Emosi dan Pengaruh Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Umum Dosen Pengampu: Thoyyibatussarirah, S.Psi, M.Psi
Disusun Oleh: Kholidil Amin 145120200111054 Ilmu Komunikasi (D-KOM-1)
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahNya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Emosi dan Pengaruh Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir” ini. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia dan akhirat. Makalah ini merupakan salah satu tugas UAS mata kuliah psikologi umum di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Thoyyibatussarirah, S.Psi, M.Psi selaku dosen pengampu mata kuliah psikologi umum dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, 6 Januari 2015 Penulis
TTD
Kholidil Amin NIM: 145120200111054
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... 2 DAFTAR ISI ............................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4 1.1.Latar Belakang ...................................................................................... 4 1.2.Rumusan Masalah ................................................................................. 4 1.3.Tujuan .................................................................................................. 5 1.4.Manfaat ................................................................................................ 5 BAB II ISI & PEMBAHASAN ............................................................... 6 2.1. EMOSI ................................................................................................ 6 2.1.1. Pengertian Emosi ....................................................................... 6 2.1.2. Macam-macam Emosi dan Proses Terjadinya Emosi ................ 7 2.1.3. Teori-Teori Emosi ...................................................................... 8 2.1.4. Perkembangan Emosi ................................................................ 11 2.1.5. Mengendalikan Emosi ............................................................... 12 2.1.6. Kematangan Emosi .................................................................... 13 2.2. REMAJA .............................................................................................. 16 2.2.1. Pengertian Remaja ..................................................................... 16 2.3. KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA ....................................... 17 2.3.1. Pengertian ................................................................................... 17 2.3.2 Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir .............................................................................. 18 BAB III PENUTUP .................................................................................. 21 3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 21 3.2. Saran .................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 23
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai bahasan psikologi tentunya sangat banyak sekali dan tak dipungkiri bahasan psikologi tak jarang sangat berhubungan sekali dengan kehidupan sehari-hari salah satunya adalah pembahasan tentang “emosi” yang tentunya emosi selalu ada atau selalu muncul dalam setiap aktivitas kita seharihari, memang banyak orang yang berasumsi bahwa emosi adalah sebuah hal yang buruk, emosi selalu di identikkan dengan amarah, namun perlu diketahui bahwasannya emosi tidak hanya sebatas berupa amarah, emosi juga bisa dalam hal kebaikan. Munculnya emosi memang masih diperdebatkan apakah dari pikiran atau tindakan dulu, ada yang mengemukakan bahwa tindakan dahulu, baru muncul emosi, dan ada yang mengemukakan emosi (pikiran) dulu, baru kemudian muncul tindakan. Namun dari perbedaan tersebut yang terpenting adalah bagaimana kita dapat memahami, mengelola dan mengendalikan emosi kita sehingga menjadi faktor yang baik di kehidupan sehari-hari. Emosi dengan berjalannya waktu dengan pengalaman sehari-hari akan mengalami dinamika atau perubahan. Sehingga emosi akan mengalami perkembangan dan proses kematangan sesuai bergantinya kondisi dan usia manusia, khususnya pada remaja yang mengalami proses perkembangan emosional dan kematangan emosi yang hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya seperti mengontrol emosi marah dan kecenderungan memaafkan. Dan hal mengenai emosi mulai dari teoriteori emosi, perkembangan emosi dan mengendalikan emosi serta kematangan emosi khususnya pada remaja itu bisa kita kaji secara jelas dan ilmiah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya: 1. Apakah yang dimaksud dengan emosi? 2. Apa saja macam-macam emosi serta proses terjadinya? 3. Apa saja teori-teori dalam perkembangan emosi? 4. Bagaimana perkembangan emosi itu?
5. Dan bagaimana cara mengendalikan emosi itu? 6. Bagaimana kematangan emosi itu? 7. Apakah yang dimaksud dengan remaja? 8. Bagaimana kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang bisa diambil dari isi makalah ini antara lain: 1. Untuk memahami makna dari emosi 2. Untuk memahami macam-macam emosi serta proses terjadinya 3. Untuk memahami teori-teori dalam perkembangan emosi 4. Untuk memahami perkembangan emosi 5. Untuk memahami cara mengendalikan emosi 6. Untuk memahami kematangan emosi 7. Untuk memahami dimaksud dengan remaja 8. Untuk memahami pengaruh kematangan emosi dengan kecederungan memaafkan pada remaja akhir 1.4 Manfaat Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini adalah: 1. Agar dapat digunakan sebagai bahan bacaan oleh setiap orang untuk menambah wawasan pembaca tentang emosi dan perkembangannya serta pengendalian emosi dan kematangan emosi khususnya pada remaja. 2. Setelah para pembaca mengetahui dan memahami isi makalah ini, nantinya bisa menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk kehidupan sehari-hari, khususnya dalam perkembangan, pengendalian serta kematangan emosi khususnya pada remaja.
