BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori hukum adalah teori dalam bidang hukum yaitu berfungsi memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa hal-hal yang dijelaskan itu adalah ilmiah, atau paling tidak, memberikan gambaran bahwa hal-hal yang dijelaskan itu memenuhi standar teoritis. 1 Tugas teori hukum menjelaskan nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum hingga pada landasan filosofisnya yang tertinggi. Pemikiran teori hukum tidak terlepas dari keadaan lingkungan dan latar belakang permasalahan hukum atau menggugat suatu pikiran hukum yang dominan pada saat it u. 2 Pemikiran tentang teori hukum adalah akumulasi keresahan maupun jawaban dari masalah kemasyarakatan yang dihadapi oleh generasi pada saat itu.Tentunya akan terdapat pola dan paradigma yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang memang lahir dari struktur dan sistem sosial yang sangat berbeda. Ini tidak lain teori dan paradigma hukum yang lahir merupakan hasil
1
Marwan Efendy, Teori Hukum dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan dan Harmonisasi Hukum Pidana, Cet. I ( Jakarta : Gaung Persada Press Group, 2014 ), hlm, 12. 2 Teguh Prasetyo, dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum, Cet.I (Jakarta : Rajawali Press, 2012 ), hlm, 138.
1
pemikiran korektif dan reflektif dari kondisi tempat masyarakat dimana para tokoh yang hidup tersebut melontarkan gagasannya. 3 Oleh sebab itu, memahami pemikiran tentang teori dan paradigma hukum yang dikemukakan oleh para pakarnya haruslah dirunut dan teliti dari latar belakang politik dan kondisi sosial masyarakat tempat ahli piker tersebut hidup. Sehingga bisa ditentukan paradigma yang diajukan oleh ahli piker tersebut masih relevan atau tidak dalam memahami hukum pada saat ini dengan kondisi dan struktur sosial yang sangat berbeda dengan latar belakang sosial dimana paradigma tersebut di ajukan oleh ahlinya.4 Di Indonesia, di kenal adanya adanya “ Teori Hukum Pembangunan Pembangunan “, yang mana teori hukum tersebut digagas oleh Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M “ pada tahun 1970-an ( zaman ( zaman orde baru baru ), ketika negara Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto ( otoriter ), dan lahirnya teori hukum tersebut dimaksudkan untuk melakukan justifikasi terhadap rezim otoriter Orde Baru. 5 Meskipun teori hukum pembangunan tersebut di atas lahir pada zaman orde baru dan jelas-jelas bertujuan untuk menjustifikasi terhadap rezim otoriter Orde Baru, namun kenyataannya pada saat ini ( zaman refomasi refomasi ) teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja tersebut masih
banyak dipergunakan
dalam pembangunan hukum di Indonesia, padahal latar belakang politik dan kondisi sosial serta zaman dilahirkannya teori hukum pembangunan Muchtar
3
I b I d . I b I d. 5 Achmad Ali, Menguak Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Cet.II Peradilan, Cet.II ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009 ), hlm, 9. 4
2
Kusumaatmadja tersebut sudah tidak sama dengan situasi politik dan kondisi sosial pada saat ini yang sudah memasuki zaman reformasi, sehingga perlu dikaji lebih mendalam, apakah teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja tersebut masih mempengaruhi dalam pembentukan hukum di Indonesia. Untuk itu penulis tertarik untuk mengkaji hal tersebut dan menuliskannya dalam sebuah makalah dengan Judul “ RELEVANSI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN MUCHTAR
KUSUMAATMADJA
TERHADAP
PEMBANGUNAN
HUKUM DI INDONESIA PADA SAAT INI “. B. Rumusan Masalah
Secara teori ( Das Sollen ) menyatakan bahwa teori hukum tidak terlepas dari keadaan lingkungan dan latar belakang permasalahan hukum atau menggugat suatu pikiran hukum yang dominan pada saat itu. Jika teori tersebut, dihubungkan dengan “ Teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja “ dimana teori hukum tersebut dicetuskan pada masa pemerintahan otoriter rezim Orde Baru, sedangkan pada saat ini situasi politik dan kondisi sosial sudah berubah, dimana Indonesia bukan negara otoriter sebagaimana zaman Orde Baru tersebut, akan tetapi kenyataannya ( Das Sein ) teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja masih mempunyai relevansi terhadap pembangunan hukum di Indonesia pada saat ini, sehingga rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah : “
Bagaimanakah Relevansi Teori Hukum Pembangunan
Muchtar Kusumaatmadja terhadap pembangunan hukum di Indonesia pada saat ini
3
B AB III PEMBAHASAN
1.
