MAKALAH STOIKIOMETRI
Oleh:
Muh. Rasyid Indrawan NIM. 1105025026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia. Makalah ini secara garis besar membahas mengenai stoikiometri dalam ilmu kimia. Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. M. Rusydi Ahmad, M. Hum sebagai dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang senantiasa memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi selama mengikuti mata kuliah Bahasa Indonesia. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran dan kritik yang berguna bagi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan.
Samarinda, Desember 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1 C. Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN A. Hukum-Hukum Dasar Kimia ..................................................... 3 B. Persamaan Reaksi ...................................................................... 6 C. Konsep Mol ................................................................................ 7 D. Rumus Molekul dan Rumus Empiris ......................................... 11 E. Menentukan Rumus Kimia Hidrat (Air Kristal) ........................ 12 F. Molaritas .................................................................................... 13 G. Pereaksi Pembatas ...................................................................... 13
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 16 B. Saran .......................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita pernah melihat sesorang yang sedang membuat kue. Perlu diketahui bahwa kue dibuat menurut resep atau formula tertentu, yaitu perbandingan antara bahan-bahan yang diperlukan. Hal yang kira-kira sama juga berlaku dalam reaksi kimia. Setiap senyawa kimia memiliki komposisi tertentu. Sehingga, untuk membuat suatu senyawa melalui reaksi kimia, harus diperhitungkan campuran bahan-bahan dalam perbandingan tertentu. Hal inilah yang menjadi pembahasan dalam makalah ini. Hal-hal yang akan dibahas yaitu tentang perbandingan unsur-unsur dalam senyawa, serta perbandingan zat-zat dalam reaksi kimia. Hal yang pertama kita sebut stoikiometri senyawa, sedangkan yang kedua kita sebut stoikiometri reaksi. Istilah stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata stoicheion yang berarti unsur, dan metron yang berarti mengukur. Jadi, stoikiometri berarti perhitungan kimia. Konsep-konsep yang mendasari perhitungan kimia adalah massa atom relatif, rumus kimia, persamaan reaksi, dan konsep mol. Oleh karena itu, sebelum masuk ke dalam perhitungan kimia, akan dibahas berbagai konsep tersebut.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1) Apa-apa saja hukum-hukum dasar dalam perhitungan kimia? 2) Bagaimana langkah-langkah dalam menuliskan persamaan reaksi? 3) Bagaimana perhitungan dengan menggunakan konsep mol? 4) Bagaimana cara menentukan rumus molekul dan empiris suatu senyawa? 5) Bagaimana cara untuk menyatakan konsentrasi suatu senyawa dalam larutan?
1
C. Tujuan Setelah membahas makalah ini pembaca diharapkan : 1. Memahami
hukum-hukum
dasar
kimia
dan
penerapannya
dalam
perhitungan kimia (stoikiometri). 2. Mampu mendeskripsikan tata nama senyawa anorganik dan organik sederhana serta persamaan reaksinya. 3. Mampu membuktikan dan mengomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia.
2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN A. Hukum – Hukum Dasar Kimia 1. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier) "Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap". Contoh soal: 2Mg + O2 → 2MgO (4g) (32g)
(36g)
2. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust) "Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap" Contoh soal: a. Pada senyawa NH3 = massa N : massa H = 1 Ar . N : 3 Ar . H = 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3 b. Pada senyawa SO3 = massa S : massa O = 1 Ar . S : 3 Ar . O = 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 =2:3 Keuntungan dari hukum Proust: Bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut maka massa unsur lainnya dapat diketahui. Contoh soal: Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; O = 16; Ca = 40) Massa C = =
× massa CaCO3 × 50 gram
3
= 6 gram Kadar C = =
× 100% × 100%
= 12%
3. Hukum Perbandingan Berganda = Hukum Dalton "Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana". Contoh soal: Bila unsur nitrogen dan oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa
N : O = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa
N : O = 14 : 32 = 7 : 16
Untuk massa nitrogen yang sama banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2 4. Hukum-Hukum Gas Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT dimana: P = tekanan gas (atm) V = volume gas (liter) n = mol gas R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/mol Kelvin T = suhu mutlak (Kelvin) Perubahan-perubahan dari P, V, dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut: a. Hukum Boyle Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh: P1.V1 = P2.V2 4
b. Hukum Gay-Lussac "Volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana". Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku:
= c. Hukum Boyle-Gay Lussac Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu dan diturukan dengan keadaan harga n1 = n2 sehingga diperoleh persamaan:
= d. Hukum Avogadro "Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama". Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0 oC 1 atm) 1 mol setiap gas, volumenya 22,4 liter. Volume ini disebut sebagai volume molar gas. Contoh soal: Berapa volume 8,5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27 oC dan tekanan 1 atm ? (Ar: H = 1 ; N = 14) Jawab: 8,5 g amoniak =
= 0,5 mol
Volume amoniak (STP) = 0,5 × 22,4 = 11,2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
= = V2 = 12,31 liter
5
B. Persamaan Reaksi Persamaan reaksi mempunyai sifat: 1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. 2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. 3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume asalkan suhu dan tekanannya sama). Langkah-langkah penulisan persamaan reaksi: 1. Nama-nama reaktan dan hasil reaksi dituliskan. Penulisan ini disebut persamaan sebutan. 2. Tuliskan persamaan reaksi dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu rumus-rumus kimia zat, dan wujud reaksi. Penulisan ini disebut persamaan kerangka. 3. Setarakan persamaan kerangka tersebut sehingga diperoleh persamaan reaksi setara yang disebut persamaan kimia.
