KINETIKA ENZIM Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia Dr. Ir. Uun Yanuhar, S. Pi, M.Si
Disusun oleh : Kelompok 4 : Karina Farkha Dina
(155080101111054)
Lely Childa Sari
(155080107111030)
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang kinetika enzim. Kami sangat berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang kinetika enzim. Kami sadar bahwa makalah yang kami buat terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunannya maupun segi penulisannya. Oleh sebab itu kami berharap adanya saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat dipahami dan dimengerti bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan kesalahan dalam penyusunannya kami mohon maaf.
Malang, 22 September 2016
Kelompok 4 Biokimia
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................ ................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................. 4
Rumusan Masalah............................................................................................. 4
Tujuan ............................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Kinetika Enzim................................................................................. 5
Faktor-Faktor yang Menpengaruhi Kerja Kinetika Enzim ................................... 6
Hubungan antara Kinetika Enzim dengan Persamaan Michaelis-Menten .......... 6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................... 17
Saran ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam sistem biologi reaksi kimia selalu memerlukan katalis. Enzim adalah salah satu yang berfungsi sebagai biokatalisator. Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim bersifat sangat spesifik baik jenis maupun reaksi substratnya. Enzim-enzim bukanlah merupakan permukaan pasif pada mana reaksi berlangsung tetapi merupakan bagaimana mesin molekul kompleks yang terus berkerja melalui rasikan mekanisme reaksi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, beberapa enzim hanya bekerja pada dua atau lebih molekul-molekul substrat tunggal; lainnya bekerja pada dua tau lebih molekul-molekul substrat yang berbeda yang akan mengatur terjadi atau tidaknya suatu ikatan. Beberapa enzim membentuk ikatan kovalen yang menjadi perantara untuk membentuk kompleks dengan substratsubstratnya, tetapi ada juga yang tidak. Kebanyakan enzim yang terdapat di dalam alat-alat atau organ-organ organisme hidup berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh, seperti air ludah, darah, cairan lambung dan cairan pankreas. Enzim terdapat di bagian dalam sel. Hal ini terikat erat dengan protoplasma. Enzim juga ada di dalam mitokondria dan ribosom.
1.2
1.3
Rumusan Masalah 1.2.1
Apa yang dimaksud dengan Kinetika Enzim?
1.2.2
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kerja kinetika enzim?
1.2.3
Apa hubungan kinetika enzim dengan persamaan Michaelis-Menten?
Tujuan 1.3.1
Untuk mengetahui apa itu Kinetika Enzim.
1.3.2
Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kerja kinetika enzim.
1.3.3
Untuk mengetahui hubungan kinetika enzim dengan persamaan MichaelisMenten.
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Kinetika Enzim Kinetika enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi.Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi produk. Reaksi enzima :
Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Analisis kinetika reaksi enzimatis meliputi laju reaksi maksimum (Vmaks) dan konstanta Michaelis-Menten (KM). Dalam reaksi enzim dikenalkecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi katalisasi lain yang disebut velocity (V). Harga V dari suatu reaksi enzimatis akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat [S], akan tetapi setelah [S] meningkat lebih lanjut akan sampai pada kecepatan yang tetap. Pada konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga V hampir linier dengan [S]. Pada kondisi dimana V tidak dapat bertambah lagi dengan bertambahnya [S] disebut kecepatan maksimum (Vmaks). Vmaks merupakan salah satu parameter kinetika enzim. Parameter kinetika enzim yang lain adalah konstanta Michaelis-Menten, yang lebih dikenal dengan Km. Km merupakan konsentrasi substrat yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi enzim telah mencapai ½ Vmaks (Wiseman, 1989dalam Widowati et al., 2014). Analisa kuantitatif
kinetika reaksi enzim dapat dilakukan dengan dua azas
pendekatan : azas keseimbangan menurut Michaelis- Menten, dan azas teori keadaan tunak (steady state theory) menurut Briggs-haldane. Laju reaksi kimia sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam keadaan transisi. Tingkat reaksi kimia akan sangat tinggi ketika sebagian besar molekul reaktan dalam keadaan transtition yang kaya energi.
