I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Negara adalah sebutan bagi sebuah wilayah yang didiami oleh segolongan manusia yang berlaku sebagai masyarakat wilayah tersebut, yang mana man a tunduk pada pemerintahannya sebagai ikatan politis antara mereka. Sedangkan Islam (bahasa Arab, al-islam artinya berserah diri kepada tuhan) adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Negara Islam adalah negara yang setiap perilaku perilaku politiknya didasarkan atas nilai-nilai atau ajaran agama Islam yang bersumber pada Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw. Lebih dari satu seperempat miliyar orang pengikut diseluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia. Hal ini menyebabkan mendirikan suatu negara Islam menjadi suatu
cita-cita bagi setiap muslim, namun bergantung pada masyarakat-nya sendiri. Negara Islam tidak dapat terbentuk apabila rakyat tidak sepenuhnya berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, sebagai dasar dari ke-iman-an dan ke-Islam-an. Islam ingin meaksanakan politik selaras dengan tuntunan yang telah diberikan agama dan menggunakan negara sebagai sarana melayani Allah. Islam menggunakan kekuatan politik yang mereformasi masyarakat dan tidak membiarkan masyarakat melakukan perbuatan yang melanggar aturan Allah swt. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi yang dikehendaki Islam tidak dapat dilaksanakan melalui ajakan dan khutbah saja. Kekuatan politik juga penting untuk mencapainya. Inilah cara pendekatan Islam, dan konskuensi logis dari cara ini adalah negara harus dibentuk berdasarkan pola-pola Islam. Inilah ketentuan keimanan Islam yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep Negara Islam dan teori apa yang menjadi landasan berdirinya Negara Islam.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah konsep negara ditilik menurut kaidah Islam sesuai dengan Al-Qur’an Al-Qur’an dan Hadist. Dan teori apa yang menjadi landasan berdirinya negara ne gara Islam. Selain itu, permasalahan juga dilihat berdasarkan prinsip pemerintahan dalam piagam madinah. Konsep Negara Islam
Page 1
II.
A.
Isi
Tinjauan Literatur
A. 1 Fakta Normatif dan Empiris
Ada sebagian intelektual yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunah tidak pernah mewajibkan untuk mendirikan negara Islam. Bahkan, ada yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunah juga tidak pernah menyebut Negara Islam. Pernyataan seperti ini bisa terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, karena merasa tertuduh, terutama ketika negara Islam telah menjadi monster yang menakutkan. Seperti yang dinyatakan Said Aqil Siraj, Mustofa Ya'qub, Amidhan, dan banyak lainnya. Kedua, karena tidak tahu atau tidak menemukan, bahwa negara Islam tersebut memang ada di dalam Al-quran dan Sunah. Tentu, baik karena kemungkinan yang pertama maupun kedua, sama-sama tidak mewakili Islam. Bahkan, pandangan yang muncul dari keduanya sama-sama tidak mempunyai nilai apapun dalam ajaran Islam. Apalagi, masalah negara ini merupakan masalahma'lum[un] min ad-din bi ad-dharurah (perkara agama yang sudah diyakini/diketahui kepentingannya). Karena itu, adanya negara ini hukumnya wajib. Allah memerintahkan untuk menerapkan syariat Islam. Allah berfirman :
Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’ân dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitabkitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan keben aran yang telah datang kepadamu. (TQS. al-Mâ’idah [05]: 48) Kewajibannya pun telah disepakati oleh para ulama, baik Ahlussunnah, Syi'ah, Khawarij maupun Muktazilah. Raudhatu at-Thalibin wa 'Umdatu al-Muftin menyatakan, bahwa mendirikan imamah hukumnya fardhu kifayah. Jika hanya ada satu orang (yang layak), maka dia wajib diangkat. Jika tidak ada yang mengajukannya, maka imamah itu wajib diusahakan . Imamah yang dimaksud oleh Imam an-Nawawi di sini tak lain adalah khilafah, atau negara Islam. Konsep Negara Islam