Penyetaraan persamaan reaksi sesuai dengan hukum kekekalan reaksi Lavoisier dan teori atom Dalton. Menurut hukum Lavoisier, pada reaksi kimia tidak terjadi perubahan massa. Artinya, jumlah dan jenis atom di ruas kiri (reaktan) sama dengan jumlah dan jenis atom di ruas kanan (hasil reaksi). Sesuai teori atom Dalton, dalam reaksi kimia tidak ada atom yang hilang atau tercipta, yang terjadi hanyalah penataan ulang atom-atom reaktan membentuk susunan baru, yaitu hasil reaksi. Agar jenis dan jumlah atom di ruas kiri sama dengan di ruas kanan, persamaan reaksi disetarakan (diseimbangkan) dengan cara mengatur angka di depan reaktan dan hasil reaksi. Angka yang diberikan di depan reaktan dan hasil reaksi disebut koefisien. Angka satu sebagai koefisien tidak dituliskan. Oleh karena itu persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut. Tahap-tahap penyetaraan persamaan reaksi dapat dilakukan dengan:
6
1. Tuliskan persamaan kerangka, yaitu persamaan reaksi yang belum setara, dengan reaktan di ruas kiri dan hasil reaksi di ruas kanan. 2. Tetapkan koefisien zat/senyawa yang lebih rumit adalah satu. 3. Setarakan reaksi dengan mengatur koefisien reaktan dan hasil reaksi yang
lain.
C. Konsep Mol Mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu. Jika bilangan Avogadro = L , maka: L = 6,023 x 1023 1 mol atom
= L buah atom, massanya
= Ar atom tersebut.
1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersebut.
Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat. Contoh soal: Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ? Jawab: Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 mol NaOH =
=
= 0,5 mol
Banyaknya molekul NaOH = 0,5 × L = 0,5 × 6,023 x 1023 = 3.01 × 1023 molekul
Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel Telah diketahui bahwa 1 mol zat X = l buah L partikel zat X, maka 2 mol zat X = 2 × L partikel zat X 5 mol zat X = 5 × L partikel zat X n mol zat X = n × L partikel zat X
7
Jumlah partikel = n × L
Contoh soal: Berapa mol atom timbal dan oksigen yang dibutuhkan untuk membuat 5 mol timbal dioksida (PbO2). Jawab: 1 mol timbal dioksida tersusun oleh 1 mol timbal dan 2 mol atom oksigen (atau 1 mol molekul oksigen, O2). Sehingga terdapat Atom timbal = 1 × 5 mol = 5 mol Atom oksigen = 2 × 5 mol = 10 mol (atau 5 mol molekul oksigen, O2) 1. Masa Atom dan Masa Rumus a. Massa Atom Massa atom didefinisikan sebagai massa suatu atom dalam satuan atomic mass unit (amu) atau satuan massa atom (sma). Satu amu didefinisikan sebagai
kali massa satu atom C-12. Karbon-12 adalah
salah satu isotop karbon yang memiliki 6 proton dan 6 neutron. Unsur ini dijadikan sebagai standar pembanding sebab unsur ini memiliki sifat yang sangat stabil dengan waktu paruh yang panjang. Dengan menetapkan massa atom C-12 sebesar 12 sma, kita dapat menentukan massa atom unsur lainnya. Sebagai contoh, diketahui bahwa satu atom hidrogen hanya memiliki massa 8,4% dari massa satu atom C-12. Dengan demikian, massa satu atom hidrogen adalah sebesar 8,4% × 12 sma atau 1,008 sma. Dengan perhitungan serupa, dapat diperoleh massa satu atom oksigen adalah 16,00 sma dan massa satu atom besi adalah 55,85 sma. Hal ini berarti bahwa satu atom besi memiliki massa hampir 56 kali massa satu atom hidrogen.