BAB II ISI & PEMBAHASAN
2.1. EMOSI 2.1.1. Pengertian Emosi Munculnya emosi, apakah dari pikiran atau dari tubuh? Agaknya, belum ada seorang pun yang bisa menjawabnya dengan pasti, ada pihak yang mengatakan bahwa muncul dari tindakan dulu (tubuh), baru muncul emosi. Ada pula yang mengatakan bahwa emosi dulu (pikiran), baru muncul tindakan. Mana yang muncul lebih dulu sebetulnya tidakklah begitu penting bagi kita sebab tindakan dan emosi pada dasarnya sangat erat berkaitan. Kita tidak mungkin memisahkan tindakan dan emosi. Karena keduanya merupakan bagian dari keseluruhan (Sobur, 2003, h.399). Tak dipungkiri pada hakikatnya, setiap orang itu pasti punya emosi, disetiap sendi dan aktivitas kehidupannya mulai dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam hari, setiap orang mengalami bermacam-macam kejadian dan pengalaman yang kesemuanya itu bisa menimbulkan emosi, misalnya pada saat waktu pagi ibu menyiapkan bekal untuk kita nanti saat kuliah atau kerja, disitu kita merasa gembira, atau saat dalam perjalanan menuju kampus atau kantor kita terjebak macet, kita disitu merasa jengkel apalagi saat kita tiba ditempat tujuan dan ternyata kita telat saat itu kita merasa malu, dan seterusnya. Kesemuanya itu merupakan emosi kita. Lantas kemudian apakah yang dimaksud dengan emosi? Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Sarwono (2010, h.124) menjelaskan bahwa emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak dapat satu pun definisi yang diterima secara universal. Emosi sebagai reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam diri sendiri. Menurut William James yang dikutip oleh Wedge (dalam Sobur, 2003, h.399) mendefinisikan bahwa emosi adalah “kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya”.
Sedangkan Crow & Crow (dalam Sobur, 2003, h.399-370) mengartikan bahwa emosi sebagai “suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu”. Kemudian jika menurut George Miller, berpendapat bahwa emosi adalah pengalaman seseorang tentang perasaan yang kuat, dan biasanya diiringi dengan perubahan-perubahan fisik dalam peredaran darah dan pernapasan, biasanya juga dibarengi dengan tindakantindakan pemaksaan”. Sedangkan menurut Dr. Abdullah Abdul Hayy Musa, mengemukakan bahwa emosi adalah perubahan tiba-tiba yang meliputi segala aspek individu, baik psikis maupun fisiknya”. Bisa diambil kesimpulan dari batasan-batasan diatas bahwa emosi adalah respon kognitif, perasaan, dan perilaku yang muncul akibat stimulus tertentu. Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu mencakup perubahan-perubahan yang disadari, dan perubahan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian. Dari batasan-batasan tersebut, jelas bahwa emosi tidak selalu negatif. Meminjam ungkapan Jalaludddin Rakhmat (dalam Sobur, 2003, h.400) bahwa emosi memberikan bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang.
