KEPEMIMPINAN KEPEMIMPINAN DAN KERJASAMA TIM
1.
Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadang kala kepemimpinan mengarah kepada seni, tetapi seringkali pula berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataannya, Kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu. Robbins (1991) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Schrieshim, et al. (dalam Kreitner dan Knicki, 1992:516) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh social dimana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Gibson et al. (1991:364) memberikan
definisi
kepemimpinan
sebagai
kemampuan
untuk
mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Ketiga definisi tersebut hanyalah sebagian dari definisi definisi yang ada. Sedangkan dalam kaitannya dengan TQM, definisi yang diberikan oleh Goetsch dan Davis (1994:192) adalah bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Definisi-definisi di atas pada hakikatnya mengandung kesamaan, dimana konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya dalam TQM, yaitu membangkitkan motivasi atau semangat orang lain, yaitu dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami. Konsep ini mengandung pengertian bahwa motivasi-motivasi tersebut telah ada dalam diri tiap karyawan dan motivasi yang ada tersebut bukanlah sekedar tanggapan temporer terhadap rangsangan eksternal. Istilah manajer dan kepemimpinan tidaklah perlu dicampuradukkan, karena kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Manajer
melaksanakan
fungsi-fungsi
perencanaan,
pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, komunikasi, dan pengawasan. Termasuk di
1
dalam fungsi-fungsi itu adalah perlunya memimpin dan mengarahkan. Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik berikut :
Tanggung jawab yang seimbang Keseimbangan dalam hal ini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan tanggung jawab terhadap orangorang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain seorang pemimpin disamping memperhatikan bagaimana struktur tugas yang menjadi tanggung jawabnya, juga harus memperhatikan para kondisi bawahannya.
Model peranan yang positif Peranan adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan atau contoh bagi para bawahannya.
Memiliki keterampilan komunikasi yang baik Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-ide pemikirannya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat.
Memiliki pengaruh positif Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap bawahannya dan menggunakan pengaruhnya tersebut untuk hal-hal yang positif. Pengaruh adalah seni menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan atau mngubah pandangan orang lain kearah suatu tujuan atau sudut pandang tertentu.
Mempunyai kemampuan menyakinkan orang lain Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan berkomunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain dari sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut. Disamping memiliki karakteristik sebagaimana telah dijelaskan,
Bennis dan Nanus (1985), seorang pemimpin yang baik harus dapat
2
memainkan peranan penting dalam melakukan tiga hal yaitu, (Bennis dan Nanus,1985),: 1. Mengatasi penolakan terhadap perubahan Pemimpin mengatasi penolakan dengan menciptakan komitmen total secara sukarela terhadap tujuan dan nilai-nilai bersama. 2.
Menjadi perantara bagi kebutuhan kelompok-kelompok di dalam dan diluar organisasi. Bila terjadi konflik kepentingan antara perusahaan dengan salah satu pemasoknya, maka pemimpin harus dapat menemukan cara mengatasinya tanpa merugikan salah satu pihak.
3.
Membentuk kerangka etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan. Kerangka etis dapat diwujudkan dengan cara:
2.
Memberikan contoh perilaku etis
Memilih orang-orang yang berperilaku etis sebagai anggota tim
Mengkomunikasi tujuan organisasi
Memperkuat perilaku yang sesuai di dalam dan di luar organisasi
Menyampaikan posisi-posisi etis secara internal dan eksternal
Kepemimpinan versus Manajemen
Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Meskipun demikian keduanya saling melengkapi. Beberapa perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan menurut Kotter (dalam Goetsch dan Davis, 1994) antara lain :
Manajemen berhubungan dengan usaha menanggulangi perubahan.
Manajemen berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran untuk mengatasi kompleksitas; kepemimpinan mengenai penentuan arah perubahan melalui pembentukan visi.
Manajemen mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan rencana melalui
pengorganisasian
dan
penyusunan
staf;
kepemimpinan
mengarahkan orang untuk bekerja berdasarkan visi.
3
Manajemen menjamin pencapaian rencana melalui pengendalian dan pemecahan masalah;kepemimpinan memotivasi dan mengilhami orang agar berusaha melaksanakan rencana. Dalam konteks TQM, manajer yang sukses adalah manajer yang dapat
menggabungkan karekteristik manajer dan pemimpin secara tepat. Berikut ini adalah perbandingan anatara pemimpin dan manajer
:
Manajer mengelola; pemimpin melakukan inovasi Managers are copies; leaders are original Manajer memelihara; pemimpin mengembangkan Manajer berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada manusia
Manajer mengandalkan pengendalian; pemimpin mengilhami
Manajer menggunakan pandangan jangka pendek; pemimpin menggunakan jangka panjang
Manajer menekankan aspek bagaimana dan kapan; pemimpin menekankan aspek apa dan mengapa
Manajer menerima status quo; pemimpin menentangnya Manajer melakukan sesuatu dengan benar (do things right ); pemimpin melakukan sesuatu yang tepat (do the right things)
3.
