BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan mempunyai wilayah yang luas baik daratan maupun lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan dan persatuan serta kesatuan wilayahnya , apalagi posisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki karakteristik perbatasan yang rawan sengketa mengenai daerah perbatasan dengan negara tetangga yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara indonesia. Salah satu persoalan yang dihadapi akhir-akhir ini yaitu sengketa daerah perbatasan antar dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia . Indonesia, sebagai negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas tidak berambisi teritorial untuk mencaplok wilayah wila yah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan negara tetangga Malaysia yang tidak pernah berhenti untuk memperluas wilayahnya dengan mengakui sisi pulau-pulau dalam sengketa dan memindah-mindahkan patok perbatasan darat seperti yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia di mana titik-titik perbatasan darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan selalu digeser oleh Malaysia. 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penulisan 1.5 Manfaat Penulisan
1|H
alaman
BAB II ISI 2.1 Pengertian wilayah
Wilayah dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan bumi, pengertian permukaan bumi menunjuk pada suatu tempat atau lokasi yang dilihat secara horizontal dan vertikal. Wilayah sering dibedakan artinya dengan kata daerah atau kawasan. Wilayah dapat diartikan sebagai satu kesatuan ruang yang mempunyai tempat tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya. Atau juga wilayah dapat diartikan, suatu areal yang memiliki karakteristik arela bisa sangat kecil maupun sangat besar, suatu wilayah diklasifikasikan berdasarkan satu atau beberapa karekteristik, misalnya berdasarkan iklim, relief dipebatuan, pola pertanian, tumbuhan alami, kegiatan ekonomi dan sebagainya. 1. Purnomo Sidi (1981) mengatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan permukaan bumi yang jelas batasannya. 2. Imanuel Kaant (1982) mengatakan wilayah adalah sesuatu ruang di permukaan bumi yang mempunyai spesifik dan dalam aspek tertentu berbeda antara dua titi k dalam garis lurus. Wilayah adalah tempat dimana menetapnya rakyat dan merupakan tempat penyelenggaraan pemerintahan Negara. Penyelenggaraan pemerintahan Negara meliputi:
1. Wilayah darat.
Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah. Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang wilayahnya berbatasan. Macammacam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
2. Wilayah Laut.
Wilayah
suatu
Negara
yang
disebut
lautan
atau
perairan
territorial.
Pada umumnya batas lautan territorial dihitung dari pantai pada saat air surut. Laut di luar
perairan
Terdapat 2|H
alaman
dua
territorial
disebut
pandangan
dalam
lautan sejarah
bebas hokum
(mere laut
liberium). international:
a. Res Nuilis adalah laut tidak ada yang memilikinya oleh sebab itu laut bisa diambil serta dimiliki tiap Negara.
b. Res Communis adalah laut milik bersama masyarakat dunia oleh sebab itu tidak bisa diambil dan dimiliki oleh suatu Negara.
Menurut traktat multilateral yang diselenggarakan tahun 1982 di montego Bay Jamaika batas lautan
ditentukan
berdasarkan
sebagai
berikut:
1. Ketentuan Batas laut territorial Negara adalah 12 mil laut diukur dari garis lurus yang ditarik sari pantai luar. 2. Ketentuan Batas zone bersebelahan adalah 12 mil atau 24 mil di luar territorial. 3. Ketentuan Batas Zone Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat ZEE adalah laut diukur dari pantai sejauh 2000 mil. 4. Landasan kontingen/ Landasa benua, batas diluar wilayah laut territorial hingga kedalaman 200 meter, atau diluar batas itu sampai dimana kedalaman perairan yang melekat memperkenenkan ekploitasi sumber daya alam wilayah hingga jarak 2000 mil nautika dari garis dasar laut territorial.
3. Wilayah Udara.
Merupakan daerah udara yang berada di atas daerah Negara di permukaan bumi baik di atas wilayah perairan maupun diatas wilayah daratan.
4. Wilayah Ekstra territorial (Wilayah konvensional).
Wilayah yang menurut hokum International di akui sebagai wilayah kekuasaan suatu Negara, walaupun sebetulnya wilayah itu secara nyata berada di wilayah Negara lain.
2.1.2 Wilayah Formal dan Wilayah Fungsional
Glasson (1974), Budi Harsono (1996), dan Huesmen (1986) mengatakan bahwa wilayah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu wilayah formal (formal region atau mogenous regoins) dan wilayah fungsional (Functional region atau nodul region). a) Wilayah formal adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek tertentu yang mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Kriteria pokok yang digunakan 3|H
alaman
antar wilayah dapat berbeda tergantung dasar atau tujuan pengelompokannya. Kriteria tersebut dapat berupa aspek fisik seperti : ketinggian, bentuk lahan, dan curah hujan, kegiatan ekonomi (daerah pertanian), peternakan, industri dan sebagainya. Jadi pada wilayah seragam terdapat keseragaman atau kesamaan dalam kriteria tertentu. b) Wilayah fungsional adalah suatu wilayah yang mempunyai ketergantungan antara daerah pusat dengan daerah belakangnya atau suatu wilayah yang dalam banyak hal diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis melingkar (daerah belakangnya). Oleh karena itu, pada wilayah gundul terdapat pengertian tentang kaitan fungsional antara pusat kegiatan. Wilayah seperti ini disebut wilayah fungsional. Contohnya wilayah kota dengan wilayah belakangnya. Lokasi produksi dengan wilayah pemasarannya, susunan orde perkotaan dan jalur transportasi.
