BAB I KONSEP EFUSI PLEURA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura Pleura terleta terletak k dibagi dibagian an terlua terluarr dari dari paru-p paru-paru aru dan mengel mengelilin ilingi gi paru. paru. Pleura Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis parietalis dan pleura pleura viseralis. viseralis. Pleura parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan (dinamakan lapisan lapisan tengah) tengah) terdapat terdapat jaringan jaringan kolagen kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan Keseluruhan jaringan pleura viseralis viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interk Interkost ostali aliss dan A. Mammar Mammaria ia intern interna, a, pembul pembuluh uh getah getah bening bening dan banyak banyak resep resepto torr saraf saraf-s -sar araf af sens sensor orik ik yang yang peka peka terha terhada dap p rasa rasa saki sakitt dan dan perb perbed edaa aan n temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang yang disebu disebutt spasiu spasium m pleura pleura,, yang yang mengan mengandun dung g sejuml sejumlah ah kecil kecil cairan cairan yang yang 1
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. ventilasi. Cairan tersebut dinamakan dinamakan cairan pleura. pleura. Cairan ini terletak terletak antara paru paru dan thorak thoraks. s. Tidak Tidak ada ruanga ruangan n yang yang sesung sesungguh guhnya nya memisa memisahka hkan n pleura pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavita kavitass pleura pleura hanyal hanyalah ah suatu suatu ruanga ruangan n poten potensia sial. l. Tekana Tekanan n dalam dalam rongga rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumla Jumlah h normal normal cairan cairan pleura pleura adalah adalah 10-20 10-20 cc (Hood (Hood Alsaga Alsagaff ff dan H. Abdul Abdul Mukty, 2002: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudi kemudian an disera diserap p kembal kembalii melalu melaluii pleura pleura viseral viseralis. is. Hal ini diseba disebabka bkan n karena karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis viseralis lebih besar daripada daripada selisih selisih perbedaan pembentuk pembentukan an cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari
Poslal medicina, 2007:
www.google.com)
2
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. ventilasi. Cairan tersebut dinamakan dinamakan cairan pleura. pleura. Cairan ini terletak terletak antara paru paru dan thorak thoraks. s. Tidak Tidak ada ruanga ruangan n yang yang sesung sesungguh guhnya nya memisa memisahka hkan n pleura pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavita kavitass pleura pleura hanyal hanyalah ah suatu suatu ruanga ruangan n poten potensia sial. l. Tekana Tekanan n dalam dalam rongga rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumla Jumlah h normal normal cairan cairan pleura pleura adalah adalah 10-20 10-20 cc (Hood (Hood Alsaga Alsagaff ff dan H. Abdul Abdul Mukty, 2002: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudi kemudian an disera diserap p kembal kembalii melalu melaluii pleura pleura viseral viseralis. is. Hal ini diseba disebabka bkan n karena karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis viseralis lebih besar daripada daripada selisih selisih perbedaan pembentuk pembentukan an cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari
Poslal medicina, 2007:
www.google.com)
2
1.2 Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan berlebihan dari permukaan permukaan pleura (Suzanne (Suzanne Smeltzer: Smeltzer: 2001). 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru paru dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleur pleuraa bukan bukan merupa merupakan kan suatu suatu penyak penyakit, it, akan akan tetapi tetapi merupa merupakan kan tanda tanda suatu suatu penyakit. Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir selalu merupakan signif signifika ikasi si patolo patologi. gi. Efusi Efusi dapat dapat terdir terdirii dari dari cairan cairan yang yang relati relatiff jernih, jernih, yang yang mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang yang utuh) utuh) terjadi terjadi jika jika faktor faktor-fak -faktor tor yang yang mempen mempengar garuhi uhi pemben pembentuk tukan an dan reabsorpsi cairan pleural terganggu. Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik. Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan jaringan atau kavitas). kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi inflamasi oleh produk produk bakteri atau tumor tumor yang mengenai mengenai permukaan permukaan pleural (Sylvia (Sylvia Anderson Anderson Price dan Lorraine, 2005: 739).