Kepemimpinan demi Tercapainya Kualitas
Dalam perspektif TQM, kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa pebaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, ROI, dan pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Filosofi ini dikemukakan pertamakali oleh Deming yang menyatakan bahwa setiap perbaikan metode dan proses kerja akan memberikan rangkaian hasil sebagai berikut :
Perbaikan kualitas
Penurunan biaya
Peningkatan produktivitas
Penurunan harga
4
Peningkatan pangsa pasar
Kelangsungan hidup yang lebih lama dalam industri/bisnis
Lapangan kerja yang lebih luas
Peningkatan ROI
Agar dapat mencapai filosofi tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi
pada
peningkatan
kualitas
secara
berkesinambungan.
Kepemimpinan seperti itu memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut (Ross, 1994, p. 34) : 1. Visible, commited dan knowledgeable Kepemimpinan yang baik mengembangkan focus pada aspek kualitas, melibatkan setiap orang dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu juga mengembangkan hubungan rutin dengan para karyawan, pelanggan, dan pemasok. 2. Semangat misionaris Pemimpin yang baik berusaha mempromosikan aspek kualitas di luar organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun pelanggan. 3. Target yang agresif Kepemimpinan yang baik mengarah pada perbaikan yang bersifat incremental,
tidak
sekedar
memperbaiki
proses
tetapi
juga
mengupayakan proses-proses yang berbeda. 4. Strong driver Tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas perbaikan ditetapkan manajerial dengan jelas dalam ukuran kepuasan pelanggan dan kualitas. 5. Komunikasi nilai-nilai Kepemimpinan yang baik melakukan perubahan budaya kearah budaya kualitas secara efektif. Hal ini dilakukan dengan menyusun suatu sistem komunikasi yang jelas dan konsisten melalui kebijakan tertulis, misi, pedoman dan pernyataan lainnya mengenai nilai-nilai kualitas 6. Organisasi Struktur organisasi yang dimiliki adalah struktur datar ( flat structure), yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih besar bagi level-
5
level yang lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan dilibatkan dalam tim-tim perbaikan interderpatemental. 7. Kontak dengan pelanggan Para pelanggan memiliki akses untuk menghubungi CEO dan para manajer senior perusahaan.
Pada dasarnya karakteristik diatas mengandung prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip-prinsip TQM (Scholtes dalam Goetsch dan Davis, 1994, pp. 197-199), yaitu meliputi : 1. Fokus pada pelanggan Kepemimpinan demi kualitas membutuhkan focus pada pelanggan. Hal ini berarti tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara yang memberikan nilai abadi (lasting value) kepada para pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Obsesi terhadap kualitas Obsesi terhadap kualitas mengandung makna bahwa setiap karyawan secara agresif berusaha mencapai kualitas dalam rangka melampaui harapan pelanggan internal dan eksternal. 3. Pemahaman mengenai struktur pekerjaan Proses pekerjaan perlu dianalisis untuk menentukan susunan structural yang tepat (organisasi, urutan pekerjaan, alata yang digunakan , dan lain-lain). Bila struktur optimum telah tercapai maka proses pekerjaan harus dianalisis, dievaluasi, dan di pelajari terus-menerus dalam rangka menyempurnakannya. 4. Kebebasan yang terkendali Pengendalian dalam pengertian TQM adalah pengendalian manusia terhadap metode dan proses kerja. 5.
Kesatuan tujuan Seorang pemimpin bertanggung jawab dalam menyampaikan misi organisasi secara jelas dan seksama agar semua karyawan memahami, meyakini dan bertanggung jawab terhadap misi tersebut.
6
6. Melacak kesalahan dalam sistem Diperlukan perubahan dalm focus dan penekanan, dari penilaian kesalahan karena adanya masalah menjadi penilaian sistem dalam rangka menemukan dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan sistem. 7. Kerja sama tim Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahawa kerjasama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individual. 8. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan Dalam era teknologi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah manusia. Oleh karena itu belajar terus-menerus merupakan unsur yang fundamental dalam TQM.
