KONSEP – KONSEP MOTIVASI
Tugas Mata Kuliah
PERILAKU ORGANISASIONAL
Disusun Oleh :
Rahmadianty
(2114567399)
Program Studi Manajemen
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
"Bekasi"
2015
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku
Organisasional yang berjudul "Konsep Motivasi". Makalah dibuat agar penulis
dan pembaca dapat meningkatkan informasi, pengetahuan dan pemahaman tentang
konsep-konsep motivasi dalam diri masing-masing individu.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
Saya mengharapkan adanya saran dari dosen Dr. (Cand). Safuan. S.T., M.T.,
M.M. maupun teman-teman yang membaca makalah ini, agar menjadi lebih
bermanfaat.
Bekasi, 30 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Pembahasan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Pengertian Motivasi 2
2.2 Konsep Motivasi 3
2.3 Pendekatan - Pendekatan Motivasi 3
2.4 Teori - Teori Motivasi 5
2.5 Analisis Masalah Motivasi 17
2.6 Prinsip Motivasi 18
BAB III PENUTUP 20
Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Memotivasi para pekerja merupakan salah satu aspek terpenting dan
yang paling menantang dari aspek manajemen.
Motivasi bukan hanya mengenai bekerja keras – motivasi juga
mencerminkan sudut pandang Anda mengenai kemampuan diri Anda sendiri.
Dalam organisasi keberhasilan pengelolaan organisasi sangat
ditentukan oleh pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Dari sini kita
sadari, perlu adanya teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi
sumber daya manusia. Salah satunya dengan "memberikan dorongan
(motivasi)", agar mereka dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
uraian dan pengarahan.
Jadi sedikit uraian tentang motivasi adalah kekuatan yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya
secara internal dan eksternal yang dapat positif atau negatif untuk
mengarahkannya sangat bergantung kepada motivator.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Motivasi
2. Konsep Motivasi
3. Pendekatan – Pendekatan Motivasi
4. Teori - Teori Motivasi
5. Analisis Masalah Motivasi
6. Prinsip Motivasi
3. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui arti dari motivasi
2. Untuk mengetahui konsep motivasi
3. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan motivasi
4. Untuk mengetahui teori – teori motivasi
5. Untuk mengetahui prinsip motivasi
6. Untuk mengetahui langkah untuk memotivasi
BAB II
PEMBAHASAN
1.
1. PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi, berasal dari kata motif (motive), yang berarti dorongan,
daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk
bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia bertindak.
Motivasi juga berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi
sebab seseorang melakukan suatu perbuatan / kegiatan, yang berlangsung
secara sadar.
Beberapa Pengertian dari Motivasi menurut para ahli :
a. Mathis & Jackson (2006)
Motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang menyebabkan orang
tersebut melakukan suatu tindakan. Seseorang melakukan tindakan untuk
sesuatu hal dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu, motivasi merupakan
penggerak yang mengarahkan pada tujuan dan itu jarang muncul dengan sia-
sia.
b. Robbins (2003)
Motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas individu,
arah, dan ketekunan dalam upaya untuk mencapai tujuan. (Motivation as
the processes that account for an individual's intensity, direction,
and persistence of effort toward attaining a goal).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, motivasi dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan semangat,
keuatan, arahan kepada seseorang dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Dari batasan pengertian motivasi di atas terlihat bahwa ada tiga hal
yang termasuk di dalamnya antara lain upaya, tujuan, dan kebutuhan.
Unsur upaya merupakan ukuran intensitas, bila seseorang termotivasi, ia
akan mencoba mengulangi perbuatan sebelumnya. Akan tetapi kemungkinan
kecil tingkat upaya yang tinggi akan mengantarkan pada kinerja dan
memberikan keuntungan. Bila upaya itu disalurkan dalam suatu arah yang
bermanfaat bagi organisasi akan dapat mencapai tujuan organisasi
tersebut. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas dari
upaya itu maupun intensitasnya.
Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang (pekerja) yang
berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang
dilaksanakannya. Motivasi seperti ini disebut sebagai motivasi
intrinsik (intrinsic motivation). Mereka merasa bertanggungjawab atas
suatu pekerjaan, jadi tanpa ada faktor luar yang memengaruhi mereka
terdorong untuk melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi ada juga
motivasi yang bersumber dari luar diri orang bersangkutan yang disebut
sebagai motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation). Motivasi ekstrinsik
adalah dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang
berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan
secara maksimal.
2. KONSEP MOTIVASI
Perkara yang menggerakan dan menentukan tingkah laku seseorang
selalu dikaitkan dengan konsep motivasi yaitu keinginan (drives),
keperluan (needs), rasa takut (fears), tujuan (goals), tekanan sosial
(social pressure), kepercayan diri (self-confidence), minat
(interests), rasa ingin tahu (curiousity), kepercayaan (beliefs), nilai
(values), dan pengharapan (expectations).
