalah dari jenis bakteri thermofilik, yang akan menghasilkan panas. Apabila tumpukan hijauan tidak sempurna, kerusakan yang disebabkan oleh bakteri dan enzim tersebut bisa mencapai 5 - 10%.
3.
Reaksi kimiawi. Dalam proses pembuatan hay mungkin akan terjadi suatu reaksi kimiawi, akibat dari reaksi ini akan timbul panas yang tinggi, sehingga hasil dari hay akan berwarna coklat kehitama n. ( Kusnandi H. dkk, 2011).
3.4
Perubahan Komposisi Zat Zat Makanan
3.4.1
Kandungan Air
Proses pembuatan hay dapat mempengaruhi kandungan air pada hay. Hay dapat disimpan dengan baik apabila mempunyai kandunga air antara 15 – 18%, dan hay yang mempunyai kandungan air lebih dari 22% apabila disimpan akan terjadi pembakaran yang spontan (spontanous combustion) (PORTER, 2007). Pembuatan hay yang di udara terbuka, setiap hujan turun akan tertimpa air hujan dan mengalami basah kembali dan meningkatkan kembali kandungan air pada hijauan tersebut. Kandungan air yang tinggi akan akan memperpanjang aktivitas dari enzim-enzim hidrolisis dan respirasi baik yang dihasilkan oleh tanaman maupun mikroorganisme, dan akan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hay yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan kadar air akibat tertimpa air hujan dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik dengan hadirnya jamur dan perubahan warna, juga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering. Kehilangan bahan kering akan meningkat secara liner dengan meningkatnya curah hujan. (Scarbrough. dkk, 2005) 3.4.2
Kandungan protein
Pada proses pembuatan hay dapat berpengaruh nyata terhadap kandungan protein pada Hay . Hal ini dikarenakan kecepatan pengeringan yang membuat sel tanaman menjadi pada lethal, karena walaupun tanaman tersebut telah dipanen bukan berarti berhenti proses respirasinya. Proses itu akan terus berlangsung sampai tidak tercukupnya kelembaban dalam sel. Hay yang terkena tambahan air akan terus terjadi proses enzimatisnya, protein merupakan salah satu zat makanan yang akan terkena prosesenzimatis tersebut, sehingga menyebabkan kandungan proteinnya menurun. Proses pengeringan yang lebih cepat akan mempunyai kandungan protein
yang tinggi dibandingkan dengan yang lebih lama (MOSER, 1980). Kandungan hay terkena oleh hujan akan mempunyai kandungan protein kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak kena air hujan, dan pemanasan yang diperlukan akan lebih banyak karena terlebih dahulu untuk mengevaporasikan air hujan dan lembun, sehingga kecepatan pengeringan menjadi lebih lama (EVANS , 2007)
3.5
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hay
Faktor – faktor yang harus diperhatikan untuk memperoleh hay yang berkualitas baik antara lain masa potong hijauan, cara penanganan dan kondisi cuaca. Hal-hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah cara menyimpan hay. Apabila hay disimpan dengan cara dimampatkan dalam kondisi agak basah dan lembab, akan menimbulkan panas spontan yang besarnya bervariasi. Jika ukuran mampatan kecil dan longgar serta saluran udara banyak, maka pengeringan akan berlangsung dengan baik. Hijauan kering yang disimpan dengan cara dimampatkan, dengan ukuran besar dan padat akan menghambat pengeluaran cairan dan panas. Panas yang berlebihan akan menimbulkan reaksi pencoklatan (browning reaction) sehingga hijauan tersebut akan kehilangan karbohidrat dan protein tercerna. Selain itu pencucian (leaching) kemungkinan terjadi, oleh karena itu sebisa mungkin hay dihindarkan dari air hujan. Akibat dari pencucian adalah meningkatnya kadar serat kasar tidak tercerna serta lignin, kehilangan pigmen, aktivitas vitamin A menurun sehingga aktivitas vitamin D terhambat karena pengaruh sinar ultra violet (Kartadisastra, 1997). Ciri-ciri hay yang berkualitas baik yaitu (1) Warna hijau kekuningkuningan; (2) Baunya cukup harum; (3) Bentuk daun masih jelas; (4) Tekstur lemas, tidak keras atau tidak mudah patah dan (4) Tidak terkontaminasi denfan bahan lain,
bersih dan tidak ditumbuhi. Hay yang berkualitas baik memiliki ciri ciri sebagai berikut:
Warnanya
hijau
kekuningan
dan
cerah,
baunya
tidak
tengik,tekstur/keadaan fisiknya tidak terlalu kering, sehingga tidak mudah patah tidak berjamur atau ada kontaminasi pasir, tanah dan lain-lain. Hay lebih mudah ditangani pada saat penyimpanan dan pengangkutan karena tidak memerlukan kondisi anaerob, disamping itu hay lebih ringan untuk diangkut karena kadar airnya rendah (Parakkasi, A. 1999).