Sementara itu Joseph M. Juran menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas meliputi 3 fungsi manajerial yaitu, perencanaan,
pengendalian
dan
perbaikan
kualitas
secara
berkesinambungan. 1. Pernecanaan Kualitas Fungsi ini meliputi langkah-langkah: identifikasi pelanggan, identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja yang dapat menghasilkan produk yang memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan mengubah hasil perencanaan kedalam tindakan. 2. Pengendalian Kualitas Fungsi ini mencakup langkah-langkah; evaluasi kinerja actual, membandingkan kinerja actual dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk mengatasi perbedaan kinerja yang ada. 3. Perbaikan Kualitas Fungsi ini terdiri atas langkah-langkah: membentuk infrastruktur untuk memperbaiki kualitas secara berkesinambungan, identifikasi proses atau metode yang membutuhkan perbaikan, membutuhkan tim yang
7
bertanggung jawab atas royek perbaikan tertentu, dan menyediakan sumberdaya serta pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat mendiagnosis masalah dan mengidentifikasi peneyebabnya.
Dalam pasar global yang kompetitif dan selalu berubah dengan cepat, setiap perusahaan menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Untuk melakukan penyesuaian diri tersebut seringkali dibutuhkan adanya perubahan. Dalam kaitannya dengan cara menangani perubahan, manajer dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Driver , yaitu manajer yang memimpin dengan pedoman dan arah baru sebagai tanggapan terhadap perubahan. Driver bersifat proaktif dan memainkan peranan sebagai fasilisator dalam membantu karyawan dan dan
organisasi
untuk
beradaptasi
terhadap
perubahan
secara
berkesinambungan. 2. Rider , yaitu manajer yang hanya bereaksi bila terjadi perubahan. 3. Spoiler , yaitu manajer yang secara aktif menolak perubahan.
4.
Gaya Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Umumnya dikenal lima macam gaya kepemimpinan yaitu otokratis, demokratis, partisipatif, orientasi pada tujuan dan situsional. 1. Gaya Kepemimpinan Otokratis Gaya kepemimpinan Otokratis yaitu gaya kepemimpinan dimana pimpinan banyak mempengaruhi atau menentukan prilaku para bawahannya. Seorang pemimpin yang menganut gaya ini, menganggap bahwa semua kewajiban dalam mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahan terpusat ditangannya. Serta memutuskan bahwa dialah yang berhak untuk memutuskan dan mempunyai perasaan bahwa bawahan tidak mampu dalam mengarahkan diri mereka sendiri serta adanya alasan lain untuk beranggapan mempunyai posisi yang kuat dalam mengarahkan
8
serta
mengawasi
pelaksanaan
pekerjaan
dengan
maksud
meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan. Kepemimpinan
seperti
ini
cendrung
memberikan
perhatian
individual ketika memberikan pujian dan kritik, tetapi berusaha untuk lebih bersikap impersonal dan berkawan dibandingkan dengan bermusuhan secara terbuka. Ciri-cirinya : a.
Pimpinan mendikte teknik dan langkah kegiatan bawahan dalam bekerja setiap hari.
b. Pimpinan mengabaikan pendapat ataupun bawahannya (kelompok) c.
Pimpinan mengambil keputusan sendiri
d.
Pimpinan kurang memperhatikan kepentingan dan kesejahterahaan bawahan (kelompok)
e.
Menggunakan pendekatan ancaman apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan atau bawahan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya Kepemimpinan Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang banyak
menekankan
pada
partisipasi
anggotanya
dari
pada
kecendrungan pemimpin untuk menentukan diri sendiri. Ia tidak menggunakan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang akan diambil. Pemimpin akan mendorong kemampuan mengambil keputusan dari para bawahannya sehingga pikiran-pikiran mereka akan selalu meningkat dalam menyampaikan pendapatnya. Para
bawahan
juga
didorong
agar meningkatkan
kemampuan dan mengendalikan diri serta menerima tanggung jawab yang besar. Pemimpin akan lebih sportif dalam menerima masukanmasukan dari para bawahannya, meskipun wewenang terakhir dalam keputusan terletak pada pimpinan. Ciri-cirinya :
9
a.
Pemimpin
memberikan
kesempatan
pada
bawahan
untuk
menentukan cara penyelesaian pekerjaan. b.
Pemimpin mendengar pendapat, ide, dan saran dari bawahan.
c.
Pemimpin mengajak bawahan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
d.
Pemimpin sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan bawahan.
e.
Menindak para bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja, pendekatan bersifat korektif dan edukatif.
3. Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau nondirective. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota timuntuk mengembangkan strategi dan pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan tim kepada
tercapainya
consensus.