Relevansi Teori Hukum Pembangunan Muchtar Kusumaatmadja terhadap pembangunan hukum di Indonesia pada saat ini
Pembangunan bangsa Indonesia yang sedang berlangsung saat ini bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945,yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah
Indonesia
dan
untuk
mewujudkan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta menciptakan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Olehnya, pembangunan dilaksanakan dalam segala sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara secara berkelanjutan. Salah satu aspek yang
menjadi
Pembangunan perjuangan
sasaran hukum
bangsa
pembangunan tersebut
merdeka
adalah
sangatlah setelah
aspek
dibutuhkan
terlepas
dari
hukum untuk belenggu
itu
sendiri.
meneruskan penjajahan
kolonialisme barat, serta merupakan eksistensi sebagai negara yang berdaulat tentunya memerlukan kehadiran hukum nasional yang mencerminkan nilai-nilai kultur dan budaya bangsa. Pembangunan hukum pada dasarnya meliputi usaha mengadakan pembauran pada sifat dan isi dari ketentuan hukum yang berlaku dan
4
usaha-usaha yang diarahkan bagi pembentukan hukum baru yang diperlukan dalam pembangunan masyarakat. 6 Salah satu bentuk perkembangan hukum adalah lahirnya teori hukum pembangunan yang dipelopori oleh Muchtar Kusumaatmadja pada tahun 1973. 7 Awalnya teori hukum pembangunan ini sesungguhnya tidak digagas untuk menjadi sebuah teori, tetapi hanya sebagai konsep pembinaan hukum nasional, namun karena kebutuhan akan kelahiran teori ini, menjadikan teori ini dapat diterima secara cepat sebagai bagian dari teori hukum baru yang lebih dinamis, sehingga dalam perkembangannya konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama teori hukum pembangunan atau lebih dikenal dengan nama mazhab UNPAD. Latar belakang lahirnya pemikiran konsep hukum pembangunan ini bermula dari keprihatinan Muchtar Kusumaatmadja yang melihat adanya kelesuan ( melaise ) dan kekurangpercayaan akan fungsi hukum dalam masyarakat. Kelesuan itu seakan menjadi paradoksal, apabila dihadapkan dengan banyaknya jeritan- jeritan masyarakat yang mengumandangkan “ The rule of law“ dengan harapan kembalinya ratu keadilan pada tahtanya untuk mewujudkan masyarakat tata tentram kerta raharja.8 Teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja memiliki pokok-pokok pikiran tentang hukum, yaitu : Pertama, bahwa arti dan fungsi hukum dalam masyarakat direduksi pada satu hal, yakni ketertiban ( order ) yang merupakan 6
Satjipto Raharjo di dalam Abd. G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, ( Bandung : Alumni, 1980 ), hlm. 1 7 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Interagtif , ( Yogyakarta : Genta Publising, 2012 ),hlm, 5960. 8 Muchtar Kusumaatmadja di dalam Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep - Konsep Hukum dalam Pembangunan, ( Bandung : Alumni, 2002 ), hlm, 1.
5
tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok ( fundamental ) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur dan merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, maka diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Disamping itu, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. K edua, bahwa hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti pergaulan antara manusia dan masyarakat hanya di atur oleh hukum, namun juga ditentukan oleh agama, kaidah kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan, dan kaidah-kaidah sosial lainnya. Oleh karenanya, antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya terdapat jalinan hubungan yang erat antara satu dan lainnya. Namun jika ada ketidaksesuaian antara kaidah hukum dan kaidah sosial, maka dalam penataan kembali ketentuanketentuan hukum dilakukan dengan cara yang teratur, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya. Ketiga, bahwa hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksananya karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan merupakan kaidah sosial yang berisikan anjuran belaka. Sebaliknya kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara popular dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah anganangan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman, K eempat, bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai ( values ) yang berlaku disuatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum yang
6
baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup ( The living law ) dalam masyarakat yang tentunya merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. K elima, bahwa hukum sebagai sebagai alat pembaharuan masyarakat, artinya hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya memelihara dan mempertahankan dari apa yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi, antropologi kebudayaan masyarakat. Muchtar Kusumaatmadja juga memberikan definisi hukum yang lebih memadai bahwa hukum seharusnya tidak hanya dipandang sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur
kehidupan manusia dalam
masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga ( institutions )
dan proses
( proces ) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 9 Jika di analisis, makna defenisi tersebut adalah, Pertama , kata asas dan kaidah menggambarkan hukum sebagai gejala normatif, sedangkan kata lembaga dan proses menggambarkan hukum sebagai gejala sosial. K edua, kata asas menggambarkan bahwa Muchtar memperhatikan aliran hukum alam, karena asas itu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral tertinggi yaitu keadilan, sedangkan kata kaidah menggambarkan bahwa Muchtar memperhatikan pengaruh aliran positivisme hukum, karena kata kaidah mempunyai sifat normative. Sedangkan
9
I b I d , hlm, 91.