5
2.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Kinetika Enzim
1. Suhu Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Peningkatan suhu meningkatkan reaksi enzim yang terkatalisis dan yang tidak terkatalisis dengan cara meningkatkan energi kinetik dan frekuensi tubrukan dari besarnya molekul. Bagaimanapun energi panas dapat meningkatkan energy kinetic dari enzim ke titik yang mana kelebihan energy pelindung untuk dapat mengganggu interaksi non-kovalen yang berfungsi mengatur struktur tiga dimensi dari enzim. Cincin polipeptida kemudian mulai terbuka atau terdenaturasi, yang disertai dengan pengurangan kecepatan dari aktivitas katalisis. Pada temperatur tertentu sebuah enzim berada dalam keadaan stabil, konformasi. Enzim pada umumnya stabil pada temperatur 45-55°C. Sebaliknya, enzim pada mikroorganisme termofilik yang berada pada sumber mata air panas gunung berapi, atau pada lubang hidrotermal bawah laut dapat stabil pada suhu kurang lebih 100°C. Enzim tersusun oleh protein, sehingga sangat peka terhadap suhu. Peningkatan suhu menyebabkan energi kinetik pada molekul substrat dan enzim meningkat, sehingga kecepatan reaksi juga meningkat. Namun suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim. Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada suhu optimum, yaitu antara 30° – 40°C. Q10 atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan proses biologis bila suhu naik 100 C. Umumnya enzim yang stabil pada peningkatan suhu maka Q10 = 2.
6
2. pH Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masingmasing enzim memiliki pH optimum yang berbeda. Sebagai contoh : enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5 (agak basa), sedangkan pepsin bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam). Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktifitas enzim. Terdapat suatu nilai pH tertentu atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi. pH tersebut dinamakan pH optimum. Enzim intrasel bekerja optimum antara pH 5-9. Hilangnya atau tambahnya muatan akan merugikan atau membuat enzim tidak aktif. (Gambar 8-2. Efek pH pada aktivitas enzim. Sebagai contoh, suatu enzim bermuatan negatif (EH-) berikatan dengan substrat bermuatan positif (SH+). Dalam gambar, proporsi (%) SH+ [\\\] dan EH- [///] diperlihatkan sebagai fungsi pH. Hanya di daerah berarsir silang baik enzim maupun substrat memiliki muatan yang sesuai.). 3. Konsentrasi Enzim Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar konsentrasi enzim, makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
4. Aktifator dan Inhibitor Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya. Inhibitor akan berkaitan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor.
7
Ada dua jenis inhibitor yaitu: 1. Inhibitor Tidak Dapat Balik Inhibitor tak dapat balik adalah golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas katalitiknya. Inhibitor ini akan merusak enzim sehingga enzim tidak akan dapat menempel dengan substrat secara permanen. Inhibitor tidak dapat bolak-balik dapat menyebabkan cacat hingga kematian. Contohnya adalah senyawa diisoprofilfluorophospat
(DFP),
yang
menghambat
enzim
asetilkolinesterase, yang penting didalam transmisi impuls syaraf. Asetilkolinesterase mengkatalisa hidrolisis asetilkolin, suatu senyawa neurotransmitter yang berfungsi di dalam bagian tertentu system syaraf. Asetilkolin dibebankan oleh sel syaraf yang telah menerima rangsangan menuju sinaps, atau sambungan dengan sel syaraf yang lain. Sekali asetilkolin telah dikeluarkan ke dalam sinaps, molekul ini berkaitan dengan reseptor pada sel syaraf selanjutnya, menyebabkan sel tersebut untuk menggandakan impuls syaraf. Akan tetapi, sebelum impuls kedua dapat dipancarkan melalui sinaps, asetilkolin yang dikeluarkan
setelah
impuls
pertama
harus
dihidrolisa
oleh
asetilkolinesterase pada sambungan sel syaraf. Produk aktivitas ini adalah asetat dan kolin dan tidak memiliki aktivitas transmitter. Inhibitor DFP tak dapat balik sangat reaktif dan bereaksi dengan gugus
hidroksil
dari
residu
serin
esensial
pada
sisi
aktif
asetilkolinesterase, untuk membentuk turunan yang tidak aktif mengkatalisa. Sekali turunan ini telah terbentuk, molekul enzim tidak lagi dapat berfungsi (Lehninger, 1982). Contoh lain adalah kasus keracunan logam berat seperti Pb yang akan menghambat system pembentukan Hb dalam menyebabkan kelainan darah dapat berujung kematian.
