Makalah Kewirausahaan
TECHNOPRENEURSHIP
OLEH ANDI SYARWANI (425 10 048)
PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah sebuah tema yang cukup menarik untuk dibicarakan dan coba ditekuni oleh beberapa orang karena menjanjikan sebuah kesuksesan karir dan finansial bagi yang berhasil menjalaninya. Di Indonesia, pembicaraan mengenai entrepreneurship semakin sering terdengar dalam beberapa tahun terakhir ini antara lain dipicu oleh suksesnya penjualan buku “Rich-Dad-Poor Dad” karangan
Robert Kiyosaki yang secara eksplisit menyarankan kepada
pembacanya untuk beriwirausaha sebagai bagian untuk memperoleh kebebasan finansial. Bahkan beberapa pemuda bertutur bahwa mereka ingin menjadi wirausaha dengan mendirikan perusahaan dan memperoleh kebebasan finansial seperti yang disarankan oleh Kiyosaki tanpa menghiraukan bidang apa yang akan mereka terjuni dan hambatan apa saja yang akan mereka temui dalam berwirausaha. Di samping itu, dunia Teknologi Informasi (IT) adalah sebuah dunia usaha dan teknologi yang paling banyak menghasilkan enterpreneur yang sukses baik secara bisnis maupun keuangan. Nama-nama seperti Hewlet-Packard, Bill Gates, Lerry Elison, Steve Jobs, dan Michael Dell merupakan nama-nama pendiri perusahaan di bidang Teknologi Informasi, dan merupakan entrepreneur murni karena mereka memulai usaha yang baru sama sekali dan di usia yang cukup muda. Melihat kondisi inilah maka tidak heran kalau banyak sekali enterpreneur yang ingin mendirikan usaha dalam bidang IT, bahkan di era dot-com, hampir semua entrepreneur berusaha mendirikan perusahaan dot-com. Seiring dengan berlalunya era dot-com dan dengan jatuhnya banyak perusahaan dot-com, tetap tidak mengurangi semangat para entrepreneur muda untuk mencoba peruntungan mereka dalam dunia IT ini.
Maka dari itu dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai hal-hal umum yang menyangkut seputar technopreneurship dan sudah sejauh mana perkembangannya baik dalam dilingkup Indonesia maupun di Asia.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. KEWIRAUSAHAAN Kewirausahaan atau entrepreneurship berasal
dari
bahasa Perancis,
yaitu
perantara. Menurut para ahli kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan usaha (Soeharto Prawiro, 1997). Sedangkan menurut Robbin dan Coulter bahwa Entrepreneurship is the process whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts and means to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants and need through innovation and uniqueness, no matter what resources
are currently controlled
(Kewirausahaan adalah proses dimana seorang individu atau kelompok individu menggunakan upaya yang terorganisir dan sarana untuk mencari peluang untuk menciptakan nilai dan tumbuh dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan melalui inovasi dan keunikan, tidak peduli sumber daya apa yang dikendalikan). Sedangkan Peter Druker mendefinisikan ; “ the practice of consistently converting good ideas into profitable commercial ventures”. B erdasarkan definisi di atas ada beberapa kata
kunci tentang pengertian entrepreneurship atau di Indonesia di kenal dengan ”kewirausahaan”, yaitu : 1) aktivitas manusia yang creative dan inovatif; 2)
kemampuan untuk membuat dan membangun yang belum ada; 3) visi untuk bersedia mengambil resiko; 4) kewirausahaan adalah ilmu, yang dapat di pelajari (Peter Druker). Beranjak dari pengertian di atas maka entrepreneur atau wirausahawan adalah orang yang memiliki paradigma hidup sebagai innovator, creator dan oportunis, orang ini juga menjadi kunci perubahan yang mampu mencptakan lapangan kerja dan kesejahteraan. Wirausaha adalah orang yang ingin di sebut “boss” yang mampu menjadi penggerak ekonomi.
3.2
TECHNOPRENEURSHIP Ditilik dari asal katanya, technopreneurship merupakan istilah bentukan dari
dua kata, yakni „teknologi‟ dan „enterpreneurship‟. Secara umum, kata teknologi
digunakan untuk merujuk pada penerapan praktis ilmu pengetahuan ke dunia industri atau sebagai kerangka pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan alat-alat, untuk mengembangkan keahlian dan mengekstraksi materi guna memecahkan persoalan
yang
ada.