Page 2
Karena itu, tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa Nabi Muhammad, selain sebagai Nabi dan Rasul, baginda SAW adalah kepala negara. Ini dibuktikan dengan firman Allah SWT yang menitahkan, bahwa tugas Nabi dan Rasul hanya tabligh (menyampaikan risalah): “Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS an-Nur [24]: 54) Tetapi, faktanya banyak nash Alquran memerintahkan kepada Baginda SAW untuk memotong tangan pencuri (QS al-Maidah [05]: 38), mencambuk pezina (QS an-Nur [24]: 3), memerintah berdasarkan hukum Allah (QS al-Maidah [05]: 49), memerangi kaum kafir (QS at-Taubah [09]: 36), menumpas perusuh (QS al-Maidah [05]: 33). Sedangkan tugastugas di atas adalah tugas yang lazimnya dijalankan oleh kepala negara. Dari dua kategori nash di atas, yaitu nash yang menyatakan Nabi Muhammad SAW sebagaimana Nabi dan Rasul yang lain hanya diberi tugas untuk tabligh, tetapi nash-nash lain memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan tugas-tugas negara, maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa Nabi Muhammad bukan hanya Nabi dan Rasul, tetapi juga kepala negara.
A. 2 Sejarah sistem pemerintahan dalam islam
Jika kita melihat Islam dari sejarah pemerintahannnya di masa lampau, terdapat dua hal yang menjadi perhatian khusus. Pertama, bahwa dalam Islam tidak mengenal secara baku tentang konsep pergantian pemimpin. Rasulullah digantikan Sayyidina Abu Bakar setelah tiga hari beliau wafat melalui sebuah bai’at atau prasetia dengan kesepakatan kaum muslimin. Sebelum Sayyidina Abu Bakar meninggal dunia, menyatakan kepada komunitas kaum muslimin untuk memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah pengganti beliau. Ini berarti bahwa sistem yang ditempuh untuk pergantian pemimpin dengan penunjukkan secara langsung.Tidak jauh berbeda dengan penunjukkan seorang Wakil Presiden oleh seorang Presiden untuk menggantikannya di masa modern ini. Kedua, ternyata belum ada kejelasan pula apakah sebuah negara Islam berukuran mendunia atau sebuah bangsa saja (nation-state), ataukah negara – kota (city state) yang menjadi bentuk konseptualnya. Terdapat sebuah analogi; Islam menjadi seperti sistem komunis dalam mendahulukan antara sosialisasi sebuah negara yang berideologi satu dengan negara induk atau menunggu sampai semua negara menjadi Islam dengan sendirinya, baru dirumuskan konsep negara dari betuk negara sampai ideologinya. Konsep Negara Islam
Page 3
Pasca Umar bin Khattab, sistem pemilihan khalifah diserahkan kepada dewan pemilihan (electoral college atau ahl halli wa al – aqdli) sesuai permintaan Umar bin Khattab dengan anggota tujuh orang termasuk anak beliau, Abdullah, yang tidak diperkenankan menggantikan posisi sebagai khalifah. Kesepakatan untuk mengangkat Utsman bin Affan sebagai kepala negara / pemerintahan menjadi jalan keluar untuk mengisi kekosongan pemimpin saat itu. Kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada saat yang bersamaan, pihak Abu Sufyan telah mempersiapakan penerus untuk menggantikan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian lahirlah sistem kerajaan yang menurunkan raja – raja berdasarkan namamarga sampai dengan khilafah terakhir, Usmaniyyah atau yang terkenal dengan Ottoman Empire. Jadi, Islam dalam sistem pemerintahan pun tidak pernah mengharuskan sistem yang baku. Bisa jadi memakai konsep pemilihan oleh tim ahli, penunjukkan langsung, atau demokrasi ala pemilihan Sayyidina Ali Kwh. Inilah yang menjadi khazanah tersendiri dalam Islam, dan secara langsung menjelaskan bahwa konsep pemerintahan itu memang memiliki banyak pilihan.