2.1.2. Macam-macam Emosi dan Proses Terjadinya Emosi Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain menurut Mahmud (dalam Sobur, 2003, h.410) menjelaskan bahwa tingkah laku emosional dapat dibagi empat macam, yaitu: (1) marah, orang bergerak menentang sumber frustrasi; (2) takut, orang bergerak meninggalkan sumber frustrasi; (3) cinta, orang bergerak menuju sumber kesenangan; (4) depresi, orang menghentikan respons-respons terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri. Dan menurut Watson (dalam Sobur, 2003, h.428) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai tiga emosi dasar, yakni: (1) fear, yang nantinya bisa berkembang menjadi anxiety (cemas); (2) rage, yang akan
berkembang antaran lain menjadi anger (marah); (3) love, yang akan berkembang menjadi simpati. Kemudian selanjutnya Descrates juga mengemukakan emosiemosi dasar sebanyak enam macam, yakni : Desire (hasrat), Hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan) (dalam Sobur, 2003, h.428). Kemudian berbicara proses kemunculan emosi, munculnya emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus baik sebuah objek atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor kita melalui proses sensasi, yang kemudian hasil sensasi itu sampai di otak atau memori, untuk selanjutnya kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan kita dalam proses mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya keluar air mata, dada menjadi sesak, intonasi suara, perubahan raut wajah, napas tersengal, mata memerah, cara menatap dan perubahan tekanan darah kita, dan efek itulah yang dinamakan emosi. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil interpretasi atau penafsiran kita terhadap sebuah objek atau peristiwa. Kita bisa memandang dan menafsirkan sebuah objek atau peristiwa dalam persepsi penilaian negatif seperti tidak menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan, dan persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah objek atau peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika kita menilai sebuah objek atau peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih positif begitupun sebaliknya saat kita menilai sebuah objek atau peristiwa secara negatif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih negatif.
2.1.3. Teori-teori Emosi Untuk
menjelaskan
perihal
timbulnya
gejala
emosi,
para
ahli
mengemukakan beberapa teori. Beberapa teori emosi yang terkenal diajukan oleh
Schacther dan Singer dengan “Teori Emosi Dua-Faktor”-nya, James dan Lange yang terkenal dengan “Teori Emosi James-Lange”, serta Cannon dengan “Teori “Emergency”-nya. A. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer Sobur (2003, h.401) menjelaskan bahwa: “Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi idaman, emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan misalnya, melihat ular berbisa, emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi” Awalnya Schachter dan Singer memulai analisis mereka dengan mempertanyakan pandangan yang dikemukakan oleh William James dkk bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurut Schachter dan Singer, kita tidak merasa marah karena ketegangan otot kita, rahang kita berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya, tetapi karena kita secara umum jengkel, dan kita mempunyai berbagai kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita (dalam Sobur, 2003, h.401). Dalam teori ini begini. Ketika seseorang menghadapi kejadian yang membangkitkan emosinya, pada umumnya awalnya ia akan mengalami gangguan fisiologis yang netral dan tidak jelas. Secara teoritis, yang terjadi kemudian bergantung apakah ia mengetahui mengapa ia merasa jengkel, dan bagaimana perasaannya jika ia tidak yakin mengenai emosi apa yang dirasakannya. Ia bertanya pada dirinya sendiri tanpa sadar. “Apakah saya takut, terkejut atau marah, atau apa?” Ia mencari jawabannya. Namun, jika dari awal ia sudah menyadari apa yang menganggu di pikirannya dan perasaannya yang tengah dialaminya, ia tidak harus mencari informasi tentang apa yang sedang terjadi, ia sudah tahu. Bagaimanapun terjadinya,
menurut Schachter dan Singer, orang yang jengkel itu kemudian akan membentuk keyakinan tentang apa yang dirasakannya, dan kognisi ini akan membentuk kejengkelan umum yang tidak jelas menjadi suasana emosional tertentu (dalam Sobur, 2003, h.402). B. Teori Emosi James-Lange Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik (Sobur, 2003, h.402). Teori ini menjelaskan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. jadi misalnya, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah dapat kejutan dari orang tua dan kita takut karena kita lari saat dikejar anjing. Contoh lain jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara. Respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbul lah rasa takut. Rasa takut timbul oleh hasil pengalaman dan proses belajar orang bersangkutan yang dari hasil pengalamannya yang telah tersimpan di memorinya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut. Secara ringkas, James melihat terdapat empat langkah dalam proses terjadinya suasana emosional, yakni: 1. Kejadian itu dipahami 2. Impuls bergerak dari sistem saraf pusat ke otot, kulit, dan organ dalam 3. Sensasi yang disebabkan perubahan bagian-bagian tubuh tersebut yang disalurkan kembali ke otak 4. Impuls balik itu kemudian dipahami oleh otak, dan setelah dikombinasikan dengan persepsi stimulus pertama, menghasilkan objek yang dirasakan secara emosional. Kesimpulannya menurut james, bukan penilaian yang menyebabkan suasana emosional, melainkan reaksi tubuh kita terhadap interpretasi suatu peristiwa. Kita takut karena lari, dan kita marah karena otot kita menegang.
