MAKALAH TOKSIKOLOGI JALUR MASUKNYA ZAT TOKSIK DALAM TUBUH MELALUI INHALASI
OLEH : KELOMPOK I NURUL FAJRIANI FAJRIANI M (O111 (O111 13 507) HANI DAMAYANTI (O111 14 A. FIDIAH FASIRAH (O111 14 A. AYU NUR RAMADHANI (O111 15 003) NURSULALATIN NURSULALATIN UMAR (O111 15 ) ROSMALA DEWI (O111 15
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya, kami dapat menyusun makalah tentang salah satu hewan yang termasuk dalam jenis athropoda yaitu kecoa. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan kita, Nabi Muhammad SAW, serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang senantiasa ta’at hingga akhir zaman. Makalah ini kami susun guna sebagai tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner II. Dengan demikian, diharapkan kami mampu mengetahui, memahami, dan menyimpulkan materi-materi tersebut. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan atau kekeliruan, oleh karna itu kami menerima kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dalam penyusunan makalah di waktu yang akan datang.
Makassar, 22 Februari 2018
Kelompok I
i
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
Selain itu
toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera padaorganisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme (Casarett and Doulls (1995) dalam Rachmawati (2013)). Racun merupakan substansi yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan sistem biologis sehingga timbul gangguan fungsi sistem tersebut. Kemampuan racun untuk menimbulkan cidera dan kerusakan sistem biologis dikenal sebagai toksisitas. Toksisitas tidak mempunyai arti tanpa menyatakan kuantitas racun yang masuk tubuh, cara dan frekuensi masuk tubuh (sebagai dosis tunggal atau berulang), tipe dan derajat cidera serta waktu yang diperlukan untuk menimbulkan cidera tersebut. Ukuran toksisitas (dalam hubungannya dengan kuantitas racun) dikenal sebagai potensi atau daya racun dan secara sederhana ukuran toksisitas dapat dinyatakan sebagai lethal dose ( LD) atau dosis letal (Ngatidjan, 2006). Toxic agent atau zat toksik dapat menimbulkan efek toksik terhadap organ tubuh manusia atau hewan diantaranya organ hepar,otak, paru-paru, ren, limpa, otot dan lain-lain (Rachmawati, 2013). Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik ),maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme (Wirasuta dan Niruri, 2006). 1.2 Rumusan Masalah 1. Pengertian toksikologi dan efek toksik 2. Jalur zat toksik masuk ke dalam tubuh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Toksikologi dan Efek Toksik Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed ) makhluk tadi (Rachmawati, 2013). Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zatzat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya (Rachmawati, 2013). Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan (Wahyu dan Raymond, 2008). Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons (Darmanto, 2001). Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik /toksodinamik) dan pengaruh organisme
terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik /toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik (Anief, 2002). II.2 Jalur zat toksik masuk ke dalam tubuh Semua bahan kimia pada hakekatnya adalah racun, dosisnyalah yang membedakan racun dan obat. Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan tidak normal akibat efek racun. Portal entri adalah pintu masuknya bahan kimia ke dalam tubuh organisme. Beberapa portal entri yang penting adalah (1) mulut, oral, atau lewat tractus gastero-intestinales/saluran pencernaan; (2) saluran pernapasan atau per inhalasi, atau lewat tractus respiratorius; (3) kulit atau dermal; (4) parenteral atau disuntikkan ke dalam tubuh, bisa ke otot (intra muskuler , IM); ke vena (intravena, IV); ke peritoneum (intra peritoneum, IP), di bawah kulit ( subcutan, SC) (Yuliarti, 2013). Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga saluran, yakni (Rachmawati, 2013): 1. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di laboratorium. 2. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida. 3. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh. 4. Melalui suntikan (parenteral, injeksi) 5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) II.3 Jalur Masuknya Zat Toksik Melalui Inhalasi Pemejanan (eksposisi) xenobiotika (senyawa-senyawa asing yang tidak terdapat secara alami di lingkungan tertentu) yang berada di udara dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika
tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda.Disamping itu perlu diingat, bahwa saluran pernafasan merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat menseleksi partikel berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan efek toksik dari tokson yang dihirup tidak saja tergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga pada sifat fisiknya (Wirasuta dan Rasmaya, 2006).
