BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk filosofis, artinya bahwa manusia memiliki sebuah pengetahuan dan kemampuan untuk berfikir, manusia juga memiliki suatu sifat yang unik, serta memiliki perbedaan dengan makhluk yang lain dalam perkembangannya. Implikasi dari keragaman ini adalah bahwa setiap individu itu memiliki kebebasan untuk menentukan dan mengembangkan dirinya berdasarkan pada keunikan atau tiap-tiap potensi yang ada pada dirinya tanpa menimbulkan adanya suatu masalah dengan lingkungan disekitarnya. Jika dilihat dari sisi keunikan dan keragaman individu tersebut, maka diperlukan adanya bimbingan untuk membantu setiap individu dalam mencapai perkembangan yang sehat didalam lingkungannya. Bimbingan dan konseling dilakakukan sebagai suatu upaya pemberian bantuan untuk menunjukkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individu sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi yang dimilikinya, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta setiap permasalahan yang ada didalam dirinya.
Di sekolah gerakan atau program bimbingan dan konseling sangat diperlukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling dapat membantu siswa dalam mencapai standar dan kemampuan profesional dan akademik siswa. Disamping itu dalam program bimbingan dan konseling selain memberikan pelayanan, program bimbingan dan koseling juga memiliki prinsip-prinsip yang terkait dengan bimbingan dan konseling.
Sebagai seorang pendidik yang akan membimbing siswa kearah perkembangan yang optimal maka diperlukan pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan serta pola-pola bimbingan dimaksudkan membekali mahasiswa calon guru disekolah untuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenagannya.
Oleh karenanya, makalah ini akan membahas model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan serta pola-pola bimbingan.
Rumusan Masalah
Rumusan dalam makalah ini adalah :
Apa saja yang menjadi model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan?
Apa saja yang termasuk pola-pola bimbingan pada bimbingan dan konseling?
Apa saja yang termasuk pendekatan atau strategi dasar?
Tujuan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah ini adalah :
Mengetahui model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan
Mengetahui pola-pola bimbingan pada bimbingan dan konseling
Mengetahui pendekatan atau strategi dasar
BAB II
PEMBAHASAN
Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka suatu progaram bimbingan yaitu suatau rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu progam bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah Model menurut shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatau teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS. Adapun beberapa model dari beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Frank Parsons, menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
William M. Proctor (1925), mengembangkan model bimbingan dan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada sisiwa dalam memilih progam studi, aktivitas ekstra kurikuler, bentuk rekreasi, membantu mengambil langkah dalam mencapai cita-cita yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan siswa.
John M. Brewer (1932), mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
Donal G. Patterson (1938), dikenal dengan metode klinis yang menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologi dan studi diagnostik.
Wilson Little dan AL. Champman (1955), menekankan perlunya bimbingan dalam memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin dan pergaulan sosial. Model ini menggunakan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
Kennet B. Hoyt (1962), mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perseveratif, dan remedial serta mengutamakan ragam bimbingan belajar dan individu.
Ruth Strabf (1964), berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individudan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
Arthur J. Jones (1970), menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam menentukan pilihan-pilihan dan dalam penyesuaian diri. Bantuan ini terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan, mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabaatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penenpatan dan pengumpulan data serta wawancara.
Chris D. Kehas (1970), merumuskan tujuan pendidikan di sekolah adalah pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi pada kenyataannya hanya aspek intelektual saja yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar di kelas.
Ralp Moser dan Norman A. Srinthall (1971), mengajukan usul agar di sekolah diberi pendidikan psikologi yang dirancang guna menunjang perkembangan kepribadian para siswa. Dengan model tersebut, pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang melakukan konseling pada konselor, akan tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis.
Julius Menacker (1976), model ini menekankan pada usaha mengadakan perubahan pada lingkungan hidup serta mengatasi masalah yan menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Model ini memiliki keunggulan bahwa pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika serikat yaitu:
Organisai profesional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling dari pada layanan bimbingan pada umumnya.
Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
Pemikirannya teoritis.
Terdapat anggapan.
Pola-pola Bimbingan
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama:
Pola Generalis
Bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan hanya dianggap perlupada saat-saat tertentu saja.
Pola Spesialis
Bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
Pola Kurikuler
Bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk-beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik
Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini adalah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidik.
3.3 Pendekatan atau Strategi Dasar
Seorang ahli bernama Robert H. Mathewson (1962), berhasil membedakan tujuh pendekatan strategi dasar yang masing-masing pendekatan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar itu adalah sebagai berikut:
Edukatif versus Direktif, yaitu satu sisi peleyanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilihannya. Di sisi yang lain pelayan bimbingan ditafsirkan sebagai penentu diagnosis oleh seorang ahli disertai rekomendasi-rekomendasi
Komulatif versus Pelayanan, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang berkelanjutan dan bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.
Evaluasi diri versus oleh orang lain yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluai diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain banyak memberikan tanggapan, pendapatan, pandangan dan saran karena siswa dianggap membutuhkan hal itu.
Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di sisi yang lain difokuskan pada kebutuhan lingkungan masyarakat atau lingkungan sekolah sendiri.
Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan diarahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, disisi yang lain menitikberatkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar siswa sendiri.
Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, yaitu disatu sisi pelayanan bimbingan diprogramkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan siswa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain dipusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.
Koordinatif versus Spesialistik, yaitu disatu sisi ditangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerjasama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus bekerjasama erat dalam mendeskripsikan ciri-ciri suatu program bimbingan ynag dilaksanakan pada instuti pendidikan, di sisi yang lain ditangani secara spesifik berdasarkan keahlian.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan serta pola-pola bimbingan dimaksudkan membekali mahasiswa calon guru disekolah untuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenagannya.
Dengan mempelajari model dan pola yang ada dalam bimbingan dan konseling maka kita sebagai calon konselor akan semakin dalam dan luas pengetahuan tentang bimbingan dan konseling dan menjadikan kita dapat lebih lihai dalam melakukan layanan kepada para klien.
Saran
Sebagai seorang pendidik yang akan membimbing siswa kearah perkembangan yang optimal maka diperlukan pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh karena itu, mahasiswa harus mempelajari model-model dan pola-pola dalam bimbingan dan konseling agar dapat menerapkan dengan tepat model atau pola yang seperti apa bagi klien / siswanya kelak.
1