KELOMPOK VII
Janice Hastiani
Attika Dini Ardiana
(030.07.124)
(030.10.042)
Nadhilla Nurayu
Cindy Herno Chrysela
(030.08.170)
(030.10.064)
Dyka Jafar Hutama Putra
Doddy Kusumah Ronosulistyo Ronosuli styo
(030.09.076)
(030.10.088)
Ardy Arfandy
Graca J. V. Morena
(030.09.287)
(030.10.117)
Alhan Rao
I Komang Rama Mahendra
(030.10.019)
(030.10.129)
JAKARTA, 18 NOVEMBER 2011
DAFTAR ISI
Daftar isi ........................................... ................................................................. ............................................ ............................................ ........................... ..... ii
Pendahuluan ...................................... ............................................................ ............................................ ............................................ ........................... .....
Laporan kasus ....................................... ............................................................. ............................................ ............................................ ........................ ..
Pembahasan Pembahasan Kasus ............................................... ..................................................................... ............................................ ............................... .........
Tinjauan Pustaka ........................................ .............................................................. ............................................ ........................................... .....................
Kesimpulan ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ........................ ..
Daftar pustaka ........................................ .............................................................. ............................................ ............................................ ......................... ...
ii
BAB I Pendahuluan
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Tinea incognito merupakan kesalahan terapi tinea dengan menggunakan steroid topikal sehingga menimbulkan kelainan kulit yang tidak jelas setelah mendapat terapi dengan steroid topikal untuk jangka waktu tertentu. Steroid topikal merupakan obat yang paling banyak dipergunakan dalam dermatoterapi terutama karena manfaatnya yang paling utama sebagai antiinflamasi dan antimitosis dalam proses peradangan pada kulit. Mekanisme steroid topikal dalam dermatoterapi bersifat paliatif atau mempermudah penyembuhan alamiah dari proses peradangan. Jadi steroid tidak bersifat menyembuhkan penyakit kulit (Steroid do not cure any of the skin disorder ) jadi dalam terapi juga harus dicarI penyebab utamanya dan segera mungkin diatasi untuk mempercepat proses penyembuhan dari penyakit. Tinea incognito adalah nama yang diberikan pada infeksi jamur saat gambaran klinis yang ada menjadi tidak jelas dikarenakan pengobatan yang tidak tepat, yang biasanya disebabkan oleh karena pemakaian steroid topikal pada kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofita
BAB II Laporan Kasus
SESI I Ny. Rani, seorang perempuan berumur 36 tahun datang berobat dengan keluhan gatalgatal dan kemerahan di kedua lipat paha kiri dan kanan. Ny. Rani mempunyai hobi diving yang hampir setiap minggu dilakukan. Penyakit ini telah diderita selama kira-kira 20 tahun dan telah berobat kedokter umum maupun dokter spesialis tapi keluhan tersebut hilang timbul. Selain itu Ny. Rani juga mengeluh ada kerutan di wajah terutama di lingkar mata, dan dulu kulitnya lebih putih sekarang agak gelap. SESI II Ny. Rani telah memeriksakan diri ke laboratorium dan dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH, ternyata hasil yang didapat hanya ditemukan sel-sel epitel tetapi tidak ditemukan hifa dan spora.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien mengeluh gatal dan kemerahan di kedua lipat paha kiri dan kanan. Penyakit ini telah diderita kira-kira 20 tahun dan telah berobat ke dokter umum maupun dokter spesialis tapi keluhan hilang timbul. Pasien mengeluh ada kerutan di wajah terutama pada lingkar mata, dan kulitnya menjadi lebih gelap.
RIWAYAT HIDUP / DATA PRIBADI DAN KEBIASAAN-KEBIASAAN Pasien memiliki hobi diving yang hampir setiap minggu dilakukan.
Status Generalis: Pasien mengeluh gatal dan kemerahan di kedua lipat paha kiri dan kanan -Suhu
: Tidak diketahui
-Tekanan Darah
: Tidak diketahui
-Frekuensi Pernafasan
: Tidak diketahui
-Denyut Nadi
: Tidak diketahui
Status Lokalis: -Look (Inspeksi)
: Kemerahan pada lipatan paha
-Feel (Palpasti)
: Tidak diketahui
BAB III Pembahasan Kasus
I.
