BAB I PENDAHULUAN
1.1. 1.1. Lata Latarr Be Bela laka kang ng
Kebi Kebijak jakan an yang yang berb berbasi asiss bukt buktii meru merupa paka kan n kebi kebijak jakan an yang yang disu disusu sun n berdasarkan bukti dari hasil penelitian yang sahih. Sehingga dampak kebijakan tersebut dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Dengan berbasis bukti kebijakan tersebut sudah teruji dampaknya, sehingga efektifitasnya. tinggi. Tidak jarang
secara
politis
kebijakan
berbasis
bukti
diubah
menjadi
bukti
didasarkan/berbasis kepada kebijakan (policy based eidence! (Sutarjo, "##$!. %ara dokter dokter dituntut dituntut untuk memberikan memberikan pelayanan pelayanan klinis klinis berdasarkan berdasarkan bukti (eidence!, yakni mengambil keputusan dalam dal am pelayanan terhadap pasien atas dasar bukti bukti yang terbaik, terbaik, melalui melalui pertimbangan pertimbangan masak, eksplisit eksplisit dan cermat. Dalam jaminan kesehatan dengan sistem managed care, bukti bah&a cara diagno diagnosis sis maupun maupun pengobatan pengobatan lebih memberikan memberikan manfaat dibandingk dibandingkan an mudarat menentukan apakah tindakan medis tersebut ditanggung atau tidak oleh pihak asuransi. 'ukti klinis yang baik diperoleh dari penelitian klinis yang ketat, dilandasi dilandasi kaidah-kaida kaidah-kaidah h penelitian penelitian ilmiah. ilmiah.
entang entang
kekuatan kekuatan
bukti
ilmiah
terse tersebu butt berk berkisa isarr dari dari pend pendap apat at ahli ahli (e)p (e)pert ert judg judgme ment nt!! sebag sebagai ai bukt buktii yang yang dianggap paling lemah, sampai hasil uji klinik dengan randomisasi (randomi*ed controlled trial! sebagai bukti paling kuat, khususnya setelah dilakukan kajian sistema sistematik tik atas beberap beberapaa uji klinik klinik yang yang dilakuk dilakukan. an. %elbag %elbagai ai instru instrumen men telah telah digunakan digunakan untuk menilai kajian efektiitas efektiitas interensi terapi atau pencegahan, pencegahan, hubung hubungan an sebab-a sebab-akib kibat, at, perumu perumusan san pedoma pedoman n klinik klinik,, dan program program promo promosi si
1
kesehatan. Dengan
demikian
bukti-bukti
klinis
terutama bersumber pada
populasi pasien atau fenomena penyakit secara agregat. 'ukti semacam ini tidak asing bagi praktisi kesehatan masyarakat yang melakukan interensi kesehatan di masyarakat atas dasar bukti pada tingkat populasi, yang dikenal sebagai metode dan substansi epidemiologi (Kusnanto, "##+!. Sejarah menceritakan bagaimana ames ind menggunakan perasan jeruk nipis untuk mencegah penyakit scury atas dasar penelitian pada populasi pelaut yang berminggu-minggu berlayar di tengah laut. gna* Semmel&eis mencegah infeksi pada ibu-ibu setelah melahirkan (puerperal feer! dengan mengharuskan mahasis&a kedokteran untuk mencuci tangan sebelum menolong persalinan. Singkat
kata,
bukti
ilmiah
tidak
cukup
hanya didasarkan pada intuisi,
pengalaman, dan logika patofisiologi yang menjelaskan sebab-akibat penyakit. ohn Sno& melakukan serangkaian kajian di masyarakat untuk menunjukkan bah&a penyakit cholera yang menelan banyak korban di ondon ditularkan melalui air yang tercemar (Kusnanto, "##+!. Di berbagai negara, proses keputusan kebijakan di sektor kesehatan diusahakan dilakukan berdasarkan kajian bukti yang tepat ( evidence based policy making !. Sementara itu di negara lain, keputusan dilakukan sebaliknya, lebih merupakan
keputusan
berdasarkan
tekanan
politik
atau
naluri
belaka.
%engambilan kebijakan di ndonesia menunjukkan gejala yang belum memberikan tempat bagi evidence based policy making. 1.2. Rumusan masalah
'erdasarkan latar belakang di atas, maka disusun suatu perumusan masalah tentang bagaimana kebijakan berbasis bukti dan manajemen.