2.1.3 Perwilayahan secara Formal dan Fungsional
Perwilayahan ialah suatu proses dilineasi atau pembatasan suatu wilayah. Apabila kriteria yang dijasikan dasar mendelineasi sederhana misalnya kepadatan penduduk, maka pendelineasian akan mudah. Jika kriteria yang digunakan berpariasi, perwilayahan menjadi agak rumit. Perwilayahan dibagi menjadi dua : 1. Perwilayahan secara formal Tujuan perwilayahan formal adalah untuk mengetahui wilayah mana yang homogen atau seragam. Teknik yang bisa digunakan pendelineasian wilayah formal adalah metode nilai bobot indeks. Metode ini digunakan untuk mendelineasi wilayah berdasarkan lebih dari satu kriteria 2. Perwilayah secara fungsional Pembatas suatu wilayah secara fungsional menyangkut pengelompokan beberapa unit wilayah yang memiliki tingkat kepentingan hubungan. Dengan demikian wilayah fungsionallebih menekankan pada arus hubungan dengan titik pusat. Pendekatan untuk perwilayah fungsional dilakukan dengan analisis aliran barang atau orang. Pada analisis ini wilayah fungsional berdasar pada arah dan intensitas aliran barang atau orang antara titik pusat dan wilayah sekitarnya. Pada umumnya aliran lebih intensif untuk2 wilayah yang jauh dari pusat. Luas daerah pengaruh pusat adalah sampai pada tempat arus aliran. Aliran itu bisa dalam beberapa bentuk. Dalam bidang ekonomi bisa berupa barang, penumpang atau jalan. Dalam bidang sosial seperti arus siswa atau pasien di rumah sakit. Bidang politik terutama arus belanja negara. Bidang informasi seperti surat telegram, surat kabar, telepon dan lain-lain. Variasi dari analisis aliran barang atau orang adalah teori grafik. 4|H
alaman
Pendekatan ini masih sederhana tapi merupakan cara yang lebih berstruktur dan sistematis untuk identifikasi wilayah fungsional atau wilayah modal.
2.1.4 Contoh Mengidentifikasi Wilayah Formal dan Fungsional
a. Contoh mengidentifikasi wilayah formal Sesuai dengan pengertian di atas, wilayah formal adalah wilayah yang dipandang dari suatu aspek tertentu mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Kriteria pokok yang digunakan antar wilayah dapat berbeda bisa berupa spek fisik, iklim dan ekonomi, untuk membuat perwilayahan diperlukan data atau atlas dengan data tertentu dari wilayah tersebut. Hal ini desibebkan peta tanpa disertai suatu data tidak akan dapat untuk membuat peta tematik perwilayahan. Misalnya untuk dapat membuat peta ekonomi wilayah diperlukan data kegiatan ekonomi. Demikian pula untuk membuat peta topografi wilayah diperlukan data kantor. b. Contoh mengidentifikasi wilayah fungsional Wilayah fungsional adalah suatu wilayah yang memopunyai ketergantungan antara daerah pusat dengan daerah belakangnya. Dengan kata lain, suatu wilayah fungsional dalam banyak hal diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis melingkar. Contohnya wilayah kota dengan wilayah belakangnya, lokasi produksi dengan wilayah pemasarannya dan sebagainya. (Sumber : http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/08/pengertian-wilayah.html)
2.2 Definisi sengketa wilayah 2.3 Contoh persoalan sengketa wilayah Indonesia dengan negara lain 2.3.1. Sengketa Internasional Ambalat (Indonesia – Malaysia)
Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah. Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya persengketaan blok perairan ambalat antara Indonesia dengan Malaysia yaitu : 1. Masing-masing negara baik Indonesia maupun Malaysia mengklaim bahwa blok perairan ambalat adalah wilayah toritorial kedaulatan negaranya. 5|H
alaman
2. Tidak adanya batas negara yang jelas dikawasan perairan ambalat 3. Tidak adanya kesepakatana antar kedua negara atas batas Negara 4. Adanya sumber daya alam yang melimpah ruah yang terkandung dalam perut bumi di kawasan perairan amabalat yaitu minyak dan gas bumi.