A. 3 Negara Islam
Perbincangan tentang apakah "Negara Madinah" itu benar-benar suatu negara atau sekadar institusi kemasyarakatan biasa, lebih berlandaskan pada ketida-jelasan fakta-fakta mengenai apa yang terjadi di Madinah dan di seluruh wilayah kekuasaan Islam pada saat itu. Ada beberapa definisi tentang negara. Menurut Roger Soltau, negara adalah alat (agency) atau kekuasaan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persolan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan kerana mempunyai kekuasaan yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bahagian dari masyarakat itu. Definisi menurut Max Weber dan Robert MacIver hampir senada dengan Harold Laski. Negara jauh lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat. Harold J. Laski mendefinisikan masyarakat sebagai "sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai tercapainya keinginan-keinginan bersama". Berdasarkan definisi tersebut, negara adalah metamorfosis lanjutan dari suatu bentuk masyarakat yang memerlukan instrumen undang-undang yang bersifat memaksa sehingga keinginan-keinginan tersebut tidak saling memukul antara satu sama lain. Dalam konsep Kontrak Sosial (Contract du Social ), penguasa "dikontrak" oleh rakyat untuk menjaga dan mengatur kepentingan-kepentingan mereka. Konsep Negara Islam
Page 4
Dalam kitab al-Fikr al-Islami, Dr. Muhammad Ismail mengajukan 3 (tiga) kriteria yang harus dipenuhi agar suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat yang utuh, iaitu adanya pemikiran yang sama (afkar ), perasaan yang sama (masya’ir ), dan undang-undang yang diterapkan di tengah masyarakat tersebut (nizham). Jika salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka masyarakat tersebut tidak layak disebut sebagai masyarakat walaupun jumlahnya ratusan ribu; seperti penonton bolasepak di stadium yang memiliki keinginan yang sama (ingin menonton bola) tetapi tidak diikat oleh peraturan yang sama sehingga masingmasing dapat berbuat sekehendak hatinya. Berikut ini adalah prinsip-prinsip Negara islam berdasarkan piagam madinah:
1. Prinsip umat Masyarakat Negara madinah yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW terdiri dari berbagai kelompok sosial yang berbeda agama, keyakinan, etnis, geografis, tingkat kehidupan ekonomi, pola berpikir, dan prinsip politik. Mereka bersatu dibawah kepemimpinan Nabi setelah beliau dan mereka sepakat membuat suatu perjanjian tertulis (piagam madinah) agar mereka dapat membentuk kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ketetapannya yang menjadi dasar kerjasama diantara kelompok-kelompok sosial tersebut adalah “prinsip umat”. Dalai kaitan ini teks Piagam Madinah (pasal 1) menyatakan bahwa orang-orang mukmin dan muslimin adalah umat yang satu, tidak termasuk golongan lain. Pada pasal 25 ditetapkan pula bahwa orang-orang yahudi dan sekutunya adalah satu umat bersama orang-orang mukmin. 2. Prinsip Keadilan Prinsip ini mendapat posisi dalam piagam madinahyang dinyatakan secara tegas sebagai perundang-undangan dalam kehidupan mayarakat Negara Madinah. Dalam pasal 2-10 dinyatakan bahwa orang-orang mukmin harus berlaku adil dalam membayar diat dan menebus tawanan. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Esensi ketetapan pasal-pasal tersebut agar permusuhanbdan
dendam
tidak
berkelanjutan
diantara
pihak-pihak
yang
bersengketa
sehinggahubungan sosial dan silaturahmi mereka tetap harmonis. 3. Prinsip Pelaksanaan Hukum Prinsip ini dalam ketetapan Piagam terfokus pada pemberian sanksi hukum kepada pelaku kejahatan dan kepada pihak yang secara politis memperlihatkan sikap permusuhan dan melakukan pengkhianatan. Pasal 21 menyatakan: bahwa siapa yang membunuh seorang mukmin Konsep Negara Islam