Motivasi juga dirangsang oleh dua aspek yaitu motif dan insentif.
Insentif ialah galakan yang mendesak seorang individu supaya bertindak
untuk mendapat hasil / imbalan. Sedangkan motif ialah unsur yang lebih
penting daripada insentif untuk merangsang seseorang dalam
pembelajaran.
Konsep motivasi juga dapat dijelaskan berdasarkan ciri-ciri
individu. Sebagai contoh, ada pekerja yang melakukan suatu karena
keinginan yang tinggi untuk sukses, tetapi ada juga yang melakukan
tindakan karena rasa takut gagal, mungkin juga mereka bertindak kerana
minat yang sangat mendalam, dan mungkin juga disebabkan oleh rasa
bertanggung jawab kepada orang lain yang menaruh harapan tinggi
terhadap mereka.
3. PENDEKATAN – PENDEKATAN MOTIVASI
Dalam perkembangannya, motivasi dapat dipandang menjadi 4
pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan Tradisional (traditional approach)
Pendekatan tradisional pertama sekali dikemukakan oleh Frederick W.
Taylor dari manajemen ilmiah (scientific management school). Dalam
model ini yang menjadi titik beratnya adalah pengawasan (controlling)
dan pengarahan (directing). Pada pendekatan ini, manajer menentukan
cara yang paling efisien untuk pekerjaan berulang dan memotivasi
karyawan dengan sistem insentif upah, semakin banyak yang dihasilkan
maka semakin besar upah yang diterima. Dengan menggunakan insentif,
manajer dapat memotivasi bawahannya. Makin banyak yang diproduksi, maka
makin besar pula penghasilan yang mereka peroleh. Dalam banyak situasi
pendekatan ini sangat efektif.
Berdasarkan pandangan ini, umumnya pekerja dianggap malas bekerja,
dan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan yang berwujud
uang. Pada umumnya para pekerja kurang bertanggungjawab atas
pekerjaannya, sehingga untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka
harus dimotivasi dengan penghargaan dalam bentuk uang. Sejalan dengan
meningkatnya efisiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu
akan dapat dikurangi.
2. Pendekatan Hubungan Manusia (human relation model)
Pendekatan hubungan manusia selalu dikaitkan dengan pendapat Elton
Mayo. Mayo menemukan bahwa kebosanan dan pengulangan berbagai tugas
merupakan faktor yang dapat menurunkan motivasi, sedangkan kontrak
sosial membantu dalam menciptakan dan mempertahankan motivasi. Sebagai
kesimpulan dari pendekatan ini, manajer dapat memotivasi karyawan
dengan memberikan kebutuhan sosial serta dengan membuat mereka merasa
berguna dan lebih penting.
3. Pendekatan Sumber Daya Manusia
Para pencetus teori lainnya seperti McGregor dan ahli-ahli lain,
melontarkan kritik kepada model hubungan manusia dengan mengatakan
konsep tersebut hanya merupakan pendekatan yang lebih canggih untuk
memanipulasi karyawan. Kelompok mereka juga mengatakan bahwa,
pendekatan tradisional dan hubungan manusia terlalu menyederhanakan
motivasi hanya dengan memusatkan pada satu faktor saja seperti uang dan
hubungan sosial. Berbeda dengan pendekatan sumber daya manusia yang
menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak
hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga
kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti.
Sebagai contoh, pada teori X dan Y mengasumsikan terdapat dua sifat
manusia dalam menghadapi pekerjaan, satu sisi melaksanakannya secara
aktif, sedangkan pandangan lain menanggapinya secara pasif.
4. Pendekatan Kontemporer (contemporary approach)
Pendekatan kontemporer didominasi oleh tiga tipe motivasi : teori
isi, teori proses, dan teori penguatan. Teori isi (content theory)
menekankan pada teori kebutuhan-kebutuhan manusia, menjelaskan berbagai
kebutuhan manusia memengaruhi kegiatannya dalam organisasi. Manajer
harus dapat memahami kebutuhan para anggotanya untuk meningkatkan
tanggung jawab dan kesetiaannya atas pekerjaan dan organisasi. Dalam
teori isi terdapat tiga teori motivasi yang menekankan pada analisa
yang mendasari kebutuhan-kebutuhan manusia, antara lain : Teori Hirarki
Kebutuhan, Teori ERG, dan Teori Dua Faktor. Pada Teori proses, terdapat
dua teori motivasi yang terpusat pada bagaimana para anggota organisasi
mencari penghargaan dalam keadaan bekerja, termasuk dalam kelompok ini
: Teori Keadilan dan Teori Harapan. Satu teori lagi, berpusat pada
bagaimana karyawan mempelajari perilaku kerja yang diinginkan, terdapat
pada Teori Penguatan.