C. Teori “Emergency” Cannon Teori ini menyatakan emosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik. Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929) seorang fisiolog dari Harvard University, Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya. Teori ini menyebutkan, emosi (sebagai pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya). Teori Cannon kemudian diperkuat oleh Philip Bard yang kemudian sekarang lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori emergency. Teori ini menjelaskan juga bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi darurat atau emergency. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa ada antagonisme antara saraf-saraf simpatis dengan cabangcabang oranial dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau sarafsaraf simpatif aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.
2.1.4. Perkembangan Emosi Perkembangan emosional adalah hal yang paling sukar untuk di klasifikasikan oleh para ahli psikologi dari semua aspek perkembangan. Reaksi terhadap emosi itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga untuk mengukur emosi menjadi suatu hal yang hampir tidak mungkin. Perkembangan emosi juga sama dengan perkembangan tingkah laku lainnya, perkembangan emosi juga ditentukan oleh proses pematangan dan prose belajar oleh setiap individu. Sobur (2003, h.405) menjelaskan umpamanya, seorang bayi yang baru lahir bisa menangis dan tertawa. Sesudah anak itu besar, ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa bisa digunakan untuk maksud tertentu pada situasi tertentu. Saat bayi baru lahir, emosi yang tampak nyata pada bayi adalah kegelisahan yang terlihat sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis, dan
pada saat dia tenang, dia tidak menunjukkan perbuatan apapun, jadi, emosinya netral. Setalah kurang lebih tiga bulan baru tampak pembedaan yang sangat yaitu rasa tertekan atau terganggu dan rasa senang atau gembira. Kedua perasaan ini adalah perkembangan emosional lebih lanjut yang belum ada pada waktu bayi lahir. Pada waktu usia lima bulan, perasaan marah dan benci mulai dipisahkan dari perasaan tertekan atau terganggu, di usia tujuh bulan mulai tampak perasaan takut, kemudian di usian 10-12 bulan, perasaan bersemangat dan kasih sayang mulai terpisah dari perasaan senang. Semakin besar anak dalam artian memasuki masa remaja, semakin besar pula kemampuannya untuk belajar, sehingga perkembangan emosinya akan semakin kompleks. Sobur (2003, h.405) menjelaskan bahwa perkembangan emosi lewat proses kematangan hanya terjadi saat usia satu tahun. Setelah itu, perkembangan selanjutnya lebih baik ditentukan oleh proses belajar. Menurut Jersild, perkembangan emosi selama masa kanak-kana terjalin sangat erat dengan aspek perkembangan yang lain. Setelah alat-alat indra anak menjadi lebih tajam, kecakapan anak untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan untuk melakukan pengamatan pun menjadi lebih dewasa, dan setelah ia lebih melangkah ke depan dalam segala aspek perkembangannya, jumlah peristiwa yang bisa membangkitkan emosinya pun kian bertambah besar. (dalam Sobur, 2003, h.406).
2.1.5. Mengendalikan Emosi Emosi tak dipungkiri pasti menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari, dan hal yang penting dari hal ini adalah mengendalikan emosi tersebut, karena didasarkan pada kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan diri kepada orang lain. Orang lain yang kita temui biasanya lebih cepat menanggapi emosi kita daripada apa yang kita ucapkan dalam artian nonverbal kita melalui ekspresi, gerak tubuh, suara yang keras lebih berperan dibandingkan verbal kita. Misalnya saja saat kita pulang ke rumah dengan wajah sumringah dan menebar senyum, emosi anggota keluarga kita yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut, sehingga mereka merasa ceria juga dan seolah merasakan kebahagiaan kita dan sebagainya.