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan ini kadar kadar eritro eritrosit sit di dalam dalam cairan cairan pleura pleurall mening meningkat kat antara antara 5.0005.000-10. 10.000 000 mm3. Keadaa Keadaan n ini sering sering dijump dijumpai ai pada pada kegana keganasan san pneumo pneumonia nia.. Berdas Berdasark arkan an lokasi lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang yang unil unilat ater eral al tida tidak k memp mempun unya yaii kait kaitan an yang yang spes spesif ifik ik deng dengan an peny penyak akit it penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit :
3
kega kegaga gala lan n jant jantug ug kong konges esti tif, f, sind sindro roma ma nefro nefroti tik, k, asit asites es,, infar infark k paru paru,, lupu lupuss eritematosis sistemik, tumor dan tuberkulosis.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni : a.
Bila Bila efus efusii beras berasal al dari dari imp implan lantasi tasi selsel-ssel limf limfom omaa pada ada perm ermukaa ukaan n
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik. b. b.
Bila Bila efus efusii terja terjadi di akib akibat at obst obstru ruks ksii alira aliran n geta getah h benin bening, g, cai caira rann nnya ya bisa bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit. c.
Bila Bila efusi efusi terj terjad adii akib akibat at obs obstru truksi ksi duktu uktuss tora torassiku ikus, cair cairan ann nya akan akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak) d.
Bila Bila efu efusi si ter terja jadi di kar karen enaa infe infeks ksii pleu pleura ra pad padaa pasi pasien en lim limfo foma ma mal malig igna na
karena karena menuru menurunny nnyaa resist resistens ensiny inyaa terhad terhadap ap infeks infeksi, i, efusi efusi akan akan berben berbentuk tuk empiema akut atau kronik (www.medicastore.com).
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi : 1.
Transudat Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapi kapiler ler hidr hidros osta tati tik k dan dan kolo koloid id osmo osmoti tik k menj menjad adii
terg tergan angg ggu, u, sehi sehing ngga ga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada: a)
Meni Mening ngka katn tnya ya tek tekan anan an kap kapil iler er sis siste temi mik k
b) b)
Meni Mening ngka katn tnya ya teka tekana nan n kapil kapiler er pulm pulmon onal al
c)
Menur Menurun unny nyaa tek tekan anan an kol koloi oid d osm osmot otik ik dala dalam m ple pleur uraa
d)
Menu Menuru runn nnya ya teka tekana nan n intr intraa pleu pleura ra
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: a)
Gaga Gagall jan jantu tun ng kir kirii (te (terb rban any yak) ak)
b)
Sindrom nefrotik
c)
Obs Obstru truksi ksi ven venaa cav cavaa sup super erio ior r d)
Asit Asites es pada pada siros sirosis is hati hati (asit (asites es menem menembu buss suatu suatu defek defek diaf diafrag ragma ma atau atau masuk melalui saluran getah bening)
4
2.
Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam caira pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis). (Hadi Halim, 2001: 787-788)
1.3 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu: 1.
Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain: tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.
Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
5
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus. Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus
aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp. Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis,
koksidioidomikosis,
aspergillus,
kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura. 6
2.
Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: a.
Efusi pleura karena gangguan sirkulasi 1.
Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak timbulnya
efusi
pleura.
Penyebab
lainnya
dalah
perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.
2.
Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia
maupun
kerusakan
parenkim
paru
dan
memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di samping itu permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga lebih lama.
7
3.
Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b.
Efusi pleura karena neoplasma Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni : -
Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura terhadap air dan protein
-
Adanya
massa
tumor
mengakibatkan
tersumbatnya
aliran
pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan dan protein -
Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia.
c.
Efusi pleura karena sebab lain 1.
Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul,
laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2. Uremia Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan timbulnya
eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura, 8
perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk. 3.
Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi. 4.
Limfedema Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5.
Reaksi hipersensitif terhadap obat Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6.
Efusi pleura idiopatik Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi pleura idiopatik. (Asril Bahar, 2001)
d.
Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
9
1.
Sirosis Hati Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2.
Sindrom Meig Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
3.
Dialisis Peritoneal Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
1.4
Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak ditemukan.( Brunner & Suddart, 2001: 593) 10
1.5 Patogenesis Efusi Pleura
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah ( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002).
