Penatalaksanaan Instalasi Gawat Darurat Viryandi*, Purwito Nugroho**
Abstract The emergency department is a core clinical unit of a hospital and the experience of patients attending the emergency department significantly significantly influences patient satisfaction satisfaction and the public image of the the hospital. Its function is to receive, receive, triage, stabilise and provide provide emergency management to patients who present with a wide variety of critical, urgent and semi urgent conditions whether self or otherwise referred. The emergency department also provides for the reception reception and management management of disaster disaster patients as part part of its role within within the disaster plan of each region. To facilitate the assesment and managment of patients the triage, primary survey and secondary survey methods are used in the Emergency Department Keyword : Emergency Mangament, Emergency Department, Triage, Primary Survey, Secondary Survey, Critical
Abstrak Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit utama yang terdapat didalam suatu sistem kesehatan di rumah sakit dan pengalaman yang dialami pasien di IGD secara signifikan akan mempengaruhi kepuasan pasien dan pencitraan publik terhadap suatu rumah sakit. Fungsi utama IGD antara lain untuk menerima, melakukan triase, menstabilisasi dan menyediakan penaganan darurat kepada pasien yang berada dalam kondisi kritis, darurat dan semi darurat, baik yang datang sendiri maupun yang merupakan rujukan. IGD juga menyediakan penerimaan dan penatalaksanaan korban bencana yang berkaitan dengan peran IGD dalam program penangulangan bencana. Untuk membantu penilaian dan pengelolaan pasien di IGD maka metode triase, survey primer dan s urvey sekunder digunakan. Kata kunci : Penanganan Pe nanganan darurat, Instalasi Gawat Darurat, triase,survey primer, survey sekunder, kritis
PENDAHULUAN Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan playanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan 1 mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.
*Coassistant Anestesiologi FK UNTAR Jakarta **Dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUD Kota Semarang 1
Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki 2 kemampuan untuk : 1. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat 2. Melakukan resusitasi dan stabilisasi Dalam pelaksanaannya di IGD harus menpunyai alur pelayanan sebagai berikut :
2
1. Pelayanan triase 2. Ruang resusitasi/stabilisasi 3. Ruang observasi sesuai fasilitas dan kemampuan yang tersedia didukung kemampuan terapi definitif 4. Pelayanan rekam medik 24 jam Ruang Lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat
3
1. Pasien dengan kasus True emergency 2. Pasien dengan False Emergency Tujuan Instalasi Gawat Darurat
2
1. Menurunkan angka kematian dan kecacatan 2. Menerima dan melakukan rujukan pasien baik secara horizontal dan vertikal 3. Melakukan penanganan korban musibah massal dan bencana yang terjadi di dalam maupun luar rumah sakit 4. Melakukan penanganan kasus true emergency maupun false emergency
KRITERIA PASIEN YANG DITANGANI Dalam pelayanan IGD tidak diperkenankan menolak pasien gawat darurat karena alasan pembiayaan. IGD wajib menerima pasien gawat darurat dan menangani sesuai 3 klasifikasinya: 1. 2. 3. 4.
Pasien gawat darurat Pasien gawat tidak darurat Pasien tidak gawat darurat Pasien tidak gawat tidak darurat
PENATALAKSANAAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT Setiap IGD rumah sakit pasti memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku mengenai penatalaksanaan pasien di IGD. Penanganan penderita gawat darurat harus mengikuti prinsip dasar yang sudah berlaku secara umum, yaitu berdasarkan prioritas A ( Airway ), B (Breathing), C (Circulation). Untuk langkah berikutnya yaitu D-E dan seterusnya dapat berlainan sesuai kasus yang dihadapi. Proses ini dikenal sebagai initial assesment (penilaian awal) dimana kita harus melakukan primary survey, secondary survey dan fluid 4 rescucitation
2
A. Initial Assesment (Penilaian Awal) 4
a. Persiapan dibagi menjadi 2 fase yaitu : 4 a. Fase Pra-Rumah sakit i. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan ii. Sebaikanya ada pemberitahuan terlebih dahulu sebelum pasien mulai diangkut dari tempat kejadian iii. Pengumpulan keterangan yang dibutuhkan di rumah sakit 4 b. Fase Rumah sakit i. Perencaan sebelum pasien tiba ii. Perlengkapan airway dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah terjangkau iii. Cairan sudah harus dihangtkan dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau iv. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan v. Pemakaian alat proteksi diri
Triase Triase adalah cara penilaian penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC ( Airway, Breathing dan Circulation). Tujuan utama dari triase ini adalah untuk menangani korban/paseien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada. Prinsip dari triase adalah Time Saving if Life Saving, The Right Patient to the Right Place at The Right Time dan The Greatest Good for The Greatest Number , prinsip ini dapat 5 diterapkan dengan seleksi korban berdasarkan : 1. 2. 3. 4.
Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit Dapat mematikan dalam hitungan jam Trauma ringan Sudah meninggal
Metode yang digunakan adalah metode S.T.A.R.T atau Simple Triage and rapid Treatment . Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori:
6
1. Segera – MERAH Pasien mengalami cideramengancam jiwa yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : tension pneumothorax, cardiac arrest, distress pernafasan, dan perdarahan hebat. 2. Tunda – KUNING Pasien perlu tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dapat menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Misalnya : fraktur tertutup 3
pada ekstremitas (perdarahan terkontrol), trauma tulang belakang, trauma kepala tanpa gangguan kesadaran. 3. Minimal – HIJAU Pasien mendapat cedera minimal dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya: laserasi minor, memar, lecet. 4. Morque – HITAM Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski mendapatkan pertolongan. Misalnya : cidera kepala berat, luka bakar derajad 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital.
Terdapat dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi :
6
a. Multiple casualties Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam hal ini penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih dahulu b. Mass casualties Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam hal ini penderita de ngan kemungkinan survival yang terbesarlah yang akan diselamatkan terlebih dahulu
B. Primary Survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tandatanda vital dan mekanisme trauma. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi pasien yang me ngancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving 7,8
1. Airway (Jalan nafas) Pemeriksaan jalan nafas L= Look /Lihat gerakan nafas atau pengembagan dada, apakah ada retraksi sela iga, bagaimana warna mukosa kulit dan bagaimana kesadaran penderita L= Listen/Dengar aliran udara pernafasan F= Feel /Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong
4
Gambar 1 : Look, Listen and Feel (dikutip dari daftar pustaka no. 9)
Pengelolaan jalan nafas Pengelolaan jalan nafas merupakan tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan nafas dengan tetap meperhatikan kontrol servikal Pengelolaan jalan nafas dilakukan untuk membebaskan jalan nafas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh Pengelolaan jalan nafas tanpa alat
1. Membuka jalan nafas dengan proteksi servikal a. Chin lift Dilakukan dengan tujuan mengangkat otot pangkal lidah ke depan Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat b. Head tilt Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehigga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan
Gambar 2 : Chin-Lift (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
5
c. Jaw thrust Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisa gigi atas
Gambar 3 : Jaw-Thrust (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
Untuk memeriksa jalan nafas trutama di daerah mulut dapat dilakukan teknik cross finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah, apabila di jalan nafas terdapat benda asing dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari Kegagalan membuka jalan nafas dengan cara diatas membuat kita berpikir, mungkin ada sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya apnea, apabila hal ini terjadi pada penderita yang tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan perlu dilakukannya manuver heimlich 2. Membersihakan Jalan Nafas Finger sweep Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang Cara melakukannya : 1. Kepala pasien dimiringkan (kecuali pada fraktur servikal) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas. 2. Gunakan 2 jari ( jari telunjuk dan jari tengah ) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu 3. Mengatasi sumbatan nafas dapat menggunakan teknik : 1. Abdominal thrust penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi 6
jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat keatas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan haruslah jelas. Gambar 4 : Heimlich maneuver (dikutip dari daftar pustaka no. 10)
2. Chest Thrust Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari dibawah garis imajiner antara kedua puting susu pasien). Bila penderita tidak sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust , tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas bantuan.
Gambar 5 : Chest Thrust (dikutip dari daftar pustaka no. 9)
3. Back blow Bila penderita sadar dan dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti lakukan back blow selama 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat den gan tulang punggung)
Gambar 6 : Back Blow (dikutip dari daftar pustaka no. 9)
7
Pengelolaan dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan sempurna atau fasilitas tersedia. Pengelolaan ini dapat berupa : 1. Pemasangan pipa/tube : Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring, nasofaring atau endotracheal tergantung kondisi korban Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan mempermudah tindakan bantuan pernafasan
Gambar 7 : Intubasi (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
2. Pengisapan benda cair/suctioning Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh cairan, penghisapan dapat dilakukan dengan bantuan mesin 3. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring, maka tidak dapat dikeluarkan dengan sapuan jari. Maka digunakan alat bantu berupa laringoskop, alat penghisap dan alat penjepit 4. Membuka jalan nafas Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin dilakukan.