Asumsi
yang
mendasari
gaya
kepemimpinan ini adalah bahwa para karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan dan strategi dimana mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. 4. Kepemimpinan Berorientasi pada Tujuan Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil atau berdasarkan sasaran. Orang yang menganut pendekatan ini meminta anggota tim untuk memusatkan perhatiannya hanya pada tujuan yang ada. Hanya strategi yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam mencapai tujuan organisasilah yang dibahas. 5. Kepemimpinan Situasional Gaya kepemimpinan ini dikenal pula sebagai kepemimpinan tak tetap ( fluid ) atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
10
situsional
akan
menerapkan
suatu
gaya
tertentu
berdasarkan
pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut dan situasi.
Gaya Kepemimpinan dalam Konteks TQM Gaya kepemimpinan yang tepat dalam konteks TQM adalah kepemimpinan
partisipatif
yang
lebih
tinggi
level/tingkatannya.
Kepemimpinan partisipatif dalam pandangan tradisional meliputi usaha mencari masukkan dari karyawan, sedangkan dalam pandangan TQM meliputi upaya mencari masukkan dari karyawan yang diberdayakan, mempertimbangkan masukan tersebut, dan bertindak berdasarkan masukkan itu. Jadi, perbedaan utamanya adalah pemberdayaan karyawan. Agar gaya kepemimpinan partisipatif model TQM dapat diterapkan
dengan
baik,
manajer
harus
didukung
oleh
para
bawahannya, di mana mereka respek terhadapnya dan bersedia mengikutinya. Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki seorang manajer agar bawahannya dapat setia kepadanya. Karakteristik tersebut di antaranya meliputi:
Rasa tanggung jawab yang besar
Disiplin pribadi
Bersifat jujur
Memiliki kredibilitas tinggi
Menggunakan akal sehat (common sense), sehingga dapat menentukan kapan harus bersikap fleksibel dan kapan harus bersikap fleksibel dan kapan harus bersikap tegas
Memiliki energi dan stamina tinggi
Memegang teguh komitmen terhadap tujuan organisasi setiap orang yang bekerja dengannya, dan terhadap pengembangan pribadi dan profesionalnya secara berkesinambungan
Setia dan tabah dalam menghadapi segala situasi, termasuk situasi yang paling sulit
11
Dalam rangka membentuk keanakbuahan ( followership), ada enam paradigma dalam interaksi manusia yang harus diperhatikan. Melalui pemahaman ini maka dapat dipilih suatu pendekatan yang paling tepat dalam menjalin hubungan antar individu dalam suatu organisasi atau perusahaan. Keenam paradigma, menurut Covey (1994, pp. 204-232), meliputi: 1.
Menang/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama di dalam setiap interaksi manusia. Pendekatan ini berarti bahwa kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbal balik.
2.
Menang/Kalah adalah pendekatan otoriter yang berpendapat bahwa “Saya mendapatkan apa yang saya inginkan; Anda tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan”. Orang yang menang/kalah cenderung
menggunakan
jabatan,
kekuasaan,
mandat,
atau
kepribadian untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. 3.
Kalah/Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang selalu menjadi pecundang, biasanya cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka tidak mempunyai tuntutan, harapan, dan visi. Umumnya mereka mudah diintimidasi oleh kekuatan ego orang
lain,
karena
kurang
memiliki
keberanian
untuk
mengekspresikan perasaan dan keyakinannya sendiri. 4.
Kalah/Kalah adalah pendekatan yang terjadi bila kedua pihak yang berinteraksi bersifat keras kepala, egois, dan ingin membalas dendam, yang hasilnya adalah keduanya rugi/kalah, apa pun keputusan yang dihasilkan.
5.
Menang adalah suatu pendekatan yang menyatakan bahwa ‘Saya tidak menginginkan orang lain kalah, tetapi yang pasti saya ingi menang’. Sikap yang dipegang adalah ‘Saya mengurus diri saya sendiri dan kamu urus dirimu sendiri’.
6.
Menang/Menang atau Tidak Ada Transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi sinergistik (solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak). Ini berarti tidak ada harapan dan kontrak
12
kerja yang ditetapkan, karena masing-masing pihak setuju untuk tidak melakukan kesepakatan. Dari keenam paradigma tersebut yang paling tepat untuk membentuk dan mempertahankan pengikut (anak buah) adalah pendekatan menang/menang, karena dalam pendekatan ini kedua pihak bekerja sama untuk menemukan solusi yang terbaik. Paradigma ini sesuai pula dengan gaya kepemimpinan partisipatif model TQM.
5.
Kerja Sama Tim: Karakteristik Dan Manfaat
Kerja sama tim merupakan salah satu unsure fundamental dalam TQM. Tim merupakan sekolompok orang yang memiliki tuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim tertentu dalam suatu perusahaan adalah:
Pemikiran dari 2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
Konsep sinergi [1+1>2], yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya (anggota individual).
Anggota tim dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga mereka dapat saling membantu.