2
1.3. Tujuan
akalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang kebijakan berbasis bukti dan manajemen. 1.4. an!aat
akalah ini diharapkan dapat memberi informasi, 0aasan dan menambah referensi bagi pemakalah dan pembaca.
BAB II TIN"AUAN PU#TA$A
2.1. De!%n%s% $e&%jakan
Didalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus 'esar 'ahasa ndonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb!1 pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran (ujiati, "#23!.
3
Kebijakan-kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan s&asta. Kebijakan merupakan produk pemerintah, &alaupun pelayanan kesehatan cenderung dilakukan secara s&asta, dikontrakkan atau melalui suatu kemitraan, kebijakannya
disiapkan
oleh
pemerintah
di
mana
keputusannya
mempertimbangkan juga aspek politik ('use, ay 4 5alt, "##6!. elasnya kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung ja&ab pemerintah dan s&asta. Sedangkan tugas untuk menformulasi dan implementasi kebijakan kesehatan dalam satu negara merupakan tanggung ja&ab Departemen Kesehatan (578, "###!. %engembangan kebijakan biasanya top-down di mana Departemen Kesehatan memiliki ke&enangan dalam penyiapan kebijakan. mplementasi
dan
strateginya
adalah
bottom-up.
Kebijakan
seharusnya
dikembangkan dengan partisipasi oleh mereka yang terlibat dalam kebijakan itu. 7al ini untuk memastikan bah&a kebijakan tersebut realistik dan dapat mencapai sasaran. 9ntuk itu perlu komitmen dari para pemegang dan pelaksana kebijakan (assie, "##:!. Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan pendekatan problem solving secara linear. %enelitian kesehatan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan bukti yang akurat. Setelah dilakukan penelitian kesakitan dan penyakit dari masyarakat, termasuk kebutuhan akan kesehatan, sistem kesehatan, tantangannya selanjutnya adalah mengetahui persis penyebab dari kesakitan dan penyakit itu. 5alaupun disadari betapa kompleksnya yang berbasis bukti untuk dijadikan dasar dari kebijakan (;afard, "##+!. 2.2. $'m('nen $e&%jakan
4
%ara ahli kebijakan kesehatan membagi kebijakan ke dalam empat komponen yaitu konten, process, konteks dan aktor (;renk . 2::<1 'use, 5alt and Kebijakan Kesehatan= %roses, mplementasi, >nalisis dan %enelitian (oy ?.>. assie!(?ilson, 2::31 ay 4 5alt, "##6!. Keempat komponen kebijakan akan dibahas satu persatu. 2. Konten Konten kebijakan berhubungan dengan teknis dan institusi. @ontoh aspek teknis adalah penyakit diare, malaria, typus, promosi kesehatan. >spek insitusi adalah organisasi publik dan s&asta. Konten kebijakan memiliki empat tingkat dalam pengoperasiannya yaitu= a. Sistemik atau menyeluruh di mana dasar dari tujuan dan prinsip-prinsip diputuskan. b. %rogramatik adalah prioritas-prioritas yang berupa perangkat untuk menginterensi dan dapat dijabarkan ke dalam petunjuk pelaksanaan untuk pelayanan kesehatan. c. 8rganisasi di mana difokuskan kepada struktur dari institusi yang bertanggung ja&ab terhadap implementasi kebijakan. d. nstrumen yang menfokuskan untuk mendapatkan informasi demi meningkatkan fungsi dari sistem kesehatan. Proses %roses kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui suatu proses rancang dan implementasi. >da perbedaaan model yang digunakan oleh analis kebijakan antara lain= a. odel perspektif (rational model! yaitu semua asumsi yang mengformulasikan kebijakan yang masuk akal berdasarkan informasi yang benar.