Sedangkan
kata entrepreneurship berasal
dari
kata entrepreneur yang merujuk pada seseorang atau agen yang menciptakan bisnis/usaha dengan keberanian menanggung resiko dan ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang ada (Zimmerer dan Scarborough, 2008). Jika kedua kata diatas digabungkan, maka kata teknologi disini mengalami penyempitan arti, karena Teknologi dalam “technopreneurship” mengacu pada
Teknologi Informasi, yakni teknologi yang menggunakan komputer sebagai alat pemrosesan. Menurut Posadas (2007), istilah technopreneurship dalam cakupan yang lebih luas, yakni sebagai wirausaha di bidang teknologi yang mencakup teknologi semikonduktor sampai ke asesoris komputer pribadi (PC). Sebagai contoh adalah bagaimana Steven Wozniak dan Steve Job mengembangkan hobi mereka hingga mereka mampu merakit dan menjual 50 komputer apple yang pertama, atau juga bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan karya mereka yang kemudian dikenal sebagai mesin pencari google. Mereka inilah yang disebut sebagai para teknopreneur dalam definisi ini. Dalam
wacana
nasional,
istilah technopreneurship lebih
mengacu
pada
pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan wirausaha. Berbeda dengan pengertian pertama diatas, jenis wirausaha dalam pengertian technopreneurship disini tidak dibatasi pada wirausaha teknologi informasi, namun segala jenis usaha, seperti usaha mebel, restoran, super market ataupun kerajinan tangan, batik dan perak. Penggunaan teknologi informasi yang dimaksudkan disini adalah pemakaian internet untuk memasarkan produk mereka seperti dalam perdaganganonline (e-Commerce), pemanfaatan perangkat lunak khusus untuk memotong biaya produksi, atau pemanfaatan teknologi web 2.0 sebagai sarana iklan untuk wirausaha. Dalam
pengertian
kedua
ini,
tidaklah
jelas
pihak
mana
yang
bisa
disebut
sebagai technopreneur. Merujuk
pada
Dorf
and
Byers
(2005)
mendefinisikan
technological
entrepreneurship sebagai “ style of business leadership that involve identifying high potential, technology intensive commercial opportunities, gathering resources such as talent and capital, and managing rapid growth and significant risk using principled decision making skill. Technology ventures exploit breakthrough advances in science and engineering to develop better products and services for costumer. The leader technology ventures demonstrate focus, passion and unrelenting will to
Shane
succeed ”.
and
Venkataraman
(2004)
mendefiniskan
technological
entrepreneurship sebagai proses yang digunakan oleh wirausahawan untuk mengelola sumber daya, system teknis (teknologi), dan strategi organisasi untuk memanfaatkan peluang, sedangkan Canadian Academy Engineering (1998), mendifinisikan sebagai “pengaplikasian inovatif dari pengetahuan teknis dan
keilmuan seseorang atau beberapa orang yang memulai dan mengoperasikan bisnisnya berdasarkan resiko dalam mencapai tujuan organisasi”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat di gambarkan secara umum technological entrepreneurship sebagai gaya bisnis yang berdasarkan kemampuan menjadikan
technology
dasar
untuk
mengidentifikasi
peluang
usaha
dan
menggunakan teknologi sebagai alat atau system pembuatan keputusan bisnis berdasarkan kemampuan pengetahuan dan keilmuannya, termasuk merancang, membuat dan menditribusikan hasil produksi perusahaan kepada pengguna. Dalam buku Cash Flow Quadrant karya Robert Kiyosaki menyebutkan bahwa ada 4 karakter di dunia ini dalam hal mendapatkan penghasilan, yaitu employee, selfemployee, business owner, dan investor. Dan hal yang paling menakjubkan adalah technopreneur adalah satu kategori baru yang keluar dari 4 karakter tersebut.Artinya dunia technopreneur adalah suatu dunia baru, dimana masih sangat terbuka dengan luas kesempatan-kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang besar. Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology – ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia.Teknologi telematika dikenal
sebagai
konvergensi
dari
teknologi
komunikasi
(communication),
pengolahan
(computing)
dan
informasi
(information)
yang
diseminasikan