IV KESIMPULAN
1.
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput- rumputan/ leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air 20-30%.
2.
Metode pembuatan hay terdiri dari dari dua metode yaitu metode hamparan dan metode pod.
3.
Proses pembuatan hay terdiri dari 3 macam yaitu proses respirasi, proses fermentasi dan reaksi kimiawi.
4.
Ada dua perubahan besar yang terjadi pada perubahan komposisi zat zat makanan yaitu kandungan air dan kandungan protein.
5.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan untuk memperoleh hay yang berkualitas baik antara lain masa potong hijauan, cara penanganan, kondisi cuaca dan cara menyimpan hay.
V SARAN
Peternak di indonesia masih banyak yang belum mengetahui metode pembuatan hay dan fungsinya. Sehingga ketika musim kemarau banyak peternak yang susah mencari hijauan untuk ternaknya. Saran dari kelompok kami adakan penyuluhan mengenai pembuatan hay yang baik dan benar agar peternakan di indonesia dapat berkembang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. EVAN, J.K. 2007. Effect of weather on hay production. Depatemen Agronomy, University of Kentucky. http://www.ca.uky.edu/agc/pubs/ agr/agr45/agr45.htm. (30 April 2007). Herawati & K.B. Satoto. 2009. Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Informasi Peternakan, 2009. Pedoman Teknis "Integrasi Ternak Dengan Tanaman". Direktorat Jenderal Peternakan. Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Pengelolaan Pakan Ternak
Kartasudjana, R. 2001. Mengawetkan Hiijjauan Pakan Ternak . Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Sistem Dan Standar Pengelolaan SMK Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta: Jakarta. Kusnadi, H., W.A. Wulandari, dan Z. Efendi. 2011. Teknologi Pengawetan Hijauan Makanan Ternak (Hmt) dan Limbah Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bengkulu. Mansyur, Tidi Dhalika, U. Hidayat Tanuwiria Dan Harun Djuned. 2007. Proses Pengeringan Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria decumbens) Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterine r : 714720. MOSER, L.E. 1980. Quality of forage as affected by postharvest, storage, and processing. In: Crop Quality, Storage, and Utilization. HOVELAND, C.S. (editor). American Society of Agronomy, and Crop Science Society of American, Madison, Wisconsin. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. PORTER, J.C. 2007. Haymaking. Cooperative Extention. University of New Hamspire. www.ceinfo.unh.edu
SCARBROUGH, D.A., W.K. COBLENTZ, J.B. HUMPHRY, K.P. COFFEY, T.C. DANIEL, T.J. SAUER, J.A. JENNINGS, J.E. TURNER and D.W. KELLOGG. 2005. Evaluation of dry matter loss, nutritive value, and in situ dry matter disappearance for wilting orchardgrass and bermudagrass forages damaged by simulated rainfall. Agron. J. 97: 604 – 614. Siregar, S. B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Yulianto, P dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif . Peebar Sw.
Pembagian Tugas
1. Aditya Kusuma Wardana : Pendahuluan 2. Faishal Atikan
: Tinjauan Pustaka
3. Luthfi Rahman
: Cover, Kata Pengantar, Kesimpulan, Saran dan
editing 4. Nanda Nurli Arwinda
: Pembahasan