Page 5
dengan nyata (cukup bukti) maka sesungguhnya ia dihukum dengan sebab pebuatannya itu, kecuali apabila keluarga si terbunuh merelakan nya dengan diat, dan sesungguhnya orang-orang mukmin seluruhnya (berpihak) atas siterbunuh dan tidak boleh dilakukan bagi mereka (berdiam diri) kecuali melawannya (pelaku pembunuhan). 4. Prinsip Kepemimpinan Yang dimaksud dengan prinsip kepemimpinan dalam pembahasan ini adalah posisi dan kedudukan Nabi Muhammad SAW serta fungsinya dalam Konstistusi Madinah dan kepemimpinannya sebagai kepala pemerintahan Madinah. Berkenaan dengan hal pertama beberapa pasal Piagam menyataka: Sesungguhnya apabila kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu maka rujukan penyelesaiannya kepada Allah dan Muhammad SAW(pasal 23) Sesungguhnya tidak ada seorangpun dari mereka (penduduk Madinah) dibolehkan keluar kecuali seizing dari Muhammad SAW (pasal 36) 5. Prinsip Ketakwaan, Amar makruf, dan Nahi munkar Ketakwaan, amar makruf, dan nahi munkar yang ditetapkan dalam Piagam Madinah dipahami sebagai asas pemerintahan Negara Madinah, dan asas hubungan vertikal dan hubungan horizontal masyarakatnya. Prinsip ini dipahami dan dirumuskan dari ketetapan yang menyatakan: Dan sesungguhnya orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang yang melakukan kejahatan dari kalangan mereka ataua menuntut orang yang melakukan ketidak adilan, atau perbuatan dosa, atau permusuhan, atau kerusakan diantara orangorang mukmin. Mereka semua harus mnentangnya secara bersama walaupun terhadap anak salahseorang mereka (pasal13) Dan sesungguhnya orang-orang mukmin yang bertakwa harus berpegang kepada petunjuk yang terbaik dan paling lurus (pasal 20).
A. 4 Sistem Politik Islam
Keunggulan Sistem Politik Islam dibandingkan sistem politik yang lain adalah: Istiqamah
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng, kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus.Dalam sistem demokrasi, misalnya, sistem politik bergantung pada
Konsep Negara Islam
Page 6
kehendak manusia.Perubahan nilai dan inkonsistensi pun terjadi. Hal yang sama bisa berlaku untuk orang lain, tetapi tidak untuk negara tertentu. Berbeda dengan itu, sistem politik Islam berdiri tegar tak lekang ditelan zaman. Ini karena sistem politik Islam bukan lahir dari logika dan kepentingan sesaat manusia, namun jalan lurus yang berasal dari Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang istiqamah, yakni: a. Kedaulatan ada di tangan syariah; b. Kekuasaan ada di tangan rakyat; c. Wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia; dan d. Hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad. Jika terdapat perselisihan di antara negara dengan rakyat atau antar pelaku politik maka harus dikembalikan tolok ukurnya kepada Allah dan Rasul; kepada al-Quran dan as-Sunnah.Inilah tolok ukur sekaligus landasan yang tetap, tidak berubah.Ini pulalah yang menjamin keistiqamahan sistem politik Islam. Mewujudkan ketenteraman secara kontinu Di antara fungsi sistem politik adalah mewujudkan ketenteraman.Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.Islam sangat memperhatikan hal ini.Salah satu ajaran penting Islam adalah mewujudkan keamanan di tengah-tengah masyarakat.Sejarah menunjukkan bagaimana saat Islam diterapkan, warga negaranya, baik Muslim maupun non-Muslim, hidup dalam keamanan.Hal ini terwujud melalui pendekatan multidimensi.
Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan ideologis.Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat Islam.Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya.Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari Islam. Berdasarkan hubungan ideologis inilah penguasa akan melakukan pengurusan (ri’ayah) terhadap umatnya melalui: a.Penerapan sistem Islam secara baik; b.Selalu memperhatikan kemajuan masyarakat di segala bidang; dan c.Melindungi rakyat dari ancaman. Nabi saw. bersabda (yang artinya): Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada orang-orang Islam (HR al-Bukhari).
Konsep Negara Islam
Page 7
Pada sisi lain, rakyat tidaklah tinggal diam. Di pundak mereka terdapat kewajiban terhadap pemimpin dan negaranya sesuai dengan akad baiat. Karenanya, rakyat berperan untuk: • Melaksanakan kebijakan penguasa yang sesuai dengan syariat demi kepentingan rakyat; • Menjaga kelangsungan pemerintahan dan semua urusan secara syar’i; • Memberikan masukan kepada penguasa; mengontrol dan mengoreksi penguasa. Dengan adanya hak sekaligus kewajiban warga negara untuk memberikan nasihat, pelurusan (tashih), dan koreksi terhadap penguasa (muhasabah al-hukkam) akan terjamin penerapan sistem Islam secara baik di dalam negeri. Merujuk pada hal tersebut, hubungan rakyat dengan penguasa dalam sistem politik Islam adalah hubungan antara sesama hamba Allah Swt. yang sama-sama menerapkan kewajibannya dalam fungsi yang berbeda.Hubungan antara keduanya merupakan hubungan sinergis, fokus, dan saling mengokohkan untuk penerapan syariah demi kemaslahatan rakyat.Sungguh, pemandangan demikian amat sulit ditemukan dalam sistem politik selain selain Islam.
Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan kesejahteraan hidup
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan keniscayaan dalam Islam karena: a.Islam mendorong umat untuk terus berpikir, merenung untuk menguatkan iman dan menambah pengetahuan tentang makhluk. Ada 43 ayat al-Quran yang memerintahkan berpikir. b.Melebihkan ulama daripada orang jahil. c.Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya. Realitas ini mengharuskan umat untuk mengkaji alam itu. Artinya, realitas menuntut umat untuk mengembangkan sains dan teknologi. d.Islam mendorong inovasi dan penemuan. Dalam masalah jihad, misalnya, Rasulullah saw. mengembangkan persenjataan dabâbah saat itu. Kini, berarti umat harus mengungguli sains dan teknologi negara besar. Begitu juga ijtihad; harus terus dikembangkan. Betapa tidak, banyak sekali perkara baru bermunculan, padahal dulu belum dibahas oleh para ulama. Bukan hanya itu, kemajuan ekonomi pun akan tercapai karena: 1.Ada konsep kepemilikan dan pengelolaannya secara jelas; 2.Kewajiban ri’âyah mengharuskan adanya perhatian secara terus menerus atas urusan dan kemajuan; 3.Perlindungan terhadap milik pribadi dan pemanfaatannya dalam batas syariat; dan 4.Adanya pengumpulan harta untuk kaum miskin dan lemah. Konsekuensi dari hal ini bukanlah sebatas dana menetes ke bawah (tricle down effect ), melainkan menggelontor ke
Konsep Negara Islam
Page 8
segala penjuru. Hal ini berbeda dengan sistem kapitalisme yang membiarkan manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus). A. 5 Tujuan Negara Islam
Sementara itu tujuan Negara Islam meliputi pekerjaan-pekerjaan berikut: a.
