BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi Pleura adalah penumpukan cairan berlebih pada rongga pleura, disebabkan oleh produksi cairan berlebih atau penurunan penyerapan, atau kedua-duanya.1 Akibat Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga
pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
2
Menurut World Health Organization efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa. Prevalensi efusi pleura di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri, dan penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.3 Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, Malignansi, dan pneumonia bakteri. Sementara di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. 2 Menurut Depkes RI, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura di Indonesia disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.4 Gejala yang paling sering timbul adalah dipsneu. 5 Menurut Surjanto, Eddy dkk. keluhan utama yang membawa pasien berobat ke RSDM terbanyak dengan sesak napas 62 pasien (57,94%), disusul batuk 35 pasien (32,71%), nyeri dada 7 pasien (6,54%), batuk darah ada 2 pasien (1,87%), dan nyeri perut ada 1 pasien (0,93%).6 Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis berkeinginan menyajikan informasi mengenai efusi pleura dan peran fisioterapi dalam menanganan efus pleura agar dapat menjadi refereni
1
tambahan kepada para tenaga medis untuk mendiagnosis serta memberikan asuhan fiioterapi yang tepat pada penderita efusi pleura. B. Identifikasi Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dalam identifikasi masalah adalah bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Efusi Pleura di BBKPM Surakarta ? C. Pembatasan Masalah
Disini hanya membahas tentang Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Efusi Pleura di BBKPM Surakarta. D. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dalam perumusan masalah dikemukakan sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud Efusi Pleura? 2. Apa Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Efusi Pleura di BBKPM Surakarta? E. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penyusunan makalah ini meliputi : 1. Untuk mengetahui pengertian Efusi Pleura? 2. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Fisioterapi pada Efusi Pleura di BBKPM Surakarta?
2
BAB II KERANGKA TEORI
A. Definisi Efusi Pleura
Efusi Pleura adalah penumpukan cairan berlebih pada rongga pleura (ruangan di antara pleura parietalis dan pleura viseralis), disebabkan oleh produksi cairan berlebih atau penurunan penyerapan, atau kedua-duanya. 1 Rongga pleura pada orang normal mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml.
5
Cairan ini bekerja sebagai pelumas untuk mencegah melekatnya pleura parietalis dengan pleura viseralis, sehingga dengan demikian gerakan paru mengembang dan mengecil dapat berjalan dengan lancar. 2 Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya.7 B. Etiologi
Etiologi Efusi Pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia, Malignansi, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura : 3 1.
Perubahan permeabilitas membran pleura. Misalnya, radang, emboli paru, dan Malignansi.
2.
Pengurangan tekanan onkotik intravaskular. Misalnya, sirosis dan hipoalbuminemia karena sindrom nefrotik.
3.
Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah Misalnya, trauma, Malignansi, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis.
3
4.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru. Misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior.
5.
Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh. Misalnya, atelektasis yang luas dan mesothelioma.
6.
Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus toraks atau pecah. Misalnya, Malignansi dan trauma.
7.
Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui limfatik atau cacat struktural. Misalnya, sirosis dan dialisis peritoneal.
8.
Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral.
9.
Peningkatan
tekanan
onkotik
di
cairan
pleura
yang
persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura 10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis, pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura), karena tumor dan trauma. C. Klasifikasi
Efusi pleura dapat menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. Efusi pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dengan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi akibat peradangan pleura, abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau pendarahan. 6 Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.2 Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:6,7,8 1. Transudat Transudat terjadi apabila akibat ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dengan tekanan onkotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada meningkatnya tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, menurunnya tekanan intra pleura.