mempergunakan sarana multimedia. Technopreneurship adalah sebuah inkubator bisnis berbasis teknologi, yang memiliki wawasan untuk menumbuh-kembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa sebagai peserta didik dan merupakan salah satu strategi terobosan baru untuk mensiasati masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat ( +/- 45 Juta orang). Dengan menjadi seorang usahawan terdidik, generasi muda, khususnya mahasiswa akan berperan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian melalui penciptaan lapangan-lapangan kerja baru. Semoga dengan munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini.Selain itu juga bisa menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. Salah satu cara untuk mempersiapkan seorang tecnopreneurship ialah dengan memberikan dasar-dasar dalam technopreneur, yakni memberikan bekal dimana salah satunya ialah teknologi komunikasi dan informatika. Dimana teknologi ialah salah satu dasar penting yang harus dimiliki seorang entrepreneur untuk menjadi seorang technopreneur. Salah satu jurusan di perguruan tinggi yang menjalankan program perkuliahan dengan berbasiskan technopreneur adalah jurusan TI.Secara teknis, implementasi pendidikan berbasis technopreneurship ini, sama saja seperti perkuliahan pada umumnya, hanya saja pada 2 semester pertama secara intensif para mahasiswa diberikan pelatihan (training ) sebagai pondasi awal berupa penguasaan bahasa pemrograman (VB.Net/C#/Java) atau disain grafis 3D, WEB, dan ini disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri TI saat itu. 2.2.1
Aspek Pembentukan Karakter Technopreneurship
Berikut adalah beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang technopreneur selain menyiapkan pengetahuan tentang teknologi :
1. Menggali diri
Kunci untuk mengidentifikasi jiwa pengusaha adalah dengan cara melihat karakter seseorang, khususnya pada hal-hal yang menjadi kebiasaan, alami dan dilakukan dengan baik. Setiap dari kita, memiliki susunan karakter tertentu yang menjadikan kita, apa adanya. Digunakan kata Tema Karakter untuk menggambarkan unsur-unsur
yang
membentuk
susunan
karakter.Mengetahui Tema
Karakter Seseorang adalah permulaan. Tema Karakter adalah inti, seperti pusat bola salju yang mengumpulkan lebih banyak salju ketika menggelinding menuruni bukit. Ia mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman dalam prosesnya. Tema Karakter membentuk pengetahuan dan pengalaman dalam satu wilayah yang berhubungan. Bila seseorang dengan kreativitas sebagai tema karakter yang dominan, akan memiliki kemampuan lebih untuk mengatasi situasi yang membutuhkan adaptasi dan perubahan dibandingkan dengan yang memiliki tema karakter dengan kreativitas yang lebih rendah. Pengalaman Hidup dapat mengembangkan dan memperkuat tema karakter, tetapi dapat juga menguranginya. Pendidikan dan latihan juga memberikan bentuk dan ukuran bola salju, pentingnya mengetahui tema karakter kita tidak dapat diremehkan
sebaliknya
semakin
cepat
kita
mengetahuinya
akan
lebih
baik. Wirausahawan memiliki enam tema karakter utama yang membentuk akronim: F ( Focus) untuk fokus, A ( Advantage) untuk keuntungan, C (Creativity) untuk kreativitas, E ( Ego) untuk ego, T (Team) untuk tim, S (Social ) untuk sosial 2. Kemampuan yang Diperlukan
Keterampilan yang dibutuhkan oleh para pengusaha dapat dikelompokkan menjadi tiga area utama: keterampilan teknis seperti menulis, mendengarkan, presentasi lisan, pengorganisasian, pembinaan, bekerja dalam tim, dan teknis tahu bagaimana(know-how), keterampilan manajemen usaha termasuk hal-hal dalam memulai, mengembangkan, dan mengelola perusahaan. Keterampilan dalam membuat keputusan, pemasaran, manajemen, pembiayaan, akuntansi, produksi,
kontrol, dan negosiasi juga sangat penting dalam membangun dan mengembangkan usaha baru.Keterampilan terakhir melibatkan keterampilan kewirausahaan.Beberapa keterampilan ini, membedakan pengusaha dari manajer termasuk disiplin, pengambil risiko, inovatif, teguh, kepemimpinan visioner, dan yang berorientasi perubahan. 3. Memulai usaha
Ada empat subkategori menjadi wirausahawan: 1. Penemu, mendefinisikan konsep, unik, baru, penemuan atau metodologi 2. Inovator, menerapkan
sebuah
teknologi
baru
atau
metodologi
untuk
memecahkan masalah baru. 3. Marketer, mengidentifikasi kebutuhan di pasar dan memenuhinya dengan produk baru atau produk substitusi yang lebih efisien. 4. Oportunis, pada dasarnya sebuah broker, pialang, yang menyesuaikan antara kebutuhan dengan jasa diberikan dan komisi.