7
kata lembaga menggambarkan bahwa Muchtar memperhatikan pandangan mazhab sejarah. Kata proses memperhatikan pandangan Pragmatic legal realism dari Roscoe Pound, yaitu proses terbentuknya putusan hakim di pengadilan. Lebih lanjut
kata
lembaga
dan
proses
mencerminkan
pandangan
Sosialogical
Jurisprudence karena lembaga dan proses merupakan cerminan dari living law yaitu sumber hukum tertulis dan tidak tertulis yang hidup di masyarakat. Kata kaidah mencerminkan berlakunya kaidah dalam kenyataan menggambarkan bahwa hukum haruslah undang-undang. 10 Sehubungan dengan teori hukum pembangunan, Muchtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan. Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dngan cara yang teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat dikatakan bahwa law as a tool social engineering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal
realism yang
kemudian
diubah
menjadi
hukum
sebagai
sarana
pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah dan atau peraturan hukum berfungsi sebagai alat ( pengatur ) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang
10
I b I d , hlm, 88.
8
dikehendaki oleh pembangunan disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.11 Pengembangan teori hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat di Indonesia memiliki jangkauan dan ruang lingkup yang lebih luas jika dibandingkan dari tempat asalnya sendiri, karena beberapa alasan, yaitu, Pertama, bahwa dalam proses pembaruan hukum di Indonesia lebih menonjolkan pada perundang-undangan walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berbeda dengan keadaan di Amerika dimana teori Roscoe Pound dijukan pada pembaruan dari putusan-putusan pengadilan khususnya Supreme court sebagai mahkamah tertinggi. Kedua, bahwa dalam pengembangan di Indonesia, masyarakat menolak pendangan aplikasi mecharistis yang terdapat pada law as a tool of social engineering yang digambarkan dengan kata tool yang akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme dalam sejarah hukum yang dahulu pernah diterapkan oleh Hndia Belanda , namun masyarakat Indonesia lebih memaknai hukum sebagai sarana pembangunan serta dipengaruhi pula oleh pendekatan-pendekatan filsafat budaya dari Northrop dan pendekatan Policy oriented . Ketiga, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya telah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaruan, sehingga pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar dalam sejarah masyarakat bangsa Indonesia.
11
I b I d.
9
Berdasarkan pokok pemikiran dari teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikatakan bahwa teori hukum pembangunan didukung oleh aliran-aliran filsafat hukum mulai sejak era Yunani hingga ke era modern, yaitu : Pertama, hukum itu berlaku universal dan abadi sebagaimana dipelopori oleh Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas dan lainlain. K edua,
aliran hukum positif ( Positivisme hukum ) yang berarti hukum
sebagai perintah penguasa seperti pemikiran John Agustin atau oleh kehendak negara seperti dikatakan oleh Hens Kelsen. Ketiga, hukum itu tidak buat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat ( living law ) dimana pemikiran ini dipelopori oleh Cart Von Savigny. K eempat, aliran Socialogical yurisprudence yang dipelopori oleh Eugen Ehrlich di Jerman dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Rouscoe Pound. K elima, aliran Pragmatig legal realism yang merupakan pengembangan pemikiran Rouscoe Pound dimana hukum dilihat sebagai alat pembaruan masyarakat. K eenam, aliran Maxis Jurisprudence dipelopori oleh Karl Marx dengan gagasan hukum harus memberikan perlindungan bagi masyarakat golongan rendah. Ketujuh, aliran Antropological Jurisprudence dipelopori oleh Nortop dan Mac Duogall dimana aliran ini hukum harus dapat mencerminkan nilai sosial budaya masyarakat dan mengandung sistem nilai. Law as a tool of social engineering sering disinyalir sebagai teori hukum yang banyak memengaruhi Muchtar Kusumaatmadja. Makalah pembinaan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional yang memuat antara lain teori law as a tool of social engineering disampaikan Muchtar Kusumaatmadja dalam “ Panel
10
