BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Model intervensi konseling adalah model pendekatan yang semestinya ada di dalam setiap pemberian layanan konseling. Hal ini memang sulit untuk diaplikasikan ke dalam setiap pemberian layanan konseling pada klien, hal itu dikarenakan struktur yang rumit dan urutan prosedur yang harus dilakukan dan diikuti secara berurutan sampai tahap akhir. Namun pada dasarnya, jika model-model dalam intervensi konseling ini dilakukan maka hasil yang akan diperoleh akan lebih terlihat dan akan bersifat kontinu. Karena pengaplikasian dan hasil dari setiap model-modelnya sudah diperhitungkan jauh sebelum layanan konseling diberikan. Model-model intervensi dalam konseling itu meliputi teori-teori konseling, kelompok konseling, konsultasi dan pelatihan, pengembangan organisasi, organisasi, dan model proses profesional konseling. Dalam pemaparan di makalah ini akan di bahas secara detail bagaimana model-model intervensi di dalam konseling itu sendiri, baik itu pengertiannya maupun pengaplikasiannya pada bidang konseling.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada tugas makalah ini adalah: 1.
Apa pengertian dari intervensi konseling?
2.
Apa saja model-model intervensi konseling?
C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian dari intervensi konseling. 2. Untuk mengetahui apa saja model-model intervensi konseling.
1
D. Manfaat 1. Bagi mahasiswa dapat mengetahui model-model intervensi konseling dan dapat menjadikan pengetahuan tersebut sebagai acuan dan pedoman ketika menjalankan praktiknya di lapangan. 2. Bagi dosen pengampu dapat menjadikan bahan makalah ini bahan kajian dan perbaikan di masa yang akan datang.
2
BAB II KAJIAN TEORI
A. Model-Model Intervensi Konseling 1. Teori konseling sebagai sumber keuntungan a) Teori sifat-sifat konseling Sebuah teori ilmiah adalah sebuah cara untuk mengatur apa yang diketahui tentang beberapa fenomena di alam agar bisa menemukan hal yang baru dan hal yang sebelumnya tidak diketahui. oleh karena itu, teori mengatur apa yang diketahui tentang sebuah fenomena agar menghasilkan seperangkat hal yang saling berkaitan dan masuk akal. Teori-teori ilmiah tidak langsung bisa dijadikan sebagai dasar dalam praktek professional. Tetapi, teori-teori tersebut ditemukan dalam sebuah penelitian memang untuk menghasilkan pengetahuan yang bisa dijadikan dasar praktik profesional dimana teori tersebut memang dikaitkan kepada kehidupan klien. b) Model hubungan Model hubungan konseling ini adalah model pendekatan yang telah berkembang yang berasal dari karya Carl Rogers dan rekan-rekannya. Model pendekatan ini pertama kali disebut "konseling non – direktif” – direktif” tetapi kemudian disebut "teori client centered. " Karena besarny pengaruh Rogers, Rogers, maka pendekatan ini sering disebut konseling Rogerian. Rogerian.
1) F enome nomena Terapi client centered memiliki dasar ilmiah dalam fenomena psikologi. Fenomenologi Fenomenologi merupakan konsep dasar dari filsafat yang menyatakan bahwa persepsi awal dan pengalaman masing-masing individu pada dasarnya adalah unik, setiap orang berada di pusat yang istimewa, sebagian besar pribadi pada masing-masing individu akan berpikir yang yang bersifat realita.
3
Jika
diterapkan
pada
persepsi
dalam
ilmu
psikologi,
fenomenologi menyatakan bahwa semua perilaku individu adalah gambaran dari persepsi individu pada saat berperilaku. Dengan kata lain, orang cenderung untuk berperilaku sesuai dengan apa yang mereka lihat, bukan untuk beberapa tujuan atau alasan cara pandang terhadap realitas. Dengan demikian, persepsi yang berubah, akan juga merubah perilaku. Ketika orang melihat dunia mereka berbeda, maka mereka juga akan berperilaku yang berbeda. Ketika individu mengalami kebingungan,
ambigu,
dan
samar-samar,
perilaku
yang
dimunculkan mungkin akan sama-sama bingung dan tidak pasti. Namun ketika persepsi yang muncul jelas dan didefinisikan didefinisi kan secara seca ra tajam, maka perilaku mungkin akan sama-sama memiliki tujuan dan tujuan diarahkan dalam hal kebutuhan berpengalaman orang itu sendiri dan aspirasi.
2) K onsep nsep R ogeri ger i an Konseling Rogerian memiliki beberapa proposisi kunci: (1) Setiap individu berada di sebuah dunia pengalaman yang terus menerus berubah di mana ia menjadi pusatnya (oleh karena itu masing-masing individu merupakan sumber informasi terbaik mengenai dirinya). (2) Setiap individu bereaksi terhadap suatu bidang sesuai dengan yang dialaminya dan dipahaminya. (3) Setiap
individu
bereaksi
sebagai
keseluruhan
yang
terorganisasikan di bidang fenomenal, baik itu dalam hal intelektual maupun emosional. (4) Setiap
manusia
mempertahankan
memiliki diri,
kecenderungan
mengaktualisasikan
dasar diri,
untuk dan
mengembangkan pengalaman yang diperolehnya.
4
(5) Setiap manusia yang berperilaku pada dasarnya berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan apa saja yang dialami dan dipahami dalam suatu bidang. (6) Emosi yang dimiliki oleh setiap individu memiliki kaitan yang erat dengan pencapaian tujuan.
3) K ondi ndi si hubungan hubungan Awalnya, Rogers (1951) mendalilkan bahwa dalam proses konselingnya terjadi jika (1) konselor atau terapis harus menjadi pribadi asli dalam menjalin hubungan dengan klien; (2) konselor menerima klien dalam keadaan sepenuhnya dan tanpa syarat; dan (3) konselor harus teliti dalam memahami klien. Ketika klien mengetahui dan mengalami sendiri bagaimana menjalin hubungan dengan konselor sesuai dengan proses yang didalilkan Rogers maka, itu akan mengurangi ancaman, membantu memperjelas dan menumbuhkan kreatifitas klien sendiri ke arah yang positif.
4) E ksist ksi ste ensi psi psikolo kologi gi Peran psikologi eksistensial selama bertahun-tahun pada terapi yang berpusat pada klien sangat berpengaruh. Sebuah sudut pandang tentang konseling dan psikoterapi berpendapat bahwa terapi yang berpusat pada klien adalah pendekatan yang disebut psikologi eksistensial. Pendekatan ini kebanyakan dikembangkan di Eropa dan sangat menekankan pengalaman langsung sebagai sumber utama data psikologis yang relevan tentang individu atau klien.
Sebagai
sudut
pandang
filosofis,
eksistensialisme
menempatkan keberadaannya sebelum esensi. Itu berarti bahwa aspek yang paling penting dari pria dan wanita di dunia adalah bahwa mereka berada di sana di dalam pengalaman mereka. Untuk eksistensialis itu maka kerangka filosofis atau ideologisnya bermakna bahwa manusia berakar pada pengalaman langsung dari individu tersebut.
5
Penekanan pada pentingnya pengalaman langsung sebagai sumber utama memiliki implikasi penting untuk konseling. Menurut eksistensialisme, konselor harus memiliki cara agar bisa mengetahui dan memiliki akses ketika orang atau klien yang pertama
mengalami
dan
kemudian
mulai
berspekulasi,
merenungkan, dan menganalisa terhadap pengalamannya sendiri. Orang yang berupaya untuk menghilangkan pengalaman mereka dalam kehidupannya hanya akan menciptakan keputus asaan eksistensial. Dalam hal ini, tujuan konseling adalah membantu klien untuk mengembalikan pengalaman klien agar memungkinkan klien untuk menemukan makna dalam keberadaan atau keeksistensian mereka baik itu di dalam lingkungan li ngkungan keluarga ataupun masyarakat. Dengan demikian, pendekatan eksistensial sangat menekankan pada kebebasan dan tanggung jawab manusia yang melekat pada diri dan individu klien masing-masing untuk mencari, dan harapannya mudah-mudahan klien bisa menemukan makna pribadi dalam kehidupan mereka.
5) P eneliti neli tia an dalam dalam hubunga hubung an konse k onseliling ng Menurut formulasi teoritis Rogers, faktor yang penting adalah bahwa pengalaman konselor terhadap perilaku klien mereka anggap sebagai sebuah empatik, tulus, hormat, dan sebagainya. Tentu banyak dari cara-cara ini sulit untuk dipraktikkan secara konseptual oleh konselor dan berhasil untuk dilakukan. Namun yang tampak jelas adalah bahwa perilaku dasar konselor, atau "kondisi inti konselor," yang tidak stabil akan mudah dikurangi dan konselor akan mudah memahami dengan “ gimmicks” gimmicks” yang ditampilkan oleh klien. Dalam model hubungan sangat penting bagi konselor untuk mengetahui bagaimana sikap empati konselor pada klien, rasa hormat klien, keaslian atau kejujuran klien, dan sebagainya.
6
Teknik wawancara tidak menjamin konselor tahu bagaimana kondisi hubungan yang akan dikomunikasikan dan dilakukan kepada klien tertentu. (Barrett-Lennard, 1982). Beberapa tahun yang lalu (1958) Carl Rogers menyusun daftar pertanyaan pencarian diri bahwa konselor mungkin bertanya pada dirinya sendiri di tahap awal melakukan hubungan konseling terhadap klien individu : a)
Dapatkah saya melakukan konseling yang mendalam terhadap klien?
b)
Bisakah saya bersikap ekspresif sebagai seorang konselor sehingga apa yang saya akan komunikasikan jelas?
c)
Dapatkah saya membiarkan diri saya berpikir positif terhadap klien dan bersikap hangat, perhatian, keinginan tahuan, minat, dan rasa hormat?
d)
Bisakah saya membedakan yang mana kebutuhan saya sendiri dan yang mana kebutuhan klien?
e)
Apakah saya cukup yakin dalam melepas klien dengan permasalahannya?
f)
Dapatkah saya membiarkan diri saya masuk sepenuhnya ke dalam dunia klien dari perasaan dan makna pribadi untuk melihat hal-hal seperti yang dilakukannya?
g)
Dapatkah saya menerima setiap aspek yang diutarakan oleh orang lain karena ia menyajikan kepada saya?
h)
Dapatkah saya menunjukkan sensitivitas yang cukup sehingga perilaku saya tidak akan dianggap sebagai ancaman?
i)
Dapatkah saya membebaskan klien dari ancaman evaluasi eksternal?
j)
Dapatkah saya bertemu individu lain sebagai orang yang sedang dalam proses menjadi, atau saya akan terikat oleh masa lalu kita masing-masing?
7
Pertanyaan-pertanyaan
ini
merupakan
pendekatan
yang
bijaksana, dan sensitif, dan juga idealis, dengan kondisi hubungan dari proses konseling. Dilihat sebagai seperangkat sikap dan upaya untuk menjangkau klien, pendekatan ini jelas merupakan cara yang positif untuk melanjutkan proses konseling atau dalam situasi lain dari pembelajaran interpersonal. c) Model Behavioral Untuk
tujuan
implikasi
dari
penelitian
ini,
kita
dapat
mengidentifikasi beberapa model dalam behavioral, yaitu:
1) Mo M odel Ope Operan Secara singkat, operan adalah sebuah pendekatan untuk belajar dan perubahan perilaku yang menggunakan unit respon stimulus untuk mempelajari perilaku di laboratorium dalam kondisi yang terkendali dengan hati-hati. Pendekatan ini tidak memerlukan konstruksi yang rumit untuk menjelaskan atau menyimpulkan apa yang terjadi pada individu. Sebaliknya, pendekatan ini berfokus pada kondisi stimulus yang terjadi di hadapan individu dan tanggapan atau gerakan dari individu tertentu sebelum atau setelah menampilkan presentasi dari mereka. Model operan melibatkan beberapa tahap yang berbeda: (a) Sebuah situasi awal yang diisyaratkan untuk memberikan rangsangan terlebih dahulu yang akan memperkut konsekuensi. (b) Sebuah kondisi pembelajaran di mana beberapa isyarat diberlakukan, adanya respon, dan konsekuensi positif atau negatif yang dialami. (c) Sebuah syarat yg menjadi sinyal untuk pemunculan respon dan konsekuensi yang kuat. Implikasinya dalam konseling adalah ketika prinsip-prinsip dalam operan model ini diterapkan, konselor harus menentukan dengan jelas dan pasti tujuan dari konseling yang dilakukan. Hal
8
itu disebabkan karena proses konseling yang dilakukan oleh konselor dan klien dapat mempengaruhi perilaku klien di masa mendatang. Ketika konselor di hadapkan dengan klien, sering tidak mudah untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah klien, karena klien sering memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan perilaku yang ditampilkan di depan konselor. Oleh sebab itu dalam operan model ini konselor harus lebih teliti dalam proses konseling agar tujuan dan harapan dari proses konseling itu tercapai dan tepat sasaran.
2) M 2) Mo odel dalam lam pembelaja lajaran ran sosia sosiall Dalam penelitiannya (Bandura, 1971) memaparkan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang menentukan keberhasilan model ini terhadap perubahan perilaku klien, yaitu: (a) Karakteristik model. Umumnya model ini lebih memfokuskan kepada peran konselor sebagai model klien. Karakteristik model ini yang menjadikan konselor sebagai model bagi kliennya dianggap lebih membantu dan efektif dalam proses dan penyelesaian konseling. (b) Karakteristik kinerja. Pada model ini, demonstrasi atau kinerja dalam mengatasi masalah umum klien dianggap lebih efektif daripada harus menunjukkan atau mengandalakan penguasaan keterampilan dan keahlian konselor terlebih dahulu dalam menjalankan proses konseling. (c) Berorientasi pada subjek. Pada model ini, kinerja konselor dicoba dan dipraktikkan kepada subjek atau klien yang harapannya kinerja konselor dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan belajar dari klien. Implikasinya dalam konseling adalah dalam model ini prinsip pembelajaran sosial yang dimanfaatkan oleh konselor adalah prinsip yang menjadikan konselor sebgai modelnya. Ketika
9
konselor memperlihatkan dan memerankan beberapa situasi seperti kejujuran, kepercayaan, keyakinan, dan kemauan untuk terbuka dalam proses konseling maka konseli pada akhirnya akan mencontoh perilaku yang ditunjukkan oleh konselor. Pada konseling kelompok, model ini bisa diberikan dengan cara konseli diberikan materi melalui video rekaman atau film motivasi tertentu yang harapannya bisa ditiru oleh klien atau konseli. Namun pada kondisi tertentu model ini juga tidak efektif dan memiliki keterbatasan untuk dilakukan, contohnya jika konselor memiliki perbedaan usia, jenis kelamin, dan faktor lainnya yang tidak memungkinkan untuk ditiru oleh klien. Dalam hal ini konselor bisa menggantikan model dengan orang lain yang perilakunya dianggap memotivasi dan bisa ditiru oleh klien.