Kerja sama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik. Tidak semua kumpulan orang dapat dikatakan tim. Untuk dapat
dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.
Ada kesepakatan terhadap misi tim Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus memahami dan menyepakati misinya.
2. Semua anggota mentaati peraturan tim yang berlaku. Suatu tim harus mempunyai peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu kelompok atau grup dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.
13
3. Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil. Keberadaan tim tidak meniadakan struktur dan wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan wewenang dibagi dans etiap anggota diperlakukan secara adil. 4. Orang beradaptasi terhadap perubahan. Dalam TQM, perubahan bukan saja tak terelakkan tetapi juga diperlukan sekali. Sayangnya, orang umumnya menolak perubahan.
Faktor-faktor Penghambat Kesuksesan Kerja Sama Tim (Teamwork ) Teamwork bukan hanya aktivitas menyatukan orang, lalu memberitahu apa yang harus dia lakukan. Tim tidak akan berjalan lancar jika dalam tim terdapat anggapan seperti ini. Terdapat faktorfaktor penghambat kesuksesan tim, antara lain : 1.
Identitas pribadi anggota, anggota tidak sepenuh hati meleburkan diri dalam team dikarenakan masih mencoba-coba cocok atau tidak cocok keberadaannya dalam team.
2.
Hubungan antar anggota team, dimana anggota tim yang kurang saling mengenal
3.
Ada anggota yang kurang memiliki motivasi juang sehingga ada anggota team yang berjuang bagi kemajuan organisasi sementara yang tidak memiliki motivasi tersebut, sehingga menimbulkan ketimpangan. Salah satu tantangan berat yang sering dihadapi pimpinan
adalah
bagaimana
ia
dapat
menggerakkan
para
anggotanya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. 4.
Menentang : mengeritik, menyalahkan orang lain, menunjukkan sikap menentang kelompok atau perorangan, dan merendahkan orang lain.
5.
Menghalangi kemajuan anggota kelompok dalam mencapai sasarannya
6.
Berusaha mendominasi di dalam kelompok
14
7.
Berperilaku pasif, bersikap masa bodoh, tak peduli terhadap situasi kelompok
Kunci Keberhasilan dan Kerjasama Tim Pembentukan suatu tim tidak dengan sendirinya akan berjalan sebagaiman yang diharapkan. Untuk itu diperlukan usaha mengatasi factor-faktor yang dapat menghambat kesuksesan kerjasama tim dan dibutuhkan pula berbagai upaya agar tim dapat mencapai misi dan tujuan pembentuknya. King (dalam Goetsch dan Davis, 1994, p. 218-219) menganjurkan 10
strategi
yang
ia
sebut
Ten
Team
Commandments untuk
meningkatkan kinerja suatu tim dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Kesepuluh Strategi tersebut adalah : 1. Saling Ketergantungan Saling ketergantungan diperlukan diantara para anggota tim dalam hal informasi, sumber daya, pelaksanaan tugas, dan dukungan. Adanya saling ketergantungan dapat memperkuat kebersamaan tim. 2.
Perluasan Tugas Setiap tim harus diberi tantangan, karena reaksi atau tanggapan terhadap tantangan tersebut akan membentuk semangat persatuan (esprit de corps), kebanggan dan kesatuan tim.
3. Penjajaran (alignment ) Anggota tim harus bersedia menyingkirkan sikap individualnya dalam rangka mencapai misi bersama. 4. Bahasa yang Umum Pemimpin tim harus mengusahakan penggunaan bahasa yang umum, karena biasanya angggota tim berasal dari departement yang berbeda dan memiliki istilah kata sendiri-sendiri. 5. Kepercayaan/Respek Dibuthkan waktu dan usaha untuk membentuk kepercayaan dan respek agar setiap anggota tim dapat bekerja sama.
15
6. Kemimpinan/keanekaragaman yang dibagi Rata Pemimpin yang baik harus dapat memperhatikan bakat tertentu setiap anggota tim, sehingga kemimpinan dan keanakbuahan dapat dibagi bersama. 7. Keterampilan pemecahan masalah Tim harus banyak menggunakan waktunya untuk membina kemampuan
anggotanya
dalam
memecahkan
masalah,karena
masalah merupakan hal yang selalu dihadapi setiap organisasi. 8. Keterampilan Menangani konfrontasi/konflik Dalam lingkungan kerja yang high pressure dan kompetitif, konflik merupakan hal yang tidak terelakkan. Oleh sebab itu, dalam TQM dibutuhkan keterampilan menerima perbedaan pendapat (ide, masalah, dan pemecahan masalah) dan menyampaikan ketidak setujuan terhadap orang lain tanpa harus menyakiti hati orang yang bersangkutan. 9. Penilaian/tindakan Penilai dilakukan dengan memantau dsn membandingkan apa yang telah dilakukan dengan pernyataan misi dan rencana tindakan yang ada. 10. Perayaan. Penghargaan dan pengakuan atas tugas yang terlaksana dengan baik akan memotivasi anggota tim untuk bekerja lebih giat dan tegas dalam rangka mencapai tujuan berikutnya.