2.3.1.1 Awal persengketaan
Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara indonesia dan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo lihat: Sengketa Sipadan dan Ligitan). Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional. Kasus Ambalat merupakan permasalahan yang sangat krusial bagi kedua belah pihak baik bagi Indonesia maupun bagi Malaysia karena masalah Ambalat merupakan masalah kedaulatan dan konsitusi suatu negara, berarti jika suatu wilayah di rampas (diambil) oleh negara lain maka pemerintah yang bersangkutan akan mempertahanakan kedaulatan wilayahnya dengan cara apapun baik secara kekerasan (militer) maupun deplomasi untuk mempertahanakan kedaulatannya. Apalagi ditambah dengan adanya kandungan sumber daya 6|H
alaman
alam yang sangat melimpah di wilayah perairan Ambalat yaitu yang berupa minyak dan gas bumi. Kandungan minyak dan gas bumi di dua lempengan East Ambalat dan Blok East Ambalat jika dieksploitasi memberi potensi keuangan sebesar Rp 4.200 triliun, jauh lebih besari dari utang Indonesia yang Rp 1.400 triliun. Sejak tahun 1979, Malaysia telah mengklaim Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan itu sebagai miliknya, lalu memasukkannya ke dalam peta wilayah negaranya. Dengan klaim tersebut, melalui Petronas, Malaysia kemudian memberikan konsesi minyak (production sharing contracts) di Blok Ambalat kepada Shell, perusahaan minyak InggrisBelanda. Sebelumnya, kegiatan penambangan migas di lokasi yang disengketakan itu dibagi oleh pemerintah Indonesia menjadi Blok Ambalat dan Blok East Ambalat. Blok Ambalat dikelola kontraktor migas ENI asal Italia sejak tahun 1999, sementara Blok East Ambalat dikelola Unocal Indonesia Ventures Ltd. asal Amerika sejak Desember 2004. Pemerintah Malaysia menyebut Blok Ambalat sebagai ND 6 atau Blok Y, sedangkan blio East Ambalat sebagai ND 7 atau Balok Z.2 KUALA KLAWANG (Negri Sembilan): Malaysia dan Indonesia tidak akan merujuk sengketa mereka atas minyak dan gas di Blok Ambalat yang kaya ke Mahkamah Internasional (ICJ). Menteri Luar Negeri Datuk Seri Utama Dr Rais Yatim mengatakan ini adalah karena pemerintah kedua negara telah membentuk sebuah kelompok orang terkemuka untuk mempelajari sengketa. "Kami telah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Kami akan meminta pandangan dari pakar hukum laut dan wilayah untuk solusi, "tambahnya. "Kami juga akan mendapatkan kelompok netral untuk memberikan pandangan pada sekali ini kita sudah mendapat rekomendasi dari komite teknis yang memiliki perwakilan dari kedua negara," katanya usai membuka pertemuan tahunan asosiasi Jelebu mantan polisi yang umum di sini.Dia mengatakan kedua pemerintah telah memutuskan untuk mengambil langkah berdasarkan pengalaman masa lalu, ketika ICJ me nemukan yang mendukung Malaysia dalam masalah pulau Sipadan dan Ligitan. Keputusan ICJ yang menyebabkan beberapa politisi Indonesia dan bagian dari medianya memicu anti-Malaysia sentimen. Itu dari kemudian bahwa Jakarta mulai mengamankan perbatasan maritim dan pulau-pulau terpencil kecil.Kata Dr Rais: "Kami yakin bahwa kami akan dapat memecahkan klaim kepemilikan dengan cara yang ramah. Kami harus melakukan ini karena kami menghargai hubungan kami. "Pada awal 2005, angkatan laut Malaysia dan Indonesia memiliki perselisihan dekat blok Ambalat yang dipersengketakan ketika Malaysia diberikan hak eksplorasi minyak di daerah lepas Laut Sulawesi, yang juga diklaim oleh Indonesia, untuk Shell. Pada saat yang sama, pemerintah 7|H
alaman
Indonesia memberikan izin kepada Eni Italia untuk eksplorasi minyak dan gas di blok Ambalat. Indonesia kemudian dikirim kapal perang dan jet tempur ke daerah tersebut, memaksa para pemimpin dari kedua pemerintah untuk segera menyerukan penghentian kegiatan. Pada hitungan yang terpisah, Dr Rais mengatakan ia akan singkat semua anggota parlemen pada hari Rabu pada sengketa Pulau Batu Putih diputuskan oleh ICJ di Den Haag dua hari kemudian. Baik Malaysia maupun Singapura mengklaim kepemilikan atas pulau karang yang hampir seukuran lapangan sepak bola. "Kedua pemerintah akan mematuhi keputusan ICJ karena kita tidak ingin membahayakan hubungan bilateral kita," katanya, menambahkan bahwa Kuala Lumpur yakin keputusan akan mendukungnya. "Singapura telah menyatakan keyakinannya bahwa keputusan akan pergi jalan. Tapi kita positif, "katanya. Sementara itu, Radio Televisi Malaysia akan siaran televisi hidup putusan di Pulau Batu Putih, kata Menteri Informasi Datuk Ahmad Shabery Cheek. Ahmad Shabery mengatakan, proses hidup akan memungkinkan Malaysia untuk melihat sendiri apa yang terjadi bukannya mendapatkan informasi dari saluran asing seperti CNN.