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam, keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh: 1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O 2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O 3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu: 1. Pembentukan cairan pleura berlebih Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), tekanan
hidrostatis di pembuluh
pulmonalis ( kegagalan
jantung
darah
kiri ), tekanan
ke jantung / v. negatif
intrapleura
(atelektasis ).
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura.
11
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intra pleura normal.
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan dengan mudah
selama
bernafas. Sedikitnya
cairan
serous
menyebabkan
keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah cairan 12
yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia
dapat
menyebabkan
efusi
pleura karena
rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.
Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal. Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik. Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada
sedikit peningkatan cairan pleura.selama
lesi
berkembang, selalu ada peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel PMN. Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih, pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan transudat., biasanya terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang menderita oedemumum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah, kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture atau sobeknya adhesi pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine, 2005: 739).
13
1.6 WOC Infeksi (TB)
tuberculosis, pnemonitis, abses paru
Reaksi Ag -Ab
Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal Non Infeksi mis.
Penumpukan sel-sel tumor
Massa tumor Merangsang mediator inflamasi
Tersumbatnya pembuluh darah vena dan getah bening
Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin Rongga pleura gagal memindahkan cairan Vaso aktif Akumulasi cairan di rongga pleura
Gangguan keseimbangan tekanan Hidrostatik dan Onkotik Meningkatkan permeabilitas membran
Perpindahan cairan
Peningkatan cairan Pleura
Menekan pleura
Rangsangan serabut saraf sensoris parietalis
Ekspansi paru inadekuat
MK: Nyeri
EFUSI PLEURA
PK: Atelektasis
Indikasi Tindakan
Sesak nafas (Dispnea)
Nafsu makan ↓
Nafas pendek dengan usaha kuat
Torakosintesis
Kelelahan ↑ MK: Ketidakefektifan Pola Napas
MK: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pemasangan WSD
Terputusnya Kontinuitas jaringan
Kesulitan tidur
MK: Gangguan Pola Tidur
Perlukaan
MK: Nyeri
Port de entre kuman
14
MK: Rsiko Tinggi terhadap Infeksi
1.7 Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
1.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan: 1.
Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah kontralateral. 2.
Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3.
Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
4.
Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan tambahan sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsy pleura.
1. Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di daerah para-mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris. Bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi bila
15
terdapat atelektasis pada sisi yang berlawanan dengan cairan, mediastenum akan tetap pada tempatnya.
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, adanya densitas parenkimynag lebih kerang dpada pneumonia atau abses paru.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
Gambar 1.2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura (http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm)
2. Torakosentesis Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500 cc
16
pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulangulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural
shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena tr auma pada pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak jarang terjadi). Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli udara ini menjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, penderita dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan: 1) Warna cairan Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan ( serous-xantho-
chrome). Bila agak kemerah-merahan,ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan adanya empiema. Bila merahtengguli, ini menunjukan adanya abses karena amoeba.
2) Biokimia Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
17
Kadar protein dalam
transudat <3
Eksudat >3
< 0,5
> 0,5
< 200
> 200
< 0,6
> 0,6
< 1, 016
> 1, 016
negatif
Positif
efusi
efusi (g/dl) Kadar protein dalam serum per
kadar
protein dalam serum Kadar
LDH
dalam
efusi
(I.U.) Kadar
LDH
dalam
efusi
pe LDH serum Berat
Kadar dalam jenis
cairan efusi Rivalta
(dikutip dari Asril Bahar: 2001)
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di periksakan juga pada cairan pleura: A.
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma B.
Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.
3) Sitologi Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau dominasi sel –sel tertentu. a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
18
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum. c) Sel
mesotel:
bila
jumlahnya
meningkat
adanya
infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit. d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma. e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid. f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
4) Bakteriologi Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi yang purulan dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter. 3. Biopsi pleura Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa dan tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab infeksi atau tumor pada dinding dada.
4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan diagnosis.Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi je las.
Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti: a) Bronkoskopi, pada kasus–kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses paru. b) Scanning isotop , pada kasus-kasus dengan emboli paru. c) Torakoskop( fiber-optic-pleuroscopy ) pada kasus-kasus dengan neoplasma atau tuberculosis pleura. (Asril Bahar,. 2001: 786-789)
19
20
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
1)
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Pre Tindakan Pengkajian a. Riwayat keperawatan
Efusi Pleura kaji adanya penyakit yang
-
mendasari terjadinya efusi pleura (misal: TB, pneumonia, neoplasma, dll) -
kaji emosi yang timbul akibat pola nafas tidak efektif
-
kaji koping (kecemasan) klien mengenai penyakitnya
-
kaji apakah klien pernah kontak langsung dengan penderita TB dan infeksi lain yang mendasari efusi pleura
-
kaji tempat kerja klien. Misal: pabrik bahan-bahan kimia (asbes)
-
kaji pola makanan misal makanan yang mengandung bahan karsinogenik
-
kaji keluhan utama yang paling dirasakan klien. Misal sesak nafas
b. B1 (Breathing) 1.
pola nafas
tidak teratur (dispneu/ sesak nafas) 2.
nafas pendek
21
3.
ketidaksimetri
san dada saat ekspansi (pergerakan dada) 4.
egofoni diatas
area efusi frekuensi nafas meningkat 6.
bunyi nafas
menghilang/ tidak terdengar diatas bagian yang terkena efusi c. B2 (Blood)
pleura 7.
perkusi pekak
dan penurunan fremitus raba 8.
ekspansi paru
inadekuat
d. B3 (Brain)
1.
tekanan darah
dan denyut nadi meningkat e. B4 (Bladder)
2.
nyeri dada
setempat ketika dilakukan f.
B5 (Bowel)
perkusi 3.
peningkatan
suhu tubuh
tidak ada masalah
Tidak ada masalah g. B6 (Bone/musculoskeletal/inte gumen)
kehilan gan nafsu makan penurun an masukan makanan penurun an masukan makanan
22
h. Aktivitas/istirahat
penurunan berat badan 5.
ketidak
mampuan untuk makan karena i.
Pemeriksaan laboratorium
distres pernapasan
dan diagnostic 1.
turgor kulit sekitar abdomen buruk
2.
bentuk dada (barrel chest)
3. ukuran dada tidak mengalami perubahan
kesulitan tidur keletihan meningkat
-
Periksaan sinar dada,
ditemukan : sudut kostrofenik tumpul, obstruksi diafragma sebagian, dan “putih” komplet (opaque densitas) pada area yang sakit -
Torasentesis
-
Biopsi pleura
-
Pemeriksaan cairan sitologi
untuk sel-sel malignan -
Pewarnaan gram, kultur,
basil tahan asam, dan sensivitas cairan pleura -
Hitung sel darah merah dan
putih -
Pemeriksaan kimiawi
23
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase, LDH, protein)
2) Pengkajian Post tindakan Pengkajian a. Riwayat keperawatan
Efusi Pleura 1. kaji keluhan utama yang paling dirasakan menggangu klien selama dan setelah tindakan 2. kaji pengetahuan/pendidikan tentang prosedur tindakan 3. emosi yang meningkat akibat tindakan 4. kaji pola makan klien selama dan setelah tindakan
5. kaji koping (kecemasan) klien selama dan sesudah tindakan 6. kaji mobilitas yang menurun selama tindakan 7. kaji kondisi klien selama tindakan
b. B1 (breating)
1. ekspansi paru adekuat 2. sesak napas berkurang 3. pola napas teratur 4. frekuensi napas normal 5. gerakan dada simetris saat ekpansi 6. adanya fremitus raba 7. terdengarnya bunyi napas (sonor pada paru ketika perkusi)
c. B2 (Blood)
1. tekanan darah normal 2. nyeri dada saat tindakan
24
3. suhu tubuh normal
d. B3 (Brain)
tidak ada masalah
e.
tidak ada masalah
B4 (Bladder)
f. B5 (Bowel)
1.
peningkatan
nafsu makan 2.
peningkatan
masukan makanan dan berat g. B6
badan
(Bone/musculoskeletal/integ umen)
1.
adanya tanda
iritasi (kulit sekitar perlukaan akibat pemasangan WSD h. Aktifitas/istirahat
berwarna merah) 2.