5
b. odel incrementalist (prioritas pilihan! yaitu membuat kebijakan secara pelan dan bernegosiasi dengan kelompok-kelompok yang berminat untuk menyeleksi kebijakan yang diprioritaskan. c. odel rational (mi)ed scanning model! di mana penentu kebijakan mengambil langkah mereie& secara menyeluruh dan membuat suatu negosiasi dengan kelompok-kelompok yang memprioritaskan model kebijakan. d. odel puncuated eAuilibria yaitu kebijakan difokuskan kepada isu yang menjadi pokok perhatian utama dari penentu kebijakan. asing-masing model di atas memilah proses kebijakan ke dalam komponen untuk mengfasilitasi analisis. eskipun pada kenyataannya, proses kebijakan itu memiliki karakteristik tersendiri yang merujuk kepada model-model tersebut. Konteks Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana kebijakan itu dibuat dan diimplementasikan (Kitson, >hmed, 7arey, Seers, Thompson, 2::$!. ;aktor-faktor yang berada di dalamnya antara lain politik, ekonomi, sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap formulasi dari proses kebijakan (5alt, 2::3!. >da banyak lagi bentuk yang dikategorikan ke dalam konteks kebijakan yaitu peran tingkat pusat yang dominan, dukungan birokrasi dan pengaruh aktor-aktor international juga turut berperan. Aktor >ktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan kesehatan. >ktor-aktor ini biasanya memengaruhi proses pada tingkat pusat, proinsi dan kabupaten/kota. ereka merupakan bagian dari jaringan, kadangkadang disebut juga mitra untuk mengkonsultasi dan memutuskan kebijakan pada setiap tingkat tersebut (5alt, 2::3!. 7ubungan dari aktor dan peranannya
6
(kekuasaannya! sebagai pengambil keputusan adalah sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal dalam debat-debat kebijakan yang masuk diakal ('use, 5alt and ?ilson, 2::3!. Kebijakan itu adalah tentang proses dan po&er (5alt, 2::3!. Kebijakan kesehatan
adalah
efektif
apabila
pada
tingkatan
maksimal
dapat
diimplementasikan dengan biaya yang rendah (Sutton 4 ?ormley, 2:::!. Bfisiensi dalam hal ini karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam inestasi untuk memantapkan status kesehatan. adi adalah sangat penting untuk untuk mengalokasikan sumber daya itu kepada masyarakat yang membutuhkan dan tentu saja berdasarkan bukti-bukti (%eabody, 2:::!. 2.3. $e&%jakan Ber&as%s Bukt% )s Bukt% Ber&as%s $e&%jakan
7ealth Technology>ssessment (7T>! adalah suatu proses ealuasi yang dilaksanakan secara sistematik mengenai efek dan dampak lain dari teknologi kesehatan. dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan, maka kebijakan yang disusun dapat dipastikan bermanfaat bagi masyarakat. 7T> bertujuan menciptakan kebijakan yang berbasis bukti, atau yang sering disebut sebagai Bidence 'ased %olicy. Kebijakan yang berbasis bukti merupakan kebijakan yang disusun berdasarkan bukti dari hasil penelitian yang sahih. Sehingga dampak kebijakan tersebut dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Dengan berbasis bukti kebijakan tersebut sudah teruji dampaknya, sehingga efektifitasnya tinggi. Tidak jarang secara politis kebijakan berbasis bukti diubah menjadi bukti didasarkan/berbasis kepada kebijakan (policy based eidence! (Sutarjo, "##$!. enurut armot pengertian pada pernyataan kedua sangat berbeda. %ertama kebijakan berbasis bukti disusun berdasarkan temuan ilmiah di lapangan,
7
sedangkan pernyataan kedua, kebijakan Cmemaksakan adanya bukti sehingga kebijakan dapat disusun. @ontoh yang paling sering digunakan adalah dalam penentuan kebijakan anti alkohol dan rokok. Sesuai dengan hasil penelitian dampak langsung alkohol jauh lebih besar dari merokok seperti timbulnya penyakit hati, jantung dan lain-lain. 'elum lagi dampak sebagai akibat dari kecelakaan, kekasaran di rumah tangga dan banyak lagi tetapi tidak ada sama sekali kebijakan tentang alkohol yang diterbitkan. Sebaliknya untuk rokok Edicarikan berbagai bukti (yang memang benar ada! untuk dijadikan kebijakan (Sutarjo, "##$!. emang hasil dari 7T> dapat dimanfaatkan untuk mengkaji berbagai penelitian untuk melihat kesahihannya pada suatu teknologi bukan kepada prioritas sebagai kebijakan. 7T> adalah suatu alat tidak mungkin digunakan untuk memecahkan semua masalah, tetapi lebih banyak merupakan alat konfirmasi akan kesahihan ilmiah dari proses penelitiannya. 8leh karena itu penggunaan 7T> sejujur mungkin tanpa manipulasi dari tujuannya. Tantangan 7T> dalam mendapatkan hasil kajian yang baik, memang cukup banyak. Tantangan mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga diseminasi. Tantangan yang perlu mendapat perhatian adalah (Sutarjo, "##$!= 2. Kesediaan dana yang cukup untuk melaksanakan teknologi yang bermanfaat. ". Tersedianya sumber daya manusia yang mampu melaksanakan teknologi itu atau sarana peningkatan SD. <. >danya kemampuan sarana atau prasarana yang sesuai untuk menjalankan teknologi. 3. Sistem kesehatan yang mendukung teknologi.