2.3.1.2 Keuntungan Malaysia mengklaim dan memiliki kawasan Ambalat
1. Ditinjau dari segi politik Keuntungan yang didapat Malaysia dari segi politik yaitu berupa meluasnya wilayah negaranya, untuk mencapai keinginannya Malaysia harus mempunyai kemampuan militer yang kuat dan persenjataan yang canggih untuk mempertahankan negara ( state defence) dari serangan musuh dengan kata lain adanya deterrence. disamping itu harga diri malaysia sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat akan meningkat. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem hubungan internasional bersifat anarki alias tanpa aturan, siapa yang mempunyai power (kekuatan) yang lebih besar ,maka dialah yang lebih berperluang memperoleh keuntungan politik, dan tidak ada yang bias mencegah suatu negara untuk mencapai kepentingannya baik itu organisasi internasional (PBB) ataupun hukum internasional (bagi negara mempunyai power yang sangat besar), karena kepentingan nasional adalah segala-galanya bagi negara tidak ada kepentinan lainselain mencapai kepentingan nasionalnya.
2. Ditinjau dari segi ekonomi
8|H
alaman
Suatu negara mengklaim suatu wilayah menjadi wilayahnya tiada lain adanya kepentingan nasional yang inggin di capai, keinggina Malaysia memiliki kawasan perairan ambalat yaitu bahwa di kawasan perairan amabalat terdapat sumber daya alam yang sangat melimpah yaitu minyak dan gas bumi, apabila Malaysia dapat mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan ambalat maka akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari eksploitasi tersebut, dengan keuntungan tersebut maka Malaysia dapat mensejahterakan rakyatnya dan meningkatkan ekonomi domestiknya misalnya d engan pengolahan minyak dan gas alam dapat menunjang proses produksi dan meningkatkan peroduktifitas industrialisasi di Malaysia. Pengelolaan eksploitasi minyak dan gas alam di 5 wilayah perairan amabalat maka pemerintah Malaysia dapat menggunakan minyak dan gas sebagai bahan bakar industri dan pemerintah Malaysia dapat menjual minyak dan gas alam ke perusahaan asing (Shell ) yang dapat menguntungkan bagi Malaysia. Dengan meningkatnya produktifitas industrialisasi dan meningkatnya produksi maka penghasilan atau devisa negara akan meningkat.
2.3.1.3 Penyelesaian Sengketa Blok Ambalat Bisa Memakan Waktu Puluhan Tahun
Penyelesaian sengketa Blok Ambalat bisa memakan waktu cukup lama. Bahkan HASSAN WIRAJUDA Menteri Luar Negeri mengatakan penyelesaian sengketa antara RiMalaysia ini bisa memakan waktu sampai puluhan tahun. Ini diungkapkannya saat menjadi pembicara dalam Kuliah Tamu Perundingan Batas Wilayah Maritim dengan Negara Tetangga di Fakultas Hukum, Jumat (26/06). Dalam
siaran
pers
Humas
Unair
yang
diterima
suarasurabaya.net,
Menlu
membandingkan dengan kasus sengketa RI dan Vietnam. Kasus tersebut adalah sengketa Batas Landas Kontinen (BLK) di perairan antara Pulau Kalimantan dengan Vietnam di daratan Asia Tenggara. Meskipun sudah lebih dari 30 kali perundingan formal dan informal diselenggarakan, kedua pihak masih bertahan dengan posisi hukum masing-masing atas Laut Cina Selatan itu.Total waktu untuk penyelesaian RI-Vietnam ini membutuhkan waktu setidaknya 32 tahun.Beda Vietnam berbeda pula dengan Singapura. Kasus sengketa Indonesia-Singapura baru bisa diselesaikan dalam waktu lima tahun. Dalam kuliah tamu yang dihadiri ratusan mahasiswa itu, Menlu HASSAN WIRAJUDA juga mengungkapkan mengenai kisah sejarah sengketa yang pernah dialami oleh Indonesia. Yang menarik ketika menyampaikan mengenai kasus Sipadan-Ligitan, Menlu mengatakan Sipadan Ligitan secara yuridis sebenarnya memang bukan milik Indonesia, namun juga bukan milik Malaysia. 9|H
alaman
“Jika kita lihat di peta wilayah Indonesia baseline NKRI UU No 4/PrP/1960, S ipadan Ligitan ini bukan milik Indonesia karena di luar batas teritorial laut Indonesia, tapi juga bukan milik Malaysia. Ibaratnya orang main kelereng, Sipadan Ligitan ini adalah kelereng temuan dan diperebutkan,” jelas HASSAN. Kasus sengketa wilayah memang lazim dialami oleh negara yang berbatasan dengan banyak negara seperti Indonesia. Kalau dilihat dari sisi wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Sedangkan wilayah daratnya, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sebuah negara pantai seperti Indonesia menurut hukum Laut Internasional berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif, ZEE (200 mil laut) dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih). Lebar masing-masing zona ini diukur dari referensi yang disebut dengan garis pangkal (baseline). Pada laut teritorial, Indonesia berhak atas kedaulatan penuh. Sedangkan di luar zona itu berlaku hak berdaulat. Dan Ambalat ini berada di kawasan hak berdaulat. Dalam kawasan hak berdaulat ini suatu negara tidak memiliki kedaulatan penuh, namun hanya memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia memang sudah ditetapkan dan berhenti pada Pulau Sebatik. Namun idealnya garis tersebut diteruskan ke arah laut di sebelah timur sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua belah pihak. Garis inilah yang belum ada dan kini sedang dirundingkan karena Ambalat berada di garis tersebut. Saat ini, tutur HASSAN WIRAJUDA, pihaknya sudah melakukan 13 kali perundingan dan kini tengah bersiap untuk memasuki perundingan yang keempat belas. Ia paham ekspektasi masyarakat terhadap penyelesaian Ambalat begitu besar, namun ia meminta agar masyarakat bersabar. “Kami akan tetap lakukan upaya diplomasi ini dan tidak akan melakukan peperangan. Karena pada dasarnya kami juga menangkap sinyal, pihak Malaysia juga ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai,” ungkapnya. 2.3.1.3 Solusi Terbaik