6.
Pengertian Dan Proses Komunikasi
Dalam setiap perusahaan, komunikasi memegang peranan penting dalam menunjang kelancaran segala aktivitasnya. Komunikasi berfungsi untuk beberapa tujuan yaitu untuk pengendalian, motivasi, ekspresi perasaan dan informasi. Komunikasi bisa berupa komunikasi verbal maupun nonverbal. Komunikasi nonverbal biasanya dilakukan melalui beberapa cara, seperti ekspresi wajah, gerakkan tubuh tertentu, intonasi suara serta jarak antara individu dalam percakapan.
16
Komunikasi dapat diartikan sebagai usaha untuk menyampaikan maksud tertentu kepada orang lain sehingga orang tersebut dapat memahami maksud yang disampaikan. Atau dapat pula diartikan sebagai suatu proses penyampaian makna dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan media tertentu. Proses komunikasi melalui bebeapa tahapan yang menghubungkan antara pengirim pesan dan penerima. Kualitas suatu proses komunikasi ditentukan oleh seberapa jauh pemahaman penerima terhadap pesan yang diterimanya. Proses decoding dan encoding dipengaruhi oleh sikap,
pengetahuan
(tingkat
pendidikan),
keterampilan
dan
sistem
sosiokultural yang dianut penerima dan pengirim. Komunikasi dapat bersifat vertikal dan lateral. Komunikasi vertikal dapat berlangsung dari atasan ke bawahan (downward ) maupun dari bawahan ke atasan (upward ). Sedangkan komunikasi lateral merupakan komunikasi antar unit-unit atau kelompok yang berada dalam satu level yang sama. Jaringan komunikasi ada 2 jenis, yaitu jaringan komunikasi formal dan informal. Jaringan komunikasi formal terbentuk karena adanya struktur organisasi formal perusahaan yang menggambarkan rantai komando pada perusahaan yang bersangkutan. Jaringan komunikasi formal ini berhubungan dengan pemberian wewenang terhadap suatu pekerjaan dan pelaporan hasil pekerjaannya. Jaringan komunikasi informal biasanya berupa informasi yang tidak pasti, misalnya berupa desas-desus atau isu. Dalam proses komunikasi sering kali dijumpai beberapa macam hambatan. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya berupa:
Filtering , dimana pengirim memodifikasi informasi yang akan disampaikan. Ia hanya akan menyampaikan informasi yang sesuai dengan minat dan kehendak penerima
Selective perception, yaitu penerima hanya mau mendengar informasi yang ingin ia dengar. Penentuan jenis informasi yang diinginkan tergantung pada kebutuhan, sikap, minat, dna pengharapannya.
Perbedaan bahasa
Keadaan emosi pengirim dan penerima
17
Sarana
komunikasi
adalah
saluran
serta
mekanisme
yang
dipergunakan untuk menyalurkan tanda-tanda. Penerima menerima tanda yang dikirimkan dan menerjemahkannya menjadi sesuatu yang bermakna bagi dirinya. Bila tanda tersebut membingungkan dan tidak jelas, serta maknanya tidak sama bagi pengirim dan penerima berita, maka komunikasi yang di lakukan tidak berjalan. Sarana untuk komunikasi mengenai kualitas dalam sistem TQM agar dapat efektif antara lain meliputi: 1. Pelatihan dan pengembangan para manajer dan karyawan Manajer harus memahami proses-proses yang mereka kelola dan konsep dasar optimalisasi sistem. Pelatihan karyawan harus berfokus pada pemanfaatan alat-alat
statistik
dan metode
pemecahan masalah secara menyeluruh dan tepat. 2.
Patisipasi setiap orang pada setiap level dalam pembentuk patok duga dan ukuran-ukuran kualitas proses. Hal ini dilaksanakan dengan melibatkan karyawan biak secara vertikal maupun horizontal dalam hirarki organisasi.
3.
Pemberdayaan para karyawan dengan mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas dalam bidang yang menjadi tanggungjawabnya.
4.
Jaminan kualitas dalam seluruh proses organisasi
5.
Sistem
manajemen sumber
daya manusia
yang memberi
kemudahan bagi kontribusi semua orang dalam setiap level dalam struktur organisasi.
7.