peradangan/in
flamasi di sekitar pemasangan WSD keterbatasan rentang gerak pada area pemasangan WSD
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul menurut Carpenito (1995) adalah: a) Diagnosa Keperawatan Pre Tindakan 1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura ditandai dengan sesak nafas 2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan medis pemasangan WSD ditandai dengan palpitasi, gemetar, gelisah, gugup, ketakutan, terkejut
25
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura ditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri, menangis dan merintih 4. Gangggun pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap efusi pleura ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur 5. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia akibat nyeri 6. Ansietas berhubungan dengan prosedur pemeriksaan diagnostic ditandai dengan klien menghindar, pucat, palpitasi dan gemetar b)
Diagnosa Keperawatan Post Tindakan 1.
Nyeri berhubungan dengan truma jaringan sekunder terhadap
pemasangan WSD 2.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan
sekunder terhadap pemasangan WSD
2.3 Perencanaan
a). Rencana Tindakan Pre Tindakan 1.
Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam ronga pleura ditandai dengan sesak nafas. Tujuan : Pasien memperlihatkan pola pernafasan yang efektif dalam waktu 2 hari setelah pemasangan WSD.
Kriteria evaluasi hasil 1.
Pasien memperlihatkan/ mempertahankan pola pernafasan yang efektif dan mengalami perbaiakn pertukaran gas pada paru, meliputi : 1.
Frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal
2.
Penurunan nyeri dada/dispneu
3.
Pada pemeriksaan sinar-x, cairan rongg pleura kembali normal, baik jumlah maupun konsistensinya
2.
Klien menyatakan factor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara adaptif mengatasi factor tersebut
26
3.
Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari
Rencana Tindakan
No 1
Rencana Tindakan Posisikan fowler.
Rasional Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
2
Dorong atau bantu pasien dalam
pernapasan Dapat meningkatkan banyaknya
melakukan nafas dalam.
sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernafas.
27
3
Siapkan untuk bantu pemasangan
Memudahkan upaya pernafasan
WSD
dalam, dimana dapat lebih mempercepat penghisapan
4
Pantau kepatenan pemasangan dan keefektifan proses drainase dengan WSD (Water Seal Drainage), meliputi : 1. Observasi klem penghubung klien
- Klem berfungsi untuk mengisolasi
dengan system, jika klemnya tidak
system agar tidak ada udara yang
terpasang dengan semestinya, maka
masuk ke dalam sistem
pasang kembali (perbaiki posisinya} Observasi kebocoran pada system WSD, jika terjadi : •
Gelembung berkelanjutan
- Sambungan yang kendor
pada bilik WSD,
menyebabkan udara memasuki
menandakan kebocoran
sistem
antara klien dan water seal, maka kencangkan sambungan yang kendur antara klien dengan water seal •
Gelembung berkelanjutan
- Gelembung berlanjut sebagai
dan belum dapat teratas
fiksasi dan mengamankan selang
menandakan bahwa
tetapi pada WSD dan plester
kebocoran tidak berpusat
penghubung
pada klien, maka ganti system drainase (kolaborasi dengan dokter) 3. Pastikan plester terpasang dan
-Plester berfungsi sebagai fiksasi
menghubungkan antara dada dan
dan mengamankan selang dada ke
selang drinase dengan tepat
sistem memungkinkan udara yang tertahan keluar ke atmosfir
28
4. Pastikan patensi ventilasi udara pada
- Memberikan factor keamanan
sistem :
adanya tekanan negatif berlebihan
a. Ventilasi harus bebas sumbatan
ke dalam atmosfir
b. Ventilasi bilik control penghisap harus tanpa sumbatan, saat memakai penghisap
5. Pantau posisi selang agar tetap
- Meningkatkan drainase
menggantung dalam garis lurus dari atas tempat tidur ke bilik drainase
6. Pantau selang dada, bila pengkajian
- Pemijatan menimbulkan tingkat
keperawatan menandakan obstruksi