8
6. Kesiapan masyarakat dalam menerima teknologi, baik dalam budaya, perilaku maupun kemampuan membayar 2.4 Bukt% n'rmat%! *an '(eras%'nal
'anyak kritik dilontarkan pada pelayanan klinis berbasis bukti yang mengartikan bukti ilmiah secara sempit, bersifat kuantitatif dan mengacu pada kaidah-kaidah probabilitas. 8leh karenanya disepakati bah&a sekuat apapun bukti klinis yang ada, pengambilan keputusan dalam pelayanan kesehatan perlu mempertimbangkan konteks lokal dan kebutuhan atau preferensi pasien. Dalam kebijakan kesehatan masyarakat, konteks lokal sering penuh ketidakpastian, kompleks dan sulit dipahami. %referensi masyarakat di&arnai tarik-menarik kepentingan oleh pihak-pihak yang berbeda (Dobro&, "##3!. 'ukti ilmiah secara normatif tidak dibatasi oleh konteks. Suatu bukti mempunyai nilai yang rendah atau tinggi, sehingga bisa kurang atau sangat bermanfaat dalam melandasi pengambilan keputusan atau kebijakan. Sifat-sifat bukti (misalnya kesesuaian dengan kenyataan dan konsistensi! menentukan kualitasnya, sejauh mana bukti tersebut dapat diandalkan, terlepas dari konteks yang ada. ;okus pada kualitas
bukti ini dilembagakan,
misalnya dengan
adanya institusi seperti @ochrane and @ampbell @ollaborations, yang telah mengembangkan kajian sistematik atas bukti-bukti ilmiah bermutu tinggi dalam bidang kedokteran, kesehatan dan kebijakan sosial. Dalam kajian sistematik atas kebijakan kesehatan masyarakat, pelbagai metode digunakan untuk menilai banyak penelitian, menemukan konsistensi temuan-temuan penelitian dan memahami mengapa hasil penelitian bisa
berbeda-beda
dan
bagaimana
interensi kesehatan dapat efektif dalam konteks tertentu (>nderson, "##6!.
9
'erkebalikan dengan orientasi normatif sebagaimana yang sering diterapkan pada pelayanan klinis berbasis bukti, dalam kesehatan masyarakat bukti hanya dapat dipahami sebagai kesatuan dengan konteksnya. %aham yang
praktis
dan operasional ini lebih sesuai dengan teori pengambilan
keputusan yang harus memperhitungkan banyak faktor.
%elbagai
kebijakan
kesehatan sering didasarkan pada perhitungan politik, kemungkinan keberhasilan, dan &aktu yang tepat. alu, adakah
bukti
bah&a
kebijakan
kesehatan
masyarakat tertentu cenderung bisa diterima atau sebaiknya ditolakF Kajian sistematik untuk menemukan dan menilai bukti ilmiah suatu kebijakan kesehatan tidak bisa
mengandalkan
penelitian
yang
(randomi*ed controlled trial!, kerangka
teori
bersifat eksperimen biomedik
dan
murni
semata-mata
merupakan sintesis statistik. Secara umum, kajian sistematik harus meminimalkan bias (@halmers, "##
untuk
memaksimalkan
kekuatan
bukti yang mendukung suatu kebijakan tertentu. 2.+. Penelusuran &ukt% untuk ke&%jakan kesehatan
Serangkaian pertanyaan dapat mengarahkan proses penelusuran bukti atas kebijakan atau interensi kesehatan masyarakat, sehingga mampu mendukung
10
kebijakan publik yang harus diimplementasikan di masyarakat (Tabel 2!. Dalam kebijakan kesehatan, proses implementasi kebijakan atau interensi kesehatan masyarakat juga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan yang dicapai, sehingga hirarki bukti yang mende&akan uji klinik (randomi*ed clinical trial! tidak cocok untuk diterapkan (Kusnanto, "##+!. Tipologi bukti yang relean dengan isi maupun proses
