BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Latar belakang belakang
Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal itu berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) diba diband ndin ing g
juml jumlah ah pend pendud uduk uk seca secara ra kese keselu luru ruha han. n. Kant Kantor or Keme Kement nter eria ian n
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah jumlah lansia lansia 7.998.54 7.998.543 3 orang (5,45%) (5,45%) maka maka pada pada tahu tahun n 2006 2006 menj menjad adii 19 juta juta oran orang g (8,9 (8,90% 0%)) dan dan UHH UHH juga juga meni mening ngka katt (66, (66,2 2 tahu tahun) n).. Pada Pada tahu tahun n 2010 2010 perk perkir iraa aan n pend pendud uduk uk lans lansia ia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepu Sepulu luh h tahu tahun n kemu kemudi dian an atau atau pada pada 2020 2020 perk perkir iraa aan n pend pendud uduk uk lans lansia ia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Penuru Penurunan nan fungsi fungsi tubuh tubuh akan akan menuru menurun n seirin seiring g bertam bertambah bahnya nya umur umur seseorang. Hal itu membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. penyakit. Beberapa Beberapa perubahan perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami pen penur urun unaa hing hingga ga 85%. 85%. Penu Penuru runa nan n ters terseb ebut ut akan akan memb membua uatt lans lansia ia rent rentan an menderita penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah masalah antara lain kemungkin kemungkinan an memerlukan memerlukan ketaatan atau menimbulka menimbulkan n kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat. Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdi terdiri ri dari dari nyer nyerii atau atau rasa rasa tida tidak k nyam nyaman an di epig epigas astri trium um,, mual mual,, munt muntah ah,, kembun kembung, g, rasa rasa penuh penuh atau atau cepat cepat kenyan kenyang, g, dan sering sering bersen bersendaw dawa. a. Kondis Kondisii tersebut dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi dengan
1
deteksi dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi lansia. Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi peningkatan kualitas hidup lansia dan memperkecil resiko lansia yang menderita penyakit, salah satunya adalah dispepsia.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia? 2. Bagaimana patofisiologi (pathway) dan pemeriksaan penunjang dispepsia? 3. Apa saja pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia dengan
dispepsia? 4. Apa diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan dispepsia? 5. Intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien lansia dengan
dispepsia?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia. 2. Untuk mengetahui pathway dan pemeriksaan penunjang dispepsia. 3. Untuk mengetahui pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia
dengan dispepsia. 4. Untuk mengetahui diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan
dispepsia 5. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien
lansia dengan dispepsia.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan.
Dispepsia
merupakan
kumpulan
keluhan/gejala
klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluranpencernaan). Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000).
3
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
B. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%. Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu : a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Gambar 1. Infeksi bakteri H. Pylori
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.
4
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu : a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati. b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual,
cepat kenyang. c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia
mirip ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis. Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus dengan kelainan organik (Panchmatia, 2010).
C. Manifestasi Klinis a. Nyeri perut (abdominal discomfort), b. Rasa perih di ulu hati, c. Mual, kadang-kadang sampai muntah, d. Nafsu makan berkurang, e. Rasa lekas kenyang, f. Perut kembung, g. Rasa panas di dada dan perut, h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
5
Pathway DISPEPSIA Dispepsia Organik
Merokok DISPEPSIA Fungsional
Kopi & alkohol
Stress Sel epitel kolumner (-) prduksinya
Kecemasan b/d perubahan status kesehatan
Perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus)
Respon mukosa lambung vaso dilatasi mukosa gaster Eksfeliasi (Pengelupasan)
↑ Produksi HCL di lambung HCL kontak dengan mukosa gaster Perubahan keseimbngan cairan & elektrolit b/d adanya mual& muntah
Mual, muntah, anoreksia Nyeri
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Nyeri epigastrium b/d iritasi pd mukosa lambung
E. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan
6
saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. a. Tes Darah Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan. b. Endoskopi ( esofago-gastro-duodenoskopi ) Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk
H.pylori (tes CLO) (Davey,Patrick, 2006). Endoskopi
adalah
pemeriksaan
terbaik
masa
kini
untuk
menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan
H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural. Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ , endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan
7
keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung (Wibawa, I Dewa Nyoman, 2006). c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis (Pierce.A.Grace & Neil.R.Borley, 2006) e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas (Schwartz, M William, 2004).
G. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah:
1. Disfagia, 2. Penurunan Berat Badan (weight loss ), 3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia defisiensi besi,atau fecal occult blood ),
4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh). Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk menyingkirkan
penyakit
tukak
peptic
dengan
(gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.
8
komplikasinya,
GERD
H. Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
I. Asuhan Keperawatan Pengkajian 1.
Biodata
a. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat. b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat. 2.
Keluhan Utama
3.
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang b. Riwayat kesehatan yang lalu c. Riwayat kesehatan keluarga
4.
Keadaan Umum
a.
Tingkat kecemasan
b.
Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi.
c.
Penampilan umum : lemah atau tidak
5.
Pemeriksaan a.
Kulit : warna kulit dan tekstur kulit.
b.
Kuku : keadaan kuku dan warna kuku.
c.
Kepala : bentuk kepala, kelainan, keadaan rambut dan kulit kepala.
d.
Mata : sklera, konjungtiva, reflek cahaya, pupil, dan kelainan.
e.
Hidung : fungsi penciuman, bentuk, serumen, kelainan.
f.
Telinga : fungsi pendengaran, bentuk dan keadaan telinga.
g.