3) Mo M odel kond kondisi isi klasik klasik Aspek lain dari pendekatan perilaku adalah penggunaan paradigma yang disebut pengkondisian klasik dan pendekatan ini pertama kali ditunjukkan oleh Pavlov. Paradigma ini berbeda dari model operan atau Skinner. Penelitian (Kanfer & Phillips, 1970) menunjukkan banyak dari jenis-jenis perilaku yang dapat dikontrol dengan proses belajar. Percobaan yang terkenal dari pavlov adalah pendekatan atau terapi yang menggunakan bel dan air liur yang dipraktikkan kepada kepada anjing. Makanan yang disajikan untuk anjing disajikan secara bersama-sama dengan membunyikan bel, ketika anjing
melihat
makanannya
tersaji
anjing
secara
spontan
mengeluarkan air liurnya dan mulai memakan makanan yang tersaji. Hal itu dilakukan oleh Pavlov secara berulang, sampai akhirnya Pavlov hanya membunyikan bel nya tanpa menyajikan makanan anjing, namun karena adanya stimulus dan respon yang sudah tercipta, anjing tetap mengeluarkan air liurnya walaupun makanan tidak tersaji. Dari situ Pavlov menyatakan bahwa proses
10
belajar dari stimulus dan respon yang sudah dilakukan telah tercapai. Implikasinya
dalam
konseling
adalah
konseling
bisa
menerapkan pada beberapa situasi pada klien yang masih dalam lingkup stimuls dan respon klien. Contohnya klien yang mengalami ketakutan ataupun kecemasan emosional yang tinggi terhadap situasi tertentu. Misalnya rasa takut setelah mengalami kegagalan dan terluka dalam menjalin hubungan interpersonal. Pada model ini konseling dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip klasik dengan cara yang lebih sistematis. Wolpe (1973) sering melakukan pengobatan dan terapi yang sistematis untuk mengurangi rasa kecemasan yang difokuskan pada rangsangan atau situasi tertentu. Beberapa kasus seperti kecemasan, takut keramaian, atau takut tempat-tempat yang tinggi sering diberikan terapi ini. Pada konselor, hal yang bisa dilakukan adalah bersama-sama mengidentifikasi rasa takut ataupun kecemasan yang dirasakan oleh klien dan konselor bisa mememberikan stimulus seperti menyuruh klien untuk bersantai menggunakan teknik relaksasi progresif. Kemudia dalam keadaan relaksasi tersebut konselor bisa membantu klien untuk membayangkan dan memikirkan hal-hal apa saja yang ditakuti selama ini yang dianggap mengganggu klien. Kemudian konselor bisa membantu klien untuk memikirkan dan memberikan gambaran dampak positif dan negatif yang dihasilkan apabila konseli terus membawa rasa takut dan kecemasan tersebut dalam kesehariannya. Pada akhirnya, harapannya dengan model ini klien dapat menyadari bagaimana dampak negatif dan positif jika rasa takut dan cemas tersebut masih ada dalam dirinya. Dengan proses belajar stimulus dan respon seperti itu biasanya klien kli en akan dengan sangat mudah menyesuaikan diri dan mengatur diri dalam hal mengurangi rasa takut yang sebelumnya dirasakan dan dialami.s
11
4) Mo M odel kogni kognitti f a) Psikoanalisis Dalam teori kepribadian yang telah banyak memberika kontribusi besar adalah model konseling kognitif, dan dalam model konseling kognitif yang pertama serta yang terpenting adalah psikoanalisis. (Freud.1953) melihat kepribadian manusia melibatkan 3 subsistem utama yaitu: (1) Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan (Koeswara, 1991:32). Adapun menurut Palmquist (2005:105), id ialah bagian bawah sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey (2003:14), id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika,
dan
akhlak.
Dengan
beroperasi
pada
prinsip
kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual. Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut
baik
atau
buruk.
Ia
merupakan
bagian
ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu (Berry, 2001:75). Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta
merta.
mengusahakan
Fungsi segera
satu-satunya tersalurnya
id
adalah
untuk
kumpulan-kumpulan
energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari
12
luar. Ia bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer (Boeree, 2005:38). (2) Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (Koeswara 1991:33 — 34). 34). Adapun menurut Ahmadi (1992:152), ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan,
dan
mengatur
(Corey,
2003:14). Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar (Berry, 2001:76). Ego merupakan aspek psikologis yang
timbul
karena
kebutuhan
organisme
untuk
berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme. Menurut Bertens (2002:71) tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang
mau
masuk
kesadaran
dan
apa
yang
akan
dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan
13
realitas dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder (Boeree, 2005:39). (3) Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (Koeswara, 1991:34 — 35). 35). Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono (1996:129) superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian. (2004:103),
Adapun adalah
superego
bagian
dari
menurut jiwa
Palmquist
manusia
yang
dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah. Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalanimbalan
dan
hukuman-hukuman.
Imbalan-imbalannya
adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah r endah diri (Corey, ( Corey, 2003:15). Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner (1993:67 — (1993:67 — 68) 68) Fungsi utama dari superego antara lain (1) sebagai pengendali dorongandorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2) mengarahkan ego pada
14
tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan;
dan
(3)
mendorong
individu
kepada
kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar. Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri
dalam
prakteknya,
namun
ketiganya
selalu
berinteraksi secara dinamis. b) Teori kognitif lainnya Pendekatan lain kognitif dalam konseling adalah teori konstruksi pribadi George Kelly (1963). Menurut Kelly, orangorang menggunakan sistem pemikiran mereka untuk membuat prediksi tentang dunia. Dia menganggap bahwa setiap manusia adalah ilmuwan, oleh karenanya dengan pemikiran orang-orang tersebut
maka
kebutuhan
untuk
membangun
makna
sesungguhnya tentang dunia perlu diperhatikan agar setiap orang tidak salah persepsi karena dunia yang tergambar kebanyakan adalah dunia yang kacau dan membingungkan. Untuk memahami orang lain sepenuhnya, konselor harus memahami cara menggunakan konstruksi pribadi. Pendekatan yang biasa dilakukan dalam teori konstruksi pribadi adalah pendekatan rasonal emotif yang dipelopori oleh Albert Ellis (1962). Rasional emotif terapi atau RET didasarkan pada premis bahwa gangguan yang paling emosional adalah didasarkan pada pemikiran yang salah. Dengan kata lain, orang menjadi emosional dan marah tidak hanya karena peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun peristiwa malang dalam hidup mereka melainkan juga karena mereka marah terhadap dirinya.
15
Dalam hal ini, peran konseling adalah dengan cara melibatkan dan membantu klien menyadarkan pikiran irasional yang dimiliki dengan pernyataan diri bahwa dengan pikiran irasional yang dimiliki hanya akan menghasilkan situasi yang bermasalah dan konselor dalam hal ini berusaha memberikan gambaran bahwa pikiran rasional akan memberikan dampak positif dan lebih baik daripada pikiran irasional yang bisa mengganggu klien. c) Keuntungan model kognitif Dalam model kognitif ini konselor sering berfungsi sebagai guru yang membantu klien menjadi lebih menyadari dirinya sendiri, mengembangkan persepsi yang lebih sensitif dan akurat,dari situ klien bisa mengikuti proses konseling dan menghasilkan pemikiran yang lebih logis dan valid dan bisa menarik kesimpulan sendiri bagi masalahnya. Kemudian menafsirkan
konselor peristiwa
lanjut internal
membantu dan
klien
untuk
eksternal,
untuk
merekonstruksi makna pengalaman masa lalu dengan cara yang lebih koheren dan realistis, dan dan akhirnya,
"wawasan" ini
digunakan konselor untuk membantu, merencanakan dan memecahkan masalah klien.
5) Mo M odel pengar ngar uh sosia sosiall Salah satu pendekatan yang relatif baru dalam konseling dan psikoterapi adalah "model pengaruh sosial." Pendekatan ini telah diteliti oleh Stanley dan rekan-rekannya (Strong & Chiffon, 1982). Dalam model ini pengaruh sosial berseberangan dengan model atau teori relationship dan teori behavior, dan pendekatan kognitif dalam hal itu berhubungan langsung dengan fenomena yang menjadi perhatian utama di masing-masing model lain. Penelitian tentang pengaruh sosial telah difokuskan pada beberapa faktor yang berhubungan dengan efektivitas pengaruh
16
sosial: (1) daya tarik yang dirasakan dari pengaruh sosial, (2) keahlian yang dirasakan dari pengaruh sosial, (3) kepercayaan yang dirasakan oleh orang yang mempengaruhi, (4) Pengaruh status yang sah, dan (5) kontrol dipengaruhi sumber daya (Tedeschi & Lindskold, 1976). Kita bisa menunjuk enam dasar yang dapat mempengaruhi hasil konseling lebih spesifik: a)
Kondisi hubungan yang melibatkan karakteristik seperti kehangatan, empati, keaslian, hormat, hal positif, dan kedekatan.
b)
Restrukturisasi kognitif, atau "wawasan," termasuk kesadaran diri, pemahaman diri, pernyataan diri yang tepat, dan penggunaan pemecahan masalah dan kerangka pengambilan keputusan.
c)
Akuisisi langsung dari perilaku baru melalui manipulasi kontinjensi penguatan dan jadwal.
d)
Melemahnya responden atau rangsangan emosional melalui relaksasi
progresif,
desensitisasi
sistematis,
atau
terapi
implosif. e)
Pemodelan target perilaku oleh kesamaan yang tinggi, status tinggi, atau model yang juga dihargai.
f)
Faktor
pengaruh
sosial
seperti
persuasi
langsung
atau
penggunaan saran dari sumber yang dapat dipercaya yang dianggap sebagai ahli, menarik, dan layak dipercaya. B. Konseling Kelompok 1. Keuntungan dari kelompok konseling Kelompok konseling memiliki keuntungan besar yang berfungsi sebagai "situasi miniatur sosial," atau laboratorium di mana klien tidak hanya bisa belajar berperilaku baru tapi dapat mencoba, mempraktekkan, dan menguasai perilaku yang yang dalam pengaturannya memungkinkan memungkinkan untuk mendekati lingkungan dari mana mereka datang.
17
2. Resiko dalam Grup Konseling Ketika kita meneliti efek dari kerusakan yang terkait dengan berbagai jenis konseling atau terapi kelompok, jelas bahwa pasti ada beberapa orang di dalam perawatan kelompok tersebut ada yang menderita dan mendapat gangguan emosional (Hartley, Robach, & Abramowitz, 1976). Dalam grup konseling, hal ini tentunya menambah kesulitan untuk mengetahui secara pasti apakah resiko yang terkait dengan terapi kelompok benar-benar fokus dan berhasil dibanding dengan berbagai jenis konseling atau psikoterapi lainnya. Proses kelompok juga jelas lebih sulit bagi pemimpin kelompok untuk mengontrol anggota kelompok daripada proses konseling per individu. Anggota kelompok pasti akan lebih aktif dalam proses kelompok, sementara pemimpin harus berusaha keras untuk menetapkan norma-norma yang sesuai dalam anggota kelompok agar fungsi terapi berhasil dilaksanakan dalam kelompok itu sendiri. 3. Pedoman untuk Pemimpin Pedoman ini menegaskan bahwa faktanya semua anggota yang berpartisipasi dalam kelompok harus benar-benar ikhlas dan bersukarela dalam mengikuti aturan kelompok konseling. Informasi yang akurat dan komprehensif harus dibuat untuk semua calon anggota mengenai tujuan spesifik dari kelompok, jenis teknik yang dapat digunakan, dan kualifikasi profesional, serta kepercayaan dari pemimpinnya. Informasi tersebut juga harus berisi tentang tujuan spesifik yang ditetapkan, jenis tanggung jawab yang diambil oleh pemimpin kelompok, dan tingkat kebebasan anggota. 4. Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan kelompok Dalam kehidupan berkelompok kita sering melihat persaingan antara dua hal yang dianggap penting. Ketegangan dan pola perilaku sosial yang muncul dari pertemuan antara realitas manusia merupakan pembuktian apa yang disebut dinamika kelompok: Dengan memahami dinamika kelompok kita bisa membantu diri kita sendiri dan orang lain untuk
18
memenuhi kebutuhan yang sah untuk prestasi dan persahabatan serta tetap menjaga otonomi dasar dan individualitas. a) Kelompok Dimensi Psikolog yang telah mempelajari dinamika kelompok menyimpulkan bahwa beberapa dimensi penting dapat diidentifikasi bersama yang kelompok yang bervariasi dalam beberapa cara penting (Hartman, 1979): (1) ukuran, (2) komposisi, (3) struktur peran dan komunikasi pola, (4) struktur tugas, (5) struktur kekuasaan, dan (6) kekompakan. Salah satu kekuatan utama kelompok berada dalam keragaman keterampilan, ide, dan kompetensi yang dibawa bersama-sama dalam diri mereka. Untuk mencapai berbagai jenis tugas, atau untuk menangani masalah yang tidak biasa atau tak terduga, keragaman dalam
komposisi
ini
dapat
mewakili
kekuatan
kelompok.