Tabel Pembagian Pendekatan Kontemporer dalam Teori-teori Motivasi
"No. "Teori Isi "Teori Proses "Teori Penguatan "
" " " " "
"1 "Teori Hierarki "Teori Keadilan "Alat – alat "
"2 "Kebutuhan "Teori Harapan "Penguatan "
"3 "Teori ERG " " "
" "Teori Dua Faktor " " "
4. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi mulai dikenal pada tahun 1950-an. Secara khusus,
pada awalnya ada tiga teori motivasi antara lain, teori hierarki
kebutuhan (the hierarchy of needs theory), teori dua faktor (two factor
theory), dan teori X dan Y (theories X and Y).
1. Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi terbaik yang diketahui adalah teori hierarki
kebutuhan dari Abraham Maslow. Maslow membuat hipotesis bahwa di
dalam setiap manusia terdapat hierarki lima kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological need)
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan paling dasar dalam
kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya lebih mengutamakan
kebutuhan fisiologis, karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang paling mendasar bagi hidup manusia. Setelah kebutuhan ini
terpenuhi, manusia baru dapat memikirkan kebutuhan yang lebih
tinggi. Kebutuhan fisiologis ini sering juga disebut sebagai
kebutuhan tingkat pertama (the first need), antara lain
kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan istirahat.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Setelah kebutuhan tingkat pertama terpenuhi maka muncul
kebutuhan tingkat kedua sebagai penggantinya, yaitu kebutuhan
rasa aman. Ini merupakan kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan atas kerugian fisik. Manusia mendirikan rumah yang
bebas dari bahaya, bukan di tepi pantai atau bebas dari ancaman
binatang buas, dan bebas dari banjir. Dalam sebuah perusahaan,
dimisalkan adanya rasa aman tenaga kerja untuk mengerjakan
pekerjaannya, misalnya adanya asuransi, tunjangan kesehatan, dan
tunjangan pensiun.
3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan sosial, setiap manusia
ingin hidup untuk berkelompok. Kebutuhan sosial mencakup kasih
sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik dalam kelompok
tertentu, dan persahabatan. Umumnya manusia setelah dapat
memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman ingin untuk memenuhi
kebutuhan sosial. Pada tingkat ini manusia sudah ingin bergabung
dengan kelompok-kelompok lain di tengah-tengah masyarakat.
4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Penghargaan menyangkut faktor penghormatan diri
seperti, harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor
penghormatan dari luar misalnya, status, pengakuan, dan
perhatian. Pada tingkat ini, manusia sudah menjaga image, karena
merasa harga dirinya sudah meningkat dari sebelumnya.
Perilakunya sudah berbeda dari sebelumnya baik cara bicara,
tidak sembarang tempat untuk berbelanja, dan lain sebagainya.
5. Kebutuhan Aktualisasi diri
Kebutuhan yang tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan ini muncul setelah keempat kebutuhan sebelumnya
terpenuhi. Kebutuhan ini merupakan dorongan agar menjadi
seseorang yang sesuai dengan ambisinya yang mencakup
pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.
Demikian bahwa setiap kebutuhan yang telah dapat memberikan
kepuasan, maka kebutuhan yang berikutnya menjadi dominan. Dari
titik pandang motivasi, teori ini mengatakan bahwa meskipun
tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu
kebutuhan yang dapat memberikan kepuasan yang cukup banyak tidak
akan termotivasi lagi.
Moslow membagi kelima kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan
order tinggi (high order need) dan order rendah (low order need).
Kebutuhan order rendah termasuk, kebutuhan fisiologis dan kebutuhan
rasa aman, sedangkan kebutuhan order tinggi termasuk, kebutuhan
sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Perbedaan antar kedua
order itu adalah, pada kebutuhan order tinggi dipenuhi secara
internal yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut, sedangkan
kebutuhan order rendah dipenuhi secara eksternal atau berasal dari
luar diri orang tersebut seperti upah, kontrak serikat buruh, dan
masa kerja.
2. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor pertama sekali dikemukakan oleh Frederick
Herzberg. Dalam teori ini dikemukakan bahwa, pada umumnya para
karyawan baru cenderung untuk memusatkan perhatiannya pada
pemuasan kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka,
terutama keamanan. Kemudian setelah hal itu dapat terpuaskan,
mereka akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan yang
lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas, dan
tanggung jawab. Berdasarkan hasil penelitiannya, Herzberg membagi
dua faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi,
antara lain faktor kepuasan dan ketidakpuasan.