tekanan negatif tinggi dan
pada drainase sekunder terhadap
mempunyai potensi penarikan
bekuan atau debris pada selan, maka
jaringan paru atau pleura ke dalam
lakukan pemencetan atau urut selang
lubang drainase selang dada
dada tersebut
7. Pastikan posisi botol WSD terletak
- Mempermudah drainase dan
di bawah tempat tidur klien (posisi
mempertahankan tekanan negatif
lebih rendah dari paru klien)
dan mempunyai potensi penarikan jaringan atau pleura ke dalam lubang drainase selang dada
8. Pastikan drainase berjalan dengan semestinya
5
Pertahankan tirah baring untuk
Memberikan rasa nyaman pada
6
mengambil posisii yang nyaman Pastikan pada individu bahwa tindakan
klien Melakukan pelatihan pernafasan
latihan pernafasan dilakukan untuk menjamin keamanan
29
7
Jelaskan alasan, demonstrasikan, dan
Batuk saat ekspirasi mencegah
instruksikan klien untuk batuk saat
peningkatan tekanan.pleura,
ekspirasi
sehingga drainase dapat berjalan dengan lancer
8
Bantu dan ajarkan klien untuk : -Berbalik, batuk dan nafas setiap 2-4
- Melatih pernafasan klien
jam
- Memberikan spirometer insentif
- Memberikan oksigenasi yang yang adekuat
-Bebat dada ketika batuk
- Mengurangi guncangan pada rongga pleurayang dapat mengakibatkan nyeri
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
- Mengurangi kekakuan pada sendi
pada semua ekstremitas klien setiap 2-
gerak akibat tirah baring
4 jam Berikan obat-obatan sesuai pesanan
Mencegah terjadinya salah memberi
dan pastikan bahwa klien
obat dan mempercepat proses
meminumnya Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi,
penyembuhan Mengurangi intoleransi aktivitas
9
10
jelaskan bahwa fungsi pernafasan akan pada klien mengurangi ansietas pada
11
meningkat dan dispneu akan menurun
saat latihan dan memberi motivasi
dengan melakukan latihan
pada klien untuk melakukan latihan
Pantau TD, S, N, dan P setiap 4jam
pernafasan Untuk mengetahui perkembangan klien setiap 4 jam
2.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan medis
pemasangan. WSD ditandai dengan palpitasi , gemetar, gelisah, gugup, katakutan, terkejut.
Tujuan : Individu akan mengetahui penyebab ansietasnya dan mampu menunjukkan pola koping yang baik, maupun saat tindakan medis dilakukan.
30
Kriteria evaluasi hasil : 1.
Klien mengatakan bahwa ia mengetahui penyebab ansietasnya
2.
Klien mengatakan bahwa ia menyadari pantingnya atau alasan
tindakan tersebut dilakukan 3.
Palpitasi, gemetar, gelisah, gugup, terkejut, ketakutan menurun atau
tidak ada pada saat pra, pasca, dan waktu tindakan medis dilakukan 4.
Klien mengungkapkan apa yang diharapkannya atau optimisme
terhadap tindakan tersebut
Rencana tindakan :
No 1
Rencana Tindakan Sebelum melakukan tindakan
Rasional Penjelasan lebih awal dapat
jelaskan terlebih dulu mengenai :
menurunkan atau menghilangkan
- Jenis tindakan yang akan
ansietas klien. Klien mengetahui
dilakukan
proses dan tujuan, tindakan
- Alasan dan hasil tindakan yang
tersebut dilakukan
diharapkan -Resiko yang akan terjadi Jenis anesthesia Perkiraan lama tindakan, pemasangan, pencabutan, dan pemulihan Kebutuhan partisipasi dalam kegiatan, peralatan, lingkungan, 2
3
petugas, sensasi pasca operasi Jika terjadi ansietas ringan ulangi
Penjelasan dapat menenangkan
kembali penjelasan awal
klien dan meminimalisir atau
Jika ansietas sedang, Bantu klien
mengeliminasi ansietas tersebut Pada tingkat ini, perlu usaha
untuk mengungkapkan pengertian
tambahan atau bantuan untuk
dan alsan ansietas. Bantu unutk
memahami ansietas yang terjadi
menilai kembali adanya ancaman dan belajar cara baru untuk
31
4
mengatasinya Jika terjadi ansietas berat, beri
Pada tingkat ini persepsi sangat
tahu dokter
menurun, tidak dapat berkonsentrasi, tindakan
5
6
Beri informasi di samping tempat
kolaboratif diperlukan Informasi dapat membantu klien
tidur mengenai sensai serta
untuk mengetahui gambaran
gambaran (menggunakan selang)
tindakan yang akan dilakukan.