Oleh karena itu dalam menyelesaikan sengketa Blok Ambalat, pemerintah RI mesti menggunakan cara-cara damai melalui diplomasi antar kedua negara, sehingga dapat mencegah penggunaan kekerasan atau perang. Penggunaan cara-cara diplomasi ditentukan pula oleh pasal 33 Piagam PBB yakni melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbritase, penyelesaian pengadilan, atau penyelesaian melalui agen-agen regional atau cara-cara lain menurut pilihan masing-masing negara. 10 | H
alaman
Ada tiga cara diplomasi yang lebih tepat digunakan dalam penyelesaian Blok Ambalat yaitu: 1.
Negosiasi Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang tidak melibatkan pihak ketiga. Pada dasarnya negosiasi hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait yakni Indonesia dan Malaysia. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua negara diharapkan akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. Bilamana jalan keluar ditemukan kedua belah pihak, maka akan berlanjut pada pemberian konsesi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
2.
Mediasi Mediasi yang merupakan bentuk penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini pihak ketiga bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator). Seorang mediator memiliki peran yang aktif untuk mencari solusi yang tepat untuk melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa.
3.
Inquiry Inquiry yaitu ketika terdapat sengketa antara Indonesia dan Malaysia maka untuk menyelesaikannya sengketa tersebut, kedua belah pihak dapat mendirikan sebuah komisi atau badan yang bersifat internasional untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang relevan dengan permasalahan yang dipersengketakan. Komisi atau badan ini sering disebut Komisi Pencari Fakta yang dengan dasar bukti bukti yang dikumpulkannya, kemudian dapat mengeluarkan sebuah fakta yang sebenarnya dan disertai dengan penyelesaiannya. Perspektif Sosial Politik Kasus Ambalat
Kasus Blok Ambalat seharusnya mendorong dan menggerakan kemauan politik (political will) yang lebih kuat dan terarah dari pemerintah RI untuk secara riil, koordinatif dan terfokus semakin memberikan aksentuasi pada pembangunan dan pengawasan di wilayah perbatasan, termasuk dan terutama di kawasan yang oleh suatu faktor tertentu dapat menjadi ‘lahan perebutan’ antar negara. Kurangnya kemampuan pemerintah pusat membangun dan mengawasi wilayah perbatasan RI menjadi salah satu kelemahan fundamental yang mengakibatkan mudahnya terjadi tindak pencurian ikan (illegal fishing) ataupun pencurian dan penyelundupan kayu (illegal logging) serta berbagai kekayaan Indonesia lainnya. Dari perspektif sosial-politik, hal ini sesungguhnya mencerminkan bahwa kedaulatan kita atas negara/wilayah sendiri masih sangat rapuh dan rentan, sehingga memungkinkan 11 | H
alaman
terjadinya pelanggaran perbatasan bahkan yang lebih merugikan lagi ‘pencaplokan wilayah perbatasan’ sebagaimana yang nyaris terjadi di Blok Ambalat. Dari perspektif sosial, sebenarnya pemerintah hendaknya menginsyafi bahwa konstruksi sosial dan kultural masyarakat di daerah perbatasan (terutama yang terisolir dari berbagai dimensi: sosial, politik, ekonomi, komunikasi, dan sebagainya), sangat berbeda dengan masyarakat di dekat sentrum kekuasaan/pemerintahan. Gradasi kesadaran sosial-politik masyarakat di Blok Ambalat dan sekitarnya tentu tidak sama kuat dengan masyarakat di pulau Jawa, begitupun dengan perasaan termajinalisasi dari proses pembangunan nasional yang begitu deras di Jawa. Oleh karena itu sebagai bagian integral dari wilayah kedaulatan NKRI, pembangunan masyakakat dan pengelolaan segala sumber daya di wilayah-wilayah perbatasan memerlukan kerangka penanganan yang menyeluruh dengan mencakup berbagai sektor pembangunan secara terkoordinasi, baik dan efektif mulai dari tataran pemerintah pusat hingga level pemerintah daerah. (Sumber : http://rizkiarahma.blogspot.com/2013/04/sengketa-internasionalambalat.html)
2.3.2 Konflik Indonesia dengan Timor Leste
Soal klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste. Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian. Raja Amfoang, Robi Manoh mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan batas wilayah di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan pemerintah Timor Leste. “Natuka adalah wilayah kita (Indonesia) dan dinyatakan sebagai zona bebas oleh kedua negara. Namun, rakyat Oecusse tetap mengklaim sebagai wilayah daratan Timor Leste sehingga menyerobot masuk sampai sejauh lima kilometer untuk berkebun di dalamnya,” kata Raja Manoh di Kupang, Minggu. Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan perundingan dengan Timor Leste 12 | H
alaman
