1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum bisnis / komersial adalah suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang di hubungkan dengan produksi atau pertukaran barang / jasa dengan menempatkan uang dari para entrepenius dalam resiko tertentu, dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Surat berharga merupakan salah satu dari ruang lingkup hukum bisnis / komersial ini, secara fisik, surat berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi dia begitu kuatnya mengikat secara hukum. Berdasarkan beberapa referensi yang ada, surat berharga dapat didefinisikan sebagai surat yang: (a) memiliki nilai, (b) negotiable negotiable dan (c) mudah dialihkan, yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, ada beberapa masalah yang berkaitan dengan surat berharga, yaitu : 1. Apa pengertian dan dasar hukum surat berharga? 2. Apa saja fungsi dari surat berharga ? 3. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dengan surat berharga? 4. Apa saja jenis-jenis dari surat berharga?
2
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan guna membahas masalah yang ada di dalam makalah ini, maka didapatkan beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum surat berharga
2.
Untuk memberikan informasi tentang fungsi dari surat berharga
3.
Untuk memberikan informasi mengenai siapa saja pihak-pihak yang terkait dengan surat berharga
4.
Untuk memberikan informasi mengenai jenis-jenis surat berharga
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Surat Berharga
Surat
berharga
adalah surat
pengakuan
hutang,
wesel,
saham,
obligasi,
sekuritas kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang. (UU No. 7/1992 tentang Perbankan).
Sedangkan fungsi dari surat berharga itu sendiri dapat dikelompokkan sebagai:
1. Alat pembayaran (contoh: cek, bilyet giro dan wesel bayar);
2. Surat bukti investasi, yang dibagi lagi ke dalam (i) investasi yang bersifat utang (contoh: promes dan obligasi), dan (ii) investasi yang bersifat ekuitas (contoh: surat saham).
2.2 Fungsi dari Surat Berharga
Dalam Bab 6 dan 7 KUHD, fungsi surat berharga secara umum dibedakan dalam:
1. Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar. Dalam surat ini penandatangan berjanji atau menyanggupi membayar sejumlah uang
4
kepada pemegang atau orang yang menggantikannya. menggantikannya. Termasuk bentuk ini adalah surat sanggup;
2. Surat perintah membayar. Dalam surat ini penerbit memerintahkan kepada tertarik untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya. Termasuk dalam bentuk surat ini adalah surat wesel dan cek;
3. Surat pembebasan hutang. Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjukkan menunjukkan dan menyerahkan surat ini. ini. Termasuk dalam bentuk ini adalah kwitansi atas unjuk.
2.3 Pihak yang Terlibat Dalam Surat Berharga
1. Penarik (drawee (drawee), ), merupakan pihak pemilik dana pada rekening yang memerintahkan tertarik, yaitu bank, untuk membayar kepada pemegang; 2. Penerbit
(issuer , (issuer
penandatangan, debtor ), ),
merupakan
pihak
yang
menerbitkan surat berharga; 3. Pemegang (kreditur, holder , investor, beneficiary), beneficiary), adalah pemegang surat berharga yang memiliki hak tagih; 4. Tertarik ( payee), payee), merupakan pihak lain yang disebutkan dalam surat berharga sebagai pihak yang akan melakukan melakukan pembayaran; 5. Endosant (indorser (indorser ), ), adalah pemegang surat berharga sebelumnya, yang memindahkan haknya atas surat berharga tersebut kepada pihak yang menerima pengalihan; 6. Akseptan (acceptor (acceptor ), ), adalah pihak yang melakukan akseptasi menerima, yaitu mengakui setiap tagihan yang ternyata dalam warkat surat berharga yang diaksep serta berjanji melakukan pembayaran pada waktu yang ditentukan. Biasanya akseptan dalam wesel bank adalah bank selaku pihak
5
tertarik, sedangkan dalam wesel dagang (merchants ( merchants draft ) akseptan biasanya adalah importir atau pembeli; 7. Avalist (guarantor) adalah penjamin dari penerbit.
2.4 Jenis-Jenis Surat Berharga
1. Cek Cek adalah surat perintah dari nasabah, dalam hal ini pemilik dana pada rekening giro (current (current account ), ), kepada tertarik, dalam hal ini bank, untuk membayar tanpa syarat sejumlah dana kepada pemegang pada saat diunjukkan, yang berfungsi sebagai alat pembayaran tunai. Setiap cek, berdasarkan Pasal 178 KUHD, harus harus berisikan: 1. Nama dan nomor cek; 2. Nama bank tertarik; 3. Perintah bayar tanpa syarat; 4. Nama penerima dana atau atas pembawa; 5. Jumlah dana dalam angka dan huruf; 6. Tempat pembayaran harus dilakukan; 7. Tempat dan tanggal penarikan cek; 8. Tanda tangan penarik.