Namun, terkadang, perbedaan latar belakang, sikap, nilai, dan pengalaman membuat sulit bagi kelompok untuk bekerja sama secara efektif. Terutama ketika kelompok harus membuat dan melaksanakan keputusan dengan cepat, atau ketika tingkat komitmen yang sangat tinggi untuk tujuan kelompok yang diperlukan, perbedaan kelompok dapat menciptakan masalah. Faktor lain dalam komposisi kelompok adalah yang melibatkan perbedaan dan persamaan dari anggota kelompok dalam hal motivasi mereka. Dalam setiap kelompok, anggota dapat memperoleh kepuasan dalam empat cara yaitu: (1) anggota dapat dihargai secara independen dalam hal kinerja pribadi atau individu; (2) anggota dapat memperoleh imbalan melalui kompetisi dengan anggota lain; (3) anggota dapat memperoleh manfaat melalui kerjasama dan kerja sama tim; dan (4) anggota dapat memperoleh manfaat melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. 5. Tugas dan Fungsi Pemeliharaan Fungsi yang efektif dari kelompok dan kepuasan anggotanya tergantung pada kecukupan struktur perannya. Dua kategori peran dalam
19
kelompok yang penting untuk diperhatikan adalah kategori peran "tugas" dan "pemeliharaan." Mereka berevolusi dari dua fungsi utama kelompok: (1) untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit atau tidak mungkin untuk dicapai sendiri oleh individu, dan (2) untuk menyediakan hubungan sosial dan dukungan yang akan mempertahankan dan menghargai perilaku kooperatif dan memperkaya kehidupan sosial para anggota. a) Tugas Pemeliharaan Model Peran Grup Ketika kita menggunakan model tugas pemeliharaan untuk melihat fungsi kelompok, kita bisa melihat tiga dasar peran, yaitu:
P er an tugas tugas kelompo kelompok k Kami berasumsi bahwa fungsi dari kelompok manapun adalah untuk memilih, menentukan, dan memecahkan masalah umum. Peran diidentifikasi dalam kaitannya dengan cara kelompok memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas. Dengan kata lain, mereka langsung berusaha mencapai tujuan kelompok. Peran tugas yang dimaksud adalah: (1) Inisiator kontributor menyarankan atau mengusulkan untuk kelompok ide-ide yang baru atau mengubah cara mengenai masalah atau tujuan kelompok. (2) Pemberi informasi mengklarifikasi informasi dalam hal akurasi faktual dan ketepatan untuk masalah yang sedang dibahas. (3) Pemberi opini tidak hanya terfokus pada fakta kasus, tapi untuk klarifikasi nilai-nilai yang berkaitan dengan apa yang kelompok lakukan. (4) Pemberi informasi menawarkan fakta atau generalisasi yang berhubungan dengan dengan pengalamannya atas masalah kelompok. (5) Pemberi opini menyatakan pendapatnya atau keyakinan tentang saran yang ditawarkan. (6) Pendukung merinci saran dalam hal makna konkret dan contoh, memberikan alasan terhadap saran yang sebelumnya dibuat, dan
20
mencoba untuk memprediksi bagaimana ide atau saran akan bekerja jika diadopsi oleh kelompok. (7) mencoba untuk menarik ide dan saran bersama-sama, atau mencoba untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai anggota atau subkelompok. (8) Pemberi orientasi mendefinisikan posisi kelompok sehubungan dengan tujuannya dengan meringkas apa yang telah terjadi, menunjukkan kesepakatan arah atau tujuan, dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah didiskusikan oleh kelompok. kelompok. (9) Pengevaluasi yang membandingkan prestasi kelompok untuk beberapa standar atau standar kelompok yang berfungsi dan berfokus pada apa yang seharusnya anggota anggota kelompok lakukan. (10) Motivator kelompok untuk tindakan atau keputusan dan upaya untuk merangsang dan membangkitkan semangat kelompok agar kelompok mencapai level yang "lebih tinggi" dalam hal aktivitas. (11) Teknisi
Prosedural
yang
berusaha
mempercepat
gerakan
kelompok dengan melakukan hal-hal tertentu untuk kelompok, seperti, melakukan tugas-tugas rutin tapi penting. (12) Merekam untuk menuliskan saran, membuat catatan keputusan kelompok, dan membantu untuk mendokumentasikan hasil diskusi kelompok.
Pembangunan kelompok dan pemeliharaan peran Berikut penekanannya dalam "pemeliharaan" bukan "tugas." Tujuannya adalah membangun kelompok dan orientasi yang berpusat di antara anggota kelompok dan pemeliharaan dan pelestarian perilaku kelompok yang berpusat tersebut. Penekanan pada peran ini adalah menjaga kerjasama kelompok peserta kohesif dan terlibat: (1) Pemberian pujian, setuju dengan, dan menerima kontribusi orang lain.
21
(2) Harmonis, menengahi perbedaan antara anggota, upaya untuk menengahi perbedaan pendapat, dan mengurangi ketegangan dalam situasi konflik melalui humor. (3) Berkompromi, mencoba untuk menyelesaikan konflik atau dia dapat menawarkan kompromi dengan menghasilkan, mengakui kesalahan. (4) Expeditur, upaya untuk menjaga jalinan komunikasi terbuka dengan mendorong dan memfasilitasi partisipasi orang lain dan dengan mengusulkan pengaturan arus komunikasi. (5) Pengatur standar, mengungkapkan standar fungsi antarpribadi untuk kelompok untuk mencapai dan menerapkan standar tersebut dalam mengevaluasi kualitas proses dan prosedur kelompok. (6) Pengamat Group dan komentator, menyimpan catatan dari berbagai aspek proses dan prosedur kelompok. kelompok. (7) Follower sejalan dengan pergerakan kelompok, menerima ide-ide dari orang lain.
P er an pr pr oduktif uk tif Tidak semua peran kelompok memfasilitasi fungsi tugas dan pemeliharaan. Upaya oleh anggota kelompok untuk memenuhi kebutuhan individu yang tidak relevan dengan tujuan kelompok atau berbahaya bagi kekompakan kelompok yang tidak produktif dan bahkan merusak. (1) Penyerang dapat bekerja dalam banyak cara untuk menjatuhkan orang lain. (2) Menunjukkan ketidak setujuan dan menentang tanpa "alasan" dan mencoba
untuk
membawa
kembali
masalah
kelompok
sebelumnya. (3) Mencoba untuk memonopoli atau mengeksploitasi kelompok untuk alasan yang egois. (4) Pengakuan sebuah karya dalam berbagai cara untuk menarik perhatian dirinya sendiri apakah dengan membual, membual
22
tentang prestasi pribadi, bertindak dalam cara-cara aneh atau tidak biasa, atau berjuang untuk mencegah ditempatkan dalam posisi "rendah". (5) Playboy, membuat tampilan yang kurang cocok dalam kelompok. (6) Penyumbang, superioritas
mencoba dengan
untuk
menegaskan
memanipulasi
seluruh
otoritas atau
atau
sebagian
kelompok. (7) Mencoba untuk memperoleh "simpati" dari kelompok, baik melalui ekspresi, kebingungan pribadi, atau bantahan diri yang berlebihan. (8) Membela kepentingan sendiri. 6. Komunikasi Struktur komunikasi memiliki beberapa dimensi: (1) arah dan jumlah aliran pesan, (2) jenis aliran pesan, dan (3) maksud dari aliran pesan. a) Arah dan jumlah aliran pesan Cara
yang
paling
sederhana
untuk
memahami
bagaimana
kelompok berkomunikasi adalah dengan mengamati yang kepada siapa mereka berbicara dan seberapa sering mereka berbicara. Penelitian menunjukkan bahwa aliran pesan dalam kelompok tidak sembarangan dilakukan(Blau & Scott, 1962). Umumnya, para an ggota yang memiliki status tertinggi dalam kelompok akan mengirim dan menerima pesan lebih banyak daripada anggota yang memiliki status terendah dalam kelompok. Anggota yang statusnya lebih rendah cenderung mengirim pesan mereka kepada orang-orang yang mereka anggap lebih tinggi statusnya dari mereka, sedangkan anggota yang statusnya lebih tinggi cenderung bertukar pesan dengan masingmasing lainnya yang statusnya dianggap sederajat. Dalam situasi ini, status anggota yang rendah tampaknya tidak memiliki keterlibatan lebih dalam hal penerimaan informasi penting ataupun keahlian untuk berkontribusi, aliran komunikasi seperti ini
23
dapat mencegah kontribusi mereka untuk diakui dan dimanfaatkan di dalam kelompok. b) Jenis aliran pesan Cara lain untuk memahami struktur komunikasi kelompok adalah dengan mengklasifikasikan jenis pesan yang dikirim. Pesan cenderung memiliki peran atau ekspresif. Jenis pesan bisa saja positif atau negatif, ketika hubungan antara anggota kelompok sedang tegang, beberapa pesan ekspresif bisa diberikan dalam situasi ini. Pesan ekspresif negatif yaitu, pesan yang menunjukkan bahwa pengirim pesan tidak bahagia, tidak puas, atau bosan dengan apa yang sedang terjadi, seperti kesulitan bagi anggota yang memiliki status lebih rendah dalam mengirim pesan ke orang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam kelompok, seperti pemimpin dalam kelompok. Kesulitan seperti ini sering membuat kesulitan bagi pemimpin kelompok dalam mengoreksi setiap anggotanya. an ggotanya. Kadang-kadang seorang pemimpin bisa menafsirkan diamnya anggota berarti menunjukkan semua anggota dalam keadaan baik-baik saja. Diam sebenarnya sebuah komunikasi yang tidak dapat menunjukkan reaksi atau fakta yang sebenarnya sedang terjadi. c) Maksud dari aliran pesan Kebanyakan proses komunikasi komunikasi kelompok jarang dilakukan baik itu komunikasi komunikasi secara
langsung dan terbuka. Namun, Namun, unsur-unsur
dalam proses selalu menjadi bagian dari komunikasi. Kadang-kadang peran pemimpin atau fasilitator adalah untuk berfungsi sebagai "pengamat proses komunikasi" yang membantu kelompok untuk melihat fungsi komunikasi itu sendiri. Sebagai contoh, sebuah kelompok kadang-kadang lebih mudah untuk berbicara tentang masalah yang dialami dalam situasi lain daripada berhadapan langsung dengan masalah mereka sendiri. Berbicara tentang masalah dengan bos di tempat kerja, misalnya,
24
dapat berarti bahwa kelompok sedang bermasalah dengan pemimpin dalam kelompok. Oleh karena itu pesan biasanya memiliki dua tingkat, satu berfokus pada sekitar konten, dan yang lain berkaitan dengan proses. 7. Struktur Kekuasaan Tidak semua anggota kelompok sama-sama berpengaruh dalam mengambil dan memberikan keputusan. Salah satu faktor utama yang menentukan bagaimana kekuasaan memiliki pengaruh dan dimanfaatkan dalam kelompok adalah tercermin dalam norma-norma kelompok, yaitu: cara-cara yang lazim dari kelompok konseling, terutama dalam hal pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Kadang-kadang dalam kelompok yang sangat formal, norma ini ditulis dalam bentuk konstitusi, oleh hukum, atau perjanjian untuk memanfaatkan prosedur parlementer formal, seperti Peraturan Ketertiban oleh Robert. a) Pengambilan Keputusan Hal ini berguna untuk mengenali beberapa informasi atau bahkan metode pengambilan keputusan ini: Saran resmi diri. Dalam metode ini, salah satu anggota, biasanya menunjuk orang yang lebih tinggi, dan dalam pengambilan keputusan hanya orang yang mendapat perhatian dari kelompok dan pada akhirnya menyarankan suatu tindakan. versi paling ekstrim dari metode ini bisa disebut "penyerbuan." Tidak hanya satu orang yang memberikan saran, tapi ia segera berusaha untuk menerapkannya, hampir secara harfiah mendorong anggota kelompok untuk selalu bersama. Ketika anggota pembuat keputusan menunjukkan, rasa percaya perca ya diri, dan telah berhasil menyajikan atau memberikan saran nya di beberapa situasi, maka itu tidak sulit ketika diserbu anggota kelompok yang ingin memberikan saran. b) Kohesi Konsep utama yang digunakan dalam studi perilaku kelompok adalah
25
gagasan tentang kohesi kelompok: Kohesi adalah pengikat psikologis yang memegang anggota kelompok bersama-sama dan merupakan hal yang benar-benar penting dalam pembentukan dan pemeliharaan kelompok. Efek praktis dari kohesi kelompok pada perilaku telah diringkas dalam serangkaian prinsip dasar yang memiliki kepentingan praktis yang besar untuk pemimpin kelompok (Cartwright, 1951): (1) Jika perilaku dalam kelompok ada yang harus diubah, anggota dan pemimpin harus memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam partisipasi kelompok. (2) Meningkatkan prinsip kohesif dalam kelompok agar setiap anggota di dalam kelompok memiliki kontribusi yang lebih besar untuk kesejahteraan kelompok. (3) Ketika para pemimpin mencoba untuk mengubah sikap, nilai-nilai atau perilaku para anggota, mereka harus membantu para anggota untuk melihat hubungan perubahan ini memiliki tujuan dasar yaitu kemajuan dan pengembangan kelompok. (4) Semakin besar status atau prestise dari anggota kelompok, semakin besar pula pengaruh yang dari anggota kelompok. (5) Ketika seorang pemimpin menemukan anggota yang melakukan penyimpangan dari norma-norma dan nilai-nilai kelompok, maka pemimpin akan menghadapi masalah tersebut dan berusaha menyelesaikannya.. (6) Ketika seorang pemimpin mencoba untuk melakukan perubahan pada anggota kelompok, langkah pertama dan yang paling penting adalah mengembangkan konsensus yang kuat dalam kelompok untuk perubahan yang dimaksud. Jika konsensus tidak jelas dan tidak mudah untuk dipahami, kelompok akan menolak arahan dan masukan tentang perubahan tersebut dari pemimpin. (7) Ketika anggota mengubah ide-ide mereka, nilai-nilai, dan perilaku dengan cara yang dianggap penting dalam kelompok,
26
beberapa ketegangan atau ketidakseimbangan akan terbentuk. Jika ketegangan tidak ditangani dengan cepat melalui diskusi terbuka, kohesi dasar kelompok akhirnya akan berdampak negatif pada kelompok. 8. Efektivitas memperkirakan a) Kriteria Efektivitas Grup Ada 4 jenis utama dalam pola hubungan, yaitu:
H ubungan ubungan yang yang ekspresif . Dalam beberapa kelompok orientasi utama adalah ekspresi perasaan dan emosi. Anggota dapat membentuk hubungan untuk pemenuhan diri mereka sendiri, dan yang utama adalah pasti melibatkan perasaan bersama.
H ubungan ubungan konfi konfi r masi . Pada beberapa kelompok, interaksi anggota
dalam
kelompok
adalah
untuk
membangun
atau
mempertahankan pandangan realitas kelompok itu sendiri.
Pengaruh orientasi pada grup. Beberapa kelompok melibatkan pola hubungan di mana anggota datang bersama-sama untuk menciptakan perubahan dalam diri mereka sendiri atau dalam hubungan mereka.
Grup tugas. Tugas kelompok adalah mereka yang berusaha untuk menyelesaikan beberapa tugas atau mencapai beberapa tujuan yang eksplisit dalam kelompok. b) Mengevaluasi Efektivitas Kelompok Dalam beberapa kelompok yang memiliki sejarah panjang dan berbagai kegiatan, memiliki kriteria yang relevan. Para pemimpin yang efektif mungkin harus menganalisis kebutuhan dominan dan tujuan yang berlaku dalam kelompok pada saat tertentu dan menetapkan prioritas atas dasar pola hubungan yang paling signifikan bagi keberhasilan kelompok. Sebagai contoh, kelompok konseling dapat berfungsi di masing-masing kategori, sehingga setiap kriteria ini mungkin penting dalam kehidupan kelompok setiap saat.
