LANDASAN TEORI
Campur Kode
Pengertian Campur Code Menurut Para Ahli
Kachru (dalam Suwito, 1983:76) memberikan definisi bahwa "campur kode merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten". Sementara itu, Sumarsono (2002:202-203) menyatakan bahwa "campur kode terjadi apabila penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu". Misalnya, ketika berbahasa Indonesia, seseorang memasukan unsur bahasa Jawa.
Nababan (1992) memaparkan pengertian tentang campur kode sebagai pencampuran dua bahasa atau lebih dalam suatu tindak bahasa tanpa ada situasi yang menuntut pencampuran itu. Ditambahkan pula, percampuran bahasa tersebut disebabkan oleh kesantaian atau kebiasaan yang dimiliki oleh pembicara dan biasanya terjadi dalam situasi informal. Sejalan dengan pendapat Nababan, Jendra (1991) menyatakan bahwa campur kode tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan tetapi lebih ditentukan oleh pokok pembicaraan pada saat itu. Campur kode disebabkan oleh kesantaian dan kebiasaan pemakai bahasa dan pada umumnya terjadi dalam situasi informal. Selanjutnya dikatakan bahwa campur kode terjadi di bawah tataran klausa dan unsur sisipannya telah menyatu dengan bahasa yang disisipi. Selanjutnya Jendra (1991:123) menambahkan bahwa "seseorang yang bercampur kode mempunyai latar belakang tertentu, yaitu adanya kontak bahasa dan saling ketergantungan bahasa (Language dependency), serta ada unsur bahasa lain dalam suatu bahasa namun, unsur bahasa lain mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda".
Lebih lanjut Jendra (1991) memberikan ciri-ciri campur kode yaitu sebagai berikut;
Campur kode tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan seperti dalam gejala alih kode, tetapi bergantung kepada pembicaraan (fungsi bahasa).
Campur kode terjadi karena kesantaian pembicara dan kebiasaanya dalam pemakaian bahasa.
Campur kode pada umumnya terjadi dalam situasi tidak resmi (informal).
Unsur bahasa sisipan dalam peristiwa campur kode tidak lagi mendukung fungsi bahasa secara mandiri tetapi sudah menyatu dengan bahasa yang sudah disisipi.
Dari beberapa pendapat dan pandangan para ahli mengenai campur kode dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan peristiwa penggunaan bahasa atau unsur bahasa lain ke dalam suatu bahasa atau peristiwa pencampuran bahasa. Peristiwa campur kode dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari pada saat melakukan interaksi. Terjadinya campur kode biasanya disebabkan oleh tidak adanya padanan kata dalam bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu maksud.
Campur Kode Berdasarkan Macamnya
Berdasarkan unsur serapan yang menimbulkan terjadinya campur kode itu, campur kode dibagi menjadi tiga bagian (Jendre, 2001). Bagian-bagian tersebut akan diuraikan di bawah ini.
Campur Kode ke Luar (outer code mixing)
Dalam hal ini, "campur kode keluar adalah campur kode yang menyerap unsur- unsur bahasa asing" (Jendre, 2001:132). Misalnya, dalam peristiwa campur kode pada pemakaian bahasa Indonesia terdapat sisipan dari bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa Cina, dan lain sebagainya.
Campur Kode ke Dalam (Inner Code Mixing)
Mengenai definisi tentang campur kode ke dalam, ada beberapa ahli yang memiliki pandangan yang hampir sama. Suwito (1983) mengatakan bahwa seorang yang dalam pemakaian bahasa Indonesianya banyak menyisipkan unsur- unsur bahasa daerah, atau sebaliknya. Maka, penutur tersebut bercampur kode ke dalam. Sementara itu, Jendre (1991) menyatakan campur kode ke dalam adalah jenis kode yang menyerap unsur-unsur bahasa daerah yang sekerabat. Umpamanya gejala campur kode pada peristiwa tururan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur-unsur bahasa daerah seperti bahasa sumbawa, Lombok, bima, bahasa jawa, dan sebagainya.
Campur Kode Campuran
Definisi mengenai campur kode campuran ialah "campur kode yang di dalam (mungkin klausa atau kalimat) telah menyerap unsur bahasa Sumbawa/Lombok/Jawa (bahasa daerah) dan bahasa asing" (Jendra, 1991:132). Selanjutnya Jendra (1991) lebih tegas mengatakan bahwa campur kode campuran merupakan unsur serapan yang diterima oleh bahasa penyerap dengan pembagian menjadi dua bagian seprti (inner dan outer code mixing) telah pula dilakukan. Misalnya.
Campur Kode Berdasarkan Faktor Penyebabnya.
Campur kode tidak muncul karena tuntutan situasi, tetapi ada hal lain yang menjadi faktor terjadinya campur kode itu. Pada penjelasan sebelumnya telah dibahas menganai ciri-ciri peristiwa campur kode,yaitu tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan, adanya ketergantungan bahasa yang mengutamakan peran dan fungsi kebahasaan yang biasanya terjadi pada situasi yang santai. Berdasarkan hal tersebut, Suwito (1983) memaparkan beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu sebagai berikut;
Faktor peran
Yang termasuk peran adalah status sosial, pendidikan, serta golongan dari peserta bicara atau penutur bahasa tersebut.