Discusion V “ yang diselenggarakan Majelis Hukum Indonesia (MAHINDO ) di Jakarta pada bulan Maret 1972. 12 Istilah “ Teori Hukum Pembangunan “ tidak akan dijumpai dalam tulisantulisan Muchtar sendiri. Artinya, beliau tidak pernah secara ekplisit memberi nama demikian. Bahkan, dalam sebuah tulisannya berjudul “ Pengembangan Filsafat Hukum Nasional “ ia menyebut konsep baru tentang hukum yang diperkenalkannya sejak tahun 1970 sebagai konsep normatif sosiologis, kendati dalam sebuah wawancara lisan, Muchtar memang pernah menegaskan bahwa ia lebih suka jika teorinya diberi prediket “ Teori Hukum Pembangunan”. Biasanya, orang menggambarkan Teori Hukum Pembangunan dengan mengaitkan pada beberapa tulisan beliau. Tiga di antara yang terpenting berjudul : 1). Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional ; 2). Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional ; 3). Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional. Ketiganya muncul dalam era 1970-an, priode paling produktif bagi Muchtar dalam memunculkan pemikiran teoritisnya tentang hukum. 13 Pokok-pokok pikiran Teori Hukum Pembangunan dapat dideskripsikan sebagai berikut : Filsafat Pancasila digunakan sebagai landasan fundamental untuk menggantikan posisi teori-teori dari pemikir asing seperti Northrop, Pound,
12
Nina Pane, Rekam Jejak Kebangsaan Muchtar Kusuma-atmadja ,( Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara , 2015 ), hlm,207 13 I b I d , hlm. 210-21.
11
Lasswell, dan Mc Dougal yang sebelumnya diakui Muchtar sempat memengaruhi pandangannya. Ia mulai menulis dan menggunakan istilah cita hukum Pancasila , filsafat hukum Pancasila dan negara hukum Pancasila. 14 Muchtar tetap setuju bahwa tujuan utama hukum pada umumnya adalah ketertiban dan keadilan. Tujuan keadilan ini dikaitkan Muchtar dengan tujuan hukum dalam suatu negara hukum Pancasila. Dalam setiap negara hukum, kekuasaan diatur dan oleh karena itu, harus pula tunduk pada hukum. Tujuan keadilan ini mencakup didalamnya keadilan sosial ( sila kelima dari Pancasila ). 15 Selain itu, keadilan sebagai tujuan hukum juga berkaitan dengan kedudukan dan hak yang sama bagi semua orang di dalam hukum. Hal ini dapat dihubungkan dengan sila kerakyatan dalam Pancasila ( asas persamaan ). Apabila tujuan hukum dalam negara Pancasila pada analisis di atas adalah keadilan sosial, maka fungsi hukum jadinya adalah untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita itu dalam kenyataan.16 Hukum suatu negara, bagaimanapun baiknya tujuannya, tidak akan bermanfaat bagi kehidupan bagi kehidupan masyarakat kalau tidak ditegakkan. Penegakan hukum dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hukum, yaitu ketika hukum yang mengatur tidak berhasil atau terganggu dalam menjalankan fungsinya. Instansi terakhir dalam penegakan hukum ini dijalankan oleh hakim.
14
I b I d , hlm. 215. I b I d, 16 I b I d. 15
12
Hakim memeriksa perkara dan memberi keputusannya berdasarkan hukum dan demi keadilan.17 Penegakan hukum tidak hanya menjadi urusan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, atau advokat ) melainkan pada instansi terakhir juga bergantung pada pencari
keadilan itu sendiri. Untuk itulah perlu ditumbuhkan kesadaran
bahwa berperkara itu adalah demik menegakkan hukum dan keadilan, tidak semata-mata demi memenangkan perkara.18 Dalam menumbuhkan kesadaran ini, ada peran etikan di dalamnya. Etika dan hukum sama-sama merupakan kaidah yang mengatur kehidupan manusia di dalam masyarakat. Etika mengatur tindakan manusia dari dalam diri manusia tersebut, sedangkan hukum mengatur aspek tindakan lahiriah manusia dalam masyarakat. Khusus bagi aparat penegak hukum, etika ini berhubungan dngan etika profesi, yang dijalankan demi penegakan undang-undang dan hukum, demi melindungi / membela kepentingan terdakwa atau klien, dan demi memegang kerahasiaan profesi.19 Muchtar mengakui ada penekanan tahap pertama pembangunan yang diberikan pada upaya pelembagaan ( institutionalization ) pada usaha-usaha besar pembinaan bangsa ( a great nation building effort ). Pada tahap pertama, memang tekanan ini dbierkan pada pelembangaan usaha-usaha atau proses ini, sehingga orang perorangan mungkin terdesak, namun hal ini tidak berarti individualitas dari
17
I b I d . hlm, 216. I b I d. 19 I b I d. 18
13
orang perorangan tersebut tidak boleh diberi kesempatan untuk berkembang mengingat analisis terakhir terhadap satuan-satuan masyarakat itu akan berujung pada individu juga.20 Persoalan manusia didalam pembangunan Indonesia tersebut didasarkan pada asumsi penerimaan Pancasila dan UUD 1945 sebagai suatu kenyataan dan landasan berpikir dan bertindak manusia Indonesia. 21 Pembangunan manusia Indonesia harus dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, juga harus percaya pada kemampuan diri sendiri dan pada hari depan Indonesia yang lebih baik.