untuk segera menyelesaikan batas wilayah antarkedua negara di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu guna mencegah terjadinya konflik antara rakyat Amfoang dengan masyarakat Oecusse di wilayah kantung (enclave) Timor Leste. Raja Manoh berpendapat, untuk menyelesaikan batas wilayah tersebut, pemerintah harus melibatkan raja-raja di Timor seperti raja Amfoang, Timor Tengah Utara, Atambua dan raja Ambeno. “Jika diselesaikan secara administratif pemerintahan antara kedua negara, saya optimistis wilayah tersebut akan jatuh ke tangan Timor Leste. Karena itu, para raja di Timor juga harus dilibatkan,” katanya. Ia mengungkapkan, batas wilayah yang sebenarnya antara RI-Timor Leste adalah Tepas, karena di tempat itulah dijadikan sebagai tempat pertemuan antara Raja Ambeno Oecusse dengan Raja Amfoang. “Raja Ambeno Oecusse sudah mengakui bahwa wilayah Natuka adalah milik Indonesia, namun sudah diserobot masuk oleh penduduk Oecusse untuk berkebun. Ini sudah tidak benar lagi,” katanya menegaskan. Manoh menjelaskan, batas wilayah yang diserobot penduduk Oecusse dan diklaim sebagai daratan Timor Leste itu, karena mengacu pada batas wilayah provinsi yang ditetapkan ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari provinsi ke-27 Indonesia. “Guna menghindari terjadinya konflik di tapal batas, kami harapkan pemerintah Indonesia dan Timor Leste segera berunding untuk menyelesaikan batas wilayah kedua negara di Natuka,” katanya. “Masyarakat kami di sana (Amfoang) sudah menyatakan siap berperang melawan warga Oecusse jika persoalan tapal batas tidak segera diselesaikan oleh kedua negara,” tambahnya. Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). “Lima titik yang belum final tersebut masih menunggu mediasi yang dilakukan PBB bersama pemerintah RI dan Timor Leste,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejateraan Rakyat Setda Nusa Tenggara Timur (NTT), Yoseph Aman Mamulak usai menghadiri pertemuan membahas persoalan perbatasan yang digelar Lantamal VII Kupang di Kupang, Kamis. Dia mengatakan, berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. “Bagaimana kita menetapkan batas laut, kalau darat saja belum selesai,” katanya. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni penetapan batas apakah 13 | H
alaman
mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. “Tanah yang dipersoalkan di perbatasan merupakan tanah ulayat yang menurut warga tidak boleh dipisahkan,” katanya. Semula, kata Mamulak, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. “Terkadang alur sungai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia, tetapi kadang masuk ke wilayah Timor Leste,” katanya. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara. Dia mengatakan, warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas negara. “Penyelesaian masalah perbatasan bisa dilakukan dengan adat setempat, “katanya. Departemen Luar Negeri (Deplu) menyurvei daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, terutama di lima titik yang masih menjadi sengketa. “Kami datang untuk mengumpulkan data di daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,” kata ketua tim survei Deplu, Dodie Herado, setelah bertemu dengan Pemerintah Provinsi NTT di Kupang, Rabu. Lokasi yang akan di survei adalah lima titik batas negara antara Indonesia dan Timor Leste yang belum terselesaikan, yakni Imbate, Sumkaen, Haumeniana, Nilulat dan Tubana antara Oecusse dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Hasil survei ini, katanya, akan disampaikan ke Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, yang selanjutnya akan disampaikan ke DPR untuk dikoordinasikan dengan Pemerintah Timor Leste untuk menetapkan batas wilayah. Survei antara lain menyangkut masalah keamanan di perbatasan, karena berdasarkan laporan yang masuk ke Deplu, aparat di perbatasan kesulitan mengamankan perbatasan karena minimnya anggaran. “Kami juga akan melihat sarana-prasarana bagi aparat keamanan yang berada di perbatasan, seperti gedung dan lainnya,” katanya. Tim ini, lanjut dia, juga akan memantau pelintas batas yang berkunjung ke Timor Leste maupun Indonesia. Pelintas batas antara kedua negara tersebut harus disiapkan kartu identitas. Selain itu, tim juga akan mencermati penangkapan terhadap warga Indonesia di Timor Leste, seperti yang dialami oleh Sekretaris Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Belu yang ditangkap aparat keamanan Timor Leste beberapa waktu lalu. “Kami juga mendapat infomasi bahwa warga Indonesia ditangkap di Timor Leste. Hal itu juga akan kami cermati untuk dilaporkan,” katanya. Hasil survei ini, tambah dia, juga akan digunakan untuk meminimakan akses di perbatasan antara kedua negara, terutama di perbatasan antara masyarakat Oecusse dan Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang yang telah terjadi penyerobotan lahan. Langkah itu 14 | H
alaman
untuk menghindari kemungkinan terjadi konflik antara masyarakat di perbatasan. Menyangkut penyelesaian batas wilayah, ia mengatakan harus melibatkan masyarakat adat di perbatasan. Karena itu, pihaknya juga akan menerima rekomendasi dari masyarakat adat di perbatasan untuk menyelesaian masalah perbatasan antara kedua negara. “Masyarakat adat di perbatasan antara kedua negara perlu dilibatkan, tapi keterlibatan mereka tidak secara langsung,” katanya.