Agar kegiatan kita sehari-hari dapat berjalan lancar sehingga kita menikmati hidup yang damai, tenteram, kita tidak hanya harus bisa mengendalikan emosi, namun kita juga harus memiliki emosi yang tepat dengan mempertimbangkan ruang, waktu dan keadaan. Wedge berpendapat bahwa emosi itu ibarat sepatu, jika pas, berarti enak dipakai, tetapi kalau tidak pas dapat melecetkan kaki. Demikian pula emosi yang tidak sesuai dapat berakibat buruk bagi kita. Hal ini terjadi ketika kita tidak mampu mengendalikan emosi pada diri kita (dalam Sobur, 2003, h.443). Mahmud (dalam Sobur, 2003, h.443) menjelaskan bahwa sehubungan dengan hal tesebut, ada beberapa peraturan untuk mengendalikan emosi. 1) Hadapilah emosi tersebut 2) Jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya 3) Kembangkan rasa humor dan sikap realistis 4) Atasilah secara langsung masalah-masalah yang menjadi sumber emosi Meskipun emosi mempunyai daya gerak yang besar dalam artian biasanya sulit untuk kita mengendalikannya. Namun, tetap kita bisa mengatur dan mengarahkannya sedemikian rupa, sehingga emosi tersebut bisa menggerakkan kita ke arah hidup yang lebih positif, lebih menyenangkan dan lebih efisien. Dengan demikian emosi menjadi modal yang besar bagi setiap aspek kehidupan kita. 2.1.6. Kematangan Emosi Hurlock (dalam Susilowati, 2013, h.104) mengungkapkan bahwa kematangan emosi sebagai suatu keadaan dimana individu tidak lagi meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Sedangkan
menurut
Yusuf
(dalam
Susilowati,
2013,
h.105)
mengungkapkan kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif. Kemudian Asih & Pratiwi berpendapat bahwa kematangan
emosi adalah kemampuan dan kesanggupan individu untuk memberikan tanggapan emosi dengan baik dalam menghadapi tantangan hidup yang ringan dan berat serta mampu menyelesaikan, mampu mengendalikan luapan emosi dan mampu mengantisipasi secara kritis situasi yang dihadapi. (2010, h.37) Kemudian
Martin
(dalam
Guswani
&
Kawuryan,
2011,
h.87)
mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif melainkan dengan kebijakan. Dan menurut Chaplin seperti yang dikutip oleh Kartini Kartono (dalam Susilowati, 2013, h.106) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional karena itu pribadi tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anakanak. Sejalan dengan bertambahnya kematangan emosi seseorang maka akan berkuranglah emosi negatif. Bentuk-bentuk emosi positif seperti rasa sayang, suka, dan cinta akan berkembang jadi lebih baik. Perkembangan bentuk emosi yang positif tersebut memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan menerima dan membagikan kasih sayang untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain ataupun teman sebayanya (Hurlock dalam Susilowati, 2013, h.105). Kematangan emosi ini banyak berpengaruh terhadap kehidupan sosial kita sendiri, misalnya saja seperti yang di kemukakan oleh Adhim (dalam Khairani & Putri, 2008, h.137) menyebutkan bahwa kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan di usia muda. Mereka yang memiliki kematangan emosi ketika memasuki perkawinan cenderung lebih mampu mengelola perbedaan yang ada di antara mereka. Kemudian Rice berpendapat bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan untuk menjalani kehidupan secara damai dalam situasi yang tidak dapat diubah, tetapi dengan keberanian individu mampu mengubah hal-hal yang sebaiknya
diubah, serta adanya kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan (dalam Khairani & Putri, h. 137). Berdasarkan uraian tersebut dapat di ambil penarikan kesimpulan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan dan situasi perasaan-perasaan diri sendiri serta mampu mengontrol emosi dan mengendalikan emosinya ketika berada di situasi sosial tertentu sehingga dapat diterima oleh lingkungan masyarakat. Ada beberapa karakteristik atau tanda mengenai kematangan emosi seseorang diantaranya adalah: mampu menerima dirinya sendiri; menghargai orang lain; menerima tanggung jawab; sabar; mempunyai rasa humor. Saat individu memiliki perilaku seperti ini, bisa dikatakan ia sedang mengalami proses kematangan emosi. Kemudian kematangan emosi ini tidak lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses kematangan emosi setiap individu, faktor-faktor inilah yang mengarahkan kematangan emosi akan berjalan kearah positif atau negatif. Beberapa faktornya antara lain: pola asuh orang tua (sebagai agen sosialisasi primer); pengalaman traumatik (kejadian traumatis di masa lalu); tempramen (suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional seseorang); jenis kelamin (perbedaan hormonal); dan usia. Saat individu mengalami proses perkembangan emosi menuju kematangan emosi, ada beberapa aspek yang biasanya berubah pada diri setiap individu tersebut sebagai hasil dari perkembangan kematangan emosi diantaranya adalah: 1. Sikap untuk belajar Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan, jujur, mempunyai keterbukaan, serta motivasi diri yang tinggi, bisa memahami agar bermakna bagi dirinya. 2. Memiliki rasa untuk tanggung jawab Memiliki rasa tanggung jawab untuk mengambil keputusan atau melakukan suatu tindakan dan berani untuk menanggung resikonya. Individu yang matang tidak menggantungkan hidup sepenuhnya kepada individu lain karena individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri-sendiri.
3. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, memilih apa yang akan dilakukan, mengemukakan pendapat, meningkatkan penghargaan pada diri merupakan bentuk komunikasi secara efektif dimana individu sudah matang dan mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. 4. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan social Individu yang matang, mampu melihat kebutuhan individu yang lain dan memberikan potensi dirinya. Hal ini dikarenakan individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya kepada individu lain. Jadi secara emosional individu mampu menyesuaikan diri dan hubungan sosial antar individu.
2.2.REMAJA 2.2.1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere (kata bendanya adolecentia yang berarti remaja). Istilah ini juga bisa diartikan sebagai suatu yang tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. masa pada adolesensi inilah terjadi proses pematangan yang berlangsung secara lambat dan teratur. Pada periode inilah seseorang banyak melakukan koreksi diri, dan mencari sesuatu kedalam diri sendiri sehingga ia akhirnya menemukan jati dirinya, dalam artian menemukan keselarasan baru antara sikap kedalam atau internalnya (diri sendiri) dengan sikap keluar atau eksternalnya (dunia obyektif). Masa remaja dikenal sebagai masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Remaja mengalami perubahan pada sejumlah aspek perkembangan baik fisik maupun psikologis, emosi, mental, sosial maupun moral. Perubahanperubahan tersebut menuntut remaja mengadakan perubahan besar dalam sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan perkembangan dengan cara yang adaptif, menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Paramitasari & Alfian (2012) menjelaskan masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, sosial dan emosional. Batasan usia pada remaja adalah usia 12
tahun sampai 21 tahun, sedangkan batasan pada remaja akhir adalah usia 17 tahun sampai 21 tahun. ditopang oleh sikap mental kreatif, inovatif, profesional, bertanggung jawab, serta berani menanggung resiko dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya sebagai bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya. Masa remaja adalah masa yang sering orang katakan dengan masa-masa labil, dimana remaja cenderung labil dalam mengontrol beberapa aspek di kehidupannya khususnya mengontrol atau mengendalikan emosinya, dalam masa ini dimulainya proses perkembangan di beberapa aspek seperti kematangan emosi, kestabilan emosi dan lain sebagainya. Dapat diambil kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa untuk tumbuh menjadi dewasa dan proses ini berjalan dengan lambat dan teratur. Masa peralihan ini mempunyai arti kusus pada diri remaja. Melalui introspeksi diri, remaja bisa menemukan jati diri.
2.3. KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA 2.3.1. Pengertian Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, dan dimasa remaja inilah juga terjadi proses perkembangan emosional. Kematangan emosi pada remaja agaknya hal yang penting di masa-masa ini. Karena kematangan emosi juga berpengaruh terhadap lingkup sosial remaja itu sendiri. Kematangan emosi pada remaja adalah proses dimana remaja sudah bisa mengontrol, mengendalikan perasaanya dan sudah mampu untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kematangan emosi inilah yang juga bisa mengantarkan remaja ke perilaku-perilaku sosial yang positif misalnya saja kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir, kematangan emosi dengan penyesuaian sosial remaja, kematangan emosi terhadap agresi remaja, kematangan emosi pada prilaku prososial dan masih banyak lagi pengaruhnya. Berdasarkan penelitiannya, Susilowati (2013, h.109) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan penyesuaian sosial. Dalam artian hubungan atau korelasi positif yang sangat signifikan dari kedua variabel yaitu kematangan emosi dan penyesuaian
sosial adalah semakin tinggi kematangan emosi seseorang maka semakin tinggi pula penyesuaian sosialnya. Jika diamati lebih jauh sudah banyak sekali ahli-ahli psikologi yang telah mengadakan penelitian-penelitian dalam bentuk jurnal ataupun makalah mengenai kematangan emosi pada remaja terhadap kehidupan sosial ini. Dan disini penulis mengambil sebuah penelitian dan mencoba menyajikan secara ringkas atau mengutip hasil penelitian mengenai kematangan emosi tersebut kedalam makalah.