4
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah : a. Congestive Heart Failure / CHF b. Chronic Kidney Disease / CKD c. Sirosis hepar d. Hipoalbuminemia 2. Eksudat Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleura eksudat yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: a. Infeksi (Tuberkulosis, Pneumonia) b. Malignansi c. Empiema d. Dengue Haemorrhagic Fever / DHF e. Systemic Lupus Erythematous / SLE f. Post Thoracotomy D. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Tingkat keparahan bergantung pada tingkat efusi, tingkat pengumpulan cairan, dan fungsi paru. Gejala yang paling sering timbul adalah dipsneu. 5 Menurut Surjanto, Eddy dkk. keluhan utama yang membawa pasien berobat ke RSDM terbanyak dengan sesak napas 62 pasien (57,94%), disusul batuk 35 pasien (32,71%), nyeri dada 7 pasien (6,54%), batuk darah ada 2 pasien (1,87%), dan nyeri perut ada 1 pasien (0,93%). 6 Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus efusi pleura terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena efek dari restriksi paru akibat penurunan keteregangan
(compliance) paru,
penurunan volume paru
ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan
5
diafragma ipsilateral. Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun. 9 Batuk non produktif adalah efek dari peradangan dan tekanan pada dinding bronkus. Jika batuk yang muncul adalah batuk produktif, maka dicurigai pneumonia dan jika hemoptysis muncul kemungkinan efusi pleura atau malignansi. Jika muncul pleuritic pain merupakan gejala awal, memburuk ketika inspirasi dalami atau posisi terlentang menandakan adanya peradangan atau infiltrasi pleura atau terjadinya efusi pleura. Jika rasa nyeri yang timbul terus menerus, kemungkinan penyebabnya dari malignansi. Jika nyeri ketika di palpasi pada dinding dada, kemungkinan empiema atau metastatic malignansi.1 Hasil dari pemeriksaan fisik akan menggambarkan tingkat efusi yaitu terjadinya penurunan ekspansi thorax, hasil perkusi dan nafas berkurang lebih terdengar efusi pada pleura. Nafas bronkhial akan terdengar pada batas atas efusi. Jika efusi yang terjadi cukup banyak, cairan akan menekan paru dan memindahkan mediastinum ke sisi kontralateral, dan ini yang menyebabkan penurunan pada ekspansi thorax dan hypoxaema (kadar oksigen rendah).1 E. Proses Fisioterapi
Dalam proses tindakan fisioterapi meliputi beberapa langkah : 1. KETERANGAN UMUM PASIEN RAWAT INAP a. Nama
b. Umur c. Jenis Kelamin d. Agama e. Pekerjaan f. Alamat g. No. Rekam Medik h. Ruangan Rawat Inap 2. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT / KLINIK
a. Diagnosa b. Radiologi c. Laboratorium dan Lainnya 6
3. SEGI FISIOTERAPI a. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama 2) Riwayat Penyakit 3) Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta b. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
1) Pemeriksaan Vital Sign 2) Kemampuan Fungsional 3) Pemeriksaan Sistemik Khusus Kardiopulmonal a) Pola nafas b) Gerakan pernafasan c) Palpasi (1) Otot pernafasan (2) Gerakan ekspansi thorax (3) Posisi trachea (4) Vocal Fremitus d) Auskultasi e) Perkusi f) Fungi gerak dasar 4) Pengukuran Khusus a) Sesak nafas (Borg Scale) b) Nyeri dada c) Ekspansi Thoraks d) 6MWT e) Kemampuan Fungsional 4. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