Faktor kepuasan (satisfaction), biasa juga disebut sebagai
motivator factor atau pemuas (satisfiers). Termasuk pada faktor
ini ialah faktor-faktor pendorong bagi prestasi dan semangat
kerja, antara lain, prestasi (achievement), pengakuan
(recognition), pekerjaan itu sendiri (work it self), tanggung
jawab (responsibility), dan kemajuan (advancement).
Faktor kepuasan atau motivator factor dikatakan sebagai faktor
pemuas karena dapat memeberikan kepuasan kerja seseorang dan juga
dapat meningkatkan prestasi para pekerja, tetapi faktor ini tidak
dapat menimbulkan ketidakpuasan bila hal itu tidak terpenuhi. Jadi
faktor kepuasan bukanlah merupakan lawan dari faktor
ketidakpuasan. Faktor kepuasan disebut juga sebagai motivasi
intrinsik (intrinsic motivation).
Faktor ketidakpuasan (dissatisfaction), biasa juga disebut
sebagai hygience factor atau faktor pemeliharaan merupakan faktor
yang bersumber dari ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut,
antara lain, kebijakan dan administrasi perusahaan (company policy
and administration), pengawasan (supervision), penggajian
(salary), hubungan kerja (interpersonal relation), kondisi kerja
(working condition), keamanan kerja (job security), dan status
pekerjaan (job status). Faktor ketidakpuasan bukanlah merupakan
kebalikan dari faktor kepuasan. Hal ini berarti bahwa dengan tidak
terpenuhinya faktor-faktor ketidakpuasan bukanlah penyebab
kepuasan kerja melainkan hanya mengurangi ketidakpuasan kerja
saja. Faktor ketidakpuasan ini biasa juga disebut sebagai motivasi
ekstrinsik (extrinsic motivation), karena faktor-faktor yang
menimbulkannya bukan dari diri seseorang melainkan dari luar
dirinya.
Tabel Perbandingan antara Hierarchy Need Theory dengan Two Factor
Theory
" "Hierarchy Need Theory"Two Factor Theory "
"Motivational "Self for "Work itself "
"Factor "Actualization Need "Achievement "
" " "Recognition "
" " "Responsibility "
" " "Advancement "
"Hygiene Factor "Esteem Need "Job status "
" "Social Need "Interpersonal relation "
" "Safety Need "Company policy "
" "Physiological Need "administration "
" " "Supervisor "
" " "Job security "
" " "Working condition "
" " "Salary "
3. Teori X dan Y
Teori X dan Y pertama sekali dikemukakan oleh Douglas McGregor.
Dalam teori ini akan dikemukakan dua pandangan berbeda mengenai
manusia, pada dasarnya yang satu adalah negatif yang ditandai
dengan teori X, dan yang lainnya adalah bersifat positif yang
ditandai dengan teori Y. McGregor menyimpulkan bahwa pandangan
seorang manajer mengenai sifat manusia didasarkan pada suatu
pengelompokan dengan asumsi-asumsi tertentu. Berdasarkan asumsi-
asumsi tersebut, manajer menetapkan perilakunya terhadap
bawahannya.
Menurut teori X, ada empat asumsi yang dipegang manajer adalah
sebagai berikut :
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bilamana
dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa,
diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan
formal bilamana dimungkinkan.
4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain
yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja
ambisi.
Empat pandangan positif yang disebut Teori Y :
1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan
istirahat atau bermain.
2. Orang-orang akan melakukan pengarahan dn pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
3. Kebanyakan orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan
tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua
orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa, Teori X mengasumsikan
bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu. Teori Y
mengandaikan bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa pengasumsian teori Y
lenih sahih daripada teori X. Oleh karena itu ia mengusulkan ide-
ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang
bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik
sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi
pekerjaan seorang karyawan. Dihubungkan dengan teori dua faktor
merupakan kelompok yang dapat memuaskan seseorang dalam bekerja di
suatu organisasi, atau tergolong pada kelompok satisfaction.
Implikasi manajerial dari teori X dan Y dapat diuraikan secara
sederhana dalam proses manajemen adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan tujuan dan susun rencana untuk mencapainya
2. Laksanakan rencana melalui kepemimpinan
3. Kendalikan dan buatlah penilaian atas hasil yang dicapai dengan
membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Teori ERG
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang
melanjutkan teori hierarki kebutuhan yang dihubungkan secara lebih
dekat dengan hasil penelitian empiris, sehingga hasilnya mendekati
pada kenyataan (real condition). Alderfer membagi 3 kelompok
kebutuhan manusia antara lain :
1. Eksistensi (existence/E)
2. Hubungan (relatedness/R)
3. Pertumbuhan (growth/G)
Dari singkatan ketiga jenis kebutuhan tersebut maka teori ini
disebut sebagai teori ERG.