Sebagai insan politik harus committed pada sistem politik negara yang pada titik puncaknya telah menerima Pancasila sebagai asas tunggal yang cocok bagi bangsa Indonesia ; dan
Sadar pada hak dan kewajiban, baik sebagai orang perorangan maupun sebagai anggota masyarakat sehingga pengertian individu tidak bisa dilepaskan dari pengertian masyarakat tempat individu itu mendapat kesempatan berkembang sepenuhnya.
Manusaia Indonesia “ masa kini “ yang terlibat dalam pembangunan tersebut diupayakan agar memiliki karakter sebagai insane modern, yang mencakup sifat-sifat ideal sebagai berikut : -
20 21
Cermat, sebagai lawan dari kecerobohan dan “ asal saja “.
I b I d , hlm, 217. I b I d ,
14
-
Hemat, dalam arti mengatur kekayaannya ( termasuk tenaga, pikiran, dan waktu ) untuk tujuan – tujuan produktif ;
-
Rajin, dalam arti suka bekerja untuk memenangkan persaingan ;
-
Jujur sebagai sifat terpuji yagn menjadi keharusan untuk mendapatkan kepercayaan sebagai modal dalam berusaha, terlepas dari apakah ada tidaknya anjuran sifat jujur ini didalam agama atau norma-norma etika ;
-
Tepat waktu ( tepat janji ), sebagai sifat untuk menghormati rekan pergaulan dan hal ini juga menjadi modal dasar yang penting dalam usaha dan perdagangan.
-
Tegas
tetapi
menghilangkan
bijaksana,
mengingat
keragu-raguan
pada
tegas
penting
untuk
pihak
ketiga
dalam
berhubungan dengan kita dan bijaksana perlu karena terkait dengan pihak ketiga yang menjadi sasaran ketegasan tersebut. -
Berani tetapi hati-hati, dalam arti siap menghadapi risiko demi perubahan dan perbaikan serta berhati-hati agar risiko tersebut dilandasi perhitungan yang matang.
-
Teguh memegang prinsip ( prinsipil ) , yakni sifat untuk tidak mudah goyah atau tergoda melakukan hal-hal yang kurang baik dan menjerumuskan.22
Lebih lanjut Muchtar berpendapat bahwa masyarakat yang membangun selalu identik dengan perubahan, sehingga dibutuhkan hukum untuk menjamin
22
I b I d, hln, 218.
15
perubahan tersebut agar ketertiban dan kepastian hukum tetap terwujud dengan mengatur serta membantu proses perubahan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum yang ideal adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat dan mencerminkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 23 Kemudian menurutnya hukum itu hanya dapat diwujudkan jika dijalankan dengan kekuasaan, dan kekuasaan itu sendiri perlu dibatasi oleh hukum. Pandangan Muchtar Kusumaatmadja tersebut pertama kali memperkenalkan tentang teori hukum pembangunan tersebut ketika ia menjadi pembicara dalam Seminar Hukum Nasional pada tahun 1973 dan ketika Muchtar menjabat sebagai Menteri Kehakiman, teori hukum yang dikemukakannya tersebut dimasukkan sebagai materi hukum dalam Pelita I ( 1970 – 1975 ). Pandangan
Muchtar
tentang
24
fungsi
dan
peranan
hukum
dalam
pembangunan nasional yang disebutkan sebagai teori hukum pembangunan pada dasarnya diletakkan di atas premis yang merupakan inti ajaran atau prinsip sebagai berikut :25 a. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur menurut Muchtar Kusumaatmadja dapat dibantu oleh perundangundangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi dari keduanya.