MANAJEMEN KONFLIK
Robbins
(dalam
kreitner
dan
Kinicki,
1992,
p.
375)
mendefenisikan konflik sebagai segala bentuk oposisi atau interaksi yang bersifat antagonis, yang dikarenakan kelangkaan kekuasaan (power), sumber daya atau posisi sosial, dan sistem nilai yang berbeda. Dengan kata lain, konflik dapat pula dirumuskan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang
18
timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut berusaha menjelaskan duduk persoalan dari sudut pandang mereka masing-masing. Berdasarkan pihak-pihak yang saling bertentangga, ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu: 1. Konflik dalam diri individu Konflik
jenis
ketidakpastian
ini
terjadi
mengenai
jika
seorang
pekerjaan
individu
yang
ia
menghadapi
harapkan
untuk
dilaksanakan, jika berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau
jika
individu
diharapkan
untuk
melakukan
lebih
dari
kemampuannya. 2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama Konflik jenis ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian dan konflik antar peranan (misalnya antara manajer dan karyawan). 3. Konflik antara individu dan kelompok Konflik ini berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerjanya. Misalnya seorang individu diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan kepentingan antar kelompok dalam organisasi yang sama. 5. Konflik antar organisasi Konflik jenis ini timbul karena adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Biasanya konflik ini mengarah pada timbulnya produk baru, jasa, teknologi baru, harga yang lebih murah, dan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien.
19
Perlu disadari bahwa konflik berbeda dengan persaingan. Dalam persaingan pihak-pihak yang terlibat tidak bisa mencapai tujuan secara serentak, dan merea juga tidak bisa saling mengganggu. Misalnya, dua orang manajer pernjualan berusaha untuk bekerja lebih baik dan menjadi pihak yang pertama kali bisa mencapai kuota penjualan. Bila ada kesempatn untuk mengganggu dan jika kesempatan itu digunakan, maka yang timbul adalah konflik. Pandangan terhadap konflik dalam organisasi telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Ada tiga pandangan terhadap konflik yang timbul dalam organisasi, yaitu pandangan tradisional, pandangan perilaku, dan pandangan interaksionis. 1. Pandangan Tradisional Pandangan tradisional tentang konflik menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, tidak di inginkan, dan berbahaya bagi suatu organisasi. Penganut pandangan ini berpendapat bahwa timbulnya konflik menunjukan adanya sesuatu yang salah dalam organisasi. Oleh karena itu bila kesalah tersebut dapat dibetulkan, maka semua fungsi dalam organisasi akna bisa terintegrasi dengan baik. Tugas manajemen dalam pandangan ini adalah menghilangkan konflik. 2. Pandangan perilaku Pandangan perilaku beranggapan bahwa konflik merupakan peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan organisasi. Anggota-anggota suatu organisasi sangat beraneka ragam dan masing-masing bersifat unuk serta memiliki kepentingan sendiri-sendiri dan kadang-kadang dapat saling bertentangan. Para penganut pandangan ini menyatakan bahwa konflik
bisa
bersifat
fungsional
(memberi
manfaat)
maupun
dysfunctional (merugikan). Meskipun demikian sebagian besar dari penganut pendapat ini menganggap bahwa konflik umumnya bersifat dysfunctional atau merugikan organisasi. 3. Pandangan interaksionis Pandangan terbaru ini berpendapat bahwa konflik dalam organisasi merupakan hal yang tidak terhindak dan bahkan diperlukan. Meskipun
20
konflik sering merugikan, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa konflik sering pula membuat organisasi dapat beroperasi secara lebih efektif. Ada perbedaan mendasar antara pandangan ini dengan pandangan perilaku. Pandangan perilaku mengupayakan sedapat mungkin untuk menghilangkan konflik setiap kali timbul. Sedangkan pandangan interaksionis berkeyakinan bahwa konflik bukanlah hal yang harus dihilangkan semuanya, tetapi harus dikelola. Pandangan interaksionis berusaha
meminimumkan
aspek-aspek
yang
merugikan
dan
memaksimumkan aspek-aspek yang menguntungkan.
Konflik Fungsional dan Dysfunctional Pandangan interaksionis tidak menganggap semua konflik merupakan konflik yang baik. Ada konflik yang mendukung tercapainya tujuan dari kelompok dan kemungkinan akan meningkatkan kinerja. Konflik seperti ini adalah konflik fungsional yang bersifat konstruktif. Konflik jenis ini dapat memberikan segi-segi positif seperti (Coser, 1950; dalam Reksohadiprodjo dan Handoko, 1991, p. 235) 1. Konfik dalam:
Pergantian pimpinan yang lebih berwibawa, penuh ide dan semangat baru.