8
b. Massa Atom Relatif (Ar) Massa atom unsur sebenarnya belum dapat diukur dengan alat penimbang massa atom, karena atom berukuran sangat kecil. Massa atom unsur ditentukan dengan cara membandingkan massa atom rata-rata unsur tersebut terhadap
massa rata-rata satu atom karbon-12 sehingga
massa atom yang diperoleh adalah massa atom relatif (Ar). c. Massa Molekul Relatif Unsur dan senyawa yang partikelnya berupa molekul, massanya dinyatakan dalam massa molekul relatif (Mr). Pada dasarnya massa molekul relatif (Mr) adalah perbandingan massa rata-rata satu molekul unsur atau senyawa dengan
massa rata-rata satu atom karbon-12.
Jenis molekul sangat banyak, sehingga tidak ada tabel massa molekul relatif. Akan tetapi, massa molekul relatif dapat dihitung dengan menjumlahkan massa atom relatif atom-atom pembentuk molekulnya. Mr = ∑Ar Untuk senyawa yang partikelnya bukan berbentuk molekul, melainkan pasangan ion-ion, misalnya NaCl maka Mr senyawa tersebut disebut massa rumus relatif. Massa rumus relatif dihitung dengan cara yang sama dengan seperti perhitungan massa molekul relatif, yaitu dengan menjumlahkan massa atom relatif unsur-unsur dalam rumus senyawa itu. d. Massa Molar Telah diketahui bahwa satu mol adalah jumlah zat yang mengandung partikel (atom, molekul, ion) sebanyak atom yang terdapat dalam 12 gram karbon dengan nomor massa 12 (karbon-12, C-12). Sehingga terlihat bahwa massa 1 mol C-12 adalah 12 gram. Massa 1 mol zat disebut massa molar. Massa molar sama dengan massa molekul relatif (Mr) atau massa atom relatif (Ar) suatu zat yang dinyatakan dalam gram. Massa molar = Mr atau Ar suatu zat (gram)
9
Hubungan mol dan massa dengan massa molekul relatif (Mr) atau massa atom relatif (Ar) suatu zat dapat dicari dengan:
gram = mol × Mr atau Ar Contoh soal: Berapa gram propana C3H8 dalam 0,21 mol jika diketahui Ar C = 12 dan H = 1? Jawab: Mr Propana
= (3 × 12) + (8 × 1) = 33 g/mol
sehingga, gram propana = mol × Mr = 0,21 mol × 33 g/mol = 9,23 gram e. Volume Molar Avogadro mendapatkan hasil dari percobaannya bahwa pada suhu 0 °C (273 K) dan tekanan 1 atmosfir (76 cmHg) didapatkan tepat 1 liter oksigen dengan massa 1,3286 gram. Pengukuran dengan kondisi 0 °C (273 K) dan tekanan 1 atmosfir (76 cmHg) disebut juga keadaan STP (Standard Temperature and Pressure). Pada keadaan STP, 1 mol gas oksigen sama dengan 22,4 liter. Avogadro yang menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang bervolume sama mengandung jumlah molekul yang sama. Apabila jumlah molekul sama maka jumlah molnya akan sama. Sehingga, pada suhu dan tekanan yang sama, apabila jumlah mol gas sama maka volumenya pun akan sama. Keadaan standar pada suhu dan tekanan yang sama (STP) maka volume 1 mol gas apasaja/sembarang berharga sama yaitu 22,4 liter. Volume 1 mol gas disebut sebagai volume molar gas (STP) yaitu 22,4 liter/mol. Volume gas tidak standar pada persamaan gas ideal dinyatakan dengan: PV = nRT keterangan: P : tekanan gas (atm)