Anamnesis a. Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat, dll) b. Keluhan utama Gatal dan kemerahan di kedua lipat paha kiri dan kanan c. Riwayat penyakit sekarang 1. Tempat/ lokasi gatal selain di lipat paha? 2. Apakah sebelum diving memakai sunblock? 3. Apakah pasien memakai obat muka tertentu? 4. Bagaimana kebersihan diri pasien? 5. Apakah rajin membersihkan diri setelah diving? d. Riwayat penyakit dahulu 1. Apakah ada penyakit sistemik? (DM)
2. Apakah sudah pernah berobat sebelumnya? 3. Apakah tindakan yang dilakukan pasien saat gatal tersebut pertama kali timbul? 4. Apakah ada alergi terhadap makanan, atau bahan kimia tertentu? e. Riwayat penyakit keluarga 1. Apakah ada riwayat penyakit DM di keluarga? 2. Apakah ada riwayat alergi terhadap makanan atau bahan kimia tertentu? 3. Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa? f.
Riwayat kebiasaan 1. Apakah kebiasaan yang sering dilakukan sehari hari? 2. Apakah rajin mandi setiap harinya? 3. Apakah makanan yang biasa dimakan? 4. Selain diving, apa saja olahraga yang rutin dilakukan? 5. Apakah baju diving sudah dalam keadaan bersih saat digunakan?
II.
Diagnosis Kerja Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Tinea Incognito. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan keluhan gatal serta kemerahan di lipat paha kiri - kanan dan hilang timbul yang telah berlangsung selama 20 tahun. Pasien sendiri sudah berobat ke dokter umum maupun dokter spesialis. Kemungkinan penggunaan obat (kortikosteroid)
yang
diberikan
dokter
sebelumnya
menyebabkan
pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH menunjukkah hasil negatif palsu.
III.
Diagnosis Banding
-Tinea Kruris
hasil
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun. Kelainannya berupa lesi berbatas tegas, peradangan pada tepi yang lebih nyata dari bagian tengahnya, dan efloresensi. Bila menahun dapat berupa bercak hitam disertai sisik, dan dapat terdapat erosi dan keluarnya cairan akibat garukan.
-Urtikaria Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam.
-Infeksi bakteri (Eritrasma) Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali jika terjadi ekzematisasi oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit. - Infeksi Campuran (mixed infection, jamur & bakteri)
IV.
Patofisiologi
1. Patofisiologi Gatal
Sensasi gatal muncul
secara lambat melalui
unmyelinated C-polymodal dan
juga neuron nosiseptif tipe A delta dengan ujung saraf bebas yang terletak di dekat
dermoepidermal junction atau pun juga di epidermis. Neuron-neuron ini terletak lebih dangkal dan
lebih sensitif
terhadap zat-zat pruritogenik daripada reseptor
nyeri. Aktivator saraf ini termasuk di dalamnya histamin, neuropeptida substansi P, serotonin, bradikinin, protease (contohnya: tryptase sel mast), dan endotelin (yang merangsang pelepasan nitrat oksida). Impuls yang dari ganglion akar
dorsal ke
opioid diketahui untuk
traktus spinotalamikus.
dikirimkan Reseptor
memodulasi sensasi gatal, baik perifer
maupun pusat. Stimulasi dari
reseptor opioid mu menekankan
gatal, sedangkan stimulasi reseptor kappa dan
penyumbatan
reseptor mu menekan gatal. Dalam model tikus yang mirip dengan dermatitis atopik pada
manusia,
(H4) reseptor
histamin menjadi
perantara TH-
2 inflamasi dan gatal.
2. Patofisiologi Kemerahan
Kulit kemerahan pada tempat yang gatal karena adanya vasodilatasi pembuluh darah kapiler yang mana pada saat tersebut juga terjadi peningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis.
3. Patofisiologi Kerutan
Sesuai dengan bertambahnya umur, sel-sel yang berada di epidermis menjadi lebih tipis dan kurang lengket. Hal ini menyebabkan fungsi kulit untuk
menghalangi kelembaban dipertahankan dalam kulit menjadi berkurang, yang kemudian menyebabkan kulit menjadi kering. Pada lapisan dermis, yang terjadi adalah kolagen yang terbentuk menjadi lebih sedikit dan serat elastin yang ada tidak bekerja seperti seharusnya. Hal ini yang menyebabkan kulit menjadi keriput dan kendur. Kelenjar sebasea menjadi lebih besar tetapi produksi sebum berkurang, dan jumlah kelenjar keringat juga berkurang. Inilah yang menyebabkan kulit menjadi kering. Perbatasan antara epidermis dan dermis juga bertambah rata, sehingga membuat kulit lebih rapuh dan mudah tergeser. Proses ini juga menyebabkan nutrisi yang ada pada lapisan epidermis menjadi berkurang dan dapat merusak perbaikan kulit yang normal. Pada lapisan subkutan, lemak yang ada menjadi tipis sehingga apabila kulit tergores, bantalan kulit menjadi berkurang. 4. Patofisiologi Tinea Incognito
Tinea incognito merupakan komplikasi dari tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, ataupun tinea capitis. Tinea incognito dapat muncul karena pemakaian glukokortikoid secara topikal dan biasanya muncul di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. V.