a. Impairment (Body Structure & Body Function) Body Structure : Ronga pleura terisi cairan Produksi sputum berlebihan Spasme otot Body Function : Ekspansi thorax menurun Penyempitan saluran pernafasan
7
b. Functional Limitation
: Menimbulkan sesak nafas dan nyeri dada sehingga mempengaruhi aktivitas seharihari
c. Participation Restriction : Pasien belum dapat melakukan aktifitas sosial seperti biasanya karena masih dirawat di RS 5. PROGRAM FISIOTERAPI
Tujuan Jangka Pendek : Membantu mengurangi sesak nafas Membantu mengurangi nyeri dada Membantu mengurangi spasme otot Membantu meningkatkan ekspansi thorax Memberikan edukasi cara batuk efektif (huffing) Tujuan Jangka Panjang : Meningkatkan kemampuan fungsional 6. TEKNOLOGI INTERVENSI FISIOTERAPI
IR Deep breathing exercise Pursed lip breathing Segmental costal deep breathing exercise Huffing 7. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
8
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Problem Efusi Pleura
Efusi Pleura adalah penumpukan cairan berlebih pada rongga pleura (ruangan di antara pleura parietalis dan pleura viseralis), disebabkan oleh produksi cairan berlebih atau penurunan penyerapan, atau kedua-duanya. 1. Pada pasien Efusi Pleura biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Tingkat keparahan bergantung pada tingkat efusi, tingkat pengumpulan cairan, dan fungsi paru. 5 Problem yang timbul pada pasien Efusi Pleura antara lain : sesak napas, nyeri dada, batuk berdahak, spasme otot SCM, spasme otot upper trapezius, dan penurunan ekspansi thorak. B. Pengertian Infra Red
Infra Red adalah pancaran gelombang radiasi elektromagnetik dalam rentang frekuensi yang menimbulkan panas ketika diserap oleh materi. Radiasi infra red memiliki jangkauan tiga band dan memiliki panjang gelombang antara 770 nm dan 10 nm. Lampu IR untuk penggunaan klinis saat ini umumnya dengan panjang gelombang campuran sekitar 780-1500 nm dengan puncak intensitas pada sekitar 1000 nm. 10 Tujuan : untuk memperbaiki sirkulasi darah dan mendapatkan
relaksasi lokal pada otot bantu nafas daerah dada dan punggung. 5 Persiapan alat : Siapkan alat kemudian cek keadaan lampu, cek
kabel, ada yang terkelupas atau tidak. Persiapan pasien : Posisikan pasien duduk tegak, bebaskan area yang
akan diterapi, dari kain atau pakaian, sebelum diterapi kulit harus kering dan dilakukan tes sensibilitas terlebih dahulu serta berikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi mengenai apa yang akan dirasakan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi. Pelaksanaan Terapi : IR diatur sehingga dapat menjangkau daerah
dada dan punggung. Posisi lampu IR tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Selama proses terapi berlangsung fisioterapi harus mengontrol rasa hangat
9
yang diterima pasien, jika selama pengobatan pasien merasakan nyeri, pusing, ketegangan otot meningkat, dan kepanaan. Dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit menjauhkan IR. Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan seperti semula. Dosis : Waktu terapi IR 10-15 menit. Intensitas jarak penyinaran
dengan jarak 40-60 cm atau tergantung rasa nyaman pasien. C. Breathing E xercise 1.