2.3.2. Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir Masa remaja adalah masa dimana semakin banyak berinteraksi dengan orang lain, dalam berinteraksi dengan orang lain tentunya tidak selalu mulus dan tanpa konflik, baik itu dengan teman sepermainan, orang dewasa, bahkan orang tua sendiri. Namun yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana remaja berlatih untuk bersikap bijaksana yaitu dengan berlatih memaafkan. Memaafkan bukanlah suatu hal yang mudah tidak hanya untuk remaja tetapi juga orang dewasa sekalipun. Dalam memaafkan sangat dibutuhkan kebesaran hati, keikhlasan dan itu adalah salah satu kematangan emosi khususnya bagi remaja yang identik dengan kelabilan. Dengan memaafkan inilah konflik tidak akan terjadi berlarut-larut bahkan hubungan antar kedua belah pihak bisa semakin erat dn rukun. Menurut Hughes seperti yang dikutip oleh Girard dan Mullet (dalam Paramitasari & Alfian, 2012) menjelaskan bahwa memaafkan merupakan cara untuk memperbaiki harmoni sosial, dan untuk sebagian orang memaafkan adalah suatu kebutuhan karena dapat memperbaiki hubungan dengan orang lain. Hal tersebut diatas juga berlaku bagi remaja, memaafkan sebagai salah satu strategi untuk membantu remaja yang terluka mengatasi dan mengurangi kemarahan. Remaja dituntut untuk bisa mengontrol atau mengendalikan perasaan mereka, dalam proses perkembangan menuju kematangan emosi bukan berarti remaja harus mengendalikan semua gejolak emosinya yang muncul namun diharapkan remaja mampu memahami serta menguasai emosinya, sehingga kondisi emosional yang adaptif bisa tercapai. Disinilah peran kematangan emosi,
khususnya pada remaja akhir, remaja yang mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa, dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa. Mengingat masa remaja adalah masa paling banyaknya pengaruh dari orang lain, lingkungan, teman sebaya, remaja hendaknya dapat mengontrol emosinya, dibutuhkan suatu kemampuan untuk bisa mereduksi dan mengelola emosi. Memaafkan adalah suatu keinginan meninggalkan amarah dan menghindari penilaian negatif pada seseorang yang melukai kita. Memaafkan didasarkan pada diri sendiri, karena diri sendiri adalah dasar, persepsi diri sendirilah yang harus dijaga dari waktu ke waktu, dengan adanya kematangan emosi diharapkan remaja bisa lebih menumbuhkan kecenderungan memaafkan. Remaja yang menunjukkan pengendalian emosi yang baik memiliki kapasitas perilaku yang dapat menangani kemarahannya. Hasil penelitian oleh Anderson (dalam Paramitasari & Alfian, 2012) menyebutkan bahwa seseorang yang dapat memaafkan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan dan depresi yang signifikan. Kemudian
mengenai
kematangan
emosi
dengan
kecenderungan
memaafkan oleh remaja akhir, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramitasari dan Alfian (2012) terhadap sejumlah remaja akhir dengan variabel X kematangan emosi dan variabel Y kecenderungan memaafkan, dengan subjek penelitian remaja yang berusia 17-21 tahun sebanyak 121 remaja yang terdiri dari 72 remaja perempuan dan 49 remaja laki-laki, bahwa dilihat dari hasil analisis deskriptif dari masing-masing variabel yaitu yang tergolong dalam kematangan emosi sedang sebanyak 45 remaja (37,19%) dari jumlah sampel dan yang tergolong mempunyai kematangan emosi rendah sebanyak 35 remaja (28,03%) dari jumlah sampel dan yang tergolong mempunyai kematangan emosi sangat rendah sebanyak 5 remaja (4,13%) dai jumlah sampel sedangkan yang tergolong mempunyai kematangan emosi tinggi sebanyak 29 remaja (23,97%) dari jumlah sampel serta yang tergolong mempunyai kematangan emosi sangat tinggi sebanyak 7 orang (5,87%) dari jumlah sampel. Dan dilihat juga dari hasil analisis deskriptif skala kecederungan memaafkan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa dari 121 remaja yang tergolong dalam kecenderungan memaafkan sedang sebanyak 48 remaja (39.67%) dari jumlah sampel, dan yang tergolong dalam kecenderungan memaafkan rendah sebanyak 32 remaja (26,45%) dari jumlah sampel, dan yang tergolong kedalam kecenderungan memaafkan sangat rendah sebanyak 6 remaja atau sekitar (4,96%) sedangkan untuk remaja yang kecenderungan memafkannya tergolong sangat tinggi dan tinggi secara berturutturut sebagai berikut 7 remaja (5,78%) dan 28 remaja (23,24%). Berdasarkan
penelitian
tersebut
Paramitasari
&
Alfian
(2012)
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif kematangan emosi pada remaja akhir maka semakin tinggi kecenderungan memaafkan, dan sebaliknya. Paramitasari & Alfian (2012) mengemukakan bahwa terbukti secara nyata jika kematangan emosi mempunyai kontribusi terhadap tingkat kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Jika remaja dengan tingkat kematangan emosi yang tinggi maka kecenderungan memaafkannya juga tinggi sehingga remaja dapat lebih adaptif. Sebaliknya jika remaja dengan tingkat kematangan emosi yang rendah maka kecenderungan memaafkannya juga rendah.