2.3.2.1 Analisis Masalah Indonesia dengan Timor Leste
Wilayah Indonesia diklaim warga timor letse menurut pendapat saya merupakan kasus internasional. Hal ini dijelaskan oleh mochtar Kusumaatmadja mengenai pengertian hukum internasional, Hukum internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan azas-azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara:
(1) negara dengan negara; (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara sat u sama lain. Dalam hal ini hukum internasional yang dimaksud adalah hukum Internasional publik, bukan hukum internasional perdata, sebab hukum internasional perdata hanya mengatur hubungan perdata (antara orang perseorangan) yang melintasi batas negara, sedangkan hukum publik yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara diluar kasus perdata tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, kedaulatan bangsa, dalam hal ini batas wilayah Indonesia, masuk kedalam ranah hukum publik. Hal ini jelas diatur dalam pasal 1 UUD 1945 tentang bentuk kedaulatan jo pasal 25A UUD 1945 tentang wilayah negara. Berdasarkan pasal tersebut, kedaulatan dilaksanakan menurut undang-undang dengan wilayah dan batas batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Berdasarkan batas zona bebas kelautan, Natuka merupakan wilayah Indonesia, namun berdasarkan kebiasaan dimana penduduk Oecusse berkebun di wilayah tersebut, sehingga mereka mengklaim wilayah tersebut merupakan wilayah Timur Letse. Hal ini berkaitan dengan kedaulatan suatu bangsa, jika Natuka merupakan wilayah Indonesia, maka wilayah tersebut dengan jelas merupakan teritorial indonesia, yang berarti segala tindakan yang terjadi di dalamnya berlaku hukum Indonesia. Dalam hal ini, jika yang diberlakukan hukum Indonesia, maka penduduk Oecusse yang merupakan penduduk Timur 15 | H
alaman
Letse, telah melakukan penyimpangan dengan memanfaatkan lahan Indonesia sebagai mata pencaharian tanpa ijin. Pasal yang dituntutkan antara lain masuk wilayah negara tanpa ijin, serta pidana pencurian dan penggelapan. Selain itu, kasus ini merupakan persoalan negara dengan negara, yaitu Indonesia dengan Timur Letse, sehingga berada dalam ranah hukum Publik. Penyelesaiannya pun dapat berupa traktat,
keputusan yudisial dan pengadilan arbitrase
keputusan pengadilan
internasional, maupun keputusan leembaga atau konferensi Internasional yang dalam hal ini dapat diselesaikan baik melalui perundingan antar kedua negara saja maupun melibatkan PBB.
2.3.3 Konflik Indonesia dengan Filipina
Kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dipersatukan oleh lautan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa telah melahirkan suatu budaya politik persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam usaha mencapai kepentingan, tujuan dan cita-cita nasional, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang harus ditanggulangi. Salah satu bentuk ancaman tersebut adalah masalah perbatasan NKRI yang mencuat beberapa pekan terakhir ini yaitu klaim Negara Philipina atas pulau Miangas yang secara posisi geografis kedudukannya lebih dekat dengan negara tetangga yang diindikasikan memiliki keinginan memperluas wilayah. Pulau Miangas ini adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang memiliki luas 3, 15 km2 dan masuk dalam desa Miangas, Kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu dan Trakat Paris tahun 1989, merupakan wilayah Philiphina. Pernyataan Konsulat Jenderal RI untuk Davao City Philipina yang mengejutkan bahwa Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu merupakan wilayah Philiphina, bahkan masalah ini dengan UU pemerintah Philipina yang baru, kedua pulau ini telah masuk pada peta pariwisata Philipina. Pemerintah Philipina mengakui keberadaan pulau Miangas sebagai miliknya berdasarkan Trakat Paris tahun 1989, Trakat Paris tersebut memuat batas-batas Demarkasi Amerika serikat (AS) setelah menang perang atas Spanyol yang menjajah Philipina hingga ke Miangas atau La Palmas. Trakat itu sudah dikomunikasikan Amerika Serikat ke Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah hindia Belanda terhadap Trakat itu. Hingga kini Indonesia dan Philipina belum mengikat perjanjian batas wilayah tersebut.