Deep Breathing E xercise Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan tehnik bernapas secara perlahan dan dalam yang dimulai dari akhir ekspirasi menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. 11 Tujuan : untuk meningkatkan volume paru, meningkatkan dan
redistribusi
ventilasi,
mempertahakan
alveolus
tetap
mengembang,
meningkatkan oksigenasi, membantu membersihkan sekresi, mobilisasi sangkar torak dan meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-otot pernapasan.14 Prosedur Pelaksanaan Deep Breathing E xercise Posisi pasien : Jelaskan tujuan dan prosedur latihan dan posisikan
pasien duduk tegak di bed. Posisi terapis : Terapist berdiri dengan pasien agak menyamping,
kedua tangan. terapis ditempatkan pada bagian lateral dari lower costae. Pelaksanaan Terapi : Mintalah pasien untuk menarik napas
sedalam mungkin melalui hidung, kemudian mengeluarkannya secara rileks melalui mulut. Dosis : Ulangi latihan ini 6-8 kali pengulangan. Jangan mengulang
latihan lebih dari 8 pengulangan karena dapat menyebabkan terjadinya hiperventilasi. Anjurkan pasien untuk mengulang latihan ini tiap jam pada siang hari.5
2. Pur sed Lip Breathing Pursed
lip
breathing merupakan
latihan
pernapasan
yang
menekankan pada proses ekspirasi dengan tujuan untuk memudahkan
10
proses pengeluaran udara yang terjebak oleh saluran napas yang floppy. Melalui teknik ini, maka udara yang keluar akan dihambat oleh kedua bibir, akan menyebabkan tekanan dalam rongga mulut lebih positif. Tekanan positif ini akan menjalar kedalam saluran napas yang floppy dan bermanfaat untuk mempertahankan saluran napas yang floppy tetap terbuka. Dengan terbukanya saluran napas, maka udara dapat keluar melalui saluran napas yang floppy dengan mudah. 14 Tujuan : untuk menurunkan beban kerja pernafasan, sensasi sesak
nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi. Pursed Lip Breathing adalah salah satu cara yang paling sederhana untuk mengontrol nafas pendek dan membuat pola pernafasan menjadi lebih efektif. 14 Prosedur Pelaksanaan Pursed Lip Breathing Posisi Pasien : Jelaskan tujuan dan prosedur latihan dan posisikan
pasien duduk tegak di bed atau half laying. Posisi Terapis : Terapist di samping pasien, tempatkan satu tangan
terapis di atas abdomen pasien. Pelaksanaan Terapi : Mintalah pasien untuk menarik napas
perlahan seperti biasa, (hindari nafas dalam) melalui hidung selama hitungan 2 detik dengan perut dikembungkan. Saat ekspirasi, instuksikan pasien untuk mengerutkan mulut, seperti posisi bibir hendak bersiul atau hendak meniup lilin, hembuskan udara secara perlahan selama hitungan 4 detik atau sampai dengan batas dimana sebelum otot abdomen mulai berkontraksi. Dosis : Lakukan berulang-ulang sampai pasien menguasai tehnik
ini dan sampai benar-benar merasa sesaknya berkurang. Durasi sekali latihan Pursed Lip Breathing antara 3-5 menit. 5
3. Segmental Costal Deep Breathing Exercise Segmental Costal Deep Breathing Exercise merupakan latihan pernapasan modifikasi dari Deep breathing exercise, dengan cara menambahkan pengaturan posisi, pemberian rangsangan sentuhan, aba-aba verbal dan tahanan untuk mengoptimalkan pengembangan lokal pada bagian-bagian paru yang spesifik. Pemberian rangsangan sentuhan dan
11
penguluran akan memberikan stimulasi pada otot-otot pernapasan untuk berkontraksi lebih kuat selama inspirasi sehingga akan semakin menambah ekspansi thorax yang akan berakibat peningkatan volume paru. 14 D. Pengertian Huffing
Huffing merupakan manuver ekspirasi paksa yang dilakukan dengan glottis terbuka. Jadi, yang membedakan antara batuk dan huffing adalah, batuk dimulai dari inspirasi maximal dan ada penutupan glottis, sedang huffing dari midinspirasi dan tanpa penutupan glottis. 14 Prosedur Pelaksanaan Huffing Posisi pasien : Jelaskan tujuan dan prosedur latihan dan posisikan
pasien duduk tegak di bed. Posisi terapis : Terapist di samping pasien, tempatkan satu tangan
terapis di atas abdomen pasien. Pelaksanaan Terapi : Mintalah pasien untuk menarik napas melalui
hidung dengan perut dikembungkan. Tahan beberapa detik kemudian batukkan dengan mulut sedikit terbuka dan tanpa penutupan glottis. Tahan dan tarik napas perlahan untuk menghindari mucus terdorong masuk ke paru. Dosis : Ulangi latihan ini 6-8 kali pengulangan. Jangan mengulang
latihan lebih dari 8 pengulangan karena dapat menyebabkan terjadinya hiperventilasi. E. Intervensi Fisioterapi pada Problem Pasien Efusi Pleura
Problem yang timbul pada pasien Efusi Pleura antara lain : sesak napas, nyeri dada, spasme otot Upper Trapezius, spasme otot SCM, penurunan ekspansi sangkar thorak, dan batuk berdahak. Sesak napas terjadi adanya refleks neurogenik paru dan dinding dada akibat restriksi dan obstruksi jalan nafas. Pada pasien Efusi Pleura sesak nafas terutama disebabkan karena tekanan penumpukan cairan pleura yang berlebuhan. Modalitas fisioterapi pada sesak napas adalah Pursed lip breathing. Pursed Lip Breathing adalah salah satu strategi kontrol pernafasan yang bertujuan untuk menurunkan beban kerja pernafasan, sensasi sesak nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi.