Kelompok eksistensi memerhatikan pada pemberian persyaratan
keberadaan material dasar individu, komponen ini bila dihubungkan
dengan teori hierarki kebutuhan sama dengan kebutuhan fisiologis
dan rasa aman.
Kelompok hubungan yaitu hasrat yang dimiliki untuk memelihara
hubungan antar individu yang penting. Hasrat social dan status
menuntut interaksi dengan individu lain yang dipuaskan, dan hasrat
ini bila dihubungkan dengan teori hierarki kebutuhan adalah
kebutuhan sosial dan harga diri.
Kebutuhan pertumbuhan adalah suatu hasrat intrinsik untuk
perkembangan individu, ini mencakup pada komponen intrinsik dari
teori hierarki kebutuhan adalah sama dengan aktualisasi diri.
Gambar Hubungan antara Teori ERG, Hirarki Kebutuhan dan Teori Dua
Faktor
Disamping mempunyai kesamaan, teori ERG mempunyai beberapa
perbedaan dengan teori hierarki kebutuhan, antara lain :Dapat
terjadi sekaligus lebih dari satu kebutuhan secara simultan, Jika
kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan,
hasrat untuk memenuhi kebutuhan dapat diperoleh sekaligus.Dapat
dijelaskan bahwa teori hierarki kebutuhan adalah bertingkat-
tingkat, kebutuhan tingkat pertama terpenuhi maka muncul kebutuhan
tingkat kedua dan seterusnya.Teori ERG tidak demikian bahwa
kebutuhan itu tidak bertingkat-tingkat malah dapat sekaligus
diperoleh secara bersama-sama.Teori ERG lebih sesuai dengan
pengetahuan yang kita rasakan mengenai perbedaan individual
diantara orang-orang, seperti pendidikan, latar belakang keluarga,
dan lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan
dorongan yang dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu
tertentu.
5. Teori Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang selalu membandingkan antara
masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dengan hasil
yang diperoleh dari pekerjaannya tersebut. Masukan-masukan atau
sumbangan tersebut baik dalam bentuk pendidikan, pengalaman,
latihan dan usaha, sedangkan hasil-hasil yang diterima dalam
bentuk penghargaan. Perbandingan dapat dilakukan dengan orang yang
setingkat pada pekerjaan yang sama dalam suatu organisasi.
Berdasar pada perbandingan tersebut, sebagai konsekuensinya akan
diperoleh dua kemungkinan antara lain keadilan (equity) dan
ketidakadilan (inequity). Sesuatu yang dikatakan adil apabila
masukan-masukan sebagai sumbangan mereka kepada perusahaan sama
dengan apa yang dirasakan mereka terima dari perusahaan.
Sebaliknya, ketidakadilan terjadi bila masukan-masukan tidak sama
dengan apa yang mereka terima dari perusahaan.
Pernyataan tersebut dapat ditulis dalam bentuk berikut :
Keadilan tercapai apabila :
Hasil Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- = ----------------------------
Keluaran Seseorang Keluaran Orang Lain
Tidak adil apabila :
Hasil Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- > ----------------------------
Keluaran Seseorang Keluaran Orang Lain
Atau,
Hasil Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- < ----------------------------
Keluaran Seseorang Keluaran Orang Lain
6. Teori Pengharapan
Teori pengharapan (expectancy theory) pertama sekali dikemukakan
oleh Victor Vroom yang mengatakan bahwa motivasi seseorang
mengarah pada suatu tindakan yang bergantung pada kekuatan
pengharapan. Tindakan tersebut akan diikuti oleh hasil tertentu
dan bergantung pada hasil bagi seseorang tersebut. Teori
Pengharapan berargumen bahwa para karyawan menentukan terlebih
dahulu tingkah laku apa yang dilaksanakan dan nilai yang diperoleh
atas perilaku tersebut. Teori ini berpendapat bahwa seseorang akan
termotivasi untuk melakukan sesuatu hal dalam mencapai tujuan
apabila mereka yakin bahwa tingkah laku mereka mengarah pada
pencapaian tujuan tersebut.
Nadler dan Lawler menguraikan empat macam asumsi mengenai
tingkah laku dalam organisasi yang menjadi dasar pendekatan
harapan sebagi berikut :
a. Tingkah laku ditentukan oleh kombinasi dari faktor-faktor
individu dan lingkungan
b. Individu secara sadar dalam membuat keputusan mengenai tingkah
laku mereka dalam suatu organisasi.
c. Individu mempunyai perbedaan dalam kebutuhan, keinginan, dan
sasaran yang ingin dicapai.
d. Individu memilih berbagai alternatif dari tingkah laku mereka
atas dasar harapan bahwa suatu tingkah laku akan dapat membawa
hasil yang diinginkan.