27
9. Implikasi dan Masalah untuk Kelompok Konseling Di sini kita dapat melihat ada dua pendekatan yang agak berbeda untuk konseling kelompok. Konselor dapat memberika "nasihat dalam kelompok" atau bisa juga konselor terlibat langsung dalam proses "konseling kelompok." Dalam contoh pertama, pendekatan tertentu untuk konseling, seperti restrukturisasi kognitif atau pendekatan perilaku, disampaikan dalam grup. Keuntungan dari pendekatan ini adalah sebagian besar pesan atau layanan berasal dari isi materi yang dibahas, format di mana diskusi diadakan, dan intervensi langsung l angsung dari pemimpin kelompok, yaitu konselor. Misalnya, sekelompok klien terlibat dalam program penurunan berat badan dan mereka mengadakan pertemuan kelompok untuk membahas masalah
kesehatan
yang
buruk
yaitu
obesitas.
Konselor
dapat
memberikan informasi tentang diet, tentang penjadwalan waktu makan, dan mengelola situasi makan dan dapat meminta setiap anggota untuk menetapkan target mingguan untuk menurunkan berat badan. Ada tiga jenis dasar kerangka konseling kelompok yang berbeda-beda dalam mengahadpi masalah ambiguitas dalam kelompok, yaitu: a) Dasar pertemuan dalam kelompok Dasar pertemuan dalam kelompok adalah contoh utama dari penggunaan pengalaman belajar untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi. Pendekatan ini telah digambarkan dan dijelaskan oleh Carl Rogers (1970. Dia menggambarkan beberapa hal yang tidak perlu ada dalam pertemuan kelompok, yaitu: (1)
Berkeliaran
(2)
Perlawanan
(3)
Berorientasi pada masa lalu
(4)
Memiliki pikiran yang negatif
(5)
Mengeksplorisasi diri pribadi
(6)
Mengekspresikan diri disini dan sekarang
28
(7)
Merasa
mampu
untuk
memberikan
penyembuhan
atau
penyelesaian (8)
Menerima perubahan
(9)
Bersembunyi dibalik topeng
(10) Bertukar pendapat (bisa bersifat positif atau negatif) (11) Mengkonfrontasi (12) Pertemuan dasar (13) Mengungkapkan kehangatan dan kedekatan b) Model Analisis transaksional (T.A.) Pada dasarnya, T.A. adalah metode analisis interaksi sosial yang komponen dasarnya berisi tentang kepribadian dasar. Seperti yang kita perhatikan, komponen ini melibatkan kepribadian orang tua, anak, dan orang dewasa. Ada 3 dasar ego yang termasuk di dalam analisis transaksional, yaiu: (1) Ego orangtua dipelajari langsung dari hasil wawancara terhadap orang-orang tua dalam kehidupan individu. Ketika dalam "keadaan ego," individu cenderung berpikir, merasa, dan berperilaku karena ia memiliki dan merasakan figur orang tua di masa kecil. Aspek khas dari ego orangtua yang diingat adalah memarahi, bermoralisasi, menghibur, atau menasihati. (2) Ego anak dari pengalman awal individu itu dilahirkan. Dalam keadaan ini seseorang merespon sebanyak yang ia lakukan di masa kanak-kanak. Perilaku dasar ego anak yang khas dan diingat adalah
mengomel,
menggoda,
merajuk,
cekikikan,
atau
memaafkan. (3) Ego dewasa adalah salah satu di mana individu berperilaku secara rasional, analitis, dan menghitung cara. c) Model kelompok centered Ini adalah model ketiga dari konseling kelompok yang memberikan gambaran untuk penyelarasan hubungan baik dalam pertemuan dan kelompok yang disebut kelompok analisis transaksional "tema
29
berpusat" (Cohn, 1969). Kelompok tema berpusat dapat digunakan untuk membahas masalah tertentu dan isu-isu yang menjadi perhatian bagi orang-orang dalam komunitas. Misalnya, masalah hubungan polisi masyarakat, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat atau alkohol, hubungan orangtua-guru, atau dari sejumlah kekhawatiran lain dan masalah penting yang perlu dibahas dalam komunitas tertentu. Untuk memulai layanan dalam model kelompok ini, pemimpin kelompok tema centered harus mengikuti serangkaian langkah, yaitu: (1) Pengaturan tema (2) Prosedur pembukaan (3) Keseimbangan yang dinamis (4) Aturan dasar 10. Kelompok Kerja dan Praktik Profesional Dengan tidak adanya temuan penelitian yang pasti tentang aturan kelompok kerja dan praktik profesionalnya, jelas bahwa cara kerja kelompok merupakan alat yang berguna dalam praktek konseling dan harus digunakan dengan bijaksana. Ada 3 pedoman yang bisa digunakan dalam kelompok kerja khususnya konseling kelompok, 3 pedoman atau 3 dasar tersebut adalah: a. Mencoba untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kerjasama dalam suatu kelompok. b. Mencoba untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, manusiawi dan fleksibel. c. Mencoba untuk menciptakan suasana yang nyaman dalam kelompok seperti keterbukaaan dan kejujuran dalam interaksi dan hubungan antar anggota kelompok.
30
C. Konsultasi dan Pelatihan 1. Konsultasi a. Konsultasi triadic
Konsultasi teknis. Kita dapat mengetahui secara istilah bahwa konsultasi tingkat pertama fokus untuk jasa konsultasi yang bersifat teknis. Dalam banyak situasi konsultasi, konsultan berpartisipasi untuk memberikan pendapat dari para ahli terdahulu atau informasi khusus tentang beberapa masalah atau situasi tertentu. Pada konsultasi yang bersifat teknis, misalnya, konsultan dapat melakukan pengujian diagnostik seperti 'latihan pada kelompok tertentu dari siswa di sekolah, atau untuk kasus yang khusus seperti pada lembaga-lembaga sosial. Pada tingkat ini konselor mungkin diminta untuk memberikan informasi tentang bagaimana membesarkan anak atau pengembangan kepribadian untuk sekelompok relawan dalam program tertentu.
K onsultasi onsultasi kola k olab borati orati f . Dalam mode ini penekanannya adalah pada pola interaksi atau kerjasama dengan den gan lembaga, departemen, atau praktisi.
F asili sil i tat tati f Konsulta Konsultatif. tif . Dalam mode ini konsultan atau di luar profesional, memfasilitasi hubungan yang memungkinkan untuk dibentuk dan dilaksanakan. b. Konsultasi kesehatan mental Bidang gerakan kesehatan mental masyarakat dimulai pada tahun 1970-an. Caplan (1970) memelopori banyak pekerjaan konseptual dalam konsultasi yang sebagai bagian dari pendekatan komprehensif untuk layanan kesehatan mental masyarakat. Pendekatan Caplan awalnya didasarkan pada model triadic yang dijelaskan di atas. Dia melihat kebutuhan para profesional yang sangat terampil dan khusus seperti psikiater dan psikolog untuk melayani dan memberikan pelayanan secara profesional dengan metode pemberian layanan langsung.
31
Caplan juga mengakui bahwa pekerja pelayanan manusia sendiri juga sering terkena ketegangan dan stres yang muncul dari situasi tragis dan kadang-kadang meledak setelah apa yang mereka hadapi hampir setiap harinya. Tujuan utama dari konsultasi tersebut adalah untuk membantu konsultan, atau terapis, untuk lebih baik dalam memahami klien. c. Konsultasi behavior Istilah konsultasi behavior atau perilaku istilah adalah konsultasi yang membantu dalam mengidentifikasi perilaku agar tidak salah dalam mempersepsikan perilaku klien, konsultan mungkin juga bisa menggunakan mengetahui
pendekatan bagaimana
behavior caranya
atau menjalin
perilaku
ini
interaksi
untuk dengan
klien(Dustin & Blocher, 1984). d. Proses konsultasi Proses konsultasi didasarkan pada sejumlah asumsi tentang interaksi sosial dalam tugas atau pekerjaan kelompok: (1) Kinerja dari kelompok kerja dapat ditingkatkan dengan ujian terbuka dan kejujuran dari hubungan kerja, karena hubungan mereka memberikan konteks untuk kerjasama, komunikasi, dan komitmen untuk tujuan bersama. (2) Ketika kelompok kerja tertentu mengalami masalah hubungan atau kesulitan, maka harus ditangani langsung oleh kelompok itu, bukan dirujuk dan mencari perbaikan masalah kepada instansi lainnya yang dianggap lebih tinggi. (3) Anggota kelompok kerja memiliki tanggung jawab utama untuk pekerjaan mereka dan berada dalam posisi terbaik untuk terlibat dalam pemecahan masalah, perencanaan, dan berkaitan dengan koordinasi dan memobilisasi energi dan usaha mereka sendiri dalam pengambilan keputusan. (4) Kelompok Kerja seringkali dapat memecahkan masalah mereka sendiri padahal yang paling efektif adalah ketika mereka dapat
32
berbagi secara terbuka masalah tersebut dan menggunakan masalah tersebut sebagai informasi perbaikan tentang diri mereka sendiri dan hubungan interpersonal mereka dalam kelompok. e. Masalah dan proses dalam konsultasi Dalam hubungan konsultasi banyak hal dan komponen alami yang sering terjadi sehingga mengakibatkan dampak buruk yaitu kegagalan dalam proses konsultasi. Keadaan ini kadang-kadang menimbulkan sikap yang pasif bagi klien dan berpikir mencari konselor yang lebih ahli di luar sana. Konselor semestinya menyadari bahwa aplikasi dan layanan kilat yang diberikan tidak akan memberikan dampak positif dalam proses konseling, karena proses konseling adalah proses yang sifat terus menerus dan tidak bisa dilakukan dengan waktu yang singkat. Kadang-kadang konselor juga memberikan batas dan tenggang waktu kepada klien dalam pemecahan masalahnya. Hal itu merupakan hal buruk dan merupakan masalah dalam konsultasi dan proses yang buruk dalam konsultasi. 2. Pelatihan a. Aplikasi layanan langsung Intervensi
dalam
pelatihan
memiliki
sejumlah
keunggulan
dibandingkan dengan pendekatan tradisional intrapsikis. Daripada mendefinisikan klien sebagai orang yang sakit, tidak normal, atau tidak memadai, sebaiknya mereka mendekati klien agar bisa dijadikan bahan pembelajaran yang harapannya konselor bisa memperoleh keterampilan yang dibutuhkan, dan sedikit sekali konselor yang bisa dan mampu memiliki keterampilan ini yaitu kemampuan dalam mengatasi tantangan dan peluang secara efektif ( Larsen, 1984 ). Salah satu keuntungan dari konsultasi dan pendekatan ini adalah kita bisa fokus karena kita bisa bertemu dan berinteraksi langsung terhadap klien dan lingkungan klien.
33
Ada beberapa program yang dapat dijalankan dalam aplikasi layanan langsung, yaitu:
Pelatihan keterampilan sosial . Pelatihan keterampilan sosial adalah suatu pendekatan untuk pembelajaran interpersonal dan pengembangan keterampilan yang sangat dipengaruhi oleh psikologi perilaku. Seperti kita catat sebelumnya, salah satu kontribusi utama dari pendekatan perilaku adalah penekanan pada spesifikasi kehatihatian kita dalam mengidentifikasi dan eksplisit tujuan dari hasil yang diinginkan. Pengembangan keterampilan berorientasi pada perilaku yang sudah diprogramkan dalam pelatihan keterampilan sosial. Langkah-langkah program yang dimaksud adalah sebagai sebagai berikut: (1) Langkah pertama dalam merancang sebuah paket pelatihan keterampilan sosial adalah harus memiliki kompetensi dasar dalam mengidentifikasi atau keterampilan yang ingin kita berikan. (2) Berikutnya, seperangkat keterampilan yang memungkinkan untuk digunakan dan memiliki tujuan atau pengalaman belajar. Keterampilan
tersebut
dirancang
agar
bisa
memberikan
kesempatan bagi peserta pelatihan dalam mempelajari perilaku klien. (3) Langkah ketiga dalam pengembangan program ini adalah urutan tujuan yang memungkinkan dilakukan secara optimal. (4) Langkah keempat adalah menerapkan pengalaman belajar dengan yang darahkan oleh pelatih atau konselor dan tentu saja dengan tujuan yang dirancang secara berurutan. (5) Langkah terakhir dalam pemrograman keterampilan sosial adalah mengevaluasi kinerja dari langkah-langkah dan hasil tujuan yang dicapai.
Pelatihan ketegasan. Sebuah model pelatihan khusus yang telah berkembang dari pendekatan kognitif-perilaku adalah "pelatihan ketegasan." Pelatihan ketegasan mungkin adalah model yang paling
34
banyak digunakan dari pelatihan sebagai pengobatan. Dalam beberapa hal itu merupakan kasus spasial pelatihan keterampilan sosial, tetapi biasanya dibahas secara terpisah karena alasan teoritisnya agak berbeda. Program pelatihan ketegasan sangat bervariasi dan detail, meliputi: (1) Tegas dalam mengajar dan mengikuti kerangka konseptual dasar dalam memahami perilaku antarpribadi. (2) Mendiskusikan pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan hak-hak individu untuk diperlakukan secara adil dan dengan hormat. (3) Meminta
peserta
pelatihan
untuk
mengidentifikasi
dan
mendiskusikan masalah-masalah yang relevan yang terjadi di dalam kehidupan mereka. (4) Meminta siswa-siswa untuk merespon dan menanggapi masalah. (5) Menganalisis perilaku peserta pelatihan dalam diskusi kelompok. (6) Mendiskusikan tentang kognisi dalam hal rasionalitas dan dampaknya terhadap perasaan. (7) Mengembangkan kognisi sebelumnya. (8) Menanggapi dengan tegas urutan simulasi (9) Mencoba menanggapi situasi yang bermasalah dalam lingkungan (10) Mengevaluasi hasil tes, kepuasan, dan pengamatan perilaku dengan berbagai pendekatan.
Pelatihan dengan manfaat ganda. Pelatihan dengan manfaat ganda atau MIT atau MIT (Multiple ( Multiple impact training) adalah training) adalah nama dari program komprehensif yang merupakan pengembangan pelatihan keterampilan hidup (Gazda (Gazda:1984). :1984). Pada program ini, masalah dari klien tidak dilihat sebagai penyakit, tetapi sebagai kelebihan dalam keterampilan hidupnya. Program pelatihan dengan manfaat ganda atau MIT ( Multiple ( Multiple impact traning ) melibatkan pengoperasian nomor pada pelatihan kelompok, masing-masing berfokus pada keterampilan hidup, seperti
35
komunikasi kesehatan,
interpersonal, tujuan
dalam
kebugaran hidup,
fisik
dan
penyelesaian
pemeliharaan masalah,
dan
pengembangan karir.