kebijakan
kesehatan tidak dinilai dengan pembobotan untuk menyusun hirarki, tetapi kesesuaian dengan perumusan dan penerapan kebijakan (Tabel "!. Kebijakan kesehatan
atau interensi kesehatan masyarakat menterjemahkan bukti-bukti
ilmiah mengenai prospek interensi tersebut melalui serangkaian pemahaman, diseminasi dan keterlibatan pemangku kepentingan, adopsi, dan implementasi pada tingkat lokal. Tantangan dalam penggunaan bukti ilmiah untuk mendukung kebijakan kesehatan masyarakat adalah kajian sistematik memadukan bukti bukti
dari pelbagai dimensi kebijakan sesuai dengan persoalan nyata di
masyarakat yang bersangkutan. akan menjadi model penting kebijakan kesehatan masyarakat berbasis bukti dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan masyarakat pada umumnya (Kusnanto, "##+! Tabel 2. %ertanyaan untuk menelusuri bukti yang melandasi penilaian atas interensi kesehatan masyarakat faktor Bfikasi Bfektiitas
anfaat dan kerugian 'iaya Gilai dibanding biaya
%ertanyaan spesifik >pakah interensi dapat berhasil dalam kondisi idealF >pakah dilandasi teori yang telah adaF >pakah interensi dapat berhasil di lingkungan nyata dalam masyarakatF >dakah interensi lain yang lebih sesuai dengan kondisi yang dihadapiF >pakah konsekuensi interensiF ebih banyak manfaatnyaF >pakah biaya terjangkauF >pakah interensi lebih bernilai dibandingkan alternatif-
11
alternatif lain, relatif dibandingkan biaya yang dibutuhkanF anfaat inkremental 'erapa besar biaya dan manfaat tambahan dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan selama iniF Kelaikan >pakah sumberdaya yang diperlukan dapat diperolehF Kesesuaian >pakah interensi sesuai dengan prioritas masyarakat, budaya, nilai-nilai dan situasi politikF Keadilan >pakah ada pemerataan manfaat dan sumberdayaF Keberlanjutan >pakah interensi dapat didukung dengan sistem dan sumberdaya dalam jangka panjangF Sumber= diadaptasi dari >nderson et al.
Tabel ". Tipologi bukti untuk menilai interensi kesehatan masyarakat
;aktor Bfikasi Bfektiitas %roses implementasi anfaat dan kerugian 'iaya Gilai dibanding biaya anfaat inkremental Kelaikan Kesesuaian Keadilan Keberlanjutan
enis rancangan penelitian yang menjadi sumber bukti Kualitatif Surey @ohort 4 @T Kuasi-eksperimen case control ,, ,, , , ,, , ,, ,, ,, , ,, , ,, , , ,, , ,, ,, , ,, , , ,, , , ,, ,
Kajian sistematik atas bukti-bukti yang mendukung suatu interensi kesehatan masyarakat masih membutuhkan pengembangan metodologis dengan aplikasi-aplikasi kebijakan publik yang luas. Sebagai
contoh,
upaya
untuk
menghentikan kebiasaan merokok telah diteliti melalui pelbagai uji klinik dengan randomisasi, antara lain untuk menilai efek konseling, pemberian obat
12
(bupropion! dan sulih nikotin (nicotine patch! terhadap keberhasilan indiidu berhenti merokok. nterensi berhenti merokok yang dilakukan di masyarakat (dengan
rancangan ramdomi*ed community interention trial!