23
Romli Atmasasmita, Teori Hukum….. Op Cit , hlm, 66. I b I d , hlm, 60. 25 I b I d , hlm, 65. 24
16
Muchtar menolak perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata-mata. b. Baik perubahan maupun ketertiban ( atau keteraturan ) merupakan tujuan awal dari masyarakat yang sedang membangun , maka hukum menjadi suatu sarana ( bukan alat ) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. c. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum dan juga hukum ( sebagai kaidah sosial ) harus dapat mengatur ( membantu ) proses perubahan dalam masyarakat. d. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup ( the living law ) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula dengan atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu. e. Implementasi fungsi hukum tersebut diatas hanya dapat diwujudkan jika hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan , akan tetapi kekuasaan itu sendiri harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan di dalam hukum itu. 26 Pada intinya teori hukum pembangunan menegaskan hukum harus bisa didayagunakan untuk kepentingan pembangunan. Pemikiran Muchtar sedikit banyak mengenalkan kita dengan sebutan law is a tool sosial engineering . Usaha 26
I b I d,
17
untuk pembaharuan masyarakat melalui konsep law is a tool sosial engineering ini di Indonesia sudah dilaksanakan dengan asas hukum sebagai wahana untuk melaksanakan pembaruan masyarakat jauh sebelum konsep / teori ini dirumuskan secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum, sehingga rumusan itu merupakan pengalaman masyarakat dan bangsa Indonesia menurut sejarah. Bahkan lewat budaya bangsa Indonesia misalnya, dirumuskan dengan pepatah-pepatah yang menggambarkan alam pikiran hukum adat yang telah di akui dan dapat diterima adanya pembaruan hukum. Konsep atau teori inilah yang sejak 1972 dikenal dengan mazhab UNPAD dan telah dikembangkan melalui GBHN dan tahapan Repelita yang berlaku di Indonesia. 27 Perubahan hukum yang dilaksanakan baik melalui teori masyarakat berubah dahulu baru hukum datang untuk mengaturnya, maupun yang dilaksanakan melalui konsep law is a tool sosial engineering mempunyai tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Menggunakan hukum sebagai alat rekayasa sosial harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh
tentang kemajemukan tata
hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban, ketentraman, dan mampu menjamin adanya kepastian hukum, serta dapat mengayomi masyarakat yang berintikan keadilan dan kebenaran. Agar hal ini dapat terlaksana dengan baik, maka perlu dilakukan pembinaan secara terus menerus terhadap
27
Abdul Manan, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Cet.I ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2014 ), hlm, 51
18
semua aparatur hukum, melengkapi sarana dan prasarana , serta menyiapkan aturan hukum yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. 28 Paham Muchtar tersebut boleh diduga bersebab dari bacaan-bacaannya yang intensip pada karya-karya Roscoe Pound, khususnya buku yang berjudul Social Control Through law , yang ia temukan semasa belajar di Amerika Serikat pada tahun 1955-1956. Pada masa-masa itu, teori – teori structural fungsionalisme tengah dominan dalam kajian-kajian ilmu-ilmu sosial dan tak kurang-kurangnya juga masuk ke lingkar kajian ilmu hukum yang sudah mulai beroptik illmu sosial. Mencermati kenyataan ini, bila orang hendak memperbincangkan alam pikiran Muchtar yang berakar tunjang pada teori sociological jurisprudence, berikut paradigm fungsionalisme dan adagium law as a tool of social en gineering-nya, tak urung orang harus pulang balik ke gagasan-gagasan keilmuan Roscoe Pound ini. 29 Membaca risalah dan makalah yang ditulis sepulangnya dari masa belajarnya di Amerika Serikat, diperoleh kesan betapa Muchtar telah berbicara searah dengan apa yang selama ini dikemukakan Pound sebagai the sociological jurisprudence. Tak pelak lagi, sejak awal kariernya sebagai guru besar ilmu hukum, tidaklah pemikiran Muchtar mungkin dipisahkan dari perkenalannya dengan gagasan Pound. Namun demikian , tidaklah bolah dikatakan begitu sja bahwa apa yang ditulis dan diajarkan Muchtar di Indonesia ini adalah copy-paste gagasan Roscoe Pound. 30
28
I b I d , hlm, 52. Nina Pane, Rekam Jejak Kebangsaan….. Op Cit , hlm, 208. 30 I b I d .