Mulut : funsi pengecapan, kebersihan gigi dan kelainan bibir.
h.
Dada dan paru-paru : bentuk dan frekuensi napas.
9
i.
Abdomen : Nyeri tekanan
j.
Genitalia : keadaan rectum
k.
6.
Kekuatan otot : reflek bisep, trisep, patella dan babyn sky.
Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
a.
Aspek Psikologis
b.
Aspek Sosial
c.
Aspek Spritual
7.
Aktivitas Daily Living No
1.
Jenis Aktivitas Minum •
Jenis air minum
•
Frekuensi
Kesulitan Personal hygiene •
2.
•
Frekuensi mandi
•
Sikat gigi
Frekuensi keramas Eliminasi •
3
A. Eliminasi fecal •
Warna urine
•
Konsistensi urine
•
Kelainan
B. Euminasi urine •
Warna urine
•
Konsintensi urine
Kelainan Istirahat / tidur •
4
•
Mulai tidur
•
Lamanya tidur
Sering terjaga Daftar Penunjang •
8.
a.
Pemeriksaan diagnostic 10
Saat Sehat/
Saat Sakit/
Di Rumah
Di RS
No
Tanggal
Jenis
Hasil
Pemeriksaan
b.
Nilai Normal
Program terapi No
Hari, Tanggal
Nama Obat
Dosis Yang Diberikan
Diagnosa
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia antara lain : a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah. d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.
Rencana dan intervensi keperawatan
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri
11
Kriteria Hasil : klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras
nyeri. Intervensi 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0-
Rasional 1. Berguna dalam pengawasan kefektifan
10) 2. Berikan istirahat dengan posisi
obat, kemajuan penyembuhan 2. Dengan posisi semi-fowler dapat
semifowler
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang
3. Anjurkan klien untuk menghindari
3. Dapat menghilangkan nyeri akut/hebat
makanan yang dapat meningkatkan
dan menurunkan aktivitas peristaltik
kerja asam lambung. 4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur
4. Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium.
waktu makannya 5. Observasi TTV tiap 24 jam
5. Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya.
6. Diskusikan dan ajarkan teknik
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
relaksasi 7. Kolaborasi dengan pemberian obat
7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan
analgesik
intervensi terapi lain
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu. 12
Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi Intervensi 1. Pantau dan dokumentasikan dan
Rasional 1. Untuk mengidentifikasi indikasi atau
haluaran tiap jam secara adekuat
perkembangan dari hasil yang diharapkan
2. Timbang BB klien
2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
3. Meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit,
4. Berguna dalam mendefinisikan derajat
timbang berat badan, integritas mukosa
masalah dan intervensi yang tepat Berguna
mulut, kemampuan menelan, adanya
dalam pengawasan kefektifan obat,
bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
kemajuan penyembuhan.
diare. 5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
5. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6. Monitor intake dan output secara
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
periodik. 7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah,
7. Dapat menentukan jenis diet dan
dan tetapkan jika ada hubungannya
mengidentifikasi pemecahan masalah
dengan medikasi. Awasi frekuensi,
untuk meningkatkan intake nutrisi.
volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah. Tujuan : menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan. Kriteria Hasil : mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan
cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik. 13
Intervensi 1. Awasi tekanan darah dan nadi,
Rasional 1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi
pengisian kapiler, status membran
perifer dan hidrasi seluler.
mukosa, turgor kulit. 2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.
2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.
3. Diskusikan strategi untuk
3. Membantu klien menerima perasaan
menghentikan muntah dan penggunaan
bahwa akibat muntah dan atau
laksatif/diuretik.
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
4. Identifikasi rencana untuk
4. Melibatkan klien dalam rencana untuk
meningkatkan/mempertahankan
memperbaiki keseimbangan untuk
keseimbangan cairan optimal
berhasil.
misalnya : jadwal masukan cairan. 5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV
5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan
penurunan kecemasan. Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman tentang penyakitnya. Intervensi
Rasional
14
1. Kaji tingkat kecemasan.
1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya.
2. Berikan dorongan dan berikan waktu
2. Klien merasa ada yang memperhatikan
untuk mengungkapkan pikiran dan
sehingga klien merasa aman dalam segala
dengarkan semua keluhannya.
hal tundakan yang diberikan.
3. Jelaskan semua prosedur dan
3. Klien memahami dan mengerti tentang
pengobatan.
prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya.
4. Berikan dorongan spiritual
4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan •
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.
•
Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik, serta penyakit sistemik
•
Manifestasi klinis dari dispepsia, yaitu: a. Nyeri perut (abdominal discomfort), b. Rasa perih di ulu hati, c. Mual, kadang-kadang sampai muntah, d. Nafsu makan berkurang, e. Rasa lekas kenyang, f. Perut kembung, g. Rasa panas di dada dan perut, h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
•
Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, dan mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, sehingga peningkatan produksi HCL akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, dan rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
•
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan kanker lambung.
16
•
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi ),
DPL,
EGD,
serta
dianjurkan
untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. •
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.
•
Diagnosa dari dispepsia, yaitu : a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah. b. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.
B. Saran
1. Untuk Institusi Sebagai sekolah yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya dapat memberi pendidikan yang lebih baik lagi kepada siswanya dalam praktik pelayanan kesehatan dan menyediakan buku-buku penunjang sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan. 2. Untuk Keluarga Dalam proses asuhan keperawatan, sangat diperlukan kerja sama keluarga dan pasien itu sendiri guna memperoleh data yang bermutu untuk menentukan tindakan sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.
17