2. Inhibitor Dapat Balik
Inhibitor dapat balik atau reversible merupakan inhibitor yang efeknya dapat dikembalikan ke semula atau dapat dikurangi, sehingga enzim dapat bekerja sepert sediakala. Inhibitor dapat balik dapat dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
8
a. Inhibitor Kompetitif Inhibitor kompetitif menurut Lehninger (1982) adalah inhibitor bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim, tetapi sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan dan diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai contoh jika suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat kompetitif, kita dapat mengurangi persen penghambat dengan menambah konsentrasi substrat.Jadi cara mengatasi inhibitor kompetitif adalah dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga dimensi. Karena persamaan ini penghambat
kompetitif
“menipu”
enzim
untuk
berikatan
dengannya. Penghambat kompetitif I hanya berikatan secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI.Akan tetapi, penghambat I tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan produk reaksi yang baru.
E + I ⇌EI
9
Contoh klasiknya adalah penghambatan kompetitif dehidrogenase
suksinat
oleh
anion
malonat.
Dehifrogenasesuksinat adalah anggota golongan enzim yang mengkatalis siklus asam sitrat, lintas akhir metabolik bagi degradasi oksidatif karbohidrat dan lemak didalam mitokondria. Enzim ini mengkatalisa pembebasan dua atom hidrogen dari suksinat, satu dari masing masing kedua gugus metil (-CH2-). Dehidrogenase
suksinat
dihambat
oleh
malonat,
yang
menyerupai suksinat karena sama sama memiliki dua gugus karboksil yang mengion pada pH 7.0, hanya berbeda pada tiga karbonnya. Malonat tidak terhidrogenasi oleh dehidrogenasi suksinat, malonat hanya menempati sisi aktif enzim dan menguncinya sehingga tidak dapat bekerja pada substrat normalnya.
Sifat dapat balik dari pengahambatan malonat
diperlihatkan pada kenyataan bahwa peningkatan konsentrasi suksinat
akan
menurunkan
tingkat
penghambatan
oleh
konsentrasi malonat tertentu.
Penghambat kompetitif paling mudah dikenal didalam percobaan konsentrasi
percobaan penghambat
dengan
menentukan
terhadap
hubungan
pengaruh diantara
konsentrasi substrat dan kecepatan awal. Transformasi kebalikan ganda dari persamaan Michaelis-Manten amat bermanfaat dalam menentukan apakah penghambatan enzim yang dapat balik itu bersifat kompetitif atau non kompetitif.
10
b. Inhibitor Nonkompetitif Inhibitor nonkompetitif adalah zat penghambat yang dapat bergabung dengan enzim bebas atau dengan kompleks ES pada sisi di luar sisi aktifnya. Penghambat berikatan pada sisi non aktif enzim, mengubah konformasi molekul enzim sehingga mengakibatkan inaktivasi dapat balik sisi katalitik. Penghambatan ini berikatan pada kedua molekul enzim bebas dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak aktif.
E + I⇌ EI ES + I ⇌ESI
Besarnya penghambatan tidak dapat dikurangi dengan menaikkan nonkompetitif
kadar substrat. Penghambatan enzim secara dibedakan
dari
kompetitif
oleh
pemetaan
kebalikan ganda terhadap data kecepatan reaksi. Contoh: ion logam berat (Ag+, Hg+, Pb+) , pestisida (DDT) dan parathion yang menghambat kerja enzim dalam sistem syaraf (mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan syaraf.), serta antibiotik dan penisilin pada sel bakteri. Inhibitor irreversible non kompetitif
ini melekat
pada sisi aktif enzim dengan sangat kuat (ikatan kovalen) 11
sehingga tidak lepas dari enzim (irreversible). Akibatnya enzim tidak aktif (Ismadi, 1992).
c. Inhibitor Uncompetitive Pada inhibitor tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES (enzim-substrat). Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibitor ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik (Saryono, 2011).