29
19
Secara sosiologis, hukum merupakan refleksi dari tata nilai yang diyakini masyarakat sebagai suatu pranata dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam perspektif ini, maka hukum dapat dijadikan sebagai acuan pembaruan masyarakat sebagaimana konsep Roscoe Pound tentang, law as a tool of social engineering .31 Teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan salah satu teori besar dalam ilmu hukum. Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap perubahan sektor hukum, sementara di pihak lain, perubahan hukum juga berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan hukum yang dapat mempengaruhi perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni fungsi hukum sebagai sarana perubahan sosial , atau sarana rekayasa masyarakat ( sosial engineering ). Jadi, hukum merupakan sarana rekayasa masyarakat ( a tool of sosial engineering ) , suatu istilah yang dicetuskan oleh ahli hukum Amerika yang terkenal yaitu Roscou Pound. Prof. Roscoe Pound, yang lahir tahun 1870 dan meninggal pada tahun 1964 dalam usia 94 tahun, adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Harvard Amerika Serikat, yang menjadi dekan selama 20 tahun ( 1916-1936 ). Meskipun selama hidupnya, Roscoe Pound bisa menulis lebih kurang 24 buku hukum dan 287 artikel tentang hukum, Roscoe Pound sebenarnya hanya autodidak dibidang hukum, sebab, pendidikan formalnya dari B.A ( 1888 ), M.A ( 1889 ), dan Ph.D. (1898) dari Universitas Nebraska ( USA ) yang semuanya adalam dalam bidang 31
Zainal Arifin Hoesein, Hukum dan Dinamika Sosial, Cet.I ( Jakarta : CV. Ramzy Putra Pratama, 2014 ), hlm, 19.
20
ilmu botani. Roscoe Pound kemudian tertarik kedalam bidang ilmu hukum mungkin karena pengaruh dari ayahnya yang kebetulan berprofesi seba gai seorang lawyer. Tulisan-tulisan dari Roscoe Pound banyak memengaruhi pemikiran para ahli hukum di abad ke-20. 32. Jika Penulis menganalisa terhadap Teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja dan kemudian dihubungkan dengan syarat-syarat sebuah teori, sehingga kesahihannya dapat di evaluasi. Karena tidak semua pandangan ahli dan hasil pengamatannya akan melahirkan sebuah teori yang dapat diterima secara umum. Pandangan alhi dan hasil pengamatannya akan dapat menjadi sebuah teori apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 33 1. Sebuah teori harus cermat. Ini mengandung arti bahwa akibat-akibat yang dapat diderivasi dari dalam teori itu harus sesuai dengan hasilhasil eksprimen dan pengamatan-pengamatan yang dilakukan. Sebuah teori tentang sifat ( hakikat ) dari hukum, misalnya harus dapat diterapkan pada semua aturan normative hukum positif yang berlaku. 34 2. Sebuah teori harus sederhana. Maksud sesungguhnya sebuah teori adalah untuk menciptakan ketertiban dalam suatu keseluruhan unsure yang kacau balau. Suatu teori akan jelas memperlihatkan pertalian suatu fenomena dengan jelas. Unsur kesederhanaan ini menjelaskan misalnya daya tarik yang besar dari pandangan Kelsen tentang struktur dari 32
Munir Fuady, Teori-Teori Besar ( grand Theory ) Dalam Hukum , Cet.II, ( Jakarta : Kencana Prenadamedia, 2013 ), hlm, 248-249. 33 Salim,HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Cet.II ( Jakarta : Rajawali Pers, 2012 ) hlm, 10. 34 I b I d .
21
sistem-sistem hukum, daya tarik yang sangat rendah terbatas dari berbagai teori dan dari Logika Hukum formal. 35 3. Sebuah teori harus konsisten. Ini berarti bahwa teori tidak boleh memuat atau mengandung pertentangan internal atau tidak boleh membawa pada kesimpulan-kesimpulan yang saling bertentangan. Ia juga tidak bertentangan dengan teori-teori baru itu justru merupakan perlawanan terhadap teori-teori yang sudah mapan ( seperti Copernicul berkenaan dengan Ptolemaeus ). Sebuah contoh sederhana inkonsistensi adalah teori-teori interpretasi yang lazim diikuti dalam praktik peradilan. Putusan-putusan yang saling bertentangan disini sangat banyak.