8
Gambar 8 : Trakeostomi (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
Proteksi servikal Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal terutama pada multiple trauma atau tersangka cidera tulang leher , kepala harus in line (segaris sumbu vertikal tubuh)
Gambar 9 : Proteksi Servikal (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
2. Breathing (Pernafasan)
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bantuan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida dengan tujuan untuk menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal Tindakan yang dilakukan : 1. Tanpa alat Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi 2. Dengan alat Dilakukan dengan cara memberikan pernafasan buatan dengan alat AMBU bag yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator/respirator Gambar 10 : Ventilator (dikutip dari daftar pustaka no. 11)
9
3. Circulation (Perdarahan) Tindakan yang dilakukan untuk megembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu dengan tujuan mengembalikan fungsi normal sirkulasi darah Gangguan sirkulasi ditandai dengan : 1. Tingkat kesadaran Bila volume darah mernurun, perfusi otak juga akan berkurang. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan kesadaran, tapi penderita yang sadar belum tentu normovolemik 2. Warna kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovoilemi. Pasien tampak pucat, extrimitas dingin, berkeringat dingin dan capillary refill time yang lebih dari 2 detik. 3. Nadi Nadi cepat dan kecil merupakan tanda dari hipovolemi. Gambar 11 : Cardiac Output (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
4. Disability (Status Neurologi) tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS Metide penilaian derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale : E-Score (kemampuan membuka mata/eye opening score) Nilai : 4: membuka mata spontan 3: dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta 2: membuka mata bila diberi rangsangan nyeri 1: tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri V-Score (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses) Nilai : 5: memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, tempat dll) 4: memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung (confused conversation) 10
3: memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-kata yang tidak jelas (inappropriate words) 2: memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas dan bukan merupakan kata (incomprehensible sound ) 1: tidak memberikan jawaban berupa suara apapun M-Score (menilai respon motorik ekstrimitas/motor responses) Nilai : 6: dapat menggerakan seluruh extrimitas sesuai permintaan 5: dapat menggerakkan extrimitas secara terbatas karena nyeri ( localized pain) 4: respon gerakan menjauhi ransangan nyeri (withdrawal ) 3: respon gerak berupa fleksi extrimitas 2: respon gerak berupa gerak extensi 1: tidak ada respons berupa gerak
Tabel 1 : Glasgow Coma Scale (dikutip dari daftar pustaka no. 12)
2. Nilai pupil : besarnya, isokhor atau tidak, reflex cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan evaluasi ulang airway , oksigenasi, ventilasi dan sirkulasi.
5. Exposure
Buka pakaian penderita lalu lihat apakah ada luka atau trauma di tempat lain.
6. tambahan terhadap primary survey
a. Monitoring EKG b. Kateter urin dan lambung c. monitor saturasi, nadi dan tensi d. pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya C. Secondary Survey
7,13
11
Secondary survey merupakan pencarian perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe). Secondary survey meliputi anamnesis (riwayat alergi, obat yang diminum sebelumnya, penyakit sebelumnya dan lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) dan pemeriksaan fisik lengkap. Tambahan terhadap secondary survey : 1. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil 2. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain 3. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan : a. Foto extrimitas b. Foto Vertebra tambahan c. CT scan kepala, abdomen d. USG abdomen e. Urografi dengan kontras Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan : 1. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi 2. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin 3. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan D. Terapi cairan
7,14
Tindakan yang dilakukan untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan sehari Penilaian klinis kebutuhan cairan : 1. Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat 2. Extrimitas (telapak tangan/kaki) kemrahan/ pink dan Capillary Refill Time kembali cepat <2 detik berarti sirkulasi adekuat 3. Edema perifer dan ronchi paru mungkin terjadi pada hipervolemia 4. Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal 5. Tugor saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi akibat sirkulasi abnormal 6. Tugor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput menandakan defisit cairan berat 7. Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolemia Jalur-jalur pemberian cairan: 1. Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric 12
2. Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena 3. Intraoseous : pada pasien balita Jenis-jenis cairan : 1. Cairan pemeliharaan Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan cairan tubuh melalui urin, feses, paru dan keringat. Contohnya adalah NaCl 0,9%, dextrose 5% 2. Cairan pengganti Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang diakibatkan oleh skuestrasi atau proses patologi yang lainya misalnya dehidrasi, asites, perdarahan pada pembedahan atau cidera. Contohnya adalah Ringer Lactate, Hemasel dan albumin 3. Cairan untuk tujuan khusus Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7.5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit 4. Cairan nutrisi Digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan per oral. Jalur pemberian terapi cairan dapat dilakukan melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup atau terbuka dengan seksi vena
Gambar 12 : Terapi Cairan (dikutip dari daftar pustaka no. 7)
E.