12
Nyeri dada, spasme otot Upper Trapezius, dan spasme otot SCM pada pasien Efusi Pleura disebabkan karena fungsi otot aksesoris pernafasan adalah otot sinergis. Namun dikarenakan kondisi yang tidak stabil mengakibatkan otot-otot aksesoris terebut harus bekerja lebih dari beban seharusnya. Secara fiiologis pasokan nutrisi dan oksigen ke otot juga berkurang. Modalitas fisioterapi pada spasme otot Upper Trapezius dan spasme otot SCM adalah IR (Infra Red). Mekanisme IR menghasilkan efek thermal kemudian terjadi vasodilatasi pembuluh darah maka akan membuat rileksasi otot-otot bantu pernafasan seperti SCM menjadi baik dan spasme berkurang dan mengurang nyeri dada. Penurunan ekspansi sangkar thorak pada pasien Efusi Pleura disebabkan karena penumpukan cairan pleura dalam cavum pleura sehingga cairan akan menekan paru dan memindahkan mediastinum ke sisi kontralateral dan ini yang menyebabkan gangguan pengembangan paru. Kadang ditemukan pada pasien Efusi Pleura mengalami deformitas bentuk sangkar thorak sehingga terbatasnya udara yang bisa masuk ke paru. Modalitas fisioterapi pada penurunan ekspansi sangkar thorak adalah dengan Segmental Costal Deep Breathing Exercise. Mobilisasi sangkar thorak bertujuan memberikan stimulasi pada otot-otot pernapasan untuk berkontraksi lebih kuat selama inspirasi sehingga akan semakin menambah pengembangan sangkar torak yang akan berakibat peningkatan volume paru. Pada pasen Efusi Pleura juga didapati meningkatan produksi sputum. Silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil sputum dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan sputum kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Modalitas fisioterapi pada batuk berdahak adalah Huffing. Batuk adalah mekanisme fisiologi tubuh mengeluarkan benda asing. Sedangkan batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.
13
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Efusi Pleura adalah penumpukan cairan berlebih pada rongga pleura (ruangan di antara pleura parietalis dan pleura viseralis) , disebabkan oleh produksi cairan berlebih atau penurunan penyerapan, atau keduaduanya.1 Efusi pleura dapat menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. Efusi pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dengan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura
eksudatif
terjadi
akibat
peradangan
pleura,
abnormalitas
permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau pendarahan.6 Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat. 7 Problem yang timbul pada pasien Efusi Pleura antara lain : sesak napas, nyeri dada, spasme otot Upper Trapezius, spasme otot SCM, penurunan ekspansi sangkar thorak, dan batuk berdahak. yang akhirnya menggangu aktivitas fungsional sehari - hari. Program Fisioterapi pada Efusi Pleura antara lain IR, deep breathing exercise, pursed lip breathing, segmental costal deep breathing exercise dan huffing. B. Saran
1.
Kepada Pasien Dalam melakukan latihan dan menjalankan home program yang diberikan
oleh
terapis
harus
dilakukan
secara
rutin
dengan
kesungguhan dan semangat sehingga keberhasilan akan dicapai. 2.