2.3
Hubungan Kinetika Enzim dengan Persamaan Michaelis-Menten
2.3.1
Pendekatan dengan Azas Keseimbangan Menurut Michaelis-Menten Laju reaksi enzim tergantung pada konsentrasi enzim dan substrat berbanding lurus dengan konsentrasi rendah. Namun seringkali tidak bergantung pada konsentrasi substrat yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa substrat enzim (ES) yang dapat terurai membentuk produk (P) dan substrat (S) lagi. Untuk itu laju reaksi membatasi langkah dalam reaksi enzimatik adalah tahap dekomposisi kompleks ES ke dalam produk dan enzim bebas. Bentuk kurva kejenuhan substrat yang khas bagi suatu enzim dapat dinyatakan secara matematik oleh persamaan Michaelis- Menten (Abe et al, 1979 dalam Kanti, 2005):
vo =
Vmaks [𝑆] KM +[𝑆]
12
Dengan vo
= kecepatan awal pada konsentrasi substrat [𝑆]
vmaks = kecepatan maksimum KM
= tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu
S
= substrat
Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan yang sekarang dinyatakan sebagai KM, yang bermanfaat dalam menyatakan hubungan yang tepat diantara konsentrasi substrat dan kecepatan enzimatik, KM atau tetapan Michaelis-Menten dapat didevinisikan secara sederhana sebagai konsentrasi substrat
tertentu
pada
saat
enzim
mencapai
setengah
kecepatan
maksimumnyan. (Lehninger, 1982). Persamaan ini yang diturunkan oleh Michaelis-Menten berawal dari hipotesis dasar bahwa tahap pembatas kecepatan di dalm reaksi enzimatik adalah tahap penguraian kompleks ES, menjadi produk dan enzim bebas(Lehninger, 1982). Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi semua aspek kinetika kerja enzim. Jika kita mengetahui KM dan vmaks, kita dapat menghitung kecepatan reaksi suatu enzim pada setiap konsentrasi substrat. Hampir semua reaksi enzimatik, termasuk dengan reaksi satu atau dua substrat, dapat dianalisa secara kuantitatif dengan teori Michaelis-Menten. Kenyataan ini telah memberikan bukti kuat bahwa enzim mengkatalisis reaksi dengan menggabungkan substratnya dalam waktu sementara, jadi menurunkan energi aktivasi keseluruhan reaksi. Pembentukan enzim-substrat seringkali dapat dideteksi secara langsung dengan metoda fisiko-kimia, yaitu melalui
13
perubahan spektrum absorbsi enzim tersebut, yang bersifat khas, ketika substratnya ditambahkan. (Lehninger, 1982).
Grafik hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi substrat menurut persamaan Michaelis-Menten.
Tiap-tiap enzim memiliki KM yang khas bagi substrat tertentu Unsur kunci dalam persamaan Michaelis-Menten adalah KM yang besifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi Ph dan suhu tertentu. KM beberapa enzim: Enzim
Substrat
KM, mM
Katalase
H2O2
25
ATP
0,4
D-Glukosa
0,05
D-Fruktosa
1,5
HCO3-
9
Glisiltirosinlglisin
108
N-benzoiltirosinamida
2,5
β-Galaktosidase
D-laktosa
4,0
Dehidrase treonin
L-treonin
5,0
Heksokinase (otak)
Anhidrase Karbohidrat Khimotripsin
2.3.2
Pendekatan dengan Prinsip ‘Teori Keadaan Tunak’ menurut BriggsHaldane Pada prinsip teori keadaan tunak (steady state theory), laju reaksi pembentukan komples ES sama dengan laju reaksi penguraiaan ES menjadi P dan E. Dalam keadan tuak, bertambahnya ES persatuan waktu adalah nol.