Transfusi darah
7,15
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (resepien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap ( whole blood ) atau komponen darah. Tujuannya adalah untuk : 1. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah) 2. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah 3. Meningkatkan oksigenasi jaringan 4. Memperbaiki fungsi hemostatis 13
5. Tindakan terapi kasus tertentu Dalam penatalaksaan transfusi darah, kita harus melihat gejala klinis dan tingkat perdarahan : 1. Minimal : 10-15% EBV (Estimated Blood Volume) 2. Shock ringan, akral mulai dingin, kehilangan darah : 15-25% EBV 3. Shock sedang (tensi <90 mmHg, nadi >120 kali per menit) kehilangan darah : 25 -35% EBV 4. Shock berat, perfusi sangat buruk, tensi tidak terukur, nadi tidak teraba, gangguan kesadaran, kehilangan darah : > 35% EBV Cara pemberian : 1. Perdarahan sampai 10% EBV, tubuh masih dapat mentolerir dengan baik 2. Perdarahan 10-15% EBV : diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 2,5-3 kali perkiraan jumlah darah yang hilang 3. Perdarahan 15-25% EBV : diganti dengan cairan koloid sejumlah darah yang hilang 4. Perdarahan >25% EBV : diganti dengan darah sejumlah darah yang hilang 5. Kehilangan darah 30-50% EBV diatasi sementara dengan cairan sampai transfusi darah tersedia
Gambar 13 : Transfusi Darah (dikutip dari daftar pustaka no. 16)
Kesimpulan IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakaan yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai standar operasional yang berupa pelayanan triase, ruang resusitasi, ruang observasi. Pelayanan rekam medik 24 jam, standar fasilitas medis dan standar tenaga kerja yang kompeten Dalam melakukan penatalaksaaan penderita gawat darurat, kita menggunakan prinsip “time saving is life saving ” yang berarti diperlukan penanganan secara cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa pasien serta mencegah kecacatan
14
Penderita gawat darurat harus dievaluasi dengan cepat dan tepat agar dapat dilakukan prioritas terapi. Baik primary survey maupun secondary survey harus dilakukan secara terus menerus sehingga bisa memantau perubahan kondisi pasien agar dapat memberikan terapi yang sesuai. Ketika penderita datang ke IGD, penderita akan memasuki area triase dimana dokter akan dengan cepat dan tepat menilai kondisi penderita sehingga dapat menentukan tindakan yang harus diambil.
Daftar Pustaka 1. Instalasi gawat darurat. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28926/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada tanggal : 14 November 2014 2. Herkunto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat, Maj Kedokt Indon, Volume: 57, Nomor: 2, Fabruari 2007 3. Wijono, DJ. Manajemen Mutu Pelayanan Rumah Sak it. Surabaya:Airlangga University Press;1994. 4. Husain, F.W., dkk. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI;1992. 5. Sukoco, B. Penentuan Rute Optimal Menjuju Lokasi Pelayanan Gawat Darurat. Surakarta:Fakultas Teknik Universitas Seblas Maret;2011. 6. Glarum J, Birov D, Cetaruk E, MD. Hospital Emergency Response Teams. United States of America : Elsevier;2010. 7. Fildes J, Meredith J W, MD. Advanced Trauma Life Support for Doctors.8th ed. Chicago : American College of Surgeon;2008. 8. Pengelolaan jalan nafas.Available from: http://doktermedis.blogspot.com/2009/06/pengelolaan-jalan-napas-airway.html. Diunduh pada tanggal : 14 November 2014 9. Primary A. Available from: http://www.paramedicine.com. Dunduh tanggal : 17 november 2014 10. Hemlich Meneuver. Available from : http://www.faqs.org/health-encyc/The-Environmentand-Health/The-Emergency-Free-Home-Infant-back-blows-and-heimlich-maneuver.html. Diunduh tanggal : 17 November 2014 11. Basics of mechanical ventilation. Available from : http://emedicalppt.blogspot.com/2011/09/basics-of-mechanical-ventilation.html. Diunduh tanggal : 17 November 2014 12. Glasgow coma scale. Available from : http://doctorsgates.blogspot.com/2010/11/glasgowcoma-scale.html. Diunduh tanggal : 17 November 2014 13. Secondary Survey. Available from: michael.gradmedic.org/medicine/secondarysurvey.pdf. diunduh tanggal : 13 November 2014 14. Mangku G, Senapathi TGA., Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi. Jakarta:PT Macanan Jaya Cemerlang;2010 15. Transfusi darah. Available from : http://www.scribd.com/doc/53170429/TRANSFUSI-DARAH. Diunduh tanggal : 13 November 2014 16. Blood transfusion. Available from : http://www.fpnotebook.com/legacy/HemeOnc/Pharm/BldTrnsfsn.htm. Diunduh tanggal : 17 November 2014
15