Berbagai asumsi tersebut akan menjadi dasar dalam teori
pengharapan yang mempunyai tiga komponen utama antara lain :
1. Harapan hasil prestasi, yaitu suatu kesempatan yang
diperkirakan terjadi atas perilaku. Harapan ini akan
berpengaruh pada keputusan mereka tentang cara bertingkah laku.
2. Valensi, merupakan nilai positif atau negative dari hasil
perilaku tertentu, valensi merupakan preferensi pribadi
individu.
3. Harapan prestasi usaha, yaitu harapan seseorang mengenai
seberapa sulit melaksanakan tugas dan berhasil dalam
memengaruhi keputusan tentang tingkah laku.
Berdasarkan pengertian diatas, maka teori Vroom dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Kekuatan Motivasi = Valensi x Ekspektansi
Demikian, kekuatan motivasi ditentukan oleh valensi dan
pengharapan. Menurut teori pengharapan, individu akan termotivasi
jika mereka melihat adanya kombinasi yang menguntungkan tentang
apa yang penting bagi mereka dan diharapkan sebagai suatu imbalan
atas pengorbanan mereka, dan mereka mengambil tingkah laku yang
sesuai.
7. Teori Penguatan
Teori penguatan (reinforcement theory) pertama sekali
dikemukakan oleh seorang ahli psikolog B.F. Skinner, yang
mengatakan bahwa bagaimana tingkah laku di masa lampau memengaruhi
tindakan di masa yang akan dating dalam proses belajar siklis.
Teori penguatan berargumen pada tingkah laku individu (respon)
terhadap situasi tertentu (rangsangan) merupakan penyebab dari
konsekuensi tertentu. Jika konsekuensi tersebut positif maka pada
masa depan akan terjadi pengulangan yang serupa dalam situasi yang
serupa pula. Tetapi bila konsekuensi tersebut tidak menyenangkan,
maka orang akan mengubah tingkah lakunya dalam menghindar dari
konsekuensi tadi. Teori penguatan ini berkaitan dengan pemberian
hadiah (reward).Berarti bahwa penguatan (reinforcement) adalah
pengulangan kegiatan karena mendapat hadiah.Hadiah bisa dalam
bentuk material dan juga dalam bentuk non material. Sebagai
contoh, orang akan mematuhi peraturan, karena kalau taat pada
peraturan makin meningkatkan prestasi kerjanya karena tindakan
atas itu adalah pemberian hadiah.
Gambar Proses Penguatan
8. Teori Motivasi McClelland
Davis McClelland telah memberikan kontribusi bagi pemahaman
motivasi dengan mengidentifikasi tiga macam kebutuhan. Menurut
McClelland mengklasifikasi kebutuhan akan prestasi, berkuasa dan
berafiliasi. Oleh sebab itu motivasi juga dibagi menjadi tiga,
yaitu motivasi berprestasi, motivasi berkuasa, dan motivasi
afiliasi.
a. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi tercermin pada orientasinya dalam mencapai
tujuan organisasi. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi,
akan menyukaipekerjaan yang menantang. Mereka tidak percaya kepada
nasib baik dalam mencapai sesuatu, karena segala sesuatu dapat
dicapai melalui kerja keras.Mereka menyukai pekerjaan yang cukup
sulit, menantang dan realistis.Mereka percaya kepada kemampuannya
sendiri dalam mengerjakan pekerjaannya untuk mencapai sesuatu yang
diharapkan. Mereka tidak terlalu mengharapkan bantuan orang lain
dalam mengerjakan pekerjaannya.
b. Motivasi Berkuasa
Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berkuasa
akan menaruh perhatian besar untuk dapat memengaruhi dan
mengendalikan orang lain dalam organisasi. Orang-orang seperti ini
mempunyai hasrat untuk memengaruhi dan mengendalikan orang lain
dalam organisasi dalam mencapai tujuannya. Pada umumnya, orang-
orang yang memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi terhadap
kekuasaan lebih menyukai situasi dimana mereka dapat memperoleh
dan mempertahankan pengendalian sarana untuk memengaruhi orang
lain dalam organisasi. Mereka suka berada dalam posisi ke dalam
memberikan saran dan pendapat, serta menjadikan orang lain sebagai
alat dalam mencapai tujuan organisasi.
c. Motivasi Berafiliasi
Motivasi berafiliasi tercermin pada keinginan seseorang untuk
menciptakan, memelihara, dan menghubungkan suasana kebatinan dan
perasaan yang saling menyenangkan antar sesame manusia dalam
organisasi.Orang yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berafiliasi
biasanya senang kasih saying dan cenderung menghindari kekecewaan
karena ditolak oleh suatu kelompok social.Tujuan utama dari orang
dengan motivasi berafiliasi adalah memperoleh persahabatan dengan
rekannya dalam organisasi, lebih menyukai situasi kooperatif
daripada persaingan, dan sangat menyukai hubungan yang melibatkan
derajat pemahaman timbal balik yang tinggi.Bagi orang yang
didominasi oleh motif ini disenangi oleh pimpinan dan rekan
sekerja, dan umumnya orang yang demikian tidak terlalu
mementingkan prestasi dalam organisasi melainkan lebih
mementingkan persahabatan.