Kepada Fisioterapi Dalam melakukan pelayanan hendaknya sesuai prosedur yang ada sebelum
melakukan
tindakan
terapi.
Fisioterapi
mengadakan
pemeriksaan yang teliti dan sistematis sehingga dapat memecahkan permasalahan pasien secara rinci dan untuk itu perluasan dan
14
penambahan ilmu pengetahuan yang sesuai degan kondisi pasien atau suatu masalah diperlukan dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK. Fisioterapis dapat memilih teknologi intervensi yang paling sesuai dengan hasil yang memuaskan bagi pasien dan terapis sendiri dan hal ini juga tidak lepas dari tim medis lain agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan. Pada kasus ini diharapkan kepada Fisioterapis untuk lebih teliti memilih modalitas yang akan digunakan dan supaya lebih mendalami lagi tentang efusi pleura. 3.
Kepada Masyarakat Apabila mengalami ataupun menjumpai pasien dengan kondisi efusi pleura supaya lebih memanfaatkan adanya institusi kesehatan yang ada dengan memeriksakan diri ke Rumah Sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan / tindakan yang benar yang sesuai dengan permasalahan yang ada secara dini. Dalam untuk menolong sebaiknya jangan gegabah, karena mungkin saja kondisi korban akan lebih fatal, jadi mungkin kita bisa mencari orang yang lebih berpengalaman.
4.
Kepada Tim Medis Bagi tim medis, baik dokter, perawat dan petugas medis lain supaya memberikan kenyamanan dan pelayanan yang lebih baik agar dapat teracai keberhasilan dalam kesehatan masyarakat
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
William, E. Deturk. et al. 2011. Cardiovacular & Pulmonary Physical Therapy. Secound Edition. United States: McGraw-Hill Education, Hal.517-59.
2.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3.
Rubins, J. 2014. Pleural effusion. Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/ 299959-overview.
4.
Lantu, M G. dkk. 2016. Gambaran foto toraks pad efusi pleura di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode November 2014-Oktober 2015. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/ article/view/10966.
5.
Khotim, Siti. 2014. Modul Fisioterapi Pada Kardiopulmonal. Yogyakarta : UNISA.
6.
Surjanto, Eddy. 2014. Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/.../JRI-2014-34-2-102108.pdf.
7.
Khairani, Rita. dkk. 2012. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/11/jri-2012-32-3-155-60.pdf.
8.
Dwianggita, Priscilla. 2016. Etiologi Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013. http://isainsmedis.id/ ojs/ index.php/ ISM/article/viewFile/101/pdf.
9.
Syahruddin, Elisna. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru. www.academia.edu/ 6763163/54514386-Efusi-Pleura.
10. Michelle H. Cameron. Physical Agents in Rehabilitation From Research to Practice. Fourth Edition. Pennsylvania : Elsevier. 11. Smeltzer, S.C. Bare, B.G. Hincle, J.I. Cheever, K.H. 2008. Textbook ofmedical surgical nursing; brunner & suddart. eleventh edition, Lipincott 12. Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. 2006. Medical surgical nursing ; critical thinking for collaborative care; fifth edition, volume 2, Elsevier Saunders, Westline Industrial Drive, St. Louis, Missouri. 13. Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business.Westerdahl, E., Linmark, B., Ericksson, T., Friberg, O., Hedenstierna, G. & Tenling, A. 2005. Deep breathing exercises reduce atelectasis and improve pulmonary function after coronary artery bypass surgery. diperoleh 12 Pebruari 2013 dari http://chestjournal.chestpubs.org/content/ 128/5/3482.full.html.
14. Basuki, N. 2008. Fisioterapi Kardiopulmonal. Poltekes Surakarta Doherty, M. G. 2010. CURRENT diagnosis & treatment surgery; Edisi 13.
16