dan jelaskan bahwa klien dan
Keyakinan dapat membantu klien
keluarganya dapat menghadapinya
untik lebuh siap menghadapi
pada pasca operasi
tindakan
Jelaskan pentingnya penyluhan
Penyuluhan, demonstrasi
dan demonstrasi serta instruksikan
mendorong atau membantu klien
klien untuk mengulangi
untuk melaksanakan latihan pasca
demonstrasi
operasi untuk mempercepat
- Latihan aktivitas, dan cara
pemulihan dan meminimalisir efek
latihan rentang gerak pasif
lainnya yang tidak diharapkan
- Duduk, bangun, dan ambulasi - Pentingnya perawatan diri
32
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura ditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri, menangis dan merintih
Tujuan : Nyeri teratasi seiring dengan berkurangnya akumulasi cairan pleura Kriteria evaluasi hasil : 1. Klien mengetahui penyebab nyeri 2. klien menyatakan nyeri yang dirasakannya berkurang atau hilang 3. Klien tidak lagi menunjukkan wajah menahan nyeri, menangis, dan merintih
Rencana tindakan :
33
No 1
2
Rencana Tindakan Bantu klien untuk menetukan
Rasional Tindakan yang dapat dilakukan jika
penyebab nyeri dan tentukan
penyebab dan tingkatan nyeri telah
tingkatannya, diukur dengan skala
diketahui
nyeri dan rentang 0-10 Berikan analgesic pada penurunan
Analgesik dapat menurunkan atau
rasa nyeri yang optimal :
menghilangkan sensasi nyeri dan harus
- Lihat advice dokter
dilakukan secara kolaboratif
- Jelaskan rute yang digunakan peroral, inhalasi, IM, atau IV - Konsultasikan dengan apoteker mengenai kemungkinan reaksi tambahan akibat interaksi denga 3
nobat lain Kurangi ayau turunkan efek
Narkotik dapat menyebabkan adiksi dan
samping umum dari narkotik, jika
efek samping lain yang membahayakan
digunakan jelaskan bahwa narkotik bisa menyebabkan konstipasi, sedasi, adiksi, mual- muntah, dan 4
mulut kering Kolaborasi dengan klien untuk
Kolaborasi dapat mempermudah
melakukan tindakan pengurangan
pelaksanaan tindakan dan tehnik relaksasi
nyeri noninvasive :
mampu mengurangi sensasi nyeri
Ajarkan dan instruksikan penggunaan tehnik relaksasi (nafas berirama, lambat, dan dalam), 5
distraksi dan masase Beri informasi akurat untuk
Informasi dan dukungan keyakinan dapat
menurunkan rasa nyeri mengenai
menenangkan klien sehingga sensai nyeri
penyebab nyeri dari kemungkinan
tidak terlalu dirasakan
kapan nyeri akan hilang serta yakinkan klien bahwa ia mampu mengatasi rasa nyeri
34
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur
Tujuan : Memperbaiaki pola tidur klien hingga kembali teratur tanpa terganggu oleh kondisi terapinya
Kriteria hasil evaluasi : 1. Klien mengetahui dan mengerti factor-faktor yang menghambat untuk tertidur 2. Klien mengetahui dan menerapkan teknik-teknik untuk mempermudah tidur 3. Klien segera tertidur dalam waktu kuran dari 30 menit
Rencana tindakan :
No 1
Rencana tindakan - Kurangi atau hilangkan distraksi
Rasional Kebisingan dan stimulus dapat
lingkungan seperti kebisingan dan
mengganggu istirahat atau tidur klien
stimulus yaitu : tutp pintu ruangan, gorden atau tirai, lepaskan hubungan telepon, kurangi stimulus (seperti pembicaraan staf), hindari prosedur yang tidak penting selama klien tertidur, batasi pengunjung - Tutup kebisingan lingkungan dengan kebisingan putih misalnya kipas angin, musik lembut, rekaman hujan 2
Beri posisi fowler pada klien
Posisi fowler mempermudah drainase
3
pleura Relaksasi atau latihan nafas sebelum Relaksasi mempermudah untuk tidur
4
tidur Lakukan ritual sebelum tidur (bagi
Ritual sebelum tidur dapat membantu
yang terbiasa) :
klien untuk cepat tidur
- Mandi air hangat
35