Gambar 1 Skema saluran pernafasan manusia (Wirasuta dan Rasmaya, 2006) Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring, saluran trakea dan bronkus, serta acini paru paru, yang terdiri atas bronkiol pernafasan, saluran alveolar, dan alveoli. Nasofaring berfungsi membuang partikel besar dari udara yang dihirup, menambahkan uap air, dan mengatur suhu. Umumnya partikel besar ( >10 μm) tidak memasuki saluran napas, kalau masuk akan diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsi sebagai saluran udara yang menuju alveoli. Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel bersilia dan dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang disekresi dari sel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia dan lendirnya, lapisan ini dapat mendorong naik partikel yang mengendap pada permukaan menuju mulut. Partikel yang mengandung lender tersebut kemudian dibuang dari saluran pernafasan dengan diludahkan atau ditelan. Namun, butiran cairan dan partikel padat yang kecil juga dapat diserap lewat difusi dan fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa partikel bebas dapat juga masuk ke saluran limfatik. Partikel-partikel yang dapat terlarut mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah. Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperti carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan karbontetraklorida. Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung pada daya larut gas dalam darah. Semakin mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi (Wirasuta dan Rasmaya, 2006).
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru, terutama berlaku untuk gas (seperti karbon monoksida ”CO”, oksida nitrogen, dan belerang oksida) dan juga uap cairan (seperti benzen dan karbon tetraklorida). Sistem pernapasan mempunyai kapasitas absorpsi yang tinggi. Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, laju aliran darah yang cepat, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Oleh sebab itu jalur eksposisi ini merupakan hal yang menarik bagi farmasis untuk mengembangkan produk sediaan farmaseutika untuk mendapatkan efek farmakologi yang akut, guna menghindari pemakaian secara injeksi. Absorpsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran ”nasal cavity” atau absorpsi melalui alveoli paru-paru. Kedua membran ini relative mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap xenobiotika. Sebagai contoh senyawa ammonium quarterner, dimana sangat susah diserap jika diberikan melalui jalur oral, namun pada pemberian melalui ”nasal cavity” menunjukkan tingkat konsentrasi di darah yang hampir sama dibandingkan dengan pemakaian secara intravena. Luas permukaan alveoli yang sangat luas, ketebalan diding membran yang relativ tipis, permeabilitas yang tinggi, lanju aliran darah yang tinggi, dan tidak terdapat reaksi ” first-pass-efect” merupakan faktor yang menguntungkan proses absorpsi xenobiotika dari paru-paru. Namun pada kenyataannya jalur eksposisi ini sedikit dipillih dalam uji toksisitas dari suatu xenobiotika, karena; (1) kesulitan mengkuantisasikan dosis yang terserap, (2) partikel dengan ukuran tertentu akan terperangkap oleh rambut silia atau lender dimana selanjutnya dibuang melalui saluran cerna, sehingga absopsi justru terjadi melalui saluran cerna, (3) senyawa volatil (mudah menguap) pada umumnya melalui jalur ini terabsorpsi sebagian, bagian yang tidak terabsorsi akan dihembuskan menuju udara bebas, hal ini tidak seperti jalur eksposisi saluran cerna (Wirasuta dan Rasmaya, 2006).
BAB III KESIMPULAN 1. Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zatzat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya 2. Pemejanan (eksposisi) xenobiotika (senyawa-senyawa asing yang tidak terdapat secara alami di lingkungan tertentu) yang berada di udara dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika
tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda.Disamping itu perlu diingat, bahwa saluran pernafasan merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat menseleksi partikel berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan efek toksik dari tokson yang dihirup tidak saja tergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga pada sifat fisiknya 3. Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru, terutama berlaku untuk gas (seperti karbon monoksida ”CO”, oksida nitrogen, dan belerang oksida) dan juga uap cairan (seperti benzen dan karbon tetraklorida). Sistem pernapasan mempunyai kapasitas absorpsi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Anief, M. 2002. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, cet. ke-3. Gajah Mada University Press: Yogjakarta Darmanto.2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan deng an Toksikologi Senyawa Logam. UI Press: Jakarta. Rahmawati, Aisyah. 2013. Toksikologi. Universitas Negeri Malang: Malang. Wahyu W., Astiana S., Raymond J. 2008. Efek toksik logam. Penerbit ANDI : Yogayakarta. Wirasuta, I Made Agus Gelgel dan Rasmaya Niruri. 2006. Toksikologi Umum. Buku Ajar Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Univrsitas Udayana. Univesitas Udayana: Denpasar. Yuliarti, Nurhayati. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi: Yogyakarta.