Penatalaksanaan Medikamentosa : -Obat topikal harus dihentikan dan diganti pakai obat antifungal topikal yang adekuat, kalau sudah ekstensif bisa dikasih antifungal secara sistemik 1-2 minggu tetapi harus hati-hati karena obat sistemiknya hepatotoksik. Non Medikamentosa :
-Berhenti diving hingga penyakit nya benar-benar sembuh -Menjaga kebersihan diri
VI.
Komplikasi Dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
VII.
Prognosis Ad vitam : Bonam Ad sanationam : Dubia ad bonam Ad functionam : Bonam Ad kosmetikum : Dubia ad bonam
BAB IV Tinjauan Pustaka
ANATOMI KULIT
HISTOLOGI
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan rabung epidermis.
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75 -150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan: - Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. - Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam
imunologi kulit. - Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus. -
Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut: 1.
Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2.
Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
3.
Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
4.
Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
5.
Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan.
Dermis , yaitu lapisan kulit di bawah epidermis,
memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular. •
Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
•
Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I)
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea
• Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar rambut.
• Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar keringat apokrin 1.
Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks bergelung dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang
mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang mengandung granula sekretoris dan sel terang yang tidak mengandung granula sekretoris. 2.
Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.
• Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di bagian dermis dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga sembilan ratus per centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol beserta esternya.
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus.
Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri.
Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka terdapat banyak ujung saraf, antara lain di epidermis, folikel rambut, kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaantekanan, sensasi taktil, suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini, Meissner, dan Krause.
Selain itu turunan kulit yang lain adalah kuku. Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengankecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat f ase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003).
Tinea Incognito
Tinea Incognito merupakan kesalahan terapi tinea dengan menggunakan steroid topikal sehingga menimbulkan kelainan kulit yang tidak jelas setelah mendapat terapi steroid topikal untuk jangka waktu tertentu.
1. Definisi
Tinea incognito adalah nama yang diberikan pada infeksi jamur saat gambaran klinis yang ada menjadi tidak jelas dikarenakan pengobatan yang tidak tepat, yang biasanya disebabkan oleh karena pemakaian steroid topikal pada kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofita.
2. Etiologi
Pada
banyak
kasus
yang
ditemukan,
beberapa
organisme
diketahui
dapat
menyebabkan terjadinya tinea incognito dalam hubungannya dengan penggunaan steroid topikal. Setelah diteliti ditemukan bahwa Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes sering ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik sebagai koloni yang ada pada tinea incognito, karenanya infeksi jamur yang disebabkan oleh dua spesies tersebut sering berkembang menjadi tinea incognito contohnya tinea korporis, tinea pedis et manus, tinea unguium dan tinea cruris.
3. Patogenesis
Menurut Barnez (2003), pemakaian steroid topikal pada kulit akibat peradangan jamur pada awalnya dapat terjadi perbaikan atau penurunan peradangan dikarenakan efek
utama dari pemberian steroid topikal pada dermatologi adalah efek anti inflamasi. Tetapi jika pengobatan dihentikan dalam beberapa hari kemudian penyakit yang diderita akan semakin bertambah parah dan gatal. Selain efek anti inflamasi steroid topikal juga memiliki efek imunosupresi yang menekan peradangan akibat jamur pada awal infeksi, tetapi jika semakin sering dan banyak steroid topikal digunakan maka infeksi jamur akan semakin bertambah karena organisme penginfeksi tidak dibasmi, selain itu juga steroid topikal mengakibatkan keadaan berupa pengaburan tanda klinis infeksi sehingga menjadi tidak jelas dan tidak spesifik. Ive dan Marks (1968), mengatakan bahwa infeksi jamur yang diberika steroid topikal golongan kuat akan membuat lesi menjadi kemerah-merahan dan semakin memperluas infeksi secara perlahan-lahan. Sehingga menimbulkan gambaran klinis yang tidak jelas dan aneh yaitu skuama hampir tidak ditemukan, lesi eritematous dengan teleangiektasis yang juga bisa terdapat papula, pustule dan hiperpigmentasi.