10
V : volume gas (liter) n : jumlah mol gas R : tetapan gas ideal (0,082 liter atm/mol K) T : temperatur mutlak (Kelvin) D. Rumus Molekul dan Rumus Empiris Rumus kimia menunjukkan jenis atom unsur dan jumlah relatif masingmasing unsur yang terdapat dalam zat. Banyaknya unsur yang terdapat dalam zat ditunjukkan dengan angka indeks. Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan molekul. Rumus empiris, rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun senyawa. Rumus molekul, rumus yang menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa. Rumus Molekul
= (Rumus Empiris) × n
Mr Rumus Molekul = n × (Mr Rumus Empiris) (n = bilangan bulat) Untuk menentukan rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa, dapat ditempuh dengan langkah berikut: 1) Cari massa (persentase) tiap unsur penyusun senyawa. 2) Ubah ke satuan mol. 3) Perbandingan mol tiap unsur merupakan rumus empiris. 4) Untuk mencari rumus molekul dengan cara: (Rumus Empiris) × n = Mr n dapat dicari nilainya. 5) Kemudian kalikan n yang diperoleh dari hitungan, dengan rumus empiris. Contoh soal: Suatu senyawa terdiri dari 60% karbon, 5% hidrogen, dan sisanya nitrogen. Jika Mr senyawa itu = 80 (Ar C = 12 ; H = 1 ; N = 14). Tentukan rumus empiris dan rumus molekul senyawa itu! Jawab : Persentase Nitrogen = 100% - ( 60% + 5% ) = 35%
11
Misal massa senyawa = 100 gram Maka massa C : N : H = 60 : 35 : 5 Perbandingan mol C : mol H : mol N
= 5 : 5 : 2,5 =2:2:1
Maka rumus empiris = C2H2N (C2H2N) n = 80 (24 + 2 + 14) n = 80 (40) n = 80 n=2 Jadi rumus molekul senyawa tersebut = (C2H2N) × 2 = C4H4N2
E. Menentukan Rumus Kimia Hidrat (Air Kristal) Hidrat adalah senyawa kristal padat yang mengandung air kristal (H2O). Rumus kimia senyawa kristal padat sudah diketahui. Jadi pada dasarnya penentuan rumus hidrat adalah penentuan jumlah molekul air kristal (H2O) atau nilai x. Secara umum, rumus hidrat dapat ditulis sebagai: Rumus kimia senyawa kristal padat : x.H2O Sebagai contoh garam kalsium sulfat, memiliki rumus kimia CaSO4 . 2H2O, artinya dalam setiap mol CaSO4 terdapat 2 mol H2O. Contoh soal: 5,0 gram hidrat dari tembaga(II) sulfat dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Jika massa tembaga(II) sulfat padat yang terbentuk 3,20 gram. Tentukan rumus hidrat tersebut! (Ar Cu = 63,5 ; S = 32 ; O = 16 ; H = 1) Jawab: Langkah-langkah penentuan rumus hidrat: - Misalkan rumus hidrat adalah CuSO4 . xH2O - Tulis persamaan reaksinya. - Tentukan mol zat sebelum dan sesudah reaksi. - Hitung nilai x, dengan menggunakan perbandingan mol CuSO4 : mol H2O
12
CuSO4 . x H2O(s) → CuSO4 (s) + x H2O 5 gram
3,2 gram
1,8 gram
Perbandingan, mol CuSO4 : mol H2O
=
:
= 0.02 : 0,10 =1:5 Jadi Rumus hidrat dari tembaga (II) sulfat adalah CuSO4 . 5H2O.