Pertentangan-pertentangan
asas-asas
yang
diterapkan
sedemikian rupa sehingga dari dalam peradilan tidak dapat dikontruksi teori interpretasi yang koheren. Disini lebih dititikberatkan pada pertimbangan-pertimbangan
pragmatis
ketimbang
pertimbangan-
pertimbanan teoritis.36 4. Sebuah teori harus memiliki lingkup jangakuan yang besar ( luas ). Sebuah teori harus dapat menjelaskan lebih banyak ketimbang yang mungkin dihasilkan sebelumnya dengan pengamatan sederhana atau dengan teori-teori yang lebih terbatas. 37
35
I b I d. I b I d , hlm, 11. 37 I b I d. 36
22
5. Sebuah teori harus produktif dalam hubungannya dengan temuantemuan penelitian yang baru. 6. Sebuah teori harus mengungkapkan atau relasi-relasi baru di antara gejala-gajala yang sudah dikenal yang sebelumnya tidak teramati. 38
Menurut Penulis, Teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja sampai saat ini masih relevan untuk dijadikan sebagai landasan dalam pembentukan hukum di Indonesia, dan masih mempunyai sinergi yang timbal balik secara selaras, serta belum membutuhkan untuk di revisi serta belum ada teori yang bisa menumbangkannya, sehingga perlu untuk di kukuhkan. Aspek ini dapat dibuktikan bahwa dalam konteks kebijakan legislasi dan aplikasi serta dalam kajian ilmiah maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Muchta Kusumaatmadja,S.H., LL.M tetap dijadikan landasan utama dan krusial yang menempatkan bahwa hukum dapat berperan aktif dan dinamis sebagai katalitator maupun dinamisator sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia. Tegasnya
bahwa
Teori
Hukum Pembangunan
dari
Prof.Dr,
Muchtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M menjadikan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat bukan sebagai alat pembaharuan masyarakat atau seba gai law as s tool of social engineering .
38
I b I d.
23
B A B III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat di simpulkan bahwa Teori hukum pembangunan Muchtar Kusumaatmadja masih mempunyai relevansi terhadap pembangunan hukum di Indonesia pada saat ini, meskipun teori tersebut dilahirkan pada situasi dan kondisi politik pada rezim otoriter orde baru yang berbeda dengan situasi dan kondisi Indonesia pada saat ini. Teori Hukum Pembangunan Muchtar Kusumaatmadja meruakan salah satu Teori Hukum yang lahir dari kondisi masyarakat Indonesia yang pluralistik berdasarkan Pancasila, serta diciptakan oleh orang Indonesia sehingga relative sesu ai apabila diterapkan pada masyarakat Indonesia. Teori Hukum Pembangunan dari Prof.Dr. Muchtar Kusumaatmadja,S.H., LL.M apabila diaktualisas ikan pada kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya dan kondisi penegakan hukum pada khususnya maka mempunyai sinergi yang timbal balik secara selaras. B. Saran-saran Dari uraian tersebut di atas, maka penulis menyarankan kepada seluruh pembelajar ilmu hukum di Indonesia supaya kiranya dapat mengikuti jejak Muchtar Kusumaatmadja yang dapat mencetuskan teori dalam bidang ilmu
24
hukum, yang teorinya dapat bertahan dan sukar untuk tumbangkan walaupun situasi dan kondisi politik negara Indonesia sudah berubah / berbeda dengan zaman di cetuskannya teori tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Ahmad, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Cet.II, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2009. Atmasasmita, Romli, Teori Hukum Interagtif , Yogyakarta : Genta Publising, 2012. Efendi, Marwan, Teori Hukum dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan dan Harmonisasi Hukum Pidana, Cet. I, Jakarta : Gaung Persada Press Group, 2014. Fuady, Munir, Teori-Teori Besar ( grand Theory ) Dalam Hukum , Cet.II, Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013. Hoesein, Zainal Arifin, Hukum dan Dinamika Sosial , Cet.I, Jakarta : Cv. Ramzy Putra Pratama, 2014. Manan, Abdul, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Cet.I, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014. Muchtar Kusumaatmadja di dalam Otje Sulaiman dan Eddy Damamian, Konsep Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung : Alumni, 2002. Pane, Nina, Rekam Jejak Kebangsaan Muchtar Kusumaatmadja, Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara, 2015.
26
Prasetyo, Teguh, dan Barkatullah, Abdul Halim, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum, Cet. I, Jakarta : Rajawali Press, 2012. Salim,HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Cet,II, Jakarta : Rajawali Pers, 2012. Satjipto Raharjo di dalam Abd.G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, Bandung : Alumni, 1980.
27