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dari isi dan pembahasan penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah: 1. Emosi adalah respon kognitif, perasaan dan perilaku yang muncul karena adanya stimulus tertentu yang pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, dan emosi tidak selalu negatif. 2. Munculnya emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis dan dipengaruhi oleh hasil interpretasi terhadap sebuah objek atau peristiwa. 3. Banyak sekali teori-teori emosi, dan disetiap teori terdapat perbedaan akan pendapat tentang awal munculnya emosi, dari pikiran ataukah tindakan. 4. Perkembangan emosional pasti terjadi pada setiap individu mulai dia lahir, masa kanak-kanak, masa remaja bahkan sampai dewasa, dan disetiap masa itu pasti ada pembedaan emosional. 5. Emosi adalah rasa yang bisa kita kendalikan meskipun mempunyai daya gerak yang besar, emosi bisa kita arahkan ke hal yang positif disetiap aspek kehidupan kita. 6. Kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam menyesuaikan perasaan diri sendiri dengan lingkungan sekitarnya, serta bisa mengontrol dan mengendalikannya ketika berada di situasi sosial tertentu. 7. Remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa yang di masa ini terjadi perkembangan di beberapa aspek baik fisik maupun psikologis 8. Kematangan emosi pada remaja adalah proses dimana remaja sudah bisa mengontrol, mengendalikan perasaanya dan sudah mampu untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungan sekitarnya. 9. Terdapat hubungan yang penting antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir, kematangan emosi
mempunyai kontribusi terhadap tingkat kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. 10. Semakin tinggi atau positif kematangan emosi pada remaja akhir maka semakin tinggi kecenderungan memaafkan. Sebaliknya jika remaja dengan tingkat kematangan emosi yang rendah atau negatif maka kecenderungan memaafkannya juga rendah. 3.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai makalah ini adalah: 1. Diharapkan penulis nantinya dapat mengembangkan penulisan makalah tentang kajian-kajian psikologi khususnya pembahasan emosi yang lebih luas dengan sajian penelitian-penelitian yang aktual dan faktual. 2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang kajian emosi. 3.
Dan khususnya bagi remaja untuk bisa memahami serta menguasai emosinya, sehingga mampu bertindak adaptif di lingkungannya serta dapat mengembangkan perilaku dan sikap memaafkan untuk membuka peluang mendapatkan tempat, peran dan penerimaan diri oleh lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum: Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. Sarwono, Sarlito.(2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers. Paramitasari, Radhitia., Alfian, Ilham N. (2012). Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkmebangan, 01(02). Susilowati, Endah. (2013). Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Sosial Pada Siswa Akselerasi Tingkat SMP. Jurnal Online Psikologi, 01(01), 105-106. Khairani, Rahma., Putri, Dona E. (2008). Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita Yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi, 01(02), 137. Asih, Gusti Y., Pratiwi, Margaretha G S.(2010) Prilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, 01(01), 37. Guswani, Aprius M., Kawuryan, Fajar. (2011) Perilaku Agresi Pada Mahasiswa Ditinjau Dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Pitutur, 01(01), 87.