Berdasarkan Pasal 182 KUHD dan dikaitkan dengan mekanisme pengalihannya cek dapat dibagi menjadi: 1. Cek atas unjuk atau cek kepada orang yang ditulis namanya dengan tambahan klausula “atau penggantinya”, harus dibayar kepada yang namanya tertera dalam cek dan pengalihannya secara endosemen; 2. Cek atas nama adalah cek kepada orang yang disebut namanya dengan tambahan klausul “tidak kepada pengganti”, maka pengalihannya secara cessie;
6
3. Cek atas bawa adalah cek kepada pembawa atau kepada orang yang disebut namanya dengan tambahan klausula “atau kepada pembawa” atau cek tanpa penyebutan nama penerimanya, maka pengalihannya cukup dengan penyerahan fisik cek saja.
2. Bilyet Giro Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah pemilik dana pada rekening giro, kepada bank atau tertarik untuk memindahkan sejumlah dana kedalam rekening yang tertera dalam bilyet giro, dana mana tidak dapat dicairkan secara tunai. Setiap Bilyet Giro harus berisikan: 1. Nama dan nomor Bilyet Giro; 2. Nama bank tertarik; 3. Perintah bayar tanpa syarat; 4. Nama dan nomor rekening pemegang /penerima; 5. Nama dan alamat bank penerima; 6. Jumlah dana dalam angka dan huruf; 7. Tempat dan tanggal penarikan; 8. Tanda tangan dan nama jelas penarik;
3. Wesel Wesel dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak ditemukan definisinya. Dalam Black’s Law Dictionary, draft didefinisikan sebagai: perintah tertulis dari satu pihak (penarik) yang menginstruksikan kepada pihak kedua (tertarik/bank), untuk membayar sejumlah uang saat diminta atau pada waktu yang ditentukan kepada pihak ketiga (penerima pembayaran) atau penggantinya atau siapapun yang membawa wesel.
Sedangkan wesel tagih atau bill of exchange didefinisikan sebagai: Perintah tertulis tanpa syarat dari pihak yang satu kepada pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang saat diminta atau pada waktu yang ditetapkan.
7
Berdasarkan fungsinya, wesel dibedakan ke dalam: (i) wesel untuk keperluan kiriman uang (bank draft), dan (ii) wesel dagang atau wesel tagih (bill of exchange, merchants draft), yang lazim digunakan dalam transaksi trade finance. Wesel yang tergolong surat berharga dalam hal ini adalah wesel dagang atau lazim juga disebut wesel tagih.
4. Konosemen (Bill of Lading atau B/L) Berdasarkan Pasal 506 KUHD, konosemen adalah suatu surat bertanggal yang dibuat oleh pengangkut (dalam hal ini perusahaan pelayaran), yang menerangkan bahwa ia telah menerima barang-barang (dari pengirim) untuk diangkut ke suatu tempat tertentu dan selanjutnya menyerahkannya kepada orang tertentu (penerima), surat mana di dalamnya juga menerangkan mengenai syarat-syarat penyerahan barang-barang dimaksud.
5. Saham Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu perseroan, yang dibuktikan dengan surat saham, sebagai suatu surat legitimasi yang menyatakan bahwa pemegang adalah orang yang berhak atas deviden, hak suara, dan manfaat lainnya.
6. Sertifikat Reksadana Sertifikat Reksadana atau juga lazim disebut unit penyertaan yang dibuat atas unjuk, adalah bukti yang menjelaskan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan oleh perusahaan reksa dana untuk kemudian akan dikelola dalam bentuk pembelian surat berharga seperti saham, obligasi, atau disimpan dalam bentuk deposito berjangka.
Lazimnya, setiap 6 bulan selama jangka waktu penglelolaan dana, investor atau pemodal akan memperoleh deviden, bunga, atau capital gain.
8
7. Obligasi Dalam Black’s Law Dictionary obligasi didefinsikan didefins ikan sebagai: a) suatu sertifikat bukti hutang, yang mana perusahaan penerbit atau badan pemerintah berjanji untuk membayar sejumlah bunga untuk satu jangka waktu panjang tertentu kepada pemegang, dan untuk membayar kembali hutangnya pada saat jatu tempo; b) instrumen hutang jangka panjang yang berisikan janji untuk membayar kepada kreditur sejumlah bunga secara periodic dan membayar hutang pokok pada saat jatuh tempo.
9
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatif dan surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang. (UU No. 7/1992 tentang Perbankan).
Fungsi dari surat berharga yaitu sebagai surat sanggup membayar atau janji untuk membayar, surat perintah membayar, serta surat pembebasan utang.
Pihak-pihak yang terlibat dalam surat berharga yaitu Penarik (drawee ( drawee), ), Penerbit (issuer ,
penandatangan, debtor ), ),
Pemegang
(kreditur, holder , investor,
beneficiary), beneficiary ), Tertarik ( payee), payee), Endosant Endosant (indorser (indorser ), ), Akseptan (acceptor (acceptor ). ).
Jenis-jenis surat berharga yaitu Cek, Bilyet Giro, Wesel, Konosemen, Saham, Sertifikat Reksadana, dan Obligasi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 – Hukum Surat Berharga, Berharga, Cetakan Ketiga, Djambatan, Jakarta, 1990; Muhammad, Abdulkadir, Hukum Dagang tentang Surat-surat Berharga, Berharga , Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993; Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 1980, Kitab Undang-undang Hukum Dagang , Cetakan ke-11, PT Pradnya Paramita, Jakarta.