Psikologi
pendidikan
disengaja.
Perkembangan
lainnya
berorientasi pada program pelatihan yang sistematis yaitu psikologi pendidikan disengaja (Sprinthall & Mosher:1970). Pendekatan ini dikembangkan untuk memfasilitasi pertumbuhan perkembangan kognitif daripada hanya terfokus pada keterampilan saja. Pada dasarnya program ini didasarkan pada beberapa unsur atau elemen. Elemen-elemen ini cenderung terfokus pada ego atau keterlibatan langsung pada situasi kehidupan khususnya kelompok-kelompok siswa. Ada elemen-elemen khusus yang membedakan psikologi pendidikan disengaja dengan pusat pengajaran tradisional, yaitu: (1) Pengembangan pada keterampilan berkomunikasi (2) Model tahap perkembangan yang lebih tinggi (3) Berperan untuk mengambil tanggung jawab (4) Siklus refleksi tindakan b. Aplikasi bantuan langsung Sejumlah aplikasi khusus telah dirancang dalam aplikasi bantuan langsung ini, yaitu:
P engem engemba bang ngan an mode modell sumbe sumberr daya daya manus manusii a. Pengembangan model sumber daya manusia ini sering disebut sebagai model HRD ( Human Human resources development ). ). Model HRD ini memiliki tiga konsep dalam menjalankan proses bantuannya, yaitu: eksplorasi diri, pemahaman, dan tindakan.
Mo M odel ket keter ampilan ilan penolo nolong. ng. Model dan program lainnya adalah model bantuan komunitas yang dikembangkan oleh Gerard Egan. Rogram yang dikembangkan oleh Gerard Egan ini lebih dikenal dengan sebutan model Egan. Ada beberapa konsep di dalam model Egan ini yang modelnya lebih canggih daripada model HRD dan bisa
36
dimanfaatkan diseluruh tingkatan pada pelatihan-pelatihan maupun pengembangan bantuan langsung. langsung. Konsep-konsep tersebut adalah (1) Mendiagnosa dan fokus (2) Penetapan tujuan (3) Mengembangkan rencana tindakan (4) Mengimplementasi dan mengevaluasi rencana tindakan
Mo M odel pelat latihan ihan lai lai nny nnya. Model pelatihan lainnya adalah model pelatihan dari Kagan(1984), Ivey dan Galvin (1984), dan Gordon (1984). Wilayah pelatihan keterampilan yang dikembangakn oleh mereka adalah pelatihan keterampilan yang dikhususkan untuk para relawan, para orang tua, para guru, para pekerja di bidang kesehatan, polisi, tim penilai, dan lainnya yang memiliki dinamika dan semangat yang tinggi terhadap konseling secara profesional. D. Perkembangan organisasi 1. Hubungan organisasi dalam pengembangan profesional konseling Konselor yang profesional adalah konselor yang berfokus pada pengembangan organisasi. Konselor yang profesional memiliki sebuah tantangan untuk memahami dan berkecimpung langsung di dalam proses organisasi yang pada faktanya memang sulit untuk diaplikasikan kepada klien. Salah satu hal utama yang sangat ironis dan sering terjadi pada konselor dan profesional pelayanan manusia lainnya adalah mereka menghabiskan beberapa tahun untuk belajar dan mencoba memahami perilaku klien. Namun saat memasuki praktek profesionalnya mereka menyadari ketidak mampuan mereka dalam memahami dan mengatasi dinamika di dalam organisasi maupun interpersonal pada lembagalembaga tempat mereka bekerja (Babad & Solomon, 1978). 2. Studi perilaku organisasi Sebelumnya juga telah dipelajari secara sistematis apa dampak dari pembentukan maupun pengembangan organisasi bagi suatu kelompok.
37
Dalam organisasi yang ada di lapangan Max Weber sering melihat situasi organiasai yang memperlihatkan dan menggambarkan organisasi yang penuh dengan kesemrawutan dan pertengkaran dari para anggota kelompok. Oleh karena itu Max Weber dan para pakar rasionalis ekonomi lainnya berpikir bahwa keadaan dan situasi seperti itu hanya bisa diselesaikan dengan struktur birokrasi yang logis, teratur, dan efisien sehingga harapannya kesemrawutan dan pertengkaran yang sebelumnya terjadi tidak akan terjadi lagi. Usaha Max Weber dan pakar rasionalis ekonomi ini lebih dikenal dengan ‘Gerakan rasionalis ekonomi’. Dalam pandangan ini struktur administrasi organisasi yang ideal adalah bisa mengelola secara langsung, jelas, dan teratur, yaitu dengan menggunakan buku. Buku bisa dijadikan media tulis untuk menulis dan memaparkan kebijakan-kebijakan dalam setiap aturan, aturan ditujukan mengatur setiap tindakan, dan pejabat yang ditunjuk harus bisa memastikan dan bertanggung jawab bahwa setiap orang harus mematuhi aturan yang sudah dibuat. Tugas dan kewajiban masing-masing pekerja itu harus ditentukan. Wewenang dan tanggung jawab itu harus jelas didelegasikan, hubungan yang sudah terjalin harus diformalkan, jasa dihargai, dan ketidakmampuan diidentifikasi supaya mendapat jalan keluar.
P endek ndekata atan klasik lasi k . Gerakan rasionalis ekonomi yang dipelopori oleh Max Weber dan pakar rasionalis sebelumnya akhirnya berkembang sampai sekarang dan lebih dikenal dengan sebutan sekolah klasik teori organisasi. Pendekatan yang digunakan oleh klasik teori organisasi adalah berfokus pada motivasi dasar manusia dalam mencapai dan mengontrol diri dalam lingkungan dengan tertib dan rasional. Seiring dengan perkembangan pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah manajemen ilmiah. Dalam manajemen ilmiah perangkat yang digunakan adalah clipboard dan stopwatch, dengan clipboard dan stopwatch kinerja dianalisis dan diatur sedemikian rupa agar hasilnya
38
lebih efisien. Namun dampak yang ditimbulkan dari cara kinerja seperti ini adalah kepuasan anggota ataupun individu tidak diperhatikan sehingga kebutuhan individu yang menyangkut mental atau psikologis individu terabaikan. Pendekatan manajemen ilmiah sering menuai kritik, karena pada pendekatan ini para pekerja ataupun individu diperlakukan dengan mengabaikan hal-hal, baik yang menyangkut perasaan, sikap, ide, maupun aspirasi.
Pendekatan hubungan manusia. Dengan perkembangan struktur birokasi yang pernah dicetuskan oleh Max Weber dan para rasionalis ekonomi lainnya akhirnya Max Weber pun mneyadari bahwa pendekatan dengan manajemen ilmiah tidak efektif untuk dilakukan. Max Weber menyadari beberapa dampak dan keterbatasan jika manajemen ilmiah terus dilakukan. Max Weber merasa perlu untuk memasukkan hubungan manusia ke dalam manajemennya yang hanya memperhatikan struktur birokrasi saja. Pendekatan hubungan manusia adalah seperangkat manajemen yang memiliki dasar dan asumsi tentang perilaku di dalam suatu organisasi yang tetap membentuk pandangan penting dari organisasi itu sendiri yaitu pengembangan lingkungan organisasi dan teknik manajerial. (Etzioni,1964). (1) Produktivitas
pekerja
adalah
fungsi
bukan
kapasitas
fisiknya
melainkan dari kapasitas "sosial", yaitu kemampuan untuk berfungsi dalam hubungan manusia. (2) Kebutuhan psikologis yang terpenuhi termasuk faktor yang bisa meningkatkan produktivitas, moral, dan kepuasan pekerja selain mendapatkan dana insentif, gaji, bonus, maupun komisi. (3) Membagi
dan
memngurangi
pekerja
sesuai
dengan
tingkat
spesialisasinya bukan jaminan dalam meningkatkan dan mengatur hasil produksi. (4) Para anggota di dalam suatu organisasi tidak merespon dengan baik dalam hal apapun, namun sebaliknya, mereka akan merespon dengan
39
baik dalam anggota kelompok jika memiliki hubungan yang baik dalam hal hubungan manusia. Pada dasarnya, pendekatan hubungan manusia akan baik jika di dalamnya terjalin interaksi sosial. Karena dengan interaksi sosial yang terjalin dengan baik akan memberikan dampak bagus yaitu meningkatkan motivasi, produktivitas, dan kepuasaan pada setiap anggota. Pandangan yang timbul dari perspektif baru ini menghasilkan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa dinamika kelompok, proses komunikasi, dan moral merupakan penentu yang sangat kuat dari keberhasilan atau kegagalan dalam berbagai jenis perusahaan organisasi. 3. Intervensi organisasi Pada waktu yang sama, pendekatan hubungan manusia di dalam suatu organisasi akhirnya bekerkembang pesat. Di lapangan juga terlihat bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi selalu memasukkan banyak ide yang idenya disadur dari psikologi humanistik. Tidak terkecuali dalam bidang konseling dan psikoterapi. Perpaduan antara pendekatan hubungan manusia psikologi organisasi dan model humanistik konseling serta psikoterapi adalah salah satu jenis intervensi psikologis yang disebut dengan pengembangan organisasi (Huse, 1980). Pengembangan
organisasi
atau
lebih
dikenal
dengan
OD
(organizational development ) mulai benar-benar dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Laboratorium Pelatihan Nasional. Di sana ada sekolompok psikolog dan para ahli yang tergabung dalam kelompok kepemimpinan dinamika kelompok dan mulai melatih orang-orang yang berasal dari d ari beragam ber agam profesi baik itu it u diperuntukkan untuk posisi manajer dalam sebuah bisnis, industri, dan pemerintahan. Dalam pelatihan ini mereka berorientasi pada pemahaman dan dampak dari hubungan manusia dan interaksi sosial pada setiap orang di luar lembaga mereka dengan harapan hasil pelatihan tersebut bisa di aplikasikan di lembaga mereka sendiri.
40
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan tumbuh berkembang diberi berbagai label, label, seperti ‘T Group’, pelatihan sensitivitas, atau istilah yang paling umum dikenal adalah “pendidikan laboratorium”. Pendekatan ini agak mirip dengan pendekatan dalam konseling dan psikoterapi dan pembahasan tersebut sudah dipaparkan sebelumnya pada bab 11 yang berkaitan dengan pelatihan organisasi di dalam konseling maupun psikoterapi. Pendekatan OD ini fokus dalam membantu para anggota dalam sebuah organisasi agar mereka bisa memahami dengan baik bagaimana perilaku dari anggota organisasi mereka. Mereka juga difokuskan agar bisa membantu para anggota dalam memfasilitasi perbaikan kualitas interaksi manusia di dalam suatu organisasi secara keseluruhan. Pendekatan OD ini cenderung bersifat humanistik yang kuat dalam menentukan bagaimana komunikasi dua arah yang terbuka dan kejujuran yang digunakan dalam suatu organisasi. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya hubungan yang hangat antar anggota dalam organisasi (Bowers, 1976).
Pendidikan laboratorium Pendidikan
laboratorium
adalah
model
intervensi
dalam
pengembangan organisasi. Pendidikan laboratorium ini adalah model pendidikan yang berisi tentang pengalaman belajar, yaitu belajar langsung dari
orang
yang
sudah
memiliki
pengalaman
sendiri
tentang
pengembangan organisasi, bukan dari buku-buku, ceramah, atau sumber didaktik lainnya. Pendekatan pembelajaran laboratorium cenderung memanfaatkan pelatihan yang terstruktur seperti pendekatan pada T Group, yaitu pendekatan dengan mengkombinasikan latihan-latihan yang terstruktur atau simulasi masalah dalam organisasi. Dalam pengembangan interaksi kelompok, pemimpin laboratorium akan bergerak untuk membantu kelompok dalam menjalankan proses interaksi. Kadang-kadang interaksi kelompok juga dipantau dari grafik,
41
daftar pemeriksaan, dan skala penilaian atau dengan instrumen formal lainnya. Pada T Group hal yang ditekankan dalam laboratorium adalah memberikan dan menerima umpan balik bagaimana dampak dan fungsi dari perilaku interpersonal anggota kelompok. T Group melengkapi pendekatan dan pembelajarannya dengan memberikan latihan yang terstruktur atau simulasi dimana anggota anggota dilibatkan dalam setiap kegiatan dan dituntut untuk memainkan peran yang sudah dirancang sebelumnya agar menghasilkan perilaku yang diinginkan agar bisa diamati dalam pelatihan laboratorium organisasi tersebut. Pelatihan tersebut diyakini dapat menangani konflik pribadi, persaingan kelompok, pengambilan keputusan kelompok dan pemecahan masalah, pembangunan kelompok, atau dinamika organisasi lainnya. Komponen selanjutnya dalam pendidikan laboratorium adalah kegiatan pelatihan yang yang melibatkan beberapa teori.
Dalam sesi ini
pemimpin kelompok atau organisasi membuat konsep yang berdasarkan teori dan menyampaikan konsep itu kepada para anggotanya dengan metode ceramah singkat dan selanjutnya diikuti dengan diskusi kelompok. Meskipun pelatihan dan pendidikan di laboratorium ini menekankan tentang integritas fundamental seperti pemikiran, perasaan, dan tindakan yang dilakukan dalam proses belajar, namun pelatihan ini juga menakankan pentingnya penerapan konsep dan fenomena organisasi yang sebenarnya yang sebelumnya sudah dibahasa pada bagian manajemen ilmiah. Secara singkat, pendidikan laboratorium merupakan metode anggota organisasi dalam melakukan pelatihan dan memimpin dengan menggunakan pendekatan yang rasional dan eksperimental dalam pemecahan masalah untuk fungsi organisasi itu sendiri. Tujuan pendidikan dalam pendidikan laboratorium ini adalah: (1) meningkatkan pemahaman diri, (2) meningkatkan pemahaman tentang kondisi yang memfasilitasi atau menghambat fungsi organisasi, (3) memfasilitasi
42
pemahaman
konflik
interpersonal
dan
kerjasama,
dan
(4)
mengembangkan keterampilan dalam masalah mendiagnosis pada setiap individu , kelompok kecil, dan perilaku organisasi.