dapat
menurunkan prealensi merokok di antara perokok ringan dan sedang, tetapi tidak berhasil mengubah prealensi merokok di antara perokok berat. Kebijakan kesehatan dalam memerangi kebiasaan merokok jauh lebih luas dari sekedar modifikasi perilaku indiidual atau pendekatan farmakologis (interensi medis!. %engenaan pajak rokok yang tinggi, pembatasan tempat untuk merokok, peraturan pemberian label di bungkus rokok dan pari&ara sosial melalui media massa merupakan instrumen yang mungkin lebih efisien dalam memerangi rokok. 'agaimana bukti yang kompleks dan kait-mengait dapat digunakan untuk mendukung kebijakan anti- rokok secara terpadu, efektif, efisien, dan merata (Kusnanto, "##+!. 2.- Pengem&angan met'*'l'g% ke&%jakan &er&as%s &ukt% kasus memerang% r'k'k
Kajian sistematik atas bukti-bukti yang mendukung suatu interensi kesehatan masyarakat masih membutuhkan pengembangan metodologis dengan aplikasi-aplikasi kebijakan publik yang luas. Sebagai contoh, upaya untuk menghentikan kebiasaan merokok telah diteliti melalui pelbagai uji klinik dengan randomisasi, antara lain untuk menilai efek konseling, pemberian obat (bupropion! dan sulih nikotin (nicotine patch! terhadap keberhasilan indiidu berhenti merokok. nterensi berhenti merokok yang dilakukan di masyarakat (dengan rancangan ramdomi*ed community interention trial! dapat menurunkan prealensi merokok di antara perokok ringan dan sedang, tetapi tidak berhasil
13
mengubah prealensi merokok di antara perokok berat. Kebijakan kesehatan dalam memerangi kebiasaan merokok jauh lebih luas dari sekedar modifikasi perilaku indiidual atau pendekatan farmakologis (interensi medis!. %engenaan pajak rokok yang tinggi, pembatasan tempat untuk merokok, peraturan pemberian label di bungkus rokok dan pari&ara sosial melalui media massa merupakan instrumen yang mungkin lebih efisien dalam memerangi rokok. 'agaimana bukti yang kompleks dan kait-mengait dapat digunakan untuk mendukung kebijakan antirokok secara terpadu, efektif, efisien, dan merata akan menjadi model penting kebijakan kesehatan masyarakat berbasis bukti dalam memecahkan masalahmasalah kesehatan masyarakat pada umumnya (Kusnanto, "##+!. 2./ Pr%ns%(0Pr%ns%( Evidence based Policy Makin
Sackett dkk mendefinisikan B' sebagai= Cthe conscientious, e)plicit, and judicious use of current best eidence in making decisions about the case of indiidual patientE. 9ntuk B'%, @ookson memberikan definisi yang serupa, namun berfokus pada keputusan public tentang kelompok atau masyarakat, bukan sebuah keputusan tentang indiidu pasien. ebih lanjut @ookson menggambarkan hubungan antara bukti ilmiah dengan keputusan. Keputusan berupa kebijakan publiK dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu (2!kepercayaan1 ("! nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat1 dan (kan tetapi kepercayaan ini dipengaruhi pula oleh pengalaman, bukti anekdot, ataupun opini yang didengar dan dibaca oleh pengambil kebijakan. >pabila tidak ada bukti ilmiah, dapat
14
dipahami bah&a pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepercayaan yang berasal dari opini misalnya (Trisnantoro, "##H!. 2.- . Evidence Based Management
anajemen berbasis bukti tampaknya telah membuat sedikit kemajuan dalam pera&atan kesehatan dibndingkan sejenis klinis lainnya. Sementara akademisi dan praktisi manajer telah menuls tentang hal itu dalam jangka sebagian besar positif pemerintah dalam pembuat kebijakan . eskipun ada beberapa manajemen mendorong pembangunan-seperti colaborations cochrane praktek efektif dan organisasi kelompok pera&atan, yang pemerintah pengiriman 9.K pelayanan kesehatan dan program penelitian organisasi. yayasan penelitian pelayanan kesehatan canadan baru-baru ini didirikan dan inisiatif baru untuk mempromosikan berbasis bukti oleh asosiasi untuk program sarjana dalam administrasi kesehatan. masih jauh dari melihat manajer membuat penggunaan yang tepat dari bukti dalam pengambilan keputusan mereka (Blukra, "#22!. Tabel < contoh kesenjangan praktek penelitian dalam manajemen kesehatan
15
8eruse
•
%enggunaan merger organisasi sebagai respons terhadap masalah kualitas pelayanan, kapasitas atau kelayakan
•