Faktor ragam
Ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan oeh penutur pada waktu melakukan campur kode, yang akan menempat pada hirarki status sosial.
Faktor keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan
Yang termasuk faktor ini adalah tampak pada peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan penutur terhadap orang lain, dan hubungan orang lain terhadapnya.
Jendra (1991: 134-135) mengatakan bahwa "setiap peristiwa wicara (speech event) yang mungkin terjadi atas beberapa tindak tutur (speech act) akan melibatkan unsur: pembicara dan pembicara lainnya (penutur dan petutur), media bahasa yang digunakan, dan tujuan pembicaraan". Lebih lanjut, Jendra (1991) menjelaskan bahwa ketiga faktor penyebab itu dapat dibagi lagi menjadi dua bagian pokok, umpamanya peserta pembicaraan dapat disempitkan menjadi penutur, sedangkan dua faktor yang lain (faktor media bahasa yang digunakan dan faktor tujuan pembicaraan) dapat disempit lagi menjadi faktor kebahasaan.
Faktor Penutur
Pembicara kadang-kadang sengaja bercampur kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pembicara kadang-kadang melakukan campur kode antara bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena kebiasaan dan kesantaian.
Faktor Bahasa
Dalam proses belajar mengajar media yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa lisan. Penutur dalam pemakaian bahasanya sering mencampurkannya bahasanya dengan bahasa lain sehingga terjadi campur kode. Biasanya hal itu ditempuh dengan jalan menjelaskan atau mengamati istilah-istilah (kata-kata) yang sulit dipahami dengan istilah-istilah atau kata-kata dari bahasa daerah maupun bahasa Asing sehingga dapat lebih dipahami.
PEMBAHASAN
Data 1
ちなみにメヒコはまだ19日よ Spanish versionのLet It Go聴いてるりぶれそーいりぶれそーい
Chinami ni mehiko wa mada 19 hi yo Spanish version no Let It Go kiiteru ribureso-i ribureso-i
Ngomong-ngomong di Mexico belum tanggal 19, aku sudah tidak sabar untuk mendengarkan lagu Let It Go versi bahasa Spanyol.
Analisis:
Pada tuturan diatas, campur kode terjadi antara bahasa Jepang dengan bahasa Inggris. Tuturan tersebut termasuk campur kode ke luar (outer code mixing) karena penutur menggunakan bahasa Jepang (bahasa Ibu si penutur) dan bahasa Asing. Penutur menggunakan campur kode seperti itu karena mempunyai suatu tujuan tertentu. Ia ingin menekankan kalau Ia ingin sekali mendengar lagu Let It Go dengan versi Spanyol-nya. Ia menggunakan bahasa Inggris untuk menekankan maksudnya karena penutur sedang berada di Mexico.
Data 2
テオティワカンかっこよすぎた世界遺産の放つパワーを全身に逧びたんだよ、本当gracias
Teotiwakan kakkoyo sugita sekai isan no hanatsu pawaa wo zenshin ni sakobitandayo, hontou gracias
Teotihuacan sangat dingin, yang dapat menembak dan mengalir ke seluruh tubuh, benar-benar terima kasih.
Analisis:
Pada tuturan diatas, campur kode terjadi antara kata "hontou" dalam bahasa Jepang dan kata "gracias" dalam bahasa Mexico. Campur kode ini termasuk campur kode ke luar (outer mixing code) karena penutur menggunakan bahasa Jepang (bahasa Ibu si penutur) dengan bahasa Spanyol. Penutur bermaksud menunjukkan bahwa Ia sedang berada di Mexico dan menggambarkan keadaan cuacanya. ……………………..
Data 3
メキシコの人たちみんなhappyめひこめひこ
Mekishiko no hitotachi minna happy mehiko mehiko
Semua warga Mexico bergembira Mexico Mexico
Analisis:
Data (3) menunjukkan pencampuran kode antara bahasa Jepang dengan bahasa Inggris yang ditunjukkan dengan kata happy . Campur kode tersebut merupakan campur kode ke luar (outer mixing code). Maksud penutur menggunakan campur kode adalah untuk menekankan dan menjelaskan sesuatu. Kata Mexico di tulis 2 kali pada akhir kalimat untuk menunjukkan penekanan pada keadaan yang penulis rasakan.
Data 4
またね Mexicoまた来るね gracias
Matane Mexico mata kuru ne gracias
Sampai jumpa Mexico, saya akan kembali lagi terima kasih
Analisis:
Campur kode terlihat pencampuran bahasa Jepang dengan bahasa Mexico yang ditandai dengan kata gracias. Maksud si penutur menggunakan campur kode untuk memberikan ucapan terima kasih kepada fans yang berada di Mexico.
Data 5
Bye-bye HK またね
Bye-bye HK mata ne
Selamat tinggal Hongkong sampai jumpa lagi
Analisis:
Dalam data (5) penutur melakukan campur kode dalam tulisan bye-bye HK またね, campur kode antara bahasa Jepang dengan bahasa Inggris yang ditandai dengan frasa bye-bye HK. Campur kode ini termasuk campur kode ke luar.