P enelitian nelitian tenta tentang ng penge ng embang banga an org or g anisasi ni sasi Hal yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak t idak banyak penelitian yang meneliti tentang pengembangan organisasi (Kaplan, 1979). Campbell dan Dunnette (1968) melihat literatur tentang penggunaan pendidikan laboratorium dalam organisasi dan menyimpulkan bahwa ada sedikit perubahan yang terlihat yang ditandai dengan perubahan sikap umum peserta, nilai-nilai, persepsi interpersonal, maupun kesadaran diri. Namun, mereka juga melaporkan bahwa anggota organisasi yang dilatih dengan metode pendidikan laboratorium lebih efektif ketika anggota tersebut sudah membawa perilaku yang baik dari keluarganya, sebaliknya pelatihan pendidikan laboratorium lebih sulit untuk diberikan kepada anggota organisasi yang memang berlum terlatih dari lingkungan keluarganya. Dalam beberapa situasi program pengembangan organisasi dapat digunakan dengan prosedur evaluasi yang tepat untuk meningkatkan kualitas program dan lembaga (Jerrell & Kouzes, 1982). Konselor yang bekerja di bidang-bidang seperti kesehatan "psikologi, program bantuan karyawan, dan program pengembangan karir akan dipanggil untuk ikut berpartisipasi dalam organisasi untuk membantu meningkatkan kualitas hidup bagi anggota ataupun klien. Demikian pula, konseling ekologi, atau" konsep konseling , juga membutuhkan tenaga yang profesional untuk memahami menghadapi dinamika organisasi pada klien individu dan keluarga.
E.
Model proses untuk konseling professional Proses permodelan yang umum berdasarkan enam sumber penarikan keuntungan dari pendekatan teoritis yang disajikan sebagai
43
bentuk
asli
yang mungkin digunakan dalam
penyusunan proses
permodelan personal. Seperti yang telah kita ketahui dalam bab sebelumnya, ketika kita bekerja dengan sistem klien , sama halnya dengan bekerja
dengan
klien
secara
individu,
banyak
kemungkinan –
kemungkinan yang dapat membantu dalam memfasilitasi pertumbuhan melibatkan campur tangan seperti misalnya kerja kelompok, konsultasi, pelatihan dan pengembangan organisasi, sebagaimana halnya dengan konseling antar individu. 1. Sifat teori Konseling Sama halnya jika kita teliti, kita bisa mengatasi berbagai macam teori dimana setiap teori mengaku mengaku menampilkan pendekatan – pendekatan – pendekatan pendekatan yang baru, berbeda, dan unik untuk konseling individual atau konseling kelompok, konsultasi, atau pelatihan. Logikanya, seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya, kita mengalami perasaan malu dalam teori para orang – orang – orang orang kaya di tengah – tengah tengah bencana kelaparan dengan harapan melengkapi bukti – bukti empiris. Seperti yang kita ketahui sebelumnya juga, sebgaian besar dari teori – teori kita, dalam soal fakta, tidak begitu seperti teori ilmiah dalam segala bentuk istilah setepat – tepatnya. tepatnya. Yaitu, mereka tidak begitu memusatkan dan mengacu pada penyelidikan empiris dan juga tidak begitu mengikat secara fundamental melalui akumulasi dari hasil penelitian yang solid. Memang, jika lingkup teori benar – benar diperbaharui secara terus menerus, diperbaiki, dan dilegitimasikan oleh penelitian sistemik, sekarang ini kita harus memiliki kerangka teoritis yang terinteregasi untuk konseling daripada hanya rangkaian persaingan dan perbedaan yang terus tumbuh, jika yang terjadi hanya tumpang tindih dalam setiap pendekatan. Jika kita melihat sebelumya, sebagian besar dari teori – teori kita sangatlah heuristis, yakni, peralatan didesain untuk mempersempit pencarian factor – factor yang signifikan yang bisa
44
dilengkapi untuk menggaris bawahi aspek – aspek aspek yang yang relevan dan signifikan dalam situasi dan permasalahan manusia yang kompleks. Peranan dari fondasi teori formal dalam pendekatan – pendekatan tradisional terhadap filosofi ilmu sudah lama ditekankan. Namun demikian, seperti yang diungkapkan oleh Manicus dan Secord (1983), pendekatan – pendekatan – pendekatan pendekatan baru pada filosfi ilmu sepertinya berperan stabil dalam teori – teori – teori teori formal dan pembangunan teori melewati semua daerah penyelidikan ilmiah. Bahkan, dalam teori yang disebut ‘Hard sciences” (ilmu-ilmu berat) meningkat semata – semata – mata mata karena heuristis heuristis atau metafora dibandingkan dengan pedoman yang tepat dan yang sangat diperlukan untuk penyelidikan. (Howard, 1984). Elektisim disamakan dengan beberapa bentuk derma tanpa pertimbangan dari teknik te knik yang tidak sebanding, dan secara secar a acak dibagikan atas dasar kelayakan perilaku dan perasaan konselor. Walaupun bulti bulti membias melawan pendekatan elektik, sejumlah peneliti yang melihat jauh telah mengambil beberapa pendekatan terhadapa elektism yang hati hati dan terorganisasi dengan baik yang akan mempersiapkan pengetahuan yang terbaik yang diperoleh dari pendekatan – pendekatan tradisonal, sedangkan
pemeliharaan
metode
perintah
dan
konsisten
yang
memungkinkan untuk evaluasi yang teliti dan menyeluruh dari hasil dan keluaran konseling. Kemunculan dari pendekatan behavioral-kognitif adalah satu contoh yang berhasil dari sebuah pendekatan (Brown and Heat, 1984). Salah satu keinginan yang dibuat oleh Robert Carkhuff (1966) dalam tinjauannya mengenai penelitian konseling. Carkhuff dipanggil untuk untuk sebuah pergerakan yang dia sebut sebagai “sistematik eclecticism”. Baru-baru ini pergerakan seperti itu juga ditujukan kepada Lazarus (1973), Ponzo (1976), Dimond, Havens dan Jones (1978), dan Goldfried (1980).
45
Lazarus (1967) telah khususnya menunjukkan bahwa tidak ada alasan yang baik ada untuk mencegah dokter dari menggunakan kombinasi teknik yang muncul sesuai untuk membantu klien tertentu dalam situasi tertentu. Lazarus disebut penggunaan pendekatan semacam "eklektisisme teknis." Tentu saja, bahkan jika manfaat pendekatan konseling tertentu filosofis atau emosional komitmen dari para pemeluknya, komitmen tersebut harus cukup datang pada seleksi tingkat tujuan daripada penggunaan teknikteknik tertentu. Tampak jelas bahwa saatnya telah tiba bagi profesional konseling untuk bergerak melewati titik di mana teori-teori pseudo permintaan yang profesional berkomitmen untuk semacam sumpah kesetiaan yang mengharuskan mereka untuk "meninggalkan semua pendekatan-pendekatan lain." Sebuah komitmen seumur hidup untuk beberapa kesempatan tergantung persamaan asumsi yang tidak teruji dan diuji hipotesis dikenal dengan nama Ptheoretical konsistensi atau kemurnian
ideologis
tampaknya
tidak
jalan
untuk
memajukan
perkembangan baik konselor profesional atau profesi konseling. Ketika apa yang disebut kerangka teoretis digunakan secara langsung untuk menyediakan dasar praktek profesional diri aguide1ines untuk coi1-ection hipotesis melalui penelitian, mereka menganggap identitas yang sangat berbeda. Sebagian besar apa yang disebut teori-teori yang benar-benar resep atau resep, yang lebih tepat dan elegan, demikian yang di sebut "proses model."
2. Model prose dalam konseling Sebuah model proses proses
pada dasarnya dasarnya adalah peta kognitif kognitif yang
membantu para praktisi untuk menavigasi melalui beberapa kajian rumit, diperluas, dan mungkin sebagian besar tidak diketahui batasan waktu dan ruang yang kita sebut sebuah "proses". Proses konseling merupakan tingkat yang besar, kompleks dan mengasingkan. Setiap klien baru
46
diterima dimana masing-masing tujuan baru dinegosiasikan, dan setiap situasi baru di mana kita memberikan pelayanan, tampaknya dalam satu arti sebuah perjalanan penemuan. Semua konselor menggunakan model proses. Pilihan kita yang sebenarnya adalah antara menggunakan semacam peta kognitif ditarik keluar dari pelatihan, membaca, atau pengalaman pribadi lainnya, dan membabi buta mengembara melalui labirin pilihan, alternatif, dan pilihan yang kita bereaksi secara secar a acak dan bodoh.
Tugas dari masing-masing konselor profesional adalah memilih atau mengembangkan satu atau lebih model proses yang bekerja dalam praktik sendiri. Kami memiliki sedikit atau tidak ada penelitian untuk mendukung klaim superioritas umum satu pendekatan atas orang lain di berbagai macam klien, tujuan dan situasi. Dalam sebuah "meta analisis" psikoterapi penelitian yang mencoba menganalisis hasil-hasi l dari berbagai studi, Smith dan Glass (1977) menyimpulkan bahwa meskipun bukti-bukti tidak mendukung efektivitas umum psikoterapi, temuan penelitian tidak mendukung satu keunggulan dari setiap pendekatan. Dalam peninjauan besar lainnya l ainnya penelitian psikoterapi, Lambert, Shapiro dan l3ergin, (1986) menyimpulkan bahwa penelitian berarti upaya harus ditujukan kepada jauh lebih sempit dan pertanyaan-pertanyaan spesifik. Di satu sisi lama masalah teori konseling yang terbaik mewakili hampir non-pertanyaan pada tahap ini perkembangan konseling profesional. Model sistem dasar postulat tiga set komponen dalam setiap kompleks, tapi pada dasarnya tertib, phenomena. Kami menyebutnya komponen ini input, ruang fase atau proses, dan output (lihat Gambar 14.1). seperti yang dibahas dalam karakteristik umum model sistem dalam Bab 7. Untuk memilih model atau proses desain kita harus mampu mengonseptualisasikan hasil atau output yang kita harapkan untuk mencapai pada dasar yang cukup konsisten. Dalam Bab 7 kami melihat
47
rumusan teoretis dan temuan-temuan penelitian yang membantu dalam berpikir tentang tujuan umum jenis dan hasil yang kami berkomitmen sebagai penasihat profesional. Tujuan konseling, konseling, atau output yang yang mereka menyiratkan, dapat digolongkan sebagai pembangunan, preventif, atau perbaikan. Sementara itu perlu konseling konsep gol dalam pengertian umum untuk merancang atau memilih model proses, seperti tujuan umum akhirnya harus "disesuaikan" dalam kaitannya dengan kebutuhan berpengalaman, aspirasi, dan situasi kehidupan klien tertentu atau sistem klien. Model proses kemudian harus dibentuk bukan hanya untuk menghasilkan jenis output yang diberikan, tetapi mereka juga harus mencerminkan karakteristik dari klien dan lain "input" variabel-variabel yang terlibat. Pada tingkat yang paling sederhana kita dapat konsep tiga set variabel input. Ini adalah variabel klien, konselor variabel, dan variabel situasional. Karena sistem klien klien dan pasti berbeda-beda dalam hal segala macam karakteristik pribadi dan organisasi, model proses yang efektif haruslah fleksibel kering cukup umum untuk kedua menampung dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan ini. Model proses itu, harus dipilih atau tidak dirancang hanya setelah merenung dan meninjau kritis teori dan penelitian dan setelah mempertimbangkan secara seksama tujuan profesional dan klien karakteristik, tetapi mereka juga harus melanjutkan dari yang menyeluruh dan hati-hati latihan di introspeksi di mana konselor mampu mengorganisasikan dan mengartikulasikan sendiri profesional dan rasa identitas pribadi. 3. Model Proses Umum Model proses di sini tidak dimaksudkan sebagai resep yang kaku. Justru karena hal itu bersifat umum dan abstrak, itu bisa dimodifikasi atau "disesuaikan" dengan kebutuhan dan preferensi filosofis dan teoritis dari
48
konselor individu. Sumber tertentu perolehan dapat ditekankan, misalnya, sementara yang lain diserahkan kepada kecil, peranan perifer tergantung pada variasi dalam "input," yaitu, konselor, klien, dan situasi. Seperti semua model proses yang satu ini didasarkan pada seperangkat asumsi dasar yang harus jelas dipahami oleh pengguna. a. Konselor profesional memahami dirinya sendiri dan sistem klien dengan mana ia bekerja sebelum mencoba intervensi apapun. Asumsi ini
menunjukkan
bahwa
penasihat
profesional
mulai
dengan
memeriksa dan memperjelas tujuan-tujuan mereka sendiri, nilai, dan komitmen, dengan kata lain, dengan mengartikulasikan identitas profesional mereka sendiri sebagai langkah pertama dalam usaha untuk bekerja dengan setiap klien atau sistem klien. Juga, konselor profesional perlu memahami dengan jelas tujuan, nilai, dan peran sendiri badan atau lembaga yang mempekerjakan sebelum campur tangan dengan klien. Akhirnya, konselor diasumsikan memiliki setidaknya memulai proses pengembangan menjengkelkan pemahaman tentang klien atau sistem klien. Asumsi ini berarti bahwa sebelum mencoba untuk campur tangan konselor sudah mulai mengembangkan pemahaman dari total sosial, atau konteks ekologi di mana intervensi yang akan dibingkai. b. Konselor profesional menjangkau secara proaktif untuk menemukan atau menciptakan kesempatan untuk kemajuan tujuan profesionalnya sendiri. Asumsi dasar kedua menyiratkan bahwa konselor profesional beroperasi dsecara proaktif daripada sikap yang reaktif. Dari sikap seperti konselor seperti itu berusaha untuk menilai dan bahkan untuk mengantisipasi kebutuhan dan populasi berbagai publik ia layani. Konselor tidak perlu menunggu klien yang mempunyai masalah untuk mengetuk pintu kantornya. Sebaliknya, konselor profesional secara
49
aktif dan sistematis mengamati lingkungan yang relevan untuk membuat kesempatan mengurangi hambatan pembangunan dan untuk meningkatkan pertumbuhan individu dan sistem. Sikap proaktif ini mungkin secara aktif melibatkan konselor profesional dalam bekerja dengan berbagai jenis pekerja jasa dan badan-badan lainnya, serta dengan orang tua, organisasi mahasiswa, dan kelompok-kelompok aksi masyarakat. c. Begitu profesional mengartikulasikan dan menegosiasikan tujuan mereka dengan klien dan sistem klien, mereka mencari sistematis dan komprehensif untuk membawa seluruh hasil sumber daya yang relevan dan tersedia sumber keuntungan. Lain kata mereka menarik sepenuhnya pada keahlian mereka sendiri dan pelatihan untuk merancang dan mengimplementasikan perubahan perilaku yang efektif, beretika dan strategi yang tepat atas nama-tujuan dimana mereka saling berkomitmen dengan klien dan sistem klien. Diberi pemahaman tentang asumsi-asumsi dasar ini dapat pindah ke model proses itu sendiri dan urutan tugas dan kegiatan yang itu berarti. Sejak sistem flowchart menggambarkan urutan tindakan, istilah-istilah kunci dalam setiap langkah adalah kata kerja yang menyampaikan tindakan spesifik yang diambil. Langkah 1. dalam diagram alur pada Gambar diwakili 14,2
dasarnya mencerminkan implikasi dibahas di bawah asumsi dasar pertama. Praktek profesionalisasi dimulai dengan artikulasi yang teliti dari tujuan konselor sendiri seperti yang didefinisikan dalam hubungan dengan aspirasi dan kebutuhan nya mempekerjakan agen dan berbagai pelayanan publik dan populasi. Dalam melakukan penilaian pendahuluan semacam ini dengan calon klien-tahap klien-ta hap kehidupan, gaya hidup, kerangka hidup-ruang dalam Bab 5 mungkin dapat membantu.