9. Teori Porter-Lawler
Porter-Lawler melengkapi teori pengharapan yang ditujukan pada
para manajer.Teori ini memperlihatkan bahwa upaya (effort)
bergantung pada nilai penghargaan yang diperoleh ditambah dengan
penghargaan yang mereka rasakan.Prestasi yang dicapai ditentukan
oleh upaya yang mereka lakukan, tetapi hal itu sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan karakter individu tentang pekerjaan yang mereka
lakukan. Prestasi kerja akan memengaruhi penghargaan yang layak
mereka terima.
10. Teori Evaluasi Kognitif
Dalam akhir dasawarsa 1960-an seorang peneliti mengemukakan
bahwa diperkenalkannya penghargaan-penghargaan ekstrinsik, seperti
upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah
memberi penghargaan karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan
isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi
keseluruhan. Pendapat ini disebut teori evaluasi kognitif, yang
telah diteliti secara ekstensif.
Banyak para ahli teori motivasi yang umumnya mengasumsikan bahwa
motivasi intrinsik seperti prestasi, tanggung jawab dan kompetensi
tidak bergantung pada motivasi ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi,
hubungn kerja dan kondisi kerja yang baik. Hal ini berarti rangsangan
satu tidak memengaruhi yang lain. Tetapi teori evaluasi kognitif
menyarankan sebaliknya. Teori ini berargumen bahwa bila penghargaan-
penghargaan ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk
kinerja yang unggul, penghargaan intrinsik, yang diturunkan dari
individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai akan dikurangi.
Dengan kata lain bila penghargaan intrinsik diberikan kepada seseorang
untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, penghargaan itu menyebabkan
minat intrinsik terhadap tugas sendiri merosot.
Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer
Dimulai dengan peluang, yang bisa membantu atau menghalangi usaha-
usaha individual. Peluang berhubungan dengan tujuan seorang individu,
yang mengarahkan pada suatu perilaku. Teori harapan memprediksi bahwa
karyawan-karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila
mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja,
kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan
pribadi. Setiap hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu. Supaya usaha menghasilkan kinerja yang baik, individu harus
mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian
kinerja yang mengukur kinerja individu tersebut harus dianggap adil dan
obyektif.
Hubungan kinerja-penghargaan akan mejadi kuat bila individu merasa
bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja. Apabila teori evaluasi
kognitif benar-benar valid di tempat kerja yang aktual, kita bisa
memprediksi di sini bahwa mendasarkan penghargaan-penghargaan pada
kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik individu. Hubungan
terakhir dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan.
Motivasi akan tinggi sampai tingkat di mana penghargaan yang diterima
oleh seorang individu atas kinerja yang tinggi memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan individual.
Pengintegrasian teori-teori kontemporer mempertimbangkan motivasi
pencapaian, rancangan pekerjaan, penguatan, dan teori keadilan
organisasional. Individu yang berprestasi tinggi tidak termotivasi oleh
penilaian organisasi tentang kinerja atau penghargaan-penghargaan
organisasional, karena itu kenaikan dari usaha menuju tujuan-tujuan
pribadi mereka yang mempunyao nAch tinggi. Teori penguatan mengakui
bahwa penghargaan-penghargaan organisasi menguatakan kinerja individu.
Penghargaan juga memainkan peran penting dalam penelitian keadilan
organisasional. Individu akan menilai keuntungan dari hasil-hasil
mereka bila dibandingkan dengan apa yang diterima individu lain, tetapi
juga berkaitan dengan bagaimana mereka diperlakukan-ketika individu
merasa kecewa dengan penghargaan-penghargaan mereka, mereka cenderung
sensitif dengan keadilan prosedur yang digunakan dan penghargaan yang
diberikan kepada mereka oleh pengawas mereka.
5. ANALISIS MASALAH MOTIVASI
Menganalisis motivasi ternyata tidak mudah. Salah satu kesulitan
pokok dalam menganalisis masalah motivasi adalah untuk memahami
variable yang banyak terdapat dalam diri individu yang bersangkutan.
Salah satu alternative praktis dalam menangani masalah tersebut adalah
menekankan terutama pada akibat/ konsekuensi dari perilaku dan
bagaimana mengubahnya sehingga secara positif dapat menguatkan perilaku
yang dikehendaki.
Perlu disadari perbedaan antara masalah motivasi dengan masalah
untuk kerja. Masalah motivasi timbul dalam organisasi apabila terdapat
kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan, dan
kesenjangan tersebut disebabkan kurangnya usaha yang dilakukan.