Menyebarkan dan mendakwahkan Islam dengan pena, lidah dan pedang. Dakwah merupakan pekerjaan pertama yang dilakukan para nabi sebelum pekerjaan yang lain. Hal ini disebabkan dakwah mengambil sasaran perbaikan tashawwur (pemahaman) terhadap syariat Allah dari berbagai noda jahiliyah.Utamanya pemurnian tauhid dari buih syirik.Lalu memberi bimbingan bagi masyarakat dalam melaksanakan agamanya secara praktek (amal).Dengan demikian, dakwah mencakup perbaikan ilmu dan amal. Allah berfirman:
Artinya: Dan hendaklah ada satu golongan dari kamu yang melakukan dakwah kepada kebaikan (kebenaran), memerintahkan kepada yang makruf dan melarang dari yang munkar. Dan mereka itulah orang yang beruntung. (QS. 3/Ali Imran: 104) Selain dakwah dengan lisan dan pena, ada aktifitas lain yang bertujuan menyebarkan Islam yaitu dakwah dengan pedang. Kata pedang biasa digunakan untuk kiasan makna kekuatan fisik dan senjata. Kedengarannya aneh, tapi Islam tidak tabu disebarkan dengan pedang, hanya ungkapan kalimatnya yang harus akurat yaitu Islam disebarkan dengan pedang setelah diawali dengan pendekatan lisan atau pena. Ketika penjelasan secara lisan tentang Islam tidak membuahkan hasil, maka seorang muslim tidak menjadi bebas dari tugas menyebarkan Islam, apalagi ia seorang amirul mukminin. Tapi ia harus beralih menggunakan alat dakwah lain yaitu pedang. Gambarannya sama dengan seorang montir. Jika ia tidak berhasil melepas baut dengan hentakan tangan, ia menggunakan palu untuk memaksanya berputar. Jika tak mempan juga, maka digunakan gergaji atau las untuk mencopotnya secara paksa. b. Membasmi syubhat (pemikiran rusak), bid’ah dan segala bentuk k ebatilan Negara Islam harus mengambil fungsi membasmi syubuhat pemikiran, bid’ah dan segala wacana dan praktek kebatilan lain. Sebab seorang amirul mukminin memiliki kewenangan luas untuk melakukan nahi munkar di tengah masyarakat. Amirul mukminin paling bertanggung jawab terhadap masalah ini karena ia didukung setidaknya oleh dua barisan; ulama dan prajurit. Tidak ada orang lain yang memiliki kekuatan sebesar itu. c.
Menjaga keutuhan umat dan mengawal perbatasan dari serangan musuh. Kepala negara (Islam) bertanggung jawab mewujudkan rasa aman bagi masyarakat agar bisa bebas melaksanakan semua aktifitas ibadah dan memakmurkan dunia.Rasa aman bisa diraih jika gangguan internal dan eksternal negara bisa diatasi.Oleh sebab itu, negara harus memiliki kekuatan yang tangguh. Dan merupakan pengaturan Ilahi yang Maha Sempurna, Islam memberi Konsep Negara Islam
Page 9
solusi terhadap kebutuhan ini dengan syari’at yang bernama ribath dan jihad fi sabilillah. Suatu kombinasi sempurna; mendapatkan imbalan secara akhirat berupa syurga, sekaligus menjadi alat yang logis untuk menjaga negara Islam dari rongrongan musuh. Ribath bersifat pasif, seperti pekerjaan satpam yang hanya menjaga. Meski demikian, Rasulullah saw memberi motivasi dan penghargaan yang tinggi terhadap aktifitas ini, dalam sabdanya: Ribath fi sabilillah satu hari adalah lebih baik dari dunia seisinya. Jihad fi sabilillah artinya berperang melawan musuh Allah dan musuh umat Islam.Jihad bisa bermakna ofensif bisa pula defensif, tergantung kebutuhan. Rasulullah saw pernah melakukannya, baik bermakna defensif maupun ofensif. Jika kepala negara (Islam) dengan kekuasaan di tangannya tidak melaksanakan ribath dan jihad, ia gagal menjalankan fungsinya. Dalam waktu yang tidak lama musuh-musuh Islam akan berebut “menyantap hidangan” umat Islam karena tidak ada penjaganya, seperti yang kita alami saat ini. Tapi karena kita tidak memiliki kepala negara (Islam) yang syar’i yang berfungsi melaksanakan peran ini, maka beban kesalahan ditanggung oleh semua umat Islam.