3.3
PERKEMBANGAN TECHNOPRENEURSHIP DI ASIA Jika kita menengok ke 2 -3 dekade yang lalu, maka sebut saja Taiwan, Korea
Selatan dan Singapura masih digolongkan sebagai Negara Berkembang. Namun sekarang negara-negara ini telah menjadi negara maju dengan perekonomian yang didasarkan pada Industri teknologi. Perkembangan Korea diawali dengan industri tradisional kemudian diikuti oleh industri semikonduktor. Sedangkan Singapura memiliki kontrak di bidang elektronik dengan perusahaan-perusahaan barat kemudian diikuti juga oleh manufaktur semikonduktor. Taiwan terkenal dengan industri asesoris komputer pribadi (PC). Rahasia lain yang membuat perkembangan negara-negara ini melejit adalah adanya inovasi. Inovasi di bidang teknologi Informasi inilah yang juga membuat India berkembang dan menjadi incaran industri dunia barat baik bagi outsourcing maupun penanaman modal. Contoh teknologi yang dikembangkan oleh India adalah sebuah Handheld PC yang disebut sebagai simputer. Simputer dikembangkan untuk pengguna pemula dan dari sisi finansial adalah pengguna kelas menengah bawah. Simputer dijalankan oleh prosesor berbasis ARM yang murah dan menggunakan sistem operasi berbasis opensource. Harga di pasaran adalah sekitar $200.
Inovasi India yang luar biasa datang dari perusahaan Shyam Telelink Ltd. Shyam Telelink memperlengkapi becak dengan telefon CDMA yang berkekuatan 175 baterai. Becak inipun diperlengkapi juga dengan mesin pembayaran otomatis. Penumpang becak bisa menelpon dan tarif yang dikenakan adalah sekitar 1.2 rupee per 20 menit. Lalu perusahaan ini mempekerjakan orang yang tidak memiliki keahlian untuk mnegemudikan becak. Upah para pengemudi becak tidak didasarkan pada gaji yang tetap namun merupakan komisi sebesar 20% dari tiap tarif telepon yang diperoleh (Wireless week, 2003). Di Filipina, perusahaan telepon SMART mengembangkan metode untuk melayani transfer pengiriman uang dari para pekerja Filipina yang diluar negeri melalui telepon seluler dengan SMS. Menurut laporan Asian Development Bank (ADB), SMART dapat meraup sekitar US $14 – 21 trilyun per tahunnya dari biaya transfer program ini. China mengikuti jejak yang sama. Perusahaan-perusahaan China mulai menunjukkan kiprahnya di dunia internasional. Akuisisi IBM oleh perusahaan China Lenovo di tahun 2004 dan akuisisi perusahaan televisi Perancis Thomson oleh Guangdong membuktikan bahwatechnoprenuership di China semakin kukuh. Studi Posadas menunjukkan bahwa technopreneurship di Asia berkembang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, faktor inovasi yang diinsiprasikan oleh Silicon Valley. Jika revolusi industri Amerika di abad 20 yang lalu dipicu oleh inovasi yang tiada henti dari Silicon valley, maka negara-negara Asia berlomba untuk membangun Silicon Valley mereka sendiri dengan karakteristik dan lokalitas yang mereka miliki. Kedua, Inovasi yang dibuat tersebut diarahkan untuk melepaskan diri dari ketergantungan dunia barat. Sebagian besar teknologi yang diciptakan oleh dunia barat diperuntukkan bagi kalangan atas atau orang/instansi/perusahaan yang kaya dan menciptakan
ketergantungan
pemakaiannya.
Sementara
itu
sebagian
besar
masyarakat (baca pasar) Asia belum mampu memenuhi kriteria pasar teknologi barat tersebut. Masih banyak masyarakat asia yang memiliki penghasilan dibawah $1 per hari, sehingga mereka tidak memiliki akses ke teknologi yang diciptakan oleh dunia barat. Ini merupakan peluang yang besar bagi para teknopreneur untuk berinovasi dalam menciptakan sebuah produk teknologi yang menjangkau masyarakat marginal.