50
Langkah 2. Setelah artikulasi semacam ini dan definisi telah
memulai profesionalisasi konselor, siap untuk pergi ke Langkah 2 dan untuk pindah ke sebuah sikap proaktif dengan penuh sema ngat pemindaian dan menilai lingkungan yang relevan untuk kesempatan kese mpatan memajukan tujuan profesional. Di satu sisi, langkah ini adalah jantung dari model ekologi praktek profesional. Konsep dimanfaatkan dalam Bab 9 untuk penilaian lingkungan yang dapat membantu pada saat ini. i ni. Langkah 3. Setelah langkah kedua selesai, kontak dengan klien itu
sendiri, sumber rujukan, dan masyarakat lainnya pada dasarnya pembantu menghasilkan data yang diperlukan pada Langkah 3. Di sini tindakan kunci adalah istilah yang mengidentifikasi potensi klien atau sistem klien sebagai kesempatan dan pilih yang paling sesuai dan model sistem klien untuk memberikan layanan. Di sini pengetahuan tentang karakteristik individu dan lingkungan yang diperlukan. Langkah 4. Tindakan utama istilah dalam Langkah 4 melibatkan
hubungan komunikasi dan membangun jaringan dengan dan di sekitar sistem klien. Langkah ini didasarkan pada prinsip sederhana yang menegaskan pandangan bahwa langkah pertama dalam membantu setiap sistem manusia, apakah itu individu, keluarga, atau kelompok yang lebih besar atau organisasi, adalah mendengarkan dan membantu sistem itu untuk mulai mendengarkan dirinya sendiri. Pada tahap ini model proses konselor menggunakan keterampilan mendengarkan aktif dasar dan upaya untuk mengkomunikasikan kondisi hubungan inti kehangatan, empati, keaslian, rasa hormat, konkret, kedekatan, dan perhatian yang positif. Kondisi ini digambarkan sebagai sumber dasar keuntungan dalam Bab 10. Konselor tidak hanya menggunakan kondisi hubungan ini untuk membentuk sendiri interaksi dengan klien, tetapi dalam kasus sistem klien kompleks model dan
51
mengajar secara aktif anggota untuk meningkatkan kualitas komunikasi dan hubungan interpersonal di antara mereka sendiri. Saat proses ini berlangsung, itu dimanfaatkan dalam memfasilitasi peningkatan tingkat penyingkapan diri, eksplorasi diri, dan pemeriksaan lingkungan sistem di antara anggota. Demikian pula, karena kualitas hubungan meningkat, semua anggota harus mengalami peningkatan tingkat dukungan psikologis dan keamanan di dalam sistem. Langkah 5. Hanya setelah hubungan yang positif dan terbuka dan
jaringan komunikasi telah dibentuk dan dibiarkan berfungsi, apakah konselor beralih ke Langkah 5 pada Model Proses Umum. Istilah tindakan kunci di sini adalah menegosiasikan tujuan dan sas aran yang spesifik. Pada satu sisi ini adalah langkah fine tuning. Pada Langkah ,1 konselor profesional dipersiapkan untuk seluruh proses oleh ole h mengartikulasikan dan menentukan sendiri tujuan profesional, komitmen, dan persepsi tentang kebutuhan klien. Lima Langkah negosiasi merupakan tujuan asli sebagai mereka berhubungan dengan pribadi dan langsung kebutuhan klien. Seperti
negosiasi
sesungguhnya
hanya
mungkin
terjadi
setelah
kepercayaan asli dan rasa yang nyata dukungan dan keamanan telah dibentuk di dalam dan di sekitar sistem yang sekarang termasuk kedua konselor dan klien. Dalam tahap negosiasi ini prosesl faktor pengaruh bahan menjadi sangat signifikan. Kami mencatat dalam Bab 10 bahwa pengaruh sosial konselor akan meningkat karena mereka dianggap ahli, dapat dipercaya, dan menarik oleh klien. Ketika konselor dirasakan oleh klien dalam cara ini, mereka dapat mempengaruhi klien mereka sehubungan dengan definisi tujuan dan sifat dari proses berikutnya. Pada satu sisi pengaruh itu jelas diinginkan dalam membantu para konselor untuk membawa untuk menanggung-nya keahlian khusus atas nama klien atau sistem klien.
52
Setelah klien yang tulus komitmen untuk tujuan spesifik dan sasaran yg dapatkan ini harus secara langsung dan secara khusus menegaskan secara terbuka dan jalan umum. Ini bagian dari proses pembentukan dapat disebut terapi atau perkembangan "kontrak" (Blocher, 1974). Seperti kontrak harus menetapkan langkah-langkah tindakan yang harus diambil dan kerangka waktu umum dalam tugas-tugas yang akan diselesaikan. Semakin spesifik kontrak dan semakin jelas itu ditegaskan oleh publik sistem klien, semakin besar kemungkinan yang berhasil menyelesaikan kontrak akan diselesaikan. Hal ini penting dalam perkembangan pengaturan kontrak dengan sistem klien untuk memastikan bahwa tujuan pencapaian dipecah menjadi serangkaian realistis, praktis dapat dicapai, dan dikenali dengan jelas tujuan atau langkah-langkah di sepanjang jalan. Pencapaian tujuan tersebut dapat membantu menandai kemajuan yang sangat dibutuhkan dan memberikan dorongan dan hadiah kepada klien. Langkah 6. Di satu sisi tahap negosiasi yang terlibat dalam
langkah kelima merupakan awal dari proses restrukturisasi kognitif. Yang sangat proses negosiasi tujuan dan rencana aksi atau kontrak mungkin melibatkan pnetapan kebutuhan klien, aspirasi, dan situasi kehidupan 'Namun, sebelum penetapan dan restrukturisasi bisa sangat luas, klien atau sistem klien harus dapat melihat lebih jauh restrukturisasi sebagai langkahlangkah yang diperlukan dan sah dalam proses pencapaian tujuan total. Klien dengan demikian dapat menjadi mitra aktif dalam mencari pemahaman baru. Pada Langkah 6 konselor memperkenalkan ide-ide baru dan kerangka kerja kognitif. Ini mungkin termasuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kerangka kerja dan "wawasan" tentang faktorfaktor yang menyebabkan kesulitan atau mempertahankan dan bisa
53
melibatkan cara-cara baru untuk konsep hubungan atau memfasilitasi reorganisasi perspektif seseorang. Ide-ide baru ini dan pemahaman merupakan sumber aktif memperoleh yang membawa dengan mereka perasaan baru; sikap, dan mengatasi strategi. Langkah 7. Setelah klien atau sistem klien dan restfuctured cara
berpikir tentang diri dan situasi, konselor langkah selanjutnya untuk tugas membantu klien mendapatkan pola-pola perilaku baru tertentu dihitung untuk memfasilitasi pergerakan ke arah tujuan dan sasaran yang dipilih sebelumnya. Seperti perilaku baru mungkin keterampilan sosial yang baru, pekerjaan eksplorasi atau keterampilan wawancara, cara-cara baru berkomunikasi dengan atau berhubungan dengan anggota keluarga, atau dari berbagai penanggulangan lain dan penguasaan perilaku. Dalam proses ini beberapa perilaku sumber keuntungan bisa diterapkan. Tiga teknik utama yang sering digunakan dalam fase ini. Teknik membentuk instrumental melanggar melibatkan perilaku sasaran spesifik ke dalam sederhana dan relatif mudah untuk mencapai bagian. Sebagai keterampilan atau perilaku ini komponen dikuasai, konselor dapat memberikan penguatan sosial dalam bentuk pujian atau dorongan atau dapat membantu orang lain dalam lingkungan belajar untuk memberikan itu. Konselor juga dapat membantu klien untuk memanfaatkan perasaan perasaan yang baik yang datang dari keberhasilan dan prestasi sebagai pencapaian penghargaan intrinsik. Seperti potongan-potongan komponen kinerja yang ditargetkan adalah menguasai, mereka diintegrasikan ke dalam serangkaian aproksimasi sampai tingkat penguasaan diinginkan tercapai. Kombinasi yang tepat intrinsik atau ekstrinsik penguatan disediakan di sepanjang jalan. Kedua pendekatan yang sering digunakan pada langkah ini melibatkan model pembelajaran sosial atau perilaku baru. Dalam beberapa
54
situasi, konselor mungkin model perilaku sasaran, atau anggota lain dalam kelompok dapat melayani sebagai model. Beberapakali pemodelan dilakukan melalui film atau kaset video, atau oleh orang luar yang dipandang sebagai ahli dalam perilaku target. Dalam beberapa kasus, klien dapat memilih sebagai model nya orang yang disegani dalam lingkungan, atau bahkan karakter yang relevan dari sastra atau film. Teknik ketiga fase ini dapat menjadi strategi pengelolaan diri di mana klien mendefinisikan dan mengontrol target kinerja dengan meningkatkan atau menurunkan frekuensi perilaku tertentu dan kemudian memantau dan penghargaan sendiri sesuai perilaku dengan memberikan penguatan. Dalam arti, penyelesaian yang memuaskan Langkah 7 menandai pencapaian tujuan dikontrak untuk sebelumnya. Masalah berikutnya
adalah
mempertahankan
bagaimana
keuntungan
untuk
yang
dibuat
mengkonsolidasikan dan
bagaimana
dan untuk
memastikan bahwa mereka ditempatkan untuk bekerja di lingkungan alam klien. Langkah 8. Dalam tahap ini model proses klien didorong untuk
mempraktekkan perilaku baru dan mencoba pemahaman baru dan wawasan dalam berbagai pengaturan praktis yang relevan. Klien kemudian membantu untuk menemukan sumber dorongan dan dukungan untuk mengatasi ini pola baru diperoleh di nya lingkungan alam. Dukungan ini dapat berasal dari pasangan, anggota keluarga lain, atau orang penting lainnya. Kadang-kadang dalam kelompok atau situasi organisasi klien dipasangkan di sebuah "sistem buddy" di mana mereka dapat memberikan dukungan, dorongan, dan membantu dalam pemantauan perilaku satu sama lain. Kadang-kadang dalam tahap ini proses, konselor kontak dengan klien secara berangsur-angsur "menghilang keluar" oleh jarak sesi selama
55
periode waktu lebih lama. Dengan cara ini mungkin interval secara bertahap meningkat dari satu sesi per minggu untuk satu setiap minggu atau untuk satu sesi per bulan. Pada kali bahkan mungkin konselor jadwal "booster sesi: enam bulan atau satu tahun setelah penghentian untuk membantu memastikan bahwa perubahan ini dipelihara. Hal ini sangat fase yang penting dari model proses ini sering tidak menghiraukan dalam banyak jenis konseling perawatan. Penelitian tentang pengalihan dan pemeliharaan perubahan perilaku kuat bahwa itu tidak mungkin terjadi kecuali dengan hati-hati dibangun dalam program pengobatan (Galassi & Galassi, 1984). Langkah 9. Langkah terakhir dalam Proses Umum Model-untuk
mengevaluasi baik hasil konseling dan proses itu sendiri-adalah mungkin yang paling penting dan sering diabaikan satu di setiap pendekatan terhadap konseling. Prosedur evaluasi menghasilkan informasi yang memungkinkan setiap permodelan nasihat profesional untuk mengoreksi mengoreksi diri, atau, dalam istilah sistem, berfungsi sebagai sistem terbuka. Evaluasi lebih lanjut memungkinkan konselor akan bertanggung jawab kepada klien, pada diri sendiri, dan akhirnya kepada profesi. Ini adalah bahan utama untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan pengembangan bagi individu konselor dan untuk profesi itu sendiri. se ndiri. Sebuah model yang sederhana namun efektif untuk evaluasi digambarkan dalam diagram alur pada Gambar 14.3. Ini dasarnya memperluas dan menggambarkan proses yang terlibat penuh dalam Langkah 9. 4. Mengevaluasi proses dan hasil Langkah 1 di Evaluasi . Langkah pertama dalam mengevaluasi
proses dan hasil konseling adalah hanya untuk menyelesaikan beberapa
56
pengelompokan kasar klien oleh karakteristik demografi dan sifat dari masalah. Pengelompokan ini dapat sederhana pada awalnya karena akan terus-menerus dan sistematis disempurnakan dalam proses evaluasi itu sendiri. Kita dapat memulai proses pengelompokan, misalnya, dengan termasuk laki-laki dewasa muda (usia 18-25) dengan masalah alkohol atau penyalahgunaan narkoba. Langkah 2 dalam Evaluasi . Langkah kedua dalam proses evaluasi
itu, dalam arti, opsional. Melibatkan pengaturan percobaan yang sangat informal dengan mencoba lebih dari satu jenis program perawatan untuk kelompok klien tertentu. Sebagai contoh, dengan kelompok hipotetis substansi pelaku dewasa muda, kita dapat bekerja dengan setengah dari mereka dalam permodelan konseling tata muka kita memperlakukan klien yang tersisa dalam. sebuah pendekatan perawatan kelompok keluarga yang termasuk pasangan, orang tua, dan anggota keluarga lainnya. Kita kemudian akan mengamati dan mencatat proses dan hasil secara terpisah untuk setiap pengobatan. Langkah 3 di Evaluasi. Untuk setiap klien atau kasus kita harus
kemudian menentukan satu atau lebih kriteria keberhasilan atau "indikator." Ini harus dengan mudah diambil dari kontrak pembangunan yang diperoleh pada Langkah 5 dari Model Proses Umum. Keberhasilan ini kriteria atau indikator ini kemudian direkam dengan hati-hati. Pada kenyataannya, mereka mungkin hanya merupakan sebuah daftar "tujuan perilaku." Langkah 4 di Evaluasi . Pada tiap - tiap titik terminasi sebelumnya
yang sudah menerapkan indicator keberhasilan telah diperiksa dengan teliti dari segi prestasi atau kegagalan untuk diselesaikan. Dengan setiap kasus diklasifikasikan sebagai "kesuksesan" atau "kegagalan" berdasarkan data ini, maka kita dapat menghitung sederhana "rasio kesuksesan" untuk setiap
57
jenis pengobatan yang digunakan dengan klien tertentu. Sebagai contoh, kami mungkin menemukan bahwa kriteria keberhasilan yang dicapai dengan 50% dari laki-laki muda di masing-masing pelaku substansi pengobatan sementara 80% keberhasilan diperoleh dengan kelompok yang melibatkan anggota keluarga. Langkah 5 di Evaluasi .