vo=
Vmaks [𝑆] KM +[𝑆] 14
Jadi, jelaslah bahwa hasil analisa dengan kedua cara pendekatan tersebut di atas, menghasilkan persamaan yang sam untuk hubungan antara laju reaksi enzima dan konsentrasi substrat. 2.3.3
Persamaan I/2 Vmax
Suatu hubungan numerik yang penting ditimbulkan oleh persamaan Michaelis-Menten pada keadaan khusus, jika kecepatan reaksi awal tepat sama 1 2
dengan kecepatan maksimum (𝑣 = 𝑣0 ) maka akan diperoleh persamaan KM = [S] yang artinya bahwa ketika KM sama dengan konsentrasi
substrat, makan
kecepatan awal reaksi adalah setengah dari kecepatan akhir reaksi. Persamaan tersebut bermanfaat dalam penentuan praktis KM dan vmax dan didalam analisis mekanisme kerja inhibitor (Lehinger, 1982: 245). A. Persamaan Lineweaver-Burk Persamaan Michaelis-Menten dapat ditransformasi secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih bermanfaat didalam pemetaan data percobaan. Suatu transformasi umum diturunkan secara sederhana dengan membuat kebalikan dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten sebagai berikut;
1 Kᴍ 1 1 = + 𝑣𝑜 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠[𝑆] 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 persamaan tersebut adalah transformasi persamaan Michaelis-Menten yang disebut persamaan Lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti hubungan Michaelis-Menten secara benar, pemetaan
15
1 𝑣𝑜
terhadap
1 [𝑆]
akan
menhasilkan garis lurus yang memiliki sudut terhadap sumbu y atau sumbu
1 𝑣𝑜
sebesar
1
𝐾ᴍ . 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠
1 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠
Perpotongan garis
dan perpotongan garis
1
terhadap sumbu x atau sumbu [𝑆] adalah sebesar - 𝐾ᴍ . Persamaan Kebalikan Ganda mempunyai manfaat dan kelebihan dibanding dengan rumus persamaan Michaelis-Menten, yaitu 1. Menentukan Kᴍ dan Vmaks lebih cepat, tepat, dan teliti 2. Mengoreksi
data
penelitian
yang
baik
dan
kurang
Grafik A 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -1 -0.2 0 -0.4
-2
√ (benar)
1
2
3
Grafik B 1.5 1
× (salah)
0.5 0 -0.3
-0.5
0.2
0.7
1.2
3. Dapat memberi informasi yang lebih detail tentang inhibitor
16
baik
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan 1. Kinetika enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi.Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi produk. Reaksi enzima :
2. Kinetika enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; suhu, pH, konsentrasi substrat, serta aktifator dan inhibitor. 3. Hubungan antara kinetika enzim dengan persamaan Michaelis-Menten yaitu persamaan
Michaelis-Menten
atau
pengaruh
konsentrasi
subtrat
dapat
mempercepat atau pun memperlambat laju kinetika enzim.
3.2
Saran Makalah ini mempunyai masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis memohon banyak masukan yang dapat membangun dan menyempurnakan makalah ini. Diharapkan juga melalui makalah ini para pembaca dapat lebih memahami tentang kinetika enzim.
17
DAFTAR PUSTAKA
Google image. Diakses pada tanggal 22 September 2016 pukul 17:45 WIB. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-mtsim1.pdf
diakses
pada
tanggal
22
September 2016 pukul 19:03 WIB. Ismadi, M. 1992. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kanti, Atit. 2005. Actinomycetes Selulolitik dari Tanah Hutan Nasional Bukit Duableas, Jambi. Journal of Biological Diversity. Bogor. Vol. 6 Nomor 2: 85-89. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1 (diterjemahkan oleh Maggy Thenawijaya). Bogor: Erlangga. Widowati, Esti., Rohula Utami, Edi Nurhatadi, M.A.M. Andriani, dan Ambar Wuru Wigati. 2014. Produksi dan Karakterisasi Enzim Paktinase oleh Bakteri Pektinolitik dalam Klarifikasi Jus Jeruk Manis (Citrus cinensis). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 3 Nomor 1: 16-20. Wirahadikusumah, Muhamad. 1977. Biokimia Protein, enzim & asam nukleat. Bandung : Penerbit ITB.
18