16 | H
alaman
Putusan Mahkamah Internasional/MI,International Court of Justice (ICJ) tanggal 1712-2002 yang telah mengakhiri rangkaian persidangan sengketa kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan antara Indonesia dan Malaysia mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak, karena keputusan ICJ mengatakan kedua pulau tersebut resmi menjadi milik Malaysia. Disebutkan dari 17 orang juri yang bersidang hanya satu orang yang berpihak kepada Indonesia. Hal ini telah memancing suara-suara sumbang yang menyudutkan pemerintah khususnya Deplu dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Dapat dipahami munculnya kekecewaan di tengah-tengah masyarakat, hal ini sebagai cermin rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut (Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag tahun 1928. Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan Filipina. Dalam adat Nanusa, Miangas disebut Tinonda. Konon, pulau ini sering menjadi sasaran bajak laut. Selain merebut harta benda, perompak ini membawa warga Miangas untuk dijadikan budak di Filipina. Di masa Filipina dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenal dengan sebutan Poilaten yang memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena di Miangas banyak ditumbuhi palm mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulau ini disebut Miangas. Miangas bukan hanya menjadi sasaran perompakan. Pulau ini memiliki sejarah panjang karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika mengklaim Miangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki Filipina digeser Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus klaim Pulau Miangas ini diusung ke Mahkamah Internasional. Secara geografis, penjajah Amerika Serikat mulai bersentuhan dengan Sulawesi bagian utara sejak akhir abad ke 19. Di tahun 1898 itu, Amerika baru saja menguasai Filipina, setelah memerangi Spanyol yang ratusan tahun menduduki negara kepulauan itu. Setelah Spanyol ditaklukkan, muncul sengketa antara Amerika dengan Hindia Belanda. Sejumlah warga Karatung mempertahankan pulau itu sebagai bagian dari gugusan Kepulauan Nanusa. Saat penentuan demarkasi antara Amerika dan Belanda, wakil raja Sangihe dan Talaud, serta tokoh adat Nanusa dihadirkan di Miangas. Dalam pertemuan untuk menentukan pulau itu masuk jajahan Belanda atau Spanyol, salah seorang tokoh adat Petrus Lantaa Liunsanda mengucapkan kata-kata adat bahwa Miangas
17 | H
alaman
merupakan bagian Nanusa. Gugusan Nanusa mulai dari Pulau Malo atau disebut tanggeng kawawitan (yang pertama terlihat) hingga Miangas. Setelah Indonesia merdeka, kehidupan di Kepulauan Nanusa ini tidak berubah. Di masa Soekarno menjadi Presiden, hampir tak ada pembangunan di daerah itu. Terutama untuk fasilitas umum, seperti sekolah. Sekolah di pulau-pulau ini paling banyak dijalankan Yayasan Pendidikan Kristen. daerah perbatasan tampaknya selalu berarti wilayah terisolasi, tertinggal. Ini merupakan dampak kebijakan pembangunan nasional di masa lalu. Potensi sumber daya laut yang dapat menjadi sumber kemakmuran masyarakat kepulauan, tidak mendapat perhatian. Sebanyak 16 pulau di Talaud sendiri telah membentuk kabupaten. Dari jumlah itu, sembilan pulau belum didiami dan tujuh pulau lainnya sudah berpenghuni. Pembentukan kabupaten ini tidak lepas lantaran rendahnya tingkat pengembangan daerah perbatasan selama ini. (Sumber : http://falahachmadbagusti.blogspot.com/2012/04/sengketa-wilayah-yang-terjadiantara.html)
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran
1. Menyikapi permasalahan tersebut, maka pemerintah perlu serius dalam melakukan pendekatan, baik yang bersifat militer maupun non militer guna mempertahankan integritas wilayah NKRI. Pendekatan jalur diplomasi sebagai instrumen politik luar negeri dilakukan dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional dengan pihak negara lain guna menyelesaikan masalah sengketa perbatasan secara tuntas. Dalam bidang diplomasi ini tentunya harus didukung oleh kekuatan nasional yang tangguh baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer. Selain itu, upaya diplomasi juga perlu dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah 18 | H
alaman
perbatasan, dengan menghadirkan/memberdayakan komponen bangsa lainnya untuk membangun wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan, kesehatan dan prasarana lainnya
19 | H
alaman
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pengertian Wilayah. Online. Sumber: http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/08/pengertian-wilayah.html, diakses pada tanggal 22 November 2013 Bagusti, Falah Achmad. 2012. Sengketa Wilayah yang Terjadi antara Indonesia dengan Negara Tetangganya. Online. Sumber: http://falahachmadbagusti.blogspot.com/2012/04/sengketa-wilayah-yang-terjadi-antara.html, diakses pada tanggal 22 November 2013 Rahma, Rizki. 2013. Sengketa Internasional Ambalat (Indonesia-Malaysia). Online. Sumber: http://rizkiarahma.blogspot.com/2013/04/sengketa-internasional-ambalat.html, diakses pada tanggal 22 November 2013
20 | H
alaman