Kita
sekarang
dengan
hati-hati
menganalisis keberhasilan dan non-kasus keberhasilan dalam hal proses proses dasar yang beroperasi di setiap situasi. Kita dapat meninjau catatan kasus, mendengarkan rekaman wawancara, atau studi karakteristik pribadi masing-masing jenis klien. Kami dengan hati-hati memeriksa sikap kita sendiri dan jawaban untuk setiap klien dalam mencari petunjuk untuk bahan-bahan dari kesuksesan dan kegagalan. Langkah 6 dalam Evaluasi. Informasi yang diperoleh dari lima
langkah pertama adalah makan dengan hati-hati sekarang kembali ke kita sendiri proses perencanaan profesional lebih lanjut. Sebagai contoh, kita mungkin memutuskan untuk mencoba untuk meniru hasil yang diperoleh dari dua perawatan kami. Jika hasil ini terus naik, kita dapat bergerak untuk menggunakan berorientasi keluarga terutama pengobatan untuk jenis klien di masa depan. Kita mungkin menemukan. bahwa tak satu pun dari program perawatan kami tampaknya sukses dengan klien yang memiliki sejarah panjang dari penyalahgunaan zat, atau yang telah sangat tegang atau tidak ada hubungan keluarga. Untuk klien-klien ini, kita harus merancang perawatan lain atau bahkan merujuk mereka ke lembagalembaga lain atau program. Intinya adalah bahwa beberapa jenis seperti program evaluasi yang mengggerakan secara sistematis jenis informasi yang diperlukan untuk mulai meningkatkan kualitas praktek profesional dan konselor untuk memandu jalannya sendiri pengembangan profesional. Sebuah model
58
untuk evaluasi program-program skala besar yang dibahas dalam Bab 17. Model proses umum yang dijelaskan di atas adalah semacam peta kognitif yang memungkinkan konselor. membuatnya menemukan cara melalui labirin yang kadang membingungkan dalam praktek profesional. Model memungkinkan konselor untuk melanjutkan dalam serangkaian langkah, yang masing-masing menetapkan satu atau lebih tugas yang akan dicapai sebelum pindah. Ketika salah satu dari tugas-tugas ini tidak dapat dicapai, para konselor kemudian dapat menelusuri kembali langkah-langkah nya untuk mengurus urusan yang belum selesai dalam tahap sebelumnya: Sebagai contoh, jika konselor tidak dapat melakukan negosiasi perkembangan kontrak yang tampaknya klien terlibat secara murni, konselor dapat kembali ke Langkah 4 untuk bekerja lebih lanjut pada perkembangan hubungan atau pada membuka pola komunikasi yang lebih baik dalam sistem. Jika karena satu dan lain alasan konselor tidak dapat membangun relasi atau membuka saluran komunikasi, kembali ke Langkah 3 yang mungkin untuk menentukan pilihan gaya bantuan tidak langsung, seperti konsultasi atau pelatihan pembantu indigenous yang dapat mendekati seorang klien tertentu atau sistem. Antara setiap langkah dalam proses model dan terutama pada penyelesaian setiap kasus, putaran umpan balik dapat dihubungkan yang membuat informasi baru tersedia untuk perbaikan perencanaan dan tambahan pemahaman diri. Dengan menggunakan informasi ini, kita dapat terus memperbaiki dan menguji tujuan profesional kita sendiri dan metode dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman kita baik diri dan klien. Dalam pengertian ini, Model Proses Umum bukan hanya sebuah peta kognitif, ini juga merupakan "mesin belajar" yang mana konselor dapat melanjutkan pertumbuhan profesional mereka melalui karir praktek
59
profesional mereka. 5. Menciptakan proses model sendiri Proses Umum Model yang telah dijelaskan tidak dimaksudkan sebagai resep yang kaku. Memang, hal ini dibutuhkan yang abstrak dan global secara tepat agar hal ini mungkin "meluncur keluar" dan diterapkan dalam berbagai pengaturan dan situasi. Oleh karena itu, disajikan terutama sebagai prototipe atau panduan untuk mengembangkan satu proses model profesional sendiri. Sementara model yang disajikan membuat penulis memahami dengan jelas, hal itu mungkin tidak sesuai dengan tujuan, aspirasi, dan komitmen dari pembimbing lain. Hal ini menyajikan format umum dan metodologi melalui siapap pun konselor konselor yang yang dapat mulai untuk menggambarkan pemetaannya sendiri. Ini adalah panduan untuk pembuatan grafik peta harta karun yang harus diikuti dengan harapan menemukan panci emas tertentu. Yang paling penting dari proses model adalah kemampuannya untuk menghasilkan informasi mengenai perbaikan diri. Proses diagnostik seperti dibahas dalam Bab 8, model proses yang sistematis memungkinkan kita untuk mengkonsep intervensi konseling dalam serangkaian langkahlangkah konkrit dan spesifik, masing-masing yang dapat diambil atas dasar yang bersifat sementara, yang dapat diuji, dan informasi terus menerus mengatur penilaian praktis bukan berdasarkan kepercayaan kosong pada sebagian besar resep quasi-teoretis yang
benar-benar abstrak. Dengan
mengembangkan model proses kita sendiri kita dapat lebih memastikan kecukupan yang mereka "sesuaikan" dengan realitas nilai-nilai kita sendiri dan kemampuan serta realitas yang dipaksakan oleh sifat klien dan praktek profesional kami. 6. Bahan dan proses model pribadi Kita dapat meringkas bab ini dengan menetapkan kembali sarana
60
umum dengan konselor profesional yang bekerja untuk membangun proses modelnya. Pembahasan ini atau bahan yang tersedia digambar dari penelitian yang sulit dimenangkan dan apa yang kita ketahui tentang perubahan perilaku manusia. Mungkin mereka dapat menjadi yang terbaik dinyatakan sebagai serangkaian tugas yang dihadapi semua pembimbing ketika mereka berusaha untuk melakukan intervensi secara konstruktif dalam kehidupan masing-masing klien dan kompleks sistem klien. Oleh karena itu, proses model adalah suatu cara untuk mengorganisasikan diri kita untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar tersebut. Tugas Dasar Konseling 1) Mengembangkan hubungan semacam fasilitatif yang dapat digunakan untuk mendukung dan mendorong tingkat yang tepat dari klien eksplorasi diri dan keterbukaan diri.
Tiba di
yang saling
didefinisikan dan diterima identifikasi klien situasi kehidupan, termasuk masalah, kekhawatiran, dan aspirasi yang melewati encom ¬ komponen emosional, yaitu, di mana, bagaimana, dan mengapa klien sakit atau merindukan kepuasan lebih atau lebih baik. 2) Memperoleh disepakati pernyataan tujuan umum dan tujuan spesifik, yaitu hasil yang diinginkan yang baik konselor dan klien bersedia untuk melakukan sendiri penuh semangat dan sepe nuh hati. 3) Restrukturisasi klien cara berpikir dengan mengembangkan ¬ appropri pemecahan
masalah
makan
atau
kerangka
kerja
pengambilan
keputusan, yang sesuai kausal set attributions tentang keadaan dan situasi, dan satu set namun penuh harapan realistis pernyataan diri tentang kemungkinan hasil dari situasi . 4) Hati-hati Menentukan perubahan dalam perilaku klien yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati dan menyediakan untuk latihan
dan memperkuat ini "target perilaku."
61
5) Menyediakan untuk transfer dan pemeliharaan dari semua klien keuntungan dalam berpikir, merasa, dan bertindak seperti yang diterapkan dalam menata lingkungan alam dan situasi kehidupan nyata. 6) Mengevaluasi hasil dan proses konseling dan menggunakan hasil sistematis untuk meningkatkan kualitas guru pembimbing praktek profesional sendiri dan untuk memperkaya pengetahuan dasar profesi itu sendiri. Tugas-tugas yang diuraikan di atas merupakan tantangan yang layak, baik untuk pengembangan konselor profesional dan profesi konseling.
62
BAB III Hasil dan Pembahasan Pembahasan
A. Implikasi Model Intervensi konseling Sebuah model proses proses
pada dasarnya dasarnya adalah peta kognitif kognitif yang
membantu para praktisi untuk menavigasi melalui beberapa kajian rumit, diperluas, dan mungkin sebagian besar tidak diketahui batasan waktu dan ruang yang kita sebut sebuah "proses". Proses konseling merupakan tingkat yang besar, kompleks dan mengasingkan. Setiap klien baru diterima dimana masing-masing tujuan baru dinegosiasikan, dan setiap situasi baru di mana kita memberikan pelayanan, tampaknya dalam satu arti sebuah perjalanan penemuan. Semua konselor menggunakan model proses. Pilihan kita yang sebenarnya adalah antara menggunakan semacam peta kognitif ditarik keluar dari pelatihan, membaca, atau pengalaman pribadi lainnya, dan membabi buta mengembara melalui labirin pilihan, alternatif, dan pilihan yang kita bereaksi secara seca ra acak dan bodoh. Tugas dari masing-masing konselor profesional adalah memilih atau mengembangkan satu atau lebih model proses yang bekerja dalam praktik sendiri. Kami memiliki sedikit atau tidak ada penelitian untuk mendukung klaim superioritas umum satu pendekatan atas orang lain di berbagai macam klien, tujuan dan situasi. Dalam sebuah "meta analisis" psikoterapi penelitian yang mencoba menganalisis hasil-hasi l dari berbagai studi, Smith dan Glass (1977) menyimpulkan bahwa meskipun bukti-bukti tidak mendukung efektivitas umum psikoterapi, temuan penelitian tidak mendukung satu keunggulan dari setiap pendekatan. Dalam peninjauan besar lainnya l ainnya penelitian psikoterapi, Lambert, Shapiro dan l3ergin, (1986) menyimpulkan bahwa penelitian berarti upaya harus ditujukan kepada jauh lebih sempit dan pertanyaan-pertanyaan spesifik. Di satu sisi lama masalah
63
teori konseling yang terbaik mewakili hampir non-pertanyaan pada tahap ini perkembangan konseling profesional. Model sistem dasar postulat tiga set komponen dalam setiap kompleks, tapi pada dasarnya tertib, phenomena. Kami menyebutnya komponen ini input, ruang fase atau proses, dan output (lihat Gambar 14.1). seperti yang dibahas dalam karakteristik umum model sistem dalam Bab 7. Untuk memilih model atau proses desain kita harus mampu mengonseptualisasikan hasil atau output yang kita harapkan untuk mencapai pada dasar yang cukup konsisten. Dalam Bab 7 kami melihat rumusan teoretis dan temuan-temuan penelitian yang membantu dalam berpikir tentang tujuan umum jenis dan hasil yang kami berkomitmen sebagai penasihat profesional. Tujuan konseling, konseling, atau output yang yang mereka menyiratkan, dapat digolongkan sebagai pembangunan, preventif, atau perbaikan. Sementara itu perlu konseling konsep gol dalam pengertian umum untuk merancang atau memilih model proses, seperti tujuan umum akhirnya harus "disesuaikan" dalam kaitannya dengan kebutuhan berpengalaman, aspirasi, dan situasi kehidupan klien tertentu atau sistem klien. Model proses kemudian harus dibentuk bukan hanya untuk menghasilkan jenis output yang diberikan, tetapi mereka juga harus mencerminkan karakteristik dari klien dan lain "input" variabel-variabel yang terlibat. Pada tingkat yang paling sederhana kita dapat konsep tiga set variabel input. Ini adalah variabel klien, konselor variabel, dan variabel situasional. Karena sistem klien klien dan pasti berbeda-beda dalam hal segala macam karakteristik pribadi dan organisasi, model proses yang efektif haruslah fleksibel kering cukup umum untuk kedua menampung dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan ini. Model proses itu, harus dipilih atau tidak dirancang hanya setelah merenung dan meninjau kritis teori dan penelitian dan setelah mempertimbangkan secara seksama tujuan
64
profesional dan klien karakteristik, tetapi mereka juga harus melanjutkan dari yang menyeluruh dan hati-hati latihan di introspeksi di mana konselor mampu mengorganisasikan dan mengartikulasikan sendiri profesional dan rasa identitas pribadi.
65
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Proses Umum Model yang telah dijelaskan tidak dimaksudkan sebagai resep yang kaku. Memang, hal ini dibutuhkan yang abstrak dan global secara tepat agar hal ini mungkin "meluncur keluar" dan diterapkan dalam berbagai pengaturan dan situasi. Oleh karena itu, disajikan
terutama
mengembangkan
sebagai
prototipe
atau
panduan
untuk
satu proses model profesional sendiri. Sementara
model yang disajikan membuat penulis memahami dengan jelas, hal itu mungkin tidak sesuai dengan tujuan, aspirasi, dan komitmen dari pembimbing lain. Hal ini menyajikan format umum dan metodologi melalui siapap pun konselor yang dapat mulai untuk menggambarkan pemetaannya sendiri. Ini adalah panduan untuk pembuatan grafik peta harta karun yang harus diikuti dengan harapan menemukan panci emas tertentu. Yang paling penting dari proses model adalah kemampuannya untuk menghasilkan informasi mengenai perbaikan diri. Model proses yang sistematis memungkinkan kita untuk mengkonsep intervensi konseling dalam serangkaian langkah-langkah konkrit dan spesifik, masing-masing yang dapat diambil atas dasar yang bersifat sementara, yang dapat diuji, dan informasi terus menerus mengatur penilaian praktis bukan berdasarkan keperca yaan kosong pada sebagian s ebagian besar resep quasiquasi teoretis yang yang
benar-benar abstrak. Dengan mengembangkan model
proses kita sendiri kita dapat lebih memastikan kecukupan yang mereka mer eka "sesuaikan" dengan realitas nilai-nilai kita sendiri dan kemampuan serta realitas yang dipaksakan oleh sifat klien dan praktek profesional kami.
66
B. Saran Makalah ini ditulis berdasarkan acuan sebuah buku dari D. H Blocher dimana kami membahas sebuah tema “ Model intervensi konseling ” didalam tema ini terdapat lima pokok bahasan atau lima sub bab. Harapan kami penulisan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua tentang intervensi konseling. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini i ni belum sempurna, maka dari itu kami mohon masukan dari pembaca agar kedepan kami dapatb menulis sebuah makalah yang lebih baik lagi.
67
DAFTAR PUSTAKA
Blocher. 1987. The Professional Counseling . USA : Macmilan Publishing Company.
68