Konsep Negara Islam
Page 10
B. Pembahasan
Berdirinya Negara yang berlandaskan syariat Islam adalah wajib terkandung dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 48. Kewajibannya pun telah disepakati oleh para ulama, baik Ahlussunnah, Syi'ah, Khawarij maupun Muktazilah. Raudhatu at-Thalibin wa 'Umdatu al-Muftin menyatakan, bahwa mendirikan imamah hukumnya fardhu kifayah. Jika kita melihat Islam dari sejarah pemerintahannnya di masa lampau, terdapat dua hal yang menjadi perhatian khusus. Pertama, bahwa dalam Islam tidak mengenal secara baku tentang konsep pergantian pemimpin. Kedua, ternyata belum ada kejelasan pula apakah sebuah negara Islam berukuran mendunia atau sebuah bangsa saja (nation-state), ataukah negara – kota (city state) yang menjadi bentuk konseptualnya. dalam sistem pemerintahan pun tidak pernah mengharuskan sistem yang baku. Bisa jadi memakai konsep pemilihan oleh tim ahli, penunjukkan langsung, atau demokrasi ala pemilihan Sayyidina Ali Kwh. Prinsip-prinsip Negara islam berdasarkan piagam madinah: Prinsip umat, Prinsip Keadilan, Prinsip Pelaksanaan Hukum, Prinsip Kepemimpinan , dan Prinsip Ketakwaan, Amar makruf, dan Nahi munkar.
Selain itu Negara islam terbentuk karena tujuan untuk Menyebarkan dan mendakwahkan Islam dengan pena, lidah dan pedang, Membasmi syubhat (pemikiran rusak), bid’ah dan segala bentuk kebatilan, dan Menjaga keutuhan umat dan mengawal perbatasan da ri serangan musuh.
Konsep Negara Islam
Page 11
III. Kesimpulan Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang berbeda dengan sistem-sistem yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, pemahaman, standar serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari aspek undang-undang dasar serta undang-undang yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk yang menggambarkan wujud Negara tadi, maupun hal-hal yang menjadikannya beda sama sekali dari seluruh bentuk pemerintahan yang ada di dunia. Dalam Negara Islam, nilai-nilai keadilan, keterbukaan, dan lain-lain, akan tumbuh di atas landasan undang-undang Sistem pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah : Khilafah secara syar’i
adalah kepemimpiman umum bagi kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’ islami dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dan menurut saya teori yang secara harfiah menjadi landasan terbentuknya Negara Islam adalah perpaduan antara Teori ketuhanan dan teori Perjanjian masyarakat hal ini dapat dibuktikan dengan ajaran Islam yang mengatakan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan tuhan dan adanya Piagam madinah yang merupakan perjanjian antara nabi Muhammad SAW dan masyarakat madinah pada zaman itu.
Konsep Negara Islam
Page 12
Daftar Pustaka An-naim, Abdullahi ahmed. (2007). Islam dan Negara Sekular . Bandung: mizam media utama An-nabhani, taqiyuddin. (1997). Sistem pemerintahan Islam. Bagil Jawa Timur: Al-zzah Musa, M. Yusuf. (1990). Politik dan Negara dalam Islam.Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas Pahulungan, J Suyuthi. (1996). Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Tahlieq, Nanang. (2004). Politik Islam. Jakarta: Penerbit PRENADA MEDIA http://aligenoberutu.blogspot.com/2012/04/bentuk-negara-dan-sistem-pemerintahan.html Fransisco, Andika. (2013). Sistem Pemerintahan Islam-Pandangan Islam.http://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/08/sistem-pemerintahan-dalam pandangan-islam/ http://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/27/sistem-pemerintahan-islam-adalah-sistem-khilafah-bukansistem-lainnya/
Konsep Negara Islam
Page 13