3.4
PERKEMBANGAN TECHNOPRENEURSHIP DI INDONESIA Sebagian besar wacana di negara kita mengarahkan technopreneurship seperti
dalam definisi kedua di atas. Baik dalam seminar, lokakarya dan berita, maka bisa dijumpai bahwa pemakaian teknologi Informasi dapat menunjang usaha bisnis. Terlebih dimasa krisis global seperti sekarang ini, maka peluang berbisnis lewat Internet
semakin
digembar-gemborkan.
Ada
kepercayaan
bahwa technopreneurship menjadi solusi bisnis dimasa lesu seperti ini. Sebagai contoh, penggunaan perangkat lunak tertentu akan mengurangi biaya produksi bagi perusahaan mebel. Jika sebelumnya, mereka harus membuat prototype dengan membuat kursi sebagaisample dan mengirimkan sample tersebut, maka dengan pemakaian perangkat lunak tertentu, maka perusahaan tersebut tidak perlu mengirimkan sample kursi ke pelanggan, namun hanya menunjukkan desain kursi dalam
bentuk soft-copy saja.
Asumsi
ini
tidak
memperhitungkan
harga
lisensi software yang harus dibeli oleh perusahaan mebel tersebut. Jika technopreneurship dipahami seperti dalam contoh-contoh kondisi
ini
menyisakan
beberapa
ini, maka
pertanyaan:
Apakah
benar technopreneurship mampu menjadi solusi bisnis di masa kini? Akan dibawa kemanakah
arah technoprenership di
negara
kita?
Menurut
hemat
penulis, technopreneurship yang dipahamai dalam makna yang sesempit ini justru akan menjadi bumerang bagi pelaku bisnis, karena ini akan menciptakan ketergantungan terhadap teknologi buatan barat. Dan ini tidak sejalan dengan semangat technopreneurship yang dikembangkan oleh negara-negara Asia lainnya. Selain itu, inovasi yang berkembang belum mampu melepas ketergantungan tersebut karena
masih
berskala
individu,
seperti
inovasi
dan
kreatifitas
dalam
pembangunan website, penggunaan teknologi web 2.0 sebagai media promosi. Inovasi yang diharapkan adalah inovasi dalam pengembangan kapasitas lokal dengan basis teknologi dari dunia barat, sehingga hasil inovasi tersebut mampu melepaskan kita dari kungkungan ketergantungan penggunaan lisensi dan ketergantungan teknologi barat. Untuk dapat menuju ke arah yang sama seperti negara-negara tetangga kita lainnya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan dekonstruksi
pemahaman technopreneurship. Ini penting sekali karena kita semua tahu bahwa persepsi menentukan aksi. Dengan pemahaman technopreneurship seperti dalam definisi
pertama
maka
akan
memungkinkan
bermunculannya
para technopreneurship sejati yang akan membawa Indonesia berjalan bersama-sama dengan India, Korea Selatan maupun Taiwan.
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN Menjadi seorang technopreneurship merupakan salah satu alternatif dalam
menunjang kebutuhan financial saat ini. Dengan dukungan besarnya kebutuhan akan teknologi informasi disegala bidang menjadikan technopreneurship menjadi suatu bidang karir yang memiliki prospek yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang technopreneurship adalah 1. Pengetahuan akan teknologi informasi 2. Memiliki jiwa entrepereneur yang meliputi sikap untuk menggali diri, mengetahui keterampilan yang dimilikinya kemudian berani untuk memulai usaha
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gani, Dedeng. 2009. “Technopreneurship”. Program Pascasarjana Fakultas
Ekonomi Universitas Padjajaran. Bandung Arifin,
Syamsul.
2012.
“Trend
Solusi
Bisnis
Masa
Kini”.
http://syamsulgunadarma.blogspot.com/2012/11/trend-solusi-bisnis-masakini.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2013. Dana, L.P. 2007. “Asian Models of Entrepreneurship from Indian Union and the Kingdom of Nepal to the Japanese Archipelago: Context, Policy, and Practice”. New Jersey: World Scientific Publishing Co. Darmanto,
Mala.
2013.
“Kewirausahaan”.
http://ono.suparno.staff.ipb.ac.id/articles/technopreneurship-2/. Diakses tanggal 11 Desember 2013 Suparno,
Ono.
2008.
“Technopreneurship”
http://techno009.blogspot.com/2013/03/kewirausahaan.html. Diakses Desember 2013
tanggal
11