4. Gejala
Gambaran klinis tinea inkognito menurut Barnez (2003), berupa : 1. Tidak terdapatnya lesi berskuama yang biasanya meninggi 2. Area yang terlibat memperlihatkan pewarnaan seperti memar (kemerahan) 3. Kadang terdapat nodulus dan pustule pada tepinya. Tinea inkognito harus dimasukkan sebagai diagnosis banding pada infeksi kulit yang supuratif, terutama ketika penderita diketahui sebelumnya mendapat terapi dengan steroid topikal.
5. Diagnosis
Untuk dapat melakukan terapi yang tepat pada tinea inkognito harus dapat ditegakkan diagnosis dari gejala klinis yang ada spesifik ke arah tinea inkognito dan mencari penyebab pasti infeksi jamur tersebut dengan mengambil contoh kerokan kulit untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan mikroskopik dengan menggunakan potassium hidroksid.
6. Diagnosis Banding
-Tinea Kruris
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun. Kelainannya berupa lesi berbatas tegas, peradangan pada tepi yang lebih nyata dari bagian tengahnya, dan efloresensi. Bila menahun dapat berupa bercak hitam disertai sisik, dan dapat terdapat erosi dan keluarnya cairan akibat garukan.
-Urtikaria Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam.
-Infeksi bakteri (Eritrasma)
Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali jika terjadi ekzematisasi oleh karena penderita
berkeringat
banyak
atau
terjadi
maserasi
pada
kulit.
- Infeksi Campuran (mixed infection, jamur & bakteri)
7. Pengobatan
Menurut Barnez, (2003), terapi pada tinea inkognito harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Steroid topikal yang telah dipakai sebelumnya harus dihentikan 2. Terapi standar untuk pengobatan jamur dengan antijamur harus digunakan 3. Jika diketahui secara pasti jenis jamur yang ada maka dapat diterapi dengan obat antijamur yang spesifik, misalnya dengan griseofulvin, ketokonazole, itrakonazole, klortrimazole, mikonazole.
8. Pemeriksaan Pembantu
Mengambil contoh kerokan kulit untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan mikroskopik dengan menggunakan potassium hidroksid.
9. Prognosis
Prognosis tinea incognito umumnya baik, sejauh penggunaan steroid topikal dihentikan dan diganti dengan obat antifungal atau antijamur serta pasien mampu menjaga kebersihan diri dengan baik dan berhenti untuk melakukan hobi diving nya hingga penyakit yang diderita sembuh.
BAB V Kesimpulan
Pada kasus ini, pasien didiagnosis menderita tinea incognito. Diagnosis ini ditegakan berdasarkan keluhan gatal dan kemerahan pada lipat paha kiri serta kanan yang hilang timbul dan berlangsung selama 20 tahun. Pasien juga sudah berobat ke dokter umum maupun dokter spesialis namun tidak sembuh, diduga pengobatan menggunakan steroid topikal yang terus menerus menimbulkan pengaburan tanda klinis dan perluasan infeksi akibat organisme penginfeksi tidak dibasmi sehingga jika dilakukan tes KOH menghasilkan hasil yang negatif. Penanganan tinea incognito dengan penghentian pemakaian steroid topikal dan melakukan terapi standar menggunakan obat anti fungal atau anti jamur. Prognosis untuk pasien ini baik selama pasien dapat mengikuti tatalaksana yang diberikan dengan disiplin
Daftar Pustaka
1.
Junqueira LC, Carneiro J. Kulit. In : Dany F, Editor. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007.p.134-43
2.
Carter MA. Anatomi dan Fisiologi kulit. In: Price SA, Wilson LM, Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.1416-20;1365
3.
Susunan kulit manusia. Available at: http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikelkedokteran/susunan-kulit-manusia/. Accessed on: November 15th, 2011
4. Djuanda, Adhi. Mikosis. In : Mochtar H, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.6th ed. Jakarta FKUI. 2010.p.89-105 5. Goldstein, Adam. 1998. Dermatologi Praktis. Jakarta : Hipokrates. 6. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: FKUI. 2005. 7. Tinea Incognito. Available at : http://www.medscape.com/viewarticle/582798 . Aceesed at November 16th, 2011
8. what causes wrinkles. Available at : http://dermatology.about.com/cs/beauty/a/wrinklecause.html. Accesed at November 16th, 2011 9. Tinea Incognito. Available at : http:/ dermnetnz.org/fungal/tinea-incognito.html. Accesed at November 16th, 2011.