F. Molaritas Larutan merupakan campuran antara pelarut dan zat terlarut. Jumlah zat terlarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi. Salah satu cara untuk menyatakan konsentrasi dan umumnya digunakan adalah dengan molaritas (M). molaritas merupakan ukuran banyaknya mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Dapat dituliskan sebagai berikut: M= Pengenceran dilakukan apabila larutan terlalu pekat. Pengenceran dilakukan dengan penambahan air. Pengenceran tidak merubah jumlah mol zat terlarut. Sehingga: V1M1 = V2M2 keterangan: V1 = volume sebelum pengenceran M1 = molaritas sebelum pengenceran V2 = volume sesudah pengenceran M2 = molaritas sesudah pengenceran
G. Pereaksi Pembatas Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu. X + 2Y → XY2
13
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, 1 mol zat X membutuhkan 2 mol zat Y. Dalam hitungan kimia, pereaksi pembatas dapat ditentukan dengan cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya, lalu pereaksi yang mempunyai nilai hasil bagi terkecil, merupakan pereaksi pembatas. Contoh soal: Diketahui reaksi sebagai berikut: S(s) + 3F2(g) → SF6(g) Jika direaksikan 2 mol S dengan 10 mol F2 a. Berapa mol kah SF6 yang terbentuk? b. Zat mana dan berapa mol zat yang tersisa? Penyelesaian : S + 3F2 → SF6 Dari koefisien reaksi menunjukkan bahwa: 1 mol S membutuhkan 3 mol F2 Kemungkinan yang terjadi: - Jika semua S bereaksi maka F2 yang dibutuhkan:
mol F2 = × 2 mol S = 3 × 2 mol = 6 mol Hal ini memungkinkan karena F2 tersedia 10 mol. - Jika semua F2 habis bereaksi, maka S yang dibutuhkan:
mol S
= × 10 mol F2 = 0,333 × 10 mol = 3,33 mol
Hal ini tidak mungkin terjadi, karena S yang tersedia hanya 2 mol. Jadi yang bertindak sebagai pereaksi pembatas adalah S. Banyaknya mol SF6 yang terbentuk = x mol S a. mol SF6 = 1 x 2 mol = 2 mol
14
b. zat yang tersisa adalah F2, sebanyak = 10 mol – 6 mol = 4 mol F2 Soal di atas dapat juga diselesaikan dengan: - Setarakan reaksinya. - Semua pereaksi diubah menjadi mol. - Bagikan masing-masing mol zat dengan masing-masing koefisiennya. - Nilai hasil bagi terkecil disebut pereaksi pembatas (diberi tanda atau
lingkari). - Cari mol zat yang ditanya. - Ubah mol tersebut menjadi gram/liter/partikel sesuai pertanyaan.
Penyelesaian: S
+ 3F2 → SF6
2 mol : 10 mol : 2 : 3,33 (Nilai 2 < 3,33)
Berarti zat pereaksi pembatas : S Sehingga ditulis: a. mol SF6 =
× 2 mol S
= 1 × 2 mol = 2 mol b. mol F2 yang bereaksi =
× 2 mol S
= 3× 2 mol = 6 mol mol F2 sisa = mol tersedia - mol yang bereaksi = 10 mol - 6 mol = 4 mol
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dari seluruh isi dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hukum kekekalan massa, hokum perbandingan tetap, dan hokum kelipatan berganda adalah hukum-hukum dasar kimia. 2. Penyetaraan persamaan reaksi dilakukan dengan memberi koefisien yang tepat dengan tidak mengubah indeks senyawa. 3. Satu mol setiap zat mengandung partikel sejumlah tetapan Avogadro (L), yaitu 6,023 x 1023. Massa zat bergantung pada jumlah molnya, dimana massa = mol × Ar/Mr . Volume molar gas tidak bergantung pada jenisnya, tetapi pada jumlah mol, suhu, dan tekanan pengukuran, dimana V = mol × Vm . Pada STP Vm = 22,4 liter/mol. 4. Rumus molekul dapat ditentukan dari rumus empiris, jika massa molekul relatif (Mr) senyawa diketahui. Rumus empiris senyawa dapat ditentukan, jika kadar unsur-unsurnya diketahui. 5. Konsentrasi suatu senyawa dalam larutan atau kemolaran larutan dinyatakan dengan jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.
M=
B. Saran Sesuai dengan kesimpulan, maka dapat diberikan beberapa saran yaitu dalam mengerjakan setiap soal stoikiometri diharapkan memahami dan menguasai konsep hukum-hukum dasar kimia. Selain itu soal-soal stoikiometri harus dikerjakan secara teliti. Sebab perhitungan yang diberikan biasanya berbentuk hitungan bilangan pecahan desimal dan bilangan berpangkat sehingga apabila tidak teliti dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan.
16
DAFTAR PUSTAKA Djojosuwito, Subandio, dkk. 1994. Kimia 1. Yudhistira: Jakarta.
Parning, dkk. 2007. Kimia 1 SMA. Jakarta : Yudhistira.
Purba, Michael. 2006. Kimia 1 untuk SMA Kelas X. Erlangga: Jakarta.
Sudarmo, Unggul. 2004. Kimia untuk SMA Kelas X Jilid 1. Phibeta Aneka Gama: Jakarta.
Susilowati, Endang. 2009. Theory and Application of Chemistry 1. Tiga Serangkai: Solo.
Wiratmo, dkk. 1994. Ilmu kimia Jilid 1. Macanan Jaya Cemerlang: Klaten.
17