Perubahan tujuan organisasi yang lebih mencerminkan nilainilai yang disesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi.
Perlembagaan konflik itu sendiri, artinya konflik disalurkan agar tidak merusak susunan atau struktur organisasi; dengan demikian konflik tidak dipadamkan tetapi dialirkan dengan kehendak anggota sehigga tercipta tata susunan baru peraturan permainan dalam organisasi.
2. Konflik dengan organisasi lain mungkin dapat:
Lebih mempersatukan para anggota organisasi Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi
21
Lebih menyadarkan para anggota terhadap strategi serta taktik lawan
Menjadi suatu lembaga pengawasan masyarakat
Sementara itu ada pula konflik yang bersifat destruktif atau mengganggu kinerja organisasi/kelompok. Konflik seperti ini adalah konflik dysfunctional. Biasanya hal ini terjadi bila konflik yang terjadi hanya memakan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-lain. Konflik dysfunctional menghambat koordinasi dan hubungan antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Salah satu kriteria untuk menentukan apakah suatu konflik termasuk konflik fungsional atau dysfunctional adalah kinerja kelompok. Seringkali pandangan seorang individu berbeda dengan pandanga kelompok secara keseluruhan. Suatu konflik dapat sja merupakan konflik fungsional bagi seseorang individu, tetapi dysfunctional bagi kelompok. Dalam konteks TQM, kriteria yang digunakan tetaplah kriteria kelompok, bukan kriteria individual. Agar suatu konflik dapat diantisipasi dan dipecahkan sebelum berkembang menjadi dysfunctional, maka perlu dipahami beberapa faktor yang bisa menyebabkan timbulnya konflik. Beberapa faktor tersebut antara lain:
Kepribadian atau sistem nilai yang bertentangan
Batas-batas pekerjaan yang tumpang tindih atau tidak jelas
Persaingan dalam mendapatkan sumberdaya yang terbatas
Komunikasi yang kurang memadai
Tugas-tugas yang saling tergantung (misalnya seorang individu tidak dapat menyelesaikan tugasnya sebelum orang lain telah merampungkan tugasnya).
Konfleksitas organisasi
Kebijakan standar atau peraturan yang tidak jelas
Deadline yang tidak masuk akal atau tekanan waktu yang terlampau ekstrim
22
Pengambilan
keputusan
kolektif
(semakin
banyak
orang
yang
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik)
Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (misalnya harapan yang tidak realistis terhadap pekerjaan, gaji, atau promosi)
Konflik yang tidak terpecahkan atau tersembunyi
Manajer TQM harus secara produktif memantau setiap kemungkinan atau sumber timbulnya konfil tersebut dan mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya konfik dysfunctional. Misalnya konflik kelompok dapat dikurangi dengan jalan melalukan pengambilan keputusan berdasarkan suara mayoritas, bukan sekedar mencari konsensus.
Metode Manajemen Konflik Ada tiga bentuk manajemen konflik, yaitu: 1. Metode Stimulasi Konflik Dalam situasi konflik terlalu rendah sehingga menyebabkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif, manajer perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mendorong peningkatan prestasi. Metode simulasi konflik terdiri atas:
Penempatan orang baru atau orang luar ke dalam kelompok tersebut
Penyusunan kembali organisasi
Penawaran bonus, insentif, dan penghargaan untuk mendorong persaingan
Pemiliha manajer yang tepat
Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
23
2. Metode Pengurangan Konflik Metode ini bertujuan menekan terjadinya antagonisme yang di timbulkan oleh konflik. Ada 2 metode yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik yaitu:
Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok yang terlibat konflik
Mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi tantangan atau musuh yang sama
3. Metode Penyelesaian Konflik Ada lima metode yang diterapkan yaitu:
Competition Metode ini digunakan bila salah satu pihak berusaha untuk mencapai tujuannya tanpa menghiraukan dampaknya terhadap pihak-pihak lain
Avoidance Metode ini diterapkan bila salah satu pihak yang berselisih menarik diri atau berusaha menekan konflik yang terjadi.
Accomodation Dalam metode ini salah satu pihak berusaha untuk mengalah, dalam artian memenuhi tuntutan pihak aposisinya.
Compromise Bila masing-masing pihak yang berselisih sama-sama bersedia berkorban maka hasil kompromi akan tercapai
Collaboration Metode ini berupaya untuk memberikan keuntungan bagi setiap yang berlibat. Metode ini berusaha mengubah konflik menjadi situasi pemecahan masalah bersama.
24
Daftar Pustaka
Gaspersz, V. 2005. Total Quality Management . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Hardjosoedarmo, Soewarso. 1996. Total Quality Management. Yogyakarta : ANDI.
25