keuangan dalam organisasi pera&atan kesehatan %engukuran kepuasan pasien dengan menggunakan konseptual buruk, instrumen yang dirancang buruk, yang
•
9nderuse
menghasilkan data yang sering tidak digunakan %enggantian dokter dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan berbagai pelayanan kesehatan rutin terutama dalam peraatan primer dan kecelakaan dan pengaturan gaat
•
darurat Konsentrasi beban kerja untuk prosedur partikular dan
•
memiliki autocome pasien yang lebih baik %enggunaan pengobatan berbasis masyarakat Crumah sakit seperti dirumah dan sejenisnya sebagai alternatif untuk
isuse •
ra&at inap dirumah sakit. Keterlibatan klinikan dala pengelolaan organisasi penyedia layanan kesehatan dan penataan pengaturan manajemen
•
klinis >dopsi dan pelaksanaan manajemen kualitas total atau kualitas inisiatif perbaikan
16
BAB III $E#IPULAN
Kebijakan yang berbasis bukti merupakan kebijakan yang disusun berdasarkan bukti dari hasil penelitian yang sahih. Sehingga dampak kebijakan tersebut dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Dengan berbasis bukti kebijakan tersebut sudah teruji dampaknya, sehingga efektifitasnya tinggi. Tidak jarang
secara
politis
kebijakan
berbasis
bukti
diubah
menjadi
bukti
didasarkan/berbasis kepada kebijakan (policy based eidence! (Sutarjo, "##$!. anajemen berbasis bukti tampaknya telah membuat sedikit kemajuan dalam pera&atan kesehatan dibndingkan sejenis klinis lainnya. Sementara akademisi dan praktisi manajer telah menuls tentang hal itu dalam jangka sebagian besar positif pemerintah dalam pembuat kebijakan . eskipun ada beberapa manajemen mendorong pembangunan-seperti colaborations cochrane praktek efektif dan organisasi kelompok pera&atan, yang pemerintah pengiriman 9.K pelayanan kesehatan dan program penelitian organisasi. yayasan penelitian pelayanan kesehatan canadan baru-baru ini didirikan dan inisiatif baru untuk
17
mempromosikan berbasis bukti oleh asosiasi untuk program sarjana dalam administrasi kesehatan. masih jauh dari melihat manajer membuat penggunaan yang tepat dari bukti dalam pengambilan keputusan mereka (Blukra, "#22!.
DATAR PU#TA$A
>nderson .., 'ro&nson .@., ;ulliloe .T., Teutsch S.., Goick .;., ;ielding .B., and @.7.. Bidence-based public health policy and practice= promises and limits, >merican ournal of %reentie edicine."##61"+=""$-:. 'use, K., ays, G., 5alt, ?. "##6. aking 7ealth %olicy. Ge& Iork @halmers . Trying to do more good than harm in policy and practice= the role of rigorous, transparent, up-to-date ealuations, >nnals of the >merican >cademy of %olitical and Social Science."##<16+:=""-3#. Dobro& .., ?oel J., 9pshur .B.?. Bidence-based health policy= conte)t and utilisation, Social Science and edicine. "##316+="#H-"2H. ;afard %, "##+. Bidence and 7ealthy %ublic %olicy= nsights from 7ealth and %olitical Sciences. Gational @ollaborating @entre for 7ealthy %ublic %olicy 9S. ;renk , 2::<. The health transition and the dimensions of health system reform. %aper presented at the @onference on 7ealth Sector eform in Deeloping pp. 2#2<. 7arard School of %ublic 7ealth, Ge& 7ampshire. n acrae, L&i and ?ilson, 2::$ bid. Kusnanto, 7. "##+. Kebijakan Kesehatan asyarakat 'erbasis 'ukti Bidence based public health policy. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jolume 22 Go #2. %rogram Studi %ascasarjana lmu Kesehatan asyarakat ;akultas Kedokteran 9?.Iogyakarta1 "-3
18
assie, .?. "##:.Kebijakan Kesehatan %roses, mplementasi, >nalisis dan %enelitian. Buletin Penelitian istem Kesehatan .Jol. 2" Go. 3= 3#: 32H ujiati, G. "#23. Kebijakan dan >ktiitas Keagamaan di %er usahaan %eabody 5 et al., 2:::. %olicy and 7ealth= mplication for Deelopment in >sia. @ambrige 9niersity %ress. @ambrige 9K. Sutarjo, 9.S. "##$. Ceadership 7ealth Technology >ssessment enghadapi %erubahan. Majalah Kedokteran !ndonesia, Jolum= 6$, Gomor= ". Trisnantoro, . "##H. CKebijakan @ontracting-out untuk %enyediaan Tenaga Kesehatan. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jol. 2#, Go. 3 Desember "##H 26H - 26+ 578. ("#22!. 578 eport 8n The ?lobal Tobacco Bpidemic, (http=//&hAlibdoc.&ho.int/publications/"##+/:H+:"326:$"+" eng.pdf ! (diakses 3 anuari "#23!
19