Sedangkan masalah unjuk kerja timbul apabila perilaku kerja seseorang
berada di bawah yang diharapkan, dan masalah tersebut bukan disebabkan
oleh rendahnya motivasi, melainkan dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut:
1. Masalah komunikasi. Dalam hal ini kegagalan dalam melaksanakan
sesuatu tugas disebabkan oleh persepsi yang salah atas apa yang
diharapkan.
2. Masalah kemampuan / keterampilan. Yang bersangkutan kurang memiliki
kemampuan fisik maupun mental untuk melaksanakan tugas seperti yang
diharapkan.
3. Masalah pelatihan. Dalam hal ini untuk kerja tetap akan kurang
memadai terlepas dari tingkat motivasi, sampai suatu pelatihan telah
diberikan.
4. Masalah kesempatan. Petugas mengetahui apa dan bagaimana yang
seharusnya dilakukan namun terkendala oleh kondisi lingkungan
seperti misalnya kekurangan peralatan atau metode yang sudah usang.
6. PRINSIP MOTIVASI
Beberapa prinsip dasar atau pedoman untuk analisis masalah motivasi
1. Perilaku berganjaran akan cenderung akan diulangi.
2. Faktor motivasi yangdipergunakan harus diyakini yang bersangkutan,
dan
a. Standar unjuk kerjanya dapat dicapai
b. Ganjaran yang diharapkan memang ada
c. Ganjaran tersebut akan memuaskan kebutuhannya
3. Memberi ganjaran atas perilaku yang diinginkan adalah motivasi yang
lebih efektif daripada menghukum perilaku yang tidak dikehendaki.
4. Perilaku tertentu lebih diperkuat apabila ganjaran atau hukuman
bersifat segera dibandingkan dengan yang ditunda.
5. Nilai motivasional dari ganjaran atau hukuman yang diantisipasi akan
lebih tinggi bila sudah pasti akan terjadi dibandingkan dengan yang
masih bersifat kemungkinan.
6. Nilai motivasional dari ganjaran atau hukuman akan lebih tinggi bagi
yang berakibat pribadi dibandingkan dengan yang organisasional.
Langkah konkrit untuk memotivasi
1. Tetapkan sasaran yang harus dicapai berdasarkan prinsip-prinsip
penetapan sasaran yang tepat.
2. Kembangkan system pengukuran "performance" yang terpercaya dan
berikan umpan balik kepada mereka secara periodic.
3. Tempatkan anggota organisasi pada pekerjaan berdasakan kemampuan dan
bakat yang dimilikinya.
4. Beri dukungan dalam penyelesaian tugas, misalnya lewat pelatihan dan
menumbuhkan "sense of competence"
5. Kembangkan system reward yang adil
6. Berlakukan adil, objektif, dan jadilah teladan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya secara internal dan eksternal
yang dapat positif atau negatif untuk mengarahkannya sangat bergantung
kepada motivator. Sedangkan motif adalah dorongan / daya dorong seseorang
untuk melakukan sesuatu.
Dari banyaknya pandangan yang berbeda dan berbagai teori yang ada. Ada
macam-macam motivasi dalam satu perilaku. Suatu perbuatan atau keinginan
yang disadari dan hanya mempunyai satu motivasi bukanlah hal yang biasa,
tetapi tidak biasa. Karena suatu keinginan yang disadari atau perilaku
yang bermotivasi dapat berfungsi sebagai penyalur untuk tujuan-tujuan.
Apabila dapat terjadi keseimbangan, hal tersebut mencerminkan "hasil
pekerjaan" seseorang yang berhadapan dengan potensinya untuk perilaku,
yang dapat diidentifikasi sebagai "kemampuannya". Jadi, motivasi memegang
peranan sebagai perantara untuk mentransformasikan kemampuan menjadi
hasil pekerjaan.
Manusia sebagai unsur inti dari organisasi, ternyata merupakan faktor
yang paling penting sekaligus paling sulit pengelolaannya. Dalam rangka
memotivasi seseorang, pemimpin organisasi dapat / bahkan perlu melakukan
tindakan konkret sehingga memungkinkan termanfaatkannya potensi yang
dimiliki anggota organisasi demi tercapainya tujuan organisasi.
Keterampilan dalam memilih dan mengembangkan teknik motivasi mutlak untuk
dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, I Komang., Mujiati, Ni Wayan., Utama, I Wayan Mudiartha., Manajemen
sumber Daya Manusia, Graha Ilmu
Bangun, Prof. Dr. Wilson S.E M.Si., 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Erlangga, Jakarta
Stephen P, robbins, perilaku organisasi edisi 12; salemba empat; 2009,
Jakarta
-----------------------