- Makan makanan kecil sebelum tidur - berdoa - membaca - dipijat - minum susu hangat - bunyikan musik yang lembut 5
6
Batasi jumlah dan lamanya tidur
Tidur siang yang lebih dari 90 menit
siang jika berlebihan (lebih dari 90
dapat menurunkan stimulus untuk tidur
menit) Tingkatkan aktivitas sehari-hari jika
yang lama pada malam hari Aktivitas berupa latihan dapat
memungkinkan : buat bersama klien
menurunkan stress dan memudahkan
jadwal program aktivitas sehari-hari
tertidur
- Ajarkan pentingnya latihan regular 7
seperti berpindah Kurangi potensi terhadap cedera
Pencegahan dapat menghindarkan klien
ketika tidur :
dari cidera yang memperparah kondisi
-Gunakan pagar tempat tidur jika
klien
perlu - tempatkan tempat tidur pada posisi yang rendah - Berikan pengawasan yang cukup - tempatkan bel pada tempat yang 8
9
rendah Berikan sedative atau hipnotik
Sedative atau hipnotik dapat membuat
dalam dosis seminimal mungkin jika
klien mudah tertidur
diperlukan (konsul dengan dokter) Jelaskan obat-obat hipnotik atau
Sedative atau hipnotik dapat
sedative tidak boleh digunakan
menyebabkan adiksi bila digunakan
dalam jangka waktu yang lama
dalam jangka waktu yang lama
Rencana Tindakan Post Tindakan 1.
Nyeri berhubungan dengan truma jaringan sekunder terhadap
pemasangan WSD
36
Tujuan: Menghilangkan nyeri akibat pemasangan WSD Kriteria hasil evaluasi: a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol b. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat
Rencana Tindakan
No
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
1.
Pantau tanda vital
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda
2.
Berikan tindakan nyaman misalnya pijatan
vital telah terlihat Tindakan non analgesik
punggung, perubahan posisi, musik
diberikan dengan sentuhan
tenang/perbincangan, relaksasi atau latihan
lembut dapat
napas
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik
Kolaborasi
1.
Berikan anlgesik dan antitusif sesuai terapi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif dan untuk meningkatkan kenyamanan istirahat.
2.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan sekunder
terhadap pemasangan WSD
37
Tujuan: Mengurangi faktor infeksi yang berhubungan dengan truma jaringan sekunder terhadap pemasangan WSD Kriteria Hasil: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
Rencana Tindakan No
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri
1. 2.
3.
Awasi suhu.
Demam dapat terjadi karena
Kaji pentingya latihan napas, batuk
infeksi. Aktivitas ini meningkatkan
efektif, perubahan posisi, dan masukan
mobilisasi dan pengeluaran sekret
cairan adekuat.
untuk menurunkan resiko
Observasi warna.
terjadinya infeksi paru. Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya
4.
Dorong keseimbangan antara aktivitas
infeksi paru. Menurunkan konsumsi/kebutuhan
dan istirahat.
keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
5.
Diskusi kebutuhan masukan nutrisi
penyembuhan. Malnutrisi dapat mempengaruhi
adekuat.
kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Kolaborasi
1.
2.
Dapatkan spesimen sputum dengan
Dilakukan untuk mengidentifikasi
batuk atau pengisapan untuk pewarnaan
organisme penyebab dan
kuman Gram, kultur/sensitivitas.
kerentanan terhadap berbagai
Berikan antimikrobial sesuai indikasi
antimikrobial. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karana resiko tinggi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press
Anonim. Paru-paru dan Saluran Pernapasan. www.medicastore.com. Diakses tanggal 10 Maret 2008